2. Mobilisasi Opini Publik KESIMPULAN DAN SARAN
63 Sedangkan dari pihak akademisi dan birokrat kampus keuntungan yang
diperoleh dengan mendukung gerakan mahasiswa tahun 1998 sangatlah besar. Karena kondisi sosial politik Indonesia sedang mengalami proses transisi, maka
akademisi dan birokrat kampus pun bersikap mengikuti arus agar karir mereka dapat bertahan walau pun Orde Baru runtuh. Jadi dalam hal ini sebenarnya
mahasiswa cenderung di manfaatkan.
3. 2. 3. Mobilisasi Opini Publik
Untuk memobilisasi opini publik, gerakan mahasiswa tahun 1998 sebenarnya tidak bekerja ekstra keras. Sarana-sarana agar aksi-aksi mahasiswa
terekspos telah banyak media yang melakukan itu seperti Koran, majalah, radio televise bahkan internet. Kejadian-kejadian pada tahun 1998 ini dengan muda di
pantau oleh dunia internasional. Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa pada tahun 1998
sesungguhnya telah banyak disorot oleh pihak media karena pada saat itu media elektronik dan media cetak telah banyak berdiri. Secara logikanya setiap kejadian
pada tahun itu akan selalu di abadikan media karena adanya persaingan media pada saat itu agar menjadi media yang paling memiliki informasi terbaru serta
disenangi masyarakat sehingga pihak media lah yang mengejar berita. Untuk memancing emosi dan sorotan publik agar mendukung gerakan
mahasiswa sengaja dibuat bentrokan oleh mahasiswa. Bentrokan ini disamping menjadi pendidikan politik bagi mahasiswa juga untuk menarik simpati
masyarakat luas karena jika terjadi bentrok antara mahasiswa dengan aparat maka yang paling banyak menjadi korban adalah dari pihak mahasiswa karena
Universitas Sumatera Utara
64 mahasiswa tidak memiliki senjata dan secara psikologis membuat masyarakat
bersimpati terhadap pihak yang lebih banyak menjadi korban. Mengenai bentrokan yang disengaja dari pihak mahasiswa, seorang aktivis
mahasiswa Unika bernama Simon mengatakan : “ Sebenarnya massa sudah bosan dengan mimbar-mimbar bebas di
kampus sehingga untuk mengatasi kebosanan tersebut kami berfikir massa ini harus kita betrokkan dengan aparat agar mereka lebih bersemangat.
Disamping bentrok dengan aparat merupakan suatu pendidikan politik bagi mahasiswa terhadap ketidakpuasan mereka selama ini terhadap
militer”
32
Dengan adanya bentrokkan secara tidak langsung mengundang media untuk meliput dan menyebarluaskan kepada masyarakat tentang kekejaman aparat
negara dalam mengatasi aksi mahasiswa serta diharapkan masyarakat mampu memahami tujuan aksi tersebut.
Skenario bentrokkan tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa, di lapangan aparat pun sering kali melakukan provokasi-provokasi terhadap mahasiswa agar
terjadi bentrokkan. Kasus penembakkan mahasiswa Trisakti menurut press realeas senat mahasiswa universitas Trisakti mengatakan bahwa aparat melakukan
provokasi kepada massa dengan mengeluarkan kata-kata kotor ke massa mahasiswa sehingga mahasiswa marah dan dengan kemarahan mahasiswa
tersebut dijadikan alasan aparat untuk melakukan pemukulan, pelecehan dan penembakan terhadap mahasiswa sehingga mengakibatkan banyak mahasiswa
yang terluka dan bahkan sampai tewas. Akibat pristiwa Trisakti tersebut pada akhirnya membawa simpati masyarakat dan masyarakat pun terbakar
32
Bongbong, Op. Cit. hal. 110
Universitas Sumatera Utara
65 kemarahannya dengan melakukan kerusuhan missal di Jakarta dan beberapa
daerah lainnya
33
. Kemudian aksi-aksi mahasiswa mulai malakukan aksi yang bersifat
simbolik. Aksi keperihatinan dilakuka oleh mahasiswa Universitas Negeri Lampung Unila. Aksi waktu itu ditandai dengan mogok makan yang dilakukan
oleh 9 orang mahasiswa Unila
34
. Pada tanggal 23 April 1998 pun terjadi juga aksi di pertigaan jalan Abepura Jayapura. Aksi tersebut dilakukan 50 mahasiswa dari
berbagai perguruan tinggi setempat untuk melakukan aksi bisu. Dalam protes- protes mereka tertulis bahwa tuntutan mereka antaranya , kami menuntut
reformasi politik dan ekonomi, HAM harus ditegakkan, cabut lima paket UU politik, MPR segera gelar Sidang Istimewa dan turunkan Soeharto
35
. Aksi yang berusaha menarik perhatian masyarakat yang direncanakan
sebagai aksi paling terbesar mahasiswa dan masyarakat dengan menghadirkan satu juta orang dalam bentuk dzkikir akbar dan long march yang mengambil
tempat di kawasan Monas. Akan tetapi aksi ini gagal terlaksana dikarenakan ancaman dari ABRI yang mengatakan jika dzikir akbar tersebut terus dilakukan
maka ABRI sebagai aparat Negara tidak akan bertanggung jawab jika terjadi bentrok seperti pada tragedi Tiananmen.
Amien Rais selaku tokoh sentral dalam aksi tersebut mengambil inisiatif untuk membatalkan rencana aksi yang diperkirakan bias menjadi people power
serta mengajak mahasiswa dan masyarakat untuk menahan diri. Pertimbangan pembatalan tersebut karena sejak malam hari sebelum acara tersebut di lakukan,
33
Www.Indoprotest.Tripod.Com
34
Diro Aritonang, Runtuhnya Rezim Dari Pada Soeharto : Rekaman Perjuangan Mahasiswa Indonesia 1998, Bandung : Pustaka Hidayah, 1999 hal. 149
35
Kuntoro, Merenungi Kiprah Polri dan Gerakan Mahasiswa Jakarta : PT. Cipta Manunggal, 2000 hal. 147
Universitas Sumatera Utara
66 pasukan dari Kopassus, Kostrad dan Kodam Jaya dengan kendaraan lapis baja dan
panser serta brikade kawat berduri telah dipersiapkan dengan matang sehingga mengesankan seperti akan berperang
36
. Untuk menghindari pertimpahan dara maka acara tersebut dobatalkan. Pembatalan tersebut mengecewakan massa yang
telah mempersiapkan untuk hadir pada acara tersebut. Jika acara tersebut terjadi maka inilah penggalangan aksi massa terbesardan menjadi sorotan semua pihak
termasuk internasional serta tidak menutup kemungkinan terjadinya revolusi serta perang saudara.
Dari kedua strategi yang digunakan oleh kedua gerakan mahasiswa diatas penulis dapat menemukan beberapa persamaan dan perbedaan. Perbedaan yang
paling mencolok ditemukan pada model organisasi yang digunakan. Model organisasi yang digunakan pada gerakan mahasiswa tahun 1966 lebih dapat
terkoordinasi dari pada gerakan mahasiswa tahun 1998. Maksud terkoordinasi disini ialah bahwa gerakan mahasiswa tahun 1966 tidak bersifat sporadic,
memiliki jaringan sampai pada tingkat nasional, hal ini dikarenakan pada gerakan mahasiswa tahun 1966 memiliki wadah penghimpun dari semua organisasi
mahasiswa yang ada yaitu KAMI sehingga aksi-aksi yang dilakukan dapat tersistematis dan terkoordinir karena telah disepakati oleh semua pihak lewat
mediasi KAMI. Sedangkan pada gerakan mahasiswa tahun 1998 tidak memiliki organisasi
penghimpun dari semua organisasi mahasiswa yang ada padahal banyak organisasi mahasiswa yang berdiri pada saat itu. Keadaan inilah yang membuat
gerakan mahasiswa tahun 1998 seperti terlihat kurang terkoordinasi walau pun
36
Diro Aritonang, Op. Cit. hal. 204-205
Universitas Sumatera Utara
67 memiliki tujuan yang sama. Kurang terkoordinasinya gerakan mahasiswa tahun
1998 dapat dilihat ketika dilakukannya aksi demonstrasi. Di satu daerah telah malakukan demonstrasi akan tetapi didaerah lain belum melakukan tindakan apa-
apa. Kita juga melihat kurang nya koordinasi dari gerakan mahasiswa tahun 1998 ketika terjadi pendudukan gedung MPRDPR yang tidak serentak., Forkot pada
tanggal 18 Mei 1998 sedangkan FKSMJ pada tanggal 19 Mei 1998. Masalah kepemimpinan dari gerakan mahasiswa keduanya pun sangat
berbeda. Gerakan mahasiswa tahun 1966 dikarenakan memiliki KAMI sehingga bentuk kepemimpinannya dibuat presidium periodik. Alas an dibuatnya system
presidium periodik ialah agar semua organisasi kemahasiswaan terwakili dan merasa memiliki dan memimpin gerakan mahasiswa, sehingga setiap mahasiswa
mengakui siapa pun pimpinan KAMI. Sedangkan pada gerakan mahasiswa tahun 1998 yang tidak memiliki
organisasi penghimpun, kepemimpinan hanya berlaku pada organisasi yang dipimpinnya sendiri. Dengan sistem ini maka massa mahasiswa cenderung tidak
mengakui pimpinan dari organisasi lain kecuali pada saat aksi gabungan dan ini pun memiliki kelemahan karena bersifat aliansi taktis sehingga massa mahasiswa
cenderung lebih loyal kepada organisasi dan pimpinannya sendiri. Perbedaan selanjutnya yaitu pada spectrum atau haluan. Gerakan
mahasiswa pada tahun 1966 cenderung memiliki spektrum atau haluan yang sama hal ini disebabkan gerakan mahasiswa pada saat itu memiliki KAMI sehingga
dengan KAMI inilah sebagai penetral warna-warna didalam dunia mahasiswa, sehingga gerakan mahasiswa hanya memiliki satu spektrum atau haluan. Satunya
spektrum atau haluan ini dengan jelas dapat dilihat pada perumusan konsep
Universitas Sumatera Utara
68 Tritura sehingga gerakan mahasiswa pada waktu itu lebih memfokuskan diri pada
tuntutan Tritura. Sedangkan pada gerakan mahasiswa tahun 1998 sangatlah bertolak
belakang dari gerakan mahasiswa tahun 1966. Organisasi mahasiswa pada tahun 1998 banyak memiliki spektrum tau haluan, mulai dari yang radikal-militan,
moderat-konservatif sampai pada yang moderat-reaktif-religius. Sekali lagi hal ini disebabkan mahasiswa pada tahun 1998 tidak memiliki organisasi penghimpun
sehingga fokus gerakan mahasiswa pada saat itu menjalar kemana-mana bukan pada satu titik fokus saja.
Pada kedua gerakan mahasiswa di atas, keterlibatan sekutu atau pihak lain dalam gerakan tersebut dapat kita jumpai walau pun intensitasnya berbeda. Pada
gerakan mahasiswa tahun 1966 sekutu yang paling nyata perannya serta memiliki kepentingan politis ialah militer dalam hal ini angkatan darat. Pada gerakan
mahasiswa tahun 1966 ternyata hubungan militer dan mahasiswa masuk dalam pola yang saling memanfaatkan serta saling mendukung. Mahasiswa
memanfaatkan militer dalam hal back up dan militer pun memanfaatkan mahasiswa sebagai pionir dalam melawan kekuasaan Soekarno.
Sedangkan pada gerakan mahasiswa tahun 1998 sekutu mahasiswa tidak begitu jelas karena yang mendukung gerakan mahasiswa tahun 1998 berupa
individu-individu. Akan tetapi diakui atau tidak bahwa dukungan dari akademisi dan birokrat kampus juga sangat berarti bagi gerakan mahasiswa tahun 1998.
Hubungan yang dijalin antara gerakan mahasiswa dengan akademisi dan birokrat kampus penulis pikir sama dengan gerakan mahasiswa tahun 1966 yaitu hubungan
yang saling memanfaatkan. Mahasiswa memanfaatkan akademisi dan birokrat
Universitas Sumatera Utara
69 kampus dalam hal dorongan semangat sedangkan akademisi ban birokrat kampus
dalam hal politis kedepan. Perbedaan kembali muncul pada gerakan mahasiswa tahun 1966 dan
gerakan mahasiswa tahun 1998 terutama dalam hal sarana propaganda atau sarana memobilisasi opini publik. Gerakan mahasiswa tahun 1966 dengan kemampuan
yang ada mendirikan sarana propaganda karena mahasiswa mengaggap bahwa sarana yang ada pada saat itu tidak bias diharapkan. Sarana yang didirikan
mahasiswa salah satunya ialah radio Ampera. Sedangkan pada gerakan mahasiswa tahun 1998, mahasiswa beranggapan
bahwa sarana yang ada masih bias di maksimalkan. Pemikiran ini muncul karena pada tahun 1998 media komunikasi telah berkembang dengan pesat dan di
Indonesia sendiri pun telah banyak berdiri media-media milik swasta dan diantara media-media tersebut terjadi persaingan. Permasalahan yang timbul kemudian
ialah bagaimana memaksimalkan hal itu. Salah satu caranya ialah dengan cara membentrokkan antara mahasiswa dengan aparat keamanan sehingga dengan
bentrok itu mahasiswa bisa menjadi sorotan dan mendapatkan simpati dari publik karena tidak memiliki senjata dan dianggap lemah.
Disamping perbedaan-perbedaan itu, persamaan juga dapat kita jumpai dalam hal simbolisasi-simbolisasi yang dilakukan mahasiswa. Pada gerakan
mahasiswa tahun 1966 simbol yang digunakan berupa patung dan perobekan gambar presiden Soekarno. Patung digunakan untuk melambangkan sipenguasa
dengan tampilan yang jelek dan lucu, pada akhirnya patung tersebut dibakar sebagai simbol perlawanan mahasiswa. Sedangkan kasus perobekan gambar
Soekarno yang dilakukan oleh Soegeng Sardjadi juga merupakan simbol yang
Universitas Sumatera Utara
70 tidak mengakui lagi Soekarno sebagai Presiden. Kasus perobekan gambar
Soekarno ini menjadi sorotan publik karena ini adalah kasus pertama di Indonesia gambar seorang presiden di robek.
Untuk gerakan mahasiswa tahun 1998juga tetap menggunakan symbol- simbol yang diharapkan dapat menarik simpati publik. Salah satu simbol
perlawanan itu ialah dengan melakukan aksi mogok makan dan aksi bisu. Untuk lebih menjelaskan perbandingan gerakan mahasiswa tahun 1966 dan gerakan
mahasiswa tahun 1998 mudah-mudahan tabel berikut dapat memberikan gambaran.
No Unit Analisis Gerakan Mahasiswa 1966
Gerakan Mahasiswa 1998 1 Model
organisasi yang digunakan
- Memiliki organisasi yang dapat menyatukan
mahasiswa yaitu KAMI
- Gerakan mahasiswa terkoordinir
- Kepemimpinan berbentuk presidium dengan sistem
periodik yang diakui semua mahasiswa
- Tidak memiliki organisasi yang dapat
menyatukan mehasiswa
- Gerakan mahasiswa kurang terkoordinir
- Tidak ada pemimpin. Pemimpin organisasi
adalah pemimpin bagi massanya sendiri
sehingga tidak diakui semua mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
71 - Organisasi mahasiswa
memiliki spektrum atau haluan yang sama
- Organisasi mahasiswa terpecah berdasarkan
spektrum atau haluan yaitu radikal-militan,
moderat-konservatif dan moderat-reaktif-religius
2. Sekutu gerakan mahasiswa
- Memiliki sekutu yaitu militer angkatan darat
- Saling mendukung dan memanfaatkan
- Memiliki sekutu yaitu individu-individu dari
akademisi dan birokrat kampus
- Saling mendukung dan memanfaatkan
3 Mobilisasi opini
publik - Membuat sarana
propaganda sendiri
- Aksi menggunakan simbol-simbol
- Memaksimalkan sarana yang telah ada untuk
propaganda
- Aksi menggunakan simbol-simbol
Universitas Sumatera Utara
72