Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1998
35 serta obat-obatan bertambah nya jumlah pengangguran dan masalah PHK,
kelaparan di Irian Jaya dan Maluku serta berbagai macam ketimpanganlainnya merupakan bukti ketidak becusan orde baru dalam
mengatur dan menata jalannya roda pembangunan”
34
. Sejak saat itu lah krisis ekonomi berkaitan langsung dengan krisis politik
yang dalam hal ini bahwa legitimasi pemerintahan Soeharto yang telah dibangun 30 tahun lebih dipertanyakan atau bahkan digugat.
2. 2. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1998
Krisis ekonomi yang membawa pada keresahan dan kerusuhan ditengah- tengah masyarakat, ternyata direspon oleh mahasiswa serta civitas academica
secara umum sebagai momentum perlawanan terhadap Orde Baru yang telah berkuasa 32 tahun.
Pada mulanya mahasiswa bergerak pada isu-isu penurunan harga. Isu-isu ekonomi tersebut berhasil dimajukan menjadi gerakan yang lebih bersifat politis.
Isu yang diangkat kemudian tidak hanya terbatas pada tuntutan perbaikan ekonomi akan tetapi menuntut Presiden Soeharto untuk turun dari kekuasaannya
serta pencabutan dwifungsi ABRI. Untuk
merespon tuntutan-tuntutan
diatas akhirnya banyak bermunculan nya organisasi-organisasi gerakan baik itu yang di gerakan oleh mahasiswa
maupun bukan. Organisasi-organisasi yang berdiri tersebut antara lain : KPRP, SOMMASI, ARMY, FAMPERA di Yogyakarta, DRMS di Solo, FAMPR di
Purwokerto, APR, ASPR di Surabaya, FKMM di Malang, AGRESU, DEMUD di
34
Muridan S. Widjojo, Turunkan Harga Atau Kami Turunkan Kamu, Gerakan Mahasiswa Menggulingkan Soeharto, dalam Muridan S. Widjojo, Penakluk Rezim Orde Baru, Gerakam
Mahasiswa 98, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999 hal. 255
Universitas Sumatera Utara
36 Medan, FKSMS, FORKOT FAMRED, GERMPUR di Jakarta dan masih banyak
yang lainnya
35
. Dalam kurun waktu Februari sampai Mei 1998, secara kuantatif dan
kualitas gerakan mahasiswa naik secara drastis. Isu-isu yang banyak diangkat selama bulan Februari tersebut adalah isu turunkan harga atau dengan kata lain
masih mengangkat isu-isu ekonomi. Pelaku-pelaku gerakan ini bukan hanya organisas-organisasi yang sudah
lama bergerak sejak tahun 1980 an akan tetapi juga dari aktivis kampus dari organisasi-organisasi seperti Senat Mahasiswa, BEM, KM dan Senat-Senat
Fakultas. Mereka juga didukung penuh oleh staf pengajar, pimpinan perguruan tinggi yang menjadikan gerakan ini sebagai gerakan civitas akademica.
Kerja sama gerakan mahasiswa dan civitas academica di tandai dengan aksi mimbar bebas di kampus UI Salemba, Jakarta pada tanggal 25 Februari 1998.
mahasiswa bergabung dengan Ikatan Alumni UI ILUNI UI yang dipimpin oleh Irjen Kehutanan Mayjen Purn Hariadi Darmawan serta didukung oleh mantan
rektor UI Prof. Mahar Marjono dan guru besar UI Prof. Selo Soemardjan dan Prof. Emil Salim yang menuntut pemerintah agar segera mengatasi krisis yang
melanda bangsa Indonesia
36
. Aksi ini ditutup dengan simbolis oleh mahasiswa UI dengan memasang spanduk ‘ Selamat Datang di Kampus Perjuangan Orde Baru”.
Peristiwa ini secara simbolis menandakan berkurangnya dukungan maasiswa dan civitas academica UI terhadap kekuasaan Orde Baru.
Kerja sama mahasiswa dan civitas akademika dalam menggulirkan perubahan menyebar ke berbagai kampus di Indonesia. Pada tanggal 3 Maret 1998
35
Suharsi dan Ign Mahendra K, Lock. Cit. hal. 102
36
Muridan S. Widjojo, Op. Cit. hal. 160
Universitas Sumatera Utara
37 mahasiswa dan civitas academica Universitas Udayana, Denpasar melibatkan lima
ratus mahasiswa mengadakan aksi mimbar bebas keperihatinan dan anti terhadap kekerasan. Kemudian aksi mimbar bebas muncul di kampus-kampus lainnya
seperti di Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 5 Maret 1998, di Universitas Yarsi Jakarta pada tanggal 6 Maret 1998, pada tanggal 7 Maret 1998
di Universitas Padjadjaran Bandung, pada 9 Maret 1998 di Universitas Pasundan, Universitas Diponogoro dan Universitas Negeri Solo dan pada tanggal 10
Maret1998 di Univrsitas Lampung dan Universitas Gajah Mada. Selain mimbar bebas, aksi unjuk rasa di beberapa kampus pun mulai
marak, misalnya di Universitas Brawijaya pada 11 Maret 1998 bahkan di pimpin oleh rektornya sendiri. Pada kurun waktu Maret terdapat setidaknya 15 aksi yang
terjadi di 10 kota melibatkan dosen, guru besar dan pejabat dekanat serta rektorat
37
. Memasuki bulan Maret diadakannya Sidang Umum MPR SU MPR yang
dimulai pada tanggal 1 Maret sampai 11 Maret 1998. Penjagaan SU MPR ini sangatlah ketat karena melibatkan 25 ribu personel yang berjaga siang dan malam.
Sebelum diadakan SU MPR, jauh-jauh hari Abdul Gafar mengancam akan merecall anggota Fraksi Karya Pembangunan FKP yang berani intrupsi dan
mewajibkan anggotanya itu untuk menandatangani dukungan untuk Soeharto dan BJ Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Menurut Wiranto Panglima ABRI, Danjen Kopassus Prabowo memerintahkan Mayor Bambang Kristiano beserta 10 anggota tim mawar untuk
melakukan upaya pengungkapan adanya ancaman terhadap stabilitas keamanan
37
Ibid. hal 161-162
Universitas Sumatera Utara
38 nasional dari gerakan-gerakan radikal yang bertujuan untuk menggagalkan SU
MPR 1998. Tugas tim mawar ini di implementasikan dalam bentuk penangkapan serta penculikan terhadap aktivis-aktivis
38
. Beberapa orang aktivis yang diculik oleh tim mawar tersebut antaranya
adalah sebagai berikut : Faisol Reza, Andi Arif, Desmond J. Mahesa, Rahardja Waluya Jati, Gilang, Pius Lustrilanang dan lain sebagainya. Hingga saat ini masih
15 aktifis yang belum di temukan, sedangkan mayat gilang ditemukan di Madiun. Adapu ke 15 aktivis tersebut ialah : Wiji Thukul Wiji Widodo, A. Nasir,
Hendra Hambalie, Ucok Munandar Siahaan, Yadin Muhidin, Herman Hendrawan, Petrus Bimo Anugrah, Aristoteles Masoka, Suyat, Dedy Hamdun, Ismail, Noval
Alkatiri, M. Yusuf, Sonny, Yani Avri
39
. SU MPR akhirnya mengesahkan Soeharto dan BJ Habibie sebagai
Presiden dan wakil Presiden. Pembentukan kabinet pembangunan VII dinilai paling kontroversial diantara kabinet-kabinet Orde Baru yang di bentuk
sebelumnya. Disatu sisi kabinet yang baru dibentuk ini diharapkan mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi, akan tetapi di sisi lain komposisi
kabinet pembangunan VII ini banyak mendapatkan kritikan-kritikan keras dari berbagai kalangan.
Menteri yang banyak menjadi sasaran maupun sorotan kritik dari mahasiswa maupun masyarakat luas ialah Siti Hardianti Rukmana, Muhammad
Hasan atau Bob Hasan, Prof. Dr. Ir. Wiranto Arismunandar, Haryanto Danoetirto, Abdul Latif dan Tanri Abeng. Pengangkatan Siti Hardianti Rukman yang
merupakan anak kandung Presiden Soeharto sebagai Menteri dijadikan sebagai
38
Fadli Zon, Op.Cit. hal 30
39
Suharsi dan Ign Mahendra K, Op .Cit. hal. 105
Universitas Sumatera Utara
39 bukti adanya praktik KKN oleh mahasiswa. Prof. Dr. Ir. Wiranto Arismunandar
yang diangkat sebagai Menteri P dan K langsung berhadapan dengan geraan mahasiswa. Pada saat ia menjabat sebagai rektor ITB periode 1986 sampai 1997,
ia tidak segan-segan menskors dan mengeluarkan mahasiswa yang berdemonstrasi. Sedikitnya 12 mahasiswa dikeluarkan dan 61 mahasiswa di
skorsing oleh kebijakannya selama menjabat rektor ITB. Oleh karena itulah mahasiswa menuntutnya mundur dari jabatan rektor ITB. Setelah Presiden
mengangkat Wiranto sebagai Menteri ditakutkan ia akan menangani aksi-aksi mahasiswa dengan tangan besi.
40
Selain itu pengangkatan Bob Hasan juga dikecam. Banyak kalangan yang meragukan kompetensinya padahal salah satu tumpuhan mengatasi krisis ada
ditangan Menteri Perindustrian dan Perdaganan. Menurut Amien Rais, Bob Hasan termasuk salah seorang yang harus di reformasi
41
. Begitu juga dengan Menteri yang lainnya, diantaranya Haryanto Danoetirto, Abdul Latif dan Tanri Abeng
yang diangkat karena kedekatannya dengan keluarga Cendana. Pasca SU MPR dan pembentukan kabinet pembangunan VII aksi-aksi
mahasiswa semakin meluas. Dari 49 aksi mahasiswa pada bulan Februari 1998 langsung melonjak mencapai 247 aksi mahasiswa pada Maret 1998. Aksi
mahasiswa merata di 20 kota dari 10 provinsi. Rekor terbesar dibuat oleh mahasiswa Surabaya 35 aksi, Diikuti Ujunga Pandang 32 aksi, Bandung 28
aksi, Yogyakarta 25 aksi, Solo 19 aksi, Malang 17 aksi dan Semarang 16
40
Mochtar E. Harahap dan Andris Basril, Op. Cit. hal. 62
41
Ibid. hal. 62
Universitas Sumatera Utara
40 aksi. Aktivitas mahasiswa kota-kota kecil semacam Tegal, Ungaran, Salatiga,
Wonosobo, Jombang dan Jember juga mulai mengadakan aksi demonstrasi
42
. Jumlah massa yang berhasil dimobilisasi untuk mengadakan aksi semakin
membesar. Semakin banyak demonstrasi yamg melibatkan ratusan bahkan ribuan orang. Khusus KM UGM mencatat massa terbesar hingga 15 ribu orang pada 5
Maret dan 11 Maret 1998. Rekor massa terbesar kedua dilakukan Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat SMPR Solo yang melibatkan 11 ribu orang di
gerbang Universitas Negeri Solo. Menyadari makin besarnya aksi mahasiswa, pada tanggal 14 Maret 1998 Panglima ABRI Jenderal Wiranto memperingatkan
agar aksi mahasiswa tidak anarkis dan destruktif
43
. Tuntutan-tuntutan mahasiswa pun mulai menemukan bentuk yang konkrit
pada bulan April, yaitu menuntut Soeharto mundur seperti yang dilakukan KAMMI DIY pada 24 April 1998. Aksi-aksi mahasiswa berupa demonstrasi
menunjukan tanda tidak akan berhenti bahkan semakin meluas dan bentrok antara mahasiswa dengan aparat keamanan terjadi hampir setiap hari, seperti di
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Lampung, pada tanggal 17 Maret 1998 terjadi bentrok dengan aparat antara mahasiswa yang ingin melanjutkan aksi
keluar kampus dengan aparat keamanan. Tanggal 2-3 April bentrokan terjadi di Boulevard UGM dan bentrok berulang pada tanggal 13 April ketika demonstran
dikejar-kejar dan ditembaki oleh militer sampai ke dalam kampus. Di Medan juga terjadi bentrokan serupa pada tanggal 24 April sehingga mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara USU diliburkan beberapa hari
44
.
42
Muridan S. Widjojo, Op. Cit. hal. 165
43
Ibid. hal. 165
44
Suharsi dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 106
Universitas Sumatera Utara
41 Dari bentrokan-bentrokan pada saat aksi mahasiswa dengan aparat
mengakibatkan jatuhnya korban dari pihak mahasiswa. Di Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, Jawah Tengah, 65 mahasiswa terluka dan 28 diantaranya
harus dilarikan ke rumah sakit. Di Solo, bentrok mengakibatkan sebelas mahasiswa luka-luka. Di Malang, Jawa Timur,bentrokkan mahasiswa dengan
polisi terjadi di dua tempat perpisah, Harian Jawa Pos mencatat 30 mahasiswa luka-luka
45
. Melihat keadaan semakin parah, Pangab Jenderal Wiranto menawarkan
dialog dengan mahasiswa
46
. Akan tetapi tawaran dialog Jenderal Wiranto ditanggapi denga dingin oleh mahasiswa bahkan sejumlah Senat mahasiswa
menolak berdialog dengan ABRI. Melihat tawaran dialog dari Jenderal Wiranto, ketua umum PB HMI Anas Urbaningrum melontarkan gagasan kritis bahwa
berdialog tidak saja dengan ABRI akan tetapi yang lebih penting lagi dengan Presiden. Jika selama ini hanya laporan masyarakat yang bisa berdialog dengan
Presiden, mengapa mahasiswa tidak bisa berdialog langsung dengan Presiden. Kalau pada awal Orde Baru mahasiswa angkatan 66 dapat berdialog dengan
Presiden mengapa sekarang tidak
47
. Kejadian yang kemudian menjadi sorotan public ialah aksi mimbar bebas
mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 denga tema “Pemberdayaan MPRDPR dan koreksi terhadap eksekutif” yang berakhir dengan jatuhnya korban
korban tewas
48
. Pada aksi 12 Mei tersebut mahasiswa di kejar dan ditembaki sampai kedalam kampus oleh aparat dibawah pimpinan Kol. Pol. Arhur
45
Ibid. hal. 108
46
Muridan S. Widjojo, Op. Cit. hal. 167
47
Kuntoro, Merenungi Kiprah Polri dan Gerakan Mahasiswa Jakarta : PT. Cipta Manunggal, 2000 hal. 97
48
Fadli Zon, Op.Cit. hal. 43
Universitas Sumatera Utara
42 Damanik
49
. Akibat penembakan tersebut, 4 orang mahasiswa tewas yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hery Hartanto dan Hendriawan Sie. Mereka
kemudian dijuluki pahlawan reformasi
50
.
2. 2. 3. Jatuhnya Presiden Soeharto