1
BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Setiap hari ataupun setiap menit manusia mengambil keputusan. Membuat keputusan berarti memilih alternatif terbaik dari berbagai alternatif yang ada,
sedangkan alternatif itu tidak selalu semua mengandung akibat-akibat yang positif. Dalam menentukan apakah suatu alternatif terbaik daripada alternatif lain
harus ada patokannya. Yang dapat menjadi patokan dalam pengambilan keputusan politik misalnya ideologi dan konstitusi, undang-undang, tersedia anggaran dan
sumber daya manusia, efektifitas dan efisiensi, etika dan moral yang hidup dalam masyarakat dan agama. Alternatif keputusan politik secara umum dibagi menjadi
dua, yaitu program-program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat negara kebijakan umum dan orang-orang yang akan menyelenggarakan kebijakan
umum pejabat pemerintah. Dengan demikian kebijakan umum merupakan bagian dari keputusan politik.Ciri khas dari keputusan yang keluar dari proses
politik bersifat mengikat otoritarif, dan dimaksudkan untuk kebaikan bersama masyarakat umum. Dengan demikian keputusan politik ialah keputusan yang
mengikat, meyangkut dan mempengaruhi masyarakt umum. Hal-hal yang menyangkut dan mempengaruhi masyarakt umum biasanya diurus dan
diselenggarakan dengan lembaga-lembaga pemerintahan
1
. Pembuatan keputusan berada diantara perumusan kebijakan dan
implementasi kedua hal tersebut saling terkait satu sama lain. Keputusan
1
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Grasindo, 1992, Hal 190.
Universitas Sumatera Utara
2 mempengaruhi implementasi dan implementasi tahap awal mempengaruhi
pembuatan keputusan selanjutnya yang pada gilirannya akan mempengaruhi implememtasi selanjutnya. Pembuatan keputusan bukanlah merupakan proses
pasif, keputusan adalah proses dan keputusan awal seringkali hanya merupakan penunjuk arah. Pendefenisian pembuatan keputusan sebagai proses penentuan
pilihan atau pemilihan opsi-opsi maka gagasan tentang keputusan akan menyangkut satu poin atau serangkaian poin dalam ruang dan waktu ketika
pembuat kebijakkan mengalokasikan nilai-nilai. Pembuatan keputusan dalam pengertian ini ada diseluruh siklus kebijakan: misalnya keputusan mengenai apa
yang bisa digolongkan sebagai problem, informasi apa yang harus dipilih, pemilihan strategi untuk mempengaruhi agenda kebijakan, pemilihan cara
mengevaluasi kebijakan. Pada masing-masing poin tersebut terdapat proses pembuatan keputusan. Beberapa keputusan melibatkan alokasi nilai dan distribusi
sumberdaya melalui perumusan kebijakan atau melalui pelaksanaan program
2
. Semua organisasi formal dibentuk oleh kekuatan-kekuatan yang
menyimpang dari struktur dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Setiap organisasi formal berusaha memobilisasi manusia dan sumberdaya teknis sebagai
alat untuk mencapai tujuannya Selznick, 1957:251. Selznick menunjukkan dengan jelas bahwa organisasi adalah alat yang netral dan rasional adalah gagasan
yang jauh dari kenyataan dimana tekanan informal dan linkungan lebih berpengaruh terhadap pembuatan keputusan ketimbang struktur formalnya.
Keputusan seringkali dibuat lebih demi kepentingan organisasi dari pada mengejar tujuan kebijakan formal. Beberapa organisasi membentuk dan beberapa lainya
2
Wayne Parson, Public Policy, Pengantar Teori dan praktek Analisis Kebijakan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2005, hal. 247-248.
Universitas Sumatera Utara
3 dibentuk. Beberapa organisasi memiliki kapasitas atau sumberdaya untuk
menetukan agenda sendiri, membuat keputusan sendiri akan tetapi beberapa organisasi lainya memiliki ketergantungan terhadap lingkungan sekitarnya
3
. Partai politik merupakan ikon utama demokrasi. Partai politik merupakan
organisasi yang berkecimpung dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk menaklukkan kekuasaan atau menggambil bagian dalam pelancaran
kekuasaan. Pengisian setiap jabatan politik dilakukan oleh dan melalui partai politik. Rekrutmen jabatan publik dilakukan melalui seleksi oleh anggota partai
politik yang berada di lembaga perwakilan. Adanya pelaksanaan Pilkadasung di Indonesia yang pertama sekali diterapkan sejak bulan Juni 2005 memang menjadi
ujian bagi partai politik untuk lebih terbuka atau membuka diri terhadap dinamika masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sipil sebenarnya ditumbuh kembangkan
melalui kemampuan partai politik dalam menarik dukungan dan minat rakyat untuk berpolitik, dalam arti menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan
secara langsung
4
. Pemilihan Kepala Daerah Langsung Pilkadasung merupakan sebuah
langkah besar proses demokratisasi yang memberikan ruang yang luas bagi partisipasi masyarakat untuk menentukan Kepala Daerah sesuai dengan aspirasi
dan kebutuhan daerah masing-masing, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada
umumnya atau dengan kata lain lebih mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan
tata pemerintahan antar pusat dan daerah. pendelegasian kekuasaan dari pusat
3
Parsons., Ibid., hal 326-327.
4
Pheni Cahlid ed.,Op.Cit., hal.19-20.
Universitas Sumatera Utara
4 kedaerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi
telah bergeser kearah yang lebih maju yaitu kewenangan politik. Pemimpin daerah tidak lagi menjadi pemimpin yang bersifat administratif perwakilan pemerintah
pusat tapi juga menjadi pemimpin politik diderah karena dipilih dan mendapatkan legitimasi politik yang kuat dari rakyat. Kenyataan ini sejalan dengan pengertian
bahwa desentralisasi adalah transfer kekuasaan politik tidak hanya terbatas pada pendelegasian sebagai otoritas pusat kepada daerah secara adminstratif.
Pilkadasung menjadi isu sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang sebagai bagian dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi
momentum yang sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal. Rakyat dan lembaga daerah akan terlibat langsung dalam menggelola Pilkada
nantinya
5
. Tujuan dari diselenggarakannya Pilkada adalah untuk menciptakan tertib
politik dan konsolidasi demokrasi ditingkat lokal. Konsolidasi demokrasi sering diilustrasikan sebagai transisi politik yang diidentifikasi melalui berfungsinya
rezim politik baru hasil pemilu demokratis secara terlembaga. Konsolidasi diawali pada saat lembaga-lembaga dan tata politik yang baru diorganisir menurut aturan
permainan. Dalam demokrasi yang terkonsolidasi para pemain politik, elit atau masyarakat pada umumnya harus bermain dalam lingkaran demokrasi
6
. Selain itu tujuan Pilkadasung juga adalah mewujudkan otonomi daerah. Carut-marutnya
pelaksanaan Otonomi Daerah sejak 1999 terutama dalam kaitanya dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD seringkali menjerumuskan politik lokal
dalam kubangan politik uang di antara partai politik. Pilkadasung kemudiaan
5
Phenie Chalided, Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah Dan Mitos Good Governance, Jakarta, Partnership Kemitraan, 2005, hal. 2.
6
Phenie Chalided., Ibid., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
5 dianggap sebagai solusi untuk mengeleminir masalah tersebut. Dengan
memberikan hak pilih secara langsung kepada masyarakat, setidaknya beberapa aspek demokratisasi politik lokal terpenuhi yaitu: meningkatnya partisipasi
politik rakyat, meningkatnya kompetisi politik, meningkatnya legitimasi politik kepala daerah, serta meningkatnya akuntabilitas politik.
Implementasi otonomi daerah telah membawa kemajuan bagi pekembangan demokrasi di tingkat lokal. Pelaksanaan Pilkada langsung secara
optimistik dapat dikatakan sebagai bentuk pengukuhan terhadap otonomi rakyat di daerah dalam menentukan kepala pemerintahan. Idealnya pemerintahan yang
dipilih langsung dan memiliki legitimasi politik yang kuat akan melaksanakan fungsi sesuai dengan aspirasi masyarakat, karena spirit dari Pilkada langsung
adalah mendekatkan pemerintah kepada rakyat
7
. Salah satu aspek yang diharapkan dengan diselenggarakanya Pilkada secara langsung adalah
peningkatan kualitas good governance. Asumsinya adalah dengan Pilkada secara langsung diharapkan akan terbangun eksekutif didaerah yang tidak saja
representative dan aspiratif tetapi juga akuntabel terhadap publik di daerah. Dalam sejarah perundangan di Indonesia, paling tidak tercatat ada tiga
buah Undang-undang yang memiliki makna penting dalam otonomi daerah dan Pilkada di Indonesia. Ketiga Undang-Undang tersebut yaitu:
Pertama: UU No.5 Tahun 1974 tentang pemerintahan daerah merupakan aturan legal menjadi acuan dalam hubungan pusat-daerah selama pemerintahan
orde baru. Undang-undang itu membangun suatu defenisi penting mengenai daerah otonom dan mungkin hanya itu keunggulan yang dimiliki olehnya.
7
Phenie Chalided., Ibid., hal. 10-11.
Universitas Sumatera Utara
6 Kerancuan mengenai apa yang dimaksud dengan pemerintahan daerah sudah
tampak dari defenisinya yang menempatkan DPRD sebagai bagian dari pemerintah daerah. Logika seperti dikatakan rancu karena dalam pembagian
kekuasaan politik, tidak ada lembaga legislatif yang disatukan dengan lembaga eksekutif dan memang itulah yang terjadi selama orde baru. Kuatnya peran
pemerintah terlihat dari peran yang dimiliki oleh Departemen Dalam Negeri yang melakukan kontrol secara umum terhadap berjalannya pemerintahan daerah dan
Gubernur dari setiap provinsi yang diangkat secara langsung oleh presiden, melaporkan segala sesuatunya melalui Menteri Dalam Negeri. Dalam pasal 22
dinyatakan bahwa Kepala Daerah sebagai pemimpin sebuah daerah otonom menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pemerintahan daerah dan menurut
hirarki bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. DPRD sebagai lembaga legislatif yang seharusnya melakukan kontrol terhadap Kepala
Daerah, justru hanya diberikan keterangan pertanggungjawaban sekurangnya satu tahun sekali oleh Kepala Daerah
8
. Yang kedua UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah ini lebih
memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan daerahnya. Proses Pilkada menurut UU 22 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 35
yang menyebutkan bahwa: penyelenggara Pilkada adalah panita pemilihan yang pada dasarnya memiliki tugas pokok yaitu: melakukan pemeriksaan berkas
identitas mengenai bakat calon berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan: melakukan kegiatan teknis pemilihan calon; dan menjadi penanggung jawab
pemilihan. Bakal calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang memenuhi
8
Pheni Chalid., Ibid., hal.31-32.
Universitas Sumatera Utara
7 persyaratan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh panitia
pemilihan, diajukan kepada DPRD untuk di tetapkan sebagai calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
9
. Yang ketiga: UU No32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan PP
No.6 tahun 2005 tentang tatacara pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dan
dilaksanakan dimana kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat hal ini menandai babak baru dalam sejarah politik di Indonesia. Lahirnya mekanisme
pemilihan kepala daerah langsung merupakan salah satu wujud dari upaya untuk membangun kembali prinsip-prinsip demokrasi. Melalui pilkada diharapkan
perubahan arus politik menuju kearah demokrasi yang sesungguhnya. Syaiful Azhar
10
Pilkada merupakan perwujudan kedaulatan rakyat dalam memilih Kepala Daerah di Indonesia. Kota Medan merupakan salah satu daerah
yang menyelenggarakan Pilkadasung pada tahun 2005. Secara umum pelaksanaan Pilkadasung berjalan lancar, meskipun partisipasi masyarakat untuk menggunakan
hak pilih mengalami penurunan. Terkait dengan hal diatas penelitian tentang proses sosialisasi politik yang dilakukan oleh KPU Kota Medan sangat
dibutuhkan. Syaiful Azhar mencoba untuk mengaitkan antara sosialisasi kegiatan Pilkadasung kepada masyarakat dengan mengharapkan meningkatnya partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan Pilkadasung. Sosialisasi politik ini bertujuan agar seluruh penyelenggara memahami tugas dan fungsinya dalam mensukseskan
Pilkadasung dan mengharapkan meningkatnya partisipasi masyarakat.
9
Ahmad Nadir, Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi, Yogyakarta, Averroes Press, 2005, hal 112.
10
Syaiful Azhar, Sosialisasi Politik Komisi Pemilihan Umum Kota Medan dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kota Medan Tahun 2005 Skripsi diajukan untuk memenuhi
syarat memperoleh gelar sarjana, Pada FISIP USU, Medan, 2006.
Universitas Sumatera Utara
8 Yudi Arfan Harahap
11
Pilkadasung yang mulai diterapkan pada Juni 2005 pada dasarnya merupakan perwujudan dari sebuah demokrasi ditingkat lokal.
Dengan adanya gagasan pemilihan langsung ini masyarakat bisa secara bebas memilih Kepala Daerahnya sendiri tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
Pilkadasung berdasarkan UU.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengacu pada PP No.6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan
dan pemberhantian Kepala Daerah ini bisa bersifat positif dan negatif. Yang dimaksud positif disini bahwa masyarakat terlibat langsung dalam memilih
Kepala Daerahnya sendiri bukan lagi melalui DPRD yang pada akhirnya sering terjadi praktik politik uang money politics sedangkan sifat negatifnya bahwa
Pilkadasung membuka untuk terjadinya konflik yang berkepanjangan. Ada persamaan antara hasil penelitian di atas dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis yaitu bahwa Pilkadasung adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat dalam memilih sendiri kepala daerahnya dan perwujudan dari
demokratisasi di tingkat nasional penelitian diatas membahas tentang sosialisasi politik KPU tentang Pilkadasung dan seringnya terjadi konflik kepentingan yang
dilakukan oleh calon Kepala Daerah maupun dari massa pendukungnya dalam memperebutkan jabatan yang ada. Yang membedakan antara penelitian ini dengan
hasil penelitian yang terdahulu adalah bahwa dalam Pilkadasung ada rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik.
Dalam UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah juga diungkapkan mengenai mekanisme pemilihan langsung terhadap Kepala Daerah
yaitu pada pasal 59ayat 1 yaitu:“ peserta pemilihan kepala daerah dan wakil
11
Yudi Arfan Harahap, “ Konflik ElitPolitik Lokal Dalam Pilkada: Studi TerhadapPemilihan Bupati Langsung Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2005” Skripsi diajukan
untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana, Pada FISIP USU, Medan, 2007.
Universitas Sumatera Utara
9 kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh oleh
partai politik” Pasal 59 ayat 2 menggariskan bahwa: “partai politik atau gabungan
partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 lima belas persen dari jumlah kursi di
DPRD atau 15 lima belas persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan”.
Pasal 59 ayat 3 menyebutkan bahwa:” partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon
perseorangan yang memenuhi syarat”. Dengan ketentuan tersebut hanya partai politik atau gabungan partai
politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon dan dalam pencalonan tentunya tidak hanya mempersiapkan kadernya untuk duduk menjadi Kepala Daerah akan
tetapi juga harus membuka kesempatan kepada calon perseorangan yang memenuhi syarat. Dalam hal ini partai politik harus menyeleleksi bakal calon
yang mendaftarkan diri kepartai. Selanjutnya partai politik dan gabungan partai politik memproses bakal
calon melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Maka tentunya setiap partai politik memiliki suatu mekanisme pengambilan keputusan tentang
pemilihan Kepala Daerah. Pelaksanaan Pilkada bermuara pada pemilihan Kepala Daerah yang dapat menjalankan tugas sebagai Kepala Daerah dengan baik hingga
harapan terbentuknya good governace benar-benar terwujud. Partai politik sebagai satu-satunya pintu bagi pencalonan tersebut tentunya memiliki peranan dan
kepentingan partai dalam setiap proses pelakasanaan Pilkada. Oleh karenanya
Universitas Sumatera Utara
10 proses perekrutan yang di lakukan partai politik tersebut sangat menentukan bagi
partai itu sendiri. Seleksi partai politik sangatlah menentukan sosok calon Kepala Daerah
yang tampil dan akan dipilih oleh rakyat. Hal ini menjadikan kehendak partai politik lebih dominan dan belum tentu sama dengan kehendak konstituen pada
umumnya. Selama ini proses internal partai politik cenderung tertutup dari keterlibatan konstituen secara langsung. Persaingan elit partai lebih dominan
sehingga kerap kali mengabaikan proses rekrutmen yang terbuka dan memberi kesempatan sosok potensial di luar partai untuk berpartisipasi.
Menurut Gabriel Almond, proses rekrutmen merupakan kesempatan rakyat untuk menyeleksi kegiatan-kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui
penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan dan latihan. Jack C. Plano mengartikan
proses rekrutmen sebagai pemilihan orang-orang untuk mengisi peranan dalam sistem sosial. Sedangkan rekrutmen politik menunjuk pada pengisian posisi-posisi
formal dan legal seperti pengisian jabatan presiden dan anggota DPRD, serta peranan-peranan yang tidak formal adalah aktivis partai atau propaganda. Untuk
melakukan rekrutmen biasanya dilakukan oleh institusi-institusi atau agen-agen tertentu. Untuk jabatan-jabatan politik salah satu yang melakukan rekrutmen
politik adalah partai. Sesuai dengan fungsi yang dimilikinya, partai politik melakukan rekrutmen untuk mengisi jabatan-jabatan politik, anggota partai,
pemimpin partai dan jabatan politik lainnya. Sehubungan dengan itu Almond dan Powel mengatakan bahwa partai politik melakukan seleksi terhadap orang-orang
berbakat atau orang-orang pilihan untuk mengisi posisi-posisi politik tertentu dan
Universitas Sumatera Utara
11 kemudian memotivasi mereka untuk bekerja dalam kerangka kepentingan dan
tuntutan partai politik yang bersangkutan. Senada dengan itu Budiardjo 1989
12
mengatakan bahwa partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik. Sedangkan Surbakti
mengatakan rekrutmen politik adalah seleksi atau pemilihan dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan sejumlah peranan dalam
sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Rekrutmen politik merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan sistem politik, sebab tanpa
elite yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam. Ada dua cara dalam pelaksanaan rekrutmen politik yaitu secara
terbuka dan tertutup. Rekrutmen terbuka artinya seluruh warganegara tanpa kecuali mempunyai kesempatan yang sama untuk direkrut apabila yang
bersangkutan telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Sedangkan rekrutmen tertutup adalah proses rekrutmen secara terbatas, yaitu hanya individu-
individu tertentu saja yang dapat direkrut untuk menduduki jabatan politik atau jabatan pemerintahan. Dalam konteks rekrutmen politik secara tertutup ini, maka
individu-individu yang dekat dengan penguasa atau pemimpin politiklah yang mempunyai kesempatan untuk masuk dalam partai politik atau menduduki jabatan
politik
13
. Keinginan Partai Politik untuk dapat meraih suara terbanyak dalam
Pilkada mengharuskan partai yang dengan sendirinya membuat mekanisme ataupun strategi untuk dapat memenangi Pilkada. Partai politik atau gabungan
12
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia, 1989, hal.164.
13
Syamsuddin Haris ed, Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai Proses Nominasi dan Seleksi Calon Legislatif Pemilu 2004, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 143-
144.
Universitas Sumatera Utara
12 partai politik yang mencalonkan pasangan Kepala Daerah dalam Pilkada memiliki
rangkaian alur strategi untuk dapat meraih suara terbanyak dalam Pilkada partai tersebut diperhadapkan dengan proses pembuatan keputusan dan pengrekrutan
bakal calon Kepala Daerah yang hendak diusung dalam proses Pilkada. Proses pembuatan keputusan ini tentunya bukan hal yang mudah bagi Partai atau
gabungan partai. Setiap partai yang mencalonkan pasangan calon kepala daerah tentunya menginginkan agar pasangan calon yang di usung oleh partai tersebut
dapat memenangi Pilkada. PDI-P merupakan partai pemenang pemilu di Kotamadya Pematangsiantar
tentunya memiliki keinginan untuk tampil sebagai pemenang dalam Pilkada di Pematangsiantar. Pembuatan keputusan politik partai dan bagaimana perekrutan
politik yang dilakukan oleh DPC PDI Perjuangan dalam setiap proses penjaringan dan penyaringan bakal calon Walikota dan Wakil Walikota secara transparan, adil
dan demokratis adalah hal yang menarik untuk dikaji lebih luas lagi hal ini disebabkan karena sisi lain yang perlu dicermati pada Pilkada adalah mekanisme
penjaringan bakal calon Kepala Daerah yang diusulkan oleh partai politik. Setiap partai politik yang mengusung nama pasangan calon Kepala Daerah tentunya
tidak sembarangan dalam membuat keputusan untuk melakukan perekrutan, penjaringan dan penyaringan bakal calon.
Dari uraian diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian terhadap
Pembuatan Keputusan Rekrutmen Politik: Suatu Studi Terhadap Pembuatan Keputusan Rekrutmen Politik Partai Politik PDI Perjuangan
Dalam Rangka Pilkada Kota Pematangsiantar Tahun 2005.
Universitas Sumatera Utara
13
2. RUMUSAN MASALAH