RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN MANFAAT PENELITIAN Struktur Organisasi PDI Perjuangan

13

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana Pilkada dalam suatu sistem politik dan Pembuatan Keputusan dan Rekrutmen Politik pada partai politik DPC PDI-P Pematangsiantar. 2. Bagaimana proses pembuatan keputusan pada partai politik PDI-P dalam Pilkada kota Pematangsiantar 2005 3. Bagaimana sistem Rekrutmen Politik bakal calon Walikota dan Wakil Walikota pada PDI-P dalam Pilkada Kota Pematangsiantar 2005.

3. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Pilkada sebagai suatu sistem politik terhadap pembuatan keputusan dan rekrutmen pada partai politik DPC PDI-P Pematangsiantar 2. Untuk mengetahui mekanisme pembuatan keputusan pada partai politik PDI-P dalam pilkada Pemtangsiantar 2005 3. Untuk mengetahui faktor apakah yang paling determinan dalam mempengaruhi keputusan pada PDI-P

4. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi penulis penelitian ini berguna untuk meningkatkan serta mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis dan sebagai media bagi penulis untuk menghasilkan suatu karya ilmiah. Universitas Sumatera Utara 14 2. Penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmiah tentang mekanisme pengambilan keputusan pada kajian ilmu politik. 3. Bagi partai-partai politik penelitian ini dapat menambah informasi tentang mekanisme pengambilan keputusan pada partai politik.

5. KERANGKA TEORITIS

5.1. Pembuatan Keputusan 5.1.1. Pengertian Keputusan. Pengertian keputusan decision dari pilihan choice yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Namun ia hampir tidak merupakan pilihan antara yang benar dan yang salah tetapi yang justru sering terjadi adalah pilihan anatara yang hampir salah dan yang mungkin salah. Mc Knazie 14 melihat bahwa keputusan adalah pilihan nyata karena pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang cara untuk mencapai tujuan itu apakah pada tingkatan perseorangan atau pada tingkatan kolektif. Mc Grew dan Wilson 1984 15 lebih melihat pada kaitannya dengan prosesnya, yaitu pada bahwa suatu keputusan ialah keadaan akhir dari suatu proses yang lebih dinamis, yang diberi label pengambilan keputusan. Ia dipandang sebagai proses karena terdiri atas satu seri 14 Mc Knazie.” Decision Making”, dalam J.Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1996, hal. 51. 15 McGrew,Anthony G., dan Wilson.”Decision Making:Approaches and Analysis”, dalam J.Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1996, Loc.it. Universitas Sumatera Utara 15 aktivitas yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan bijaksana. Morgan dan Cerullo1984 16 mendefenisikan keputusan sebagai sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain dikesampingkan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pertimbangan ialah menganalisis beberapa kemungkinan atau alternatif, sesudah itu dipilih satu diantaranya. Kalau begitu kapankan dikatakan tidak ada keputusan atau bukan keputusan? Non-keputusan bisa terjadi apabila pengambilan keputusan tidak menyadari atau tidak memahami situasi, atau dapat juga menyadari tetapi pilihan itu tidak dilakukan. Seiring dalam situasi seperti itu ada kekuatan lain yang campur tangan dalam proses pemilihan alternatif tersebut. Situasi yang memperlihatkan campur tangan terjadi hampir tidak mengenal batas waktu, yaitu situasi politik. Menurut Ralph.C. Davis 17 keputusan merupakan jawaban pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan: tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Keputusan dapat meruapakan tindakan terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula keputusan yang baik dapat digunakan untuk membuat perencanaan yang baik pula. 16 Morgan, Robert G, dan Cerullo.” Decision Making, Management Science Techniques and the Corporate Controller”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Garmedia Widiasarana Indonesia, 1996, Loc.Cit. 17 Ralph C.Davis. ” The Fundamental of Top Management ”, dalam Ibnu Syamsi, Pengambilan Keputusan, Jakarta, Bina Aksara, 1989, hal. 4-5. Universitas Sumatera Utara 16

5.1.2. Komponen keputusan

Martin Starr 18 menyebutkan unsur-unsur atau komponen-komponen keputusan yang berlaku secara umum adalah sebagai berikut: 1. Tujuan harus ditegaskan dalam pengambilan keputusan 2. Identifikasi alternatif, untuk mencapai tujuan tersebut kiranmya perlu dibuat beberapa altenatif, yang nantinya perlu dipilih salah satu yang dianggap paling tepat. 3. Faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya faktor yang semacam ini juga harus diperhitungkan Uncontrollable events. Keberhasilan pemilihan alternatif tersebut baru dapat diketahui setelah keputusan ini dilaksanakan. Waktu yang akan datang tidak akan diketahui dengan pasti. Inilah yang dikatakan dengan uncontrollable events. 4. Dibutuhkan sarana untuk mengukur hasil yang dicapai. Masing-masing alternatif perlu di sertai akibat positif dan negatifnya, termasuk sudah diperhitungkan didalamnya uncontrollable events-nya.

5.1.3. Proses Pembuatan Keputusan

Menurut Herbert A. Simon 19 seperti yang dikutip oleh M.Iqbal Hasan proses pembuatan keputusan terdiri atas tiga fase keputusan yaitu sebagai berikut: 18 Martin K. Starr.” Mangement Science, An Introduction”, dalam Ibnu Syamsi, Pengambilan Keputusan, Jakarta, Bina Aksara, 1989,hal 15-16. 19 M. Iqbal Hasan, M.M., Pokok-Pokok Materi Teori Pengambilan Keputusan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002, hal.24. Universitas Sumatera Utara 17 1. Fase Intelegensia Merupakan fase penelusuran informasi untuk keadaan yang memungkinkan dalam rangka pengambilan keputusan. Jadi merupakan pengamatan lingkungan dalam pengambilan keputusan. Data dan informasi diperoleh, diproses dan diuji untuk mencari bukti-bukti yang dapat diidentifikasikan, baik yang permasalahan pokok peluang untuk memecahkannya. 2. Fase Desain Merupakan fase pencarian atau penemuan, pengembangan serta analisis kemungkinan-kemungkinan suatu tindakan. Jadi merupakan kegiatan perancangan dalam pengambilan keputusan. Fase ini terdiri atas sebagai berikut: a Identifikasi masalah Merupakan langkah pencarian perbedaan antara situasi yang terjadi dengan situasi yang ingin dicapai. b Formulasi masalah Merupakan langkah dimana masalah di pertajam sehingga kegiatan desain dan pengembangan sesuai dengan permasalah yang sebenarnya. Cara yang dilakukan dalam formulasi permasalahan sebagai berikut:  Menentukan batasan-batasan permasalahan  Menguji perubahan-perubahan yang dapat menyebabkan permasalahan dapat dipecahkan.  Merinci masalah pokok kedalam sub-sub masalah. Universitas Sumatera Utara 18 3. Fase pemilihan Merupakan fase seleksi alternatif atau tindakan yang dilakukan dari alternatif-alternatif tersebut. Alternatif yang dipilih kemudian diputuskan dan dilaksanakan. Jadi merupakan kegiatan memilih tindakan atau alternatif-alternatif tertentu dari bermacam-macam kemungkinan yang dapat ditempuh. Pembuatan keputusan ialah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi. Proses ini untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi. Pernyataan ini menegaskan bahwa mengambil keputusan memerlukan satu seri tindakan, membutuhkan beberapa langkah. Dapat saja langkah-langkah itu terdapat dalam pikiran seseorang yang sekaligus mengajaknya berpikir sistematis. Dalam dunia manajemen atau dalam kehidupan organisasi, baik swasta maupun pemerintah, proses atau seri tindakan itu lebih banyak tampak dalam barbagai diskusi. Suatu aturan kunci dalam pembuatan keputusan ialah “sekali kerangka yang tepat sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat” Brinckloe,et al.,1977 20 . Dan sekali keputusan dibuat sesuatu mulai terjadi. Dengan kata lain, keputusan mempercepat diambilnya tindakan, mendorong lahirnya gerakan dan perubahan Hill, et al.,1979 21 . Jadi, aturan ini menegaskan bahwa harus ada tindakan yang dibuat kalau sudah tiba 20 Brinckloe, William D., dan Coughlin, Mary T.”Managing Organization”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,1996, hal.48. 21 Percy, Hill.” Making Decisions”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,1996, Loc.Cit. Universitas Sumatera Utara 19 saatnya dan tindakan itu tidak dapat ditunda. Sekali keputusan dibuat, harus diberlakukan dan kalau tidak, sebenarnya ia bukan keputusan, tetapi lebih tepat dikatakan suatu hasrat, niat yang baik Drucker, 1967: Hoy,1978 22 . Untuk suksesnya pembuatan keputusan ini maka “sepuluh hukum” hubungan kemanusiaan Siagian,1988 23 hendaknya menjadi acuan dari setiap pembuatan keputusan yaitu: 1. Harus ada sinkronisasi antara anggota organisasi tersebut. 2. Harus ada suasana dan iklim kerja yang menggembirakan 3. Interaksi antara atasan dan bawahan hendaknya memadu informalitas dengan formalitas 4. Manusia tidak boleh diperlakukan seperti mesin 5. Kemampuan bawahan harus dikembangkan terus hingga titik yang optimum. 6. Pekerjaan dalam organisasi hendaknya bersifat menantang. 7. Hendaknya ada pengakuan dan penghargaan terhadap mereka yang berprestasi. 8. Kemudahan-kemudahan dalam pekerjaan hendaknya diusahakan untuk memungkinkan setiap orang melaksanakan tugasnya dengan baik. 22 Peter, Drucker.” Eksekutif Yang Efektif”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,1996, Loc.Cit. 23 Sondang Siagian.” Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan”, dalam Salusu, Pengambilan Keputusan StrategikUntuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,1996, Loc.Cit. Universitas Sumatera Utara 20 9. Sehubungan dengan penempatan, hendaknya di gunakan prinsip the right man on the right place. 10. Tingkat kesejahteraan hendaknya juga diperhatikan antara lain dengan pemberian balas jasa yang setimpal.

5.1.4. Teknik Pembuatan Keputusan

Pembuatan keputusan meliputi antara lain hal-hal yang berhubungan dengan pengumpulan fakta. Berbagai teknik dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu masalah, tetapi dapat juga dengan menggantungkan diri para ahli atau konsultan. Cara apapun dipakai tidak ada yang murni objektif, tetapi selalu mengandung unsur bias pada pihak pembuat keputusan karena tergantung pada nilai keputusan dan pada penerimaan informasi tertentu sebagai fakta. Teknik pembuatan keputusan yang diperkenalkan didalam berbagai literatur cukup bervariasi tetapi pada umumnya dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu teknik tradisional dan teknik modern. Untuk setiap klasifikasi keputusan yang sudah dijelaskan terlebih dahulu, dapat digunakan teknik – teknik yang berbeda sebagai mana yang di kemukakan oleh McGrew sebagai berikut 24 : 1. Keputusan terprogram Tradisional : a Kebiasaan b Pekerjaan rutin sehari – hari: Prosedur operasional yang baku 24 Salusu, Ibid., hal 62-64. Universitas Sumatera Utara 21 c Struktur organisasi: ada harapan bersama melalui perumusan sub – sub tujuan dengan menggunakan saluran informasi yang terumus dengan jelas. Modern : a Risert operasional, analisis metematik, model-model, simulasi komputer b Proses data elektronik 2. Keputusan tidak terprogram. Tradisional: a Heuristic yaitu mendorong seseorang untuk mencari dan menemukan sendiri intuisi, kreativitas. b Rule of thumbs yaitu suatu prosedur praktis yang tidak menjamin penyelesaian optimal. c Dengan seleksi dan latihan bagi para eksekutif. Modern: a Menyelenggarakan pelatihan bagi para pengambil keputusan. b Dengan menciptakan program – program computer.

5.1.5. Pendekatan Terhadap Pembuatan Keputusan

Hingga saat ini berbagai model tentang pendekatan terhadap pembuatan keputusan telah di perkenalkan oleh para ahli teori pengambilan keputusan. Diantaranya model McGrew yang melihat ada tiga pedekatan yaitu 25 : 25 Salusu, Ibid., hal 66-68. Universitas Sumatera Utara 22 1. Pedekatan proses pengambilan keputusan rasional memberikan perhatian utama pada hubungan antara keputusan dengan tujuan dan sasaran dari pengambilan keputusan. Suatu keputusan dapat dikatakan rasional bila ia dapat dijelaskan dan dibenarkan dengan berusaha mengaitkannya dengan sasaran dari pengambilan keputusan. Dengan kata lain, keputusan itu dibuat untuk memenuhi maksud dari pengambilan keputusan. Individu sebagai pengambil keputusan akan menyusun urut-urutan tujuan dan sasaran yang dikehendaki sebelum ia membeberkan alternatif yang akan dipilih. Prinsip ini juga akan berlaku dalam satu kelompok yang bertugas mengambil keputusan, seperti sering terlihat dalam kalangan pemerintah. Kelompok merupakan satu kesatuan kohesif yang bertugas merancang keputusan untuk memaksimalkan kebahagiaan dari masyarakat terhadap tujuan keputusan. 2. Model proses organisasional menangani masalah yang jelas tampak perbedaannya antara pengambilan keputusan individu dan organasai. Disini organisasi tidak dapat disamakan dengan individu bahkan tidak dapat dianggap sebagai super-individu yang memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menangani informasi. Depertemen atau bagian dalan satu organisasi tidak akan pernah menyusun peringkat yang sama tentang tujuan dan sasaran bahkan mereka juga berbeda dalam mempertimbangkan cara-cara untuk mencapai tujuan masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan aturan dan prosedur sehingga Universitas Sumatera Utara 23 ketidakpastian dapat dikurangi dan agar mereka yang bekerja dalam organisasi itu dapat melaksanakan pekerjaan secara rutin. 3. Model tawar-menawar politik melihat kedua pendekatan itu mengatakan bahwa pengambilan keputusan kolektif sesungguhnya dilaksanakan melalui tawar-menawar. Memang dalam suatu kelompok, tiap-tiap individu mungkin sudah memberi alasan-alasan atau perhitungan rasional dan berbagai pedoman dan aturan organisasi sudah ditampilkan. Namun patut diketahui bahwa hasil akhir dari keputusan itu sesungguhnya tergantung pada proses “ memberi dan menerima ” diantara individu dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, keputusan sebagai hasil akhir lebih merupakan keputusan politik.

5.1.6. Penyempurnaan Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Calon

Bupati DanAtau Wakil Bupati, Walikota DanAtau Wakil Walikota Dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Adapun yang menjadi petunjuk pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati DanAtau Wakil Bupati, Walikota DanAtau Wakil Walikota Dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan adalah keputusan DPP PDI-P Nomor. 024KPTSDPPVII2005 yaitu sebagai berikut: 1. Yang dimaksud dengan petunjuk pelaksanaan dalam surat keputusan ini adalah aturan partai tentang tata cara penjaringan, verifikasi, penyaringan, dan penetapan calon Bupati DanAtau Wakil Bupati, Universitas Sumatera Utara 24 Walikota DanAtau Wakil Walikota Dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. 2. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota adalah pemilihan Bupati dan wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana yang dimaksud dengan UU 32 tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya. 3. Penjaringan adalah penampungan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh partai untuk menghimpun nama-nama bakal calon Bupati DanAtau Wakil Bupati, Walikota DanAtau Wakil Walikota berdasarkan kriteria peraturan perundangan dan peraturan partai yang berlaku. 4. Verifikasi adalah penelitian terhadap seluruh kelengkapan persyaratan bakal calon Bupati DanAtau Wakil Bupati, Walikota DanAtau Wakil Walikota, berdasarkan ketentuan UU RI No. 32 tahun 2004 dan peraturan partai dilakukan oleh tim verifikasi yang dibentuk oleh DPD dan DPC partai sebelum pelaksanaan Rakercabsus. 5. Penyaringan adalah seleksi bakal calon Bupati DanAtau Wakil Bupati, Walikota DanAtau Wakil Walikota melalui mekanisme rakercabsus partai. 6. Rakercabsus adalah rapat kerja cabang yang khusus diselenggarakan untuk menyaring bakal calon Bupati DanAtau Wakil Bupati, Walikota DanAtau Wakil Walikota dari PDI-P. Universitas Sumatera Utara 25 7. Penetapan bakal calon Bupati DanAtau Wakil Bupati, Walikota DanAtau Wakil Walikota ditetapkan oleh DPP partai melalui rapat DPP partai. 8. Rapat DPC partai adalah rapat pengurus DPC partai yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya lebih dari setengah jumlah pengurus partai, diselenggarakan khusus untuk membahas proses pencalonan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota di wilayahnya. 9. Rapat DPD partai adalah rapat pengurus DPD partai yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya lebih dari setengah jumlah pengurus partai, diselenggarakan khusus untuk membahas proses pencalonan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota di wilayahnya. 10. Rekomendasi DPP adalah keputusan DPP partai tentang persetujuan dan penetapan calon Bupati DanAtau Wakil Bupati, Walikota DanAtau Wakil Walikota. 5.2. Partai Politik 5.2.1. Pengertian Partai Politik Pengertian partai politik menurut Carl J. Friedrich adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil. Universitas Sumatera Utara 26 Kemudian lebih lanjut R. H. Soltau mendefenisikan partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. Defenisi partai politik juga dikemukakan oleh Sigmund Neuman. Partai politik menurut Neuman adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golobngan-golongan lainnya yang mempunyai pandangan berbeda 26 . Huszar dan Stevenson mengemukakan bahwa partai politik adalah sekelompok orang yang terorganisir serta berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar supaya dapat melaksanakan program-programnya dan menempatkan anggota-anggotanya dalam jabatan-jabatan pemerintahan 27 .

5.2.2. Fungsi Partai Politik

Setelah mengetahui defenisi partai politik menurut beberapa tokoh maka dapat pula dirumuskan tentang fungsi-fungsi partai politik. Fungsi utama partai politik ialah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem politik demiokratis untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan ialah ikut serta dalam pemilihanan umum. Ketika melaksanakan fungsi itu 26 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 161-162. 27 Sukarna, Sistem Politik, Bandung, Penerbit Alumni, 1979, hal. 89. Universitas Sumatera Utara 27 partai politik dalam sistem politik demokrasi melakukan tiga kegiatan. Adapun ketiga kegiatan itu meliputi seleksi calon-calon, kampanye dan melaksanakan fungsi pemerintahan legislative danatau eksekutif. Apabila kekuasaan untuk memerintah telah diperoleh maka partai politik itu berperan pula sebagai pembuat keputusan politik. Partai politi yang tidak mencapai mayoritas di badan perwakilan rakyat akan berperan sebagai pengontrol terhadap partai mayoritas. Berikut ini dikemukakan sejumlah fungsi partai politik 28 : 5.2.2.1. Fungsi Sosialisai Politik.. Yang dimaksud dengan sosialisasi politik ialah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal dan informal. Dari segi metode penyampaian pesan, sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialog diantara penerima dan pemberi pesan melalui proses para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan symbol- simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik dan indoktrinasi politik ialah proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulsi warga masyarakat untuk menerima 28 Ramlan Surbakti, Op.Cit., hal 161-121. Universitas Sumatera Utara 28 nilai, norma dan simbol yang dianggap pihak berkuasa sebagai ideal dan baik. 5.2.2.2. Fungsi Rekrutmen Politik Rekrutmen politik adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Fungsi ini semakin besar porsinya manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik totaliter, atau manakalapartai ini merupakan partai mayoritas dalam badan perwakilan rakyat sehingga berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi. Fungsi rekrutmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya kelangsungan hidup sistem politik akan terancam. 5.2.2.3. Fungsi Partisipasi Politik Partisipasi politi ialah kegiatan warga Negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Dalam hal ini, partai politik mempunyai fungsi untuk membuka kesempatan, mebdorong dan mengajak para anggota dan anggota masyarakat yang lain untuk menggunakan partai politik sebagai saluran kegiatan mempengaruhi proses politik. Jadi partai politik Universitas Sumatera Utara 29 merupakan wadah partisipasi politik. Fungsi ini lebih tinggi porsinya dalam sistem politik demokrasi daripada dalam sistem politik totaliter karena dalam sistem politik yang terakhir ini lebih mengharapkan ketaatan dari para warga daripada aktifitas mandiri. 5.2.2.4. Fungsi Pemadu Kepentingan Dalam masyarakat terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda bahkan acap kali bertentangan. Untuk menampung dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan maka partai politik dibentuk. Kegiatan menampung, menganaliasis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Itulah yang dimaksud dengan fungsi pemadu kepentingan. Sebagaimana dikemukakan diatas fungsi ini merupakan salah satu fungsi utama partai politik sebelum mencari dan mempertahankan kekuasaan. Fungsi ini sangat menonjol dalam sistem politik demokrasi karena dalam sitem politik totaliter kepentingan dianggap seragam maka partai politil dalam sistem ini kurang melaksanakan fungsi pemadu kepentingan. Alternatif kebijakan umum yang diperjuangkan oleh partai tunggal dalam sistem politik totaliter lebih banyak merupakan tafsiran atas ideology digunakan sebagai cara memandang permasalahn dan perumusan penyelesaian permasalahan. Universitas Sumatera Utara 30 5.2.2.5. Fungsi Komunikasi Politik Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini, partai politik berfungsi sebagai komunikator politik yang tidak hanya menyampaikan segala keputusan dan penjelasan pemerintah kepada masyarakat sebagaimana diperankan oleh partai politik di negara totaliter tetapijuga menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah. Keduanya dilaksanakan oleh partai politik dalam sistem politik demokrasi. Dalam melaksanakan fungsi ini partai politik tidak menyapikan begtitu saja segala informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat kepada pemerintah, tetapi merumuskan sedemikian rupa sehingga penerima informasi komunikan dapat dengan mudah memahami dan memanfaatkan. Dengan demikian, segala kebijakan pemerintah yang biasanya dirumuskan dalam bahsa teknis dapat diterjemahkan oleh partai politik ke dalam bahasa yang dapat dipahami oleh pemerintah dan masyarakat. Jadi proses komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat dapat berlangsung secara efektif melalui partai politik. 5.2.2.6. Fungsi Pengendali Konflik Konflik yang dimaksud disini dalam arti yang luas, mulai dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau kelompok dalam masyarakat. Dalam negara demokrasi setiap Universitas Sumatera Utara 31 warga negara atau kelompok masyarakat berhak menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga konflik merupakan gejala yang sukar dielakkan. Akan tetapi suatu sistem politik hanya akan mentoloerir konflik yang tidak menghancurkan dirinya sehingga permasalahannya bukan menghilangkan konflik itu, melainkan mengendalikan konflik melalui lembaga demokrasi untuk mendapatkan penyelesaian dalam bentuk keputusan politik. Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. Untuk mencapai penyelesaian berupa keputusan itu diperlukan kesediaan berkompromi diantar para wakil rakyat, yang berasal dari partai- partai politik. Apabila partai-partai politik keberatan untuk mengadakan kompromi maka partai politik bukan hanya mengendalikan konflik, melainkan menciptakan konflik dalam masyarakat. 5.2.2.7. Fungsi Kontrol Politik Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukkan kesalahn, kelemahan dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalampelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam melakukan suatu kontrolpolitik atau pengawasan Universitas Sumatera Utara 32 harus ada tolak ukur yang jelas sehingga kegiatan itu berifat relatif objektif. Tolak ukur suatu control politik berupa nilai-nilai politik yang dianggap ideal dan baik yang dijabarkan dalam berbagai kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Tujuan kontrol politik, yakni meluruskan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang menyimpang dan memperbaiki yang keliru sehingga kebijakan dan pelaksanaannya sejalan dengan tolak ukur tersebut. Fungsi kontrol ini merupakan salah satu mekanisme politik dalam sistem politik demokrasi untuk memperbaiki dan memperbaharui dirinya secara terus-menerus. Dalam melaksanakan fungsi kontrol politikl juga harus menggunakan tolak ukur itu pada dasarnya merupakan hasil kesepakatan bersama sehingga seharusnya menjadi pegangan bersama. Dalam sistem cabinet parlementer, kontrol dilakukan oleh partai politik oposisi terhadap kebijakan partai yang tidak percaya mendapat dukungan mayoritas dari parlemen. S. Neumann mengemukakan fungsi-fungsi partai politik yang terdiri dari tiga tingkatan: first, at the level of the society as a whole, political parties are general mechanism by which conflicts are handled,…second, at the level of political system, parties are the institusions within which policies can be formulated…finaly, at the level of dailly political life, parties play a major part in recruitment of the “political class” pertama, pada tingkatan masyarakat secara keseluruhan, partai politik adalah sebuah mekanisme umum yang berupaya menagani konflik yang terjadi di dalam masyarakat,…kedua, pada tingkatan sistem politik, partai politik adalah institusi yang berfungsi menformulasikan kebijakan publik,…ketiga, pada tingkatan kehidupan politik, partai politik memainkan peran utama dalam rekrutmen politik bagi kandidat-kandidat terpilih agar menempati jabatan-jabatan publik 29 . 29 Deden Faturohman dan Wawan Sobari, Pengantar Ilmu Politik, Malang, Penerbit Universitas Muhammadiyah MalangUMM Pers, 2004, hal 277-278. Universitas Sumatera Utara 33

5.2.3. Sistem Kepartaian

Sistem kepartai ada kaitannya dengan judul skripsi dimana dalam judul tersebut dipaparkan pembuatan keputusan pada partai politik dalam Pilkada. Dimana dalam hal ini partai politik merupakan kendaraan politik yang mengusung calon Kepala Daerah. Sistem kepartain adalah pola perilaku dan interaksi di antara sejumlah partai politik dalam suatu sistem politik. Maurice Duverger 30 menggolongkan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu sistem partai tunggal, sistem dwi partai dan sistem banyak partai. Penggolongan sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai dapat dikemukakan seperti berikut. Bentuk partai tunggal totaliter,otoriter dan dominant, sistem dua partai dominan dan bersaing dan sistem banyak partai. Dalam Negara yang menerapkan bentuk partai tunggal totaliter terdapat satu partai yang tak hanya memegang kendali atas militer dan pemerintahan, tetapi juga mengguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Partai tunggal totaliter biasanya merupakan partai doktriner dan diterapkan di negara-negara komunis dan fasis. Bentuk partai tunggal otoriter ialah suatu sistem kepartaian yang didalamnya terdapat lebih dari satu partai tetapi terdapat satu partai besar yang digunakan oleh penguasa sebagai alat memobilasi masyarakat dan mengesahkan kekuasaannya, sedangkan partai-partai lain kurang dapat menampilkan diri karena ruang gerak dibatasi penguasa. Bentuk partai tunggal otoriter biasanya diterapkan dinegara-negara berkembang yang 30 Maurice Duverger.1967” Political Parties: Their Organization and Activites in Modern State” dalam Ramlah Surbakti. “Memahami Ilmu Politi” Jakarta, PT. Gramedia, 1992, hal 124- 127. Universitas Sumatera Utara 34 menghadapi masalah intergrasi nasional dan keterbelakangan ekonomi. Partai tunggal yang otoriter digunakan sebagai wadah persatuan segala lapisan dan golongan masyarakat, dan sebagai wadah persatuan segala lapisan dan golongan masyarakat dan sebagai alat memobilisasi masyarakat untuk mendukung kebijakan yang dibuat penguasa. Apabila dalam bentuk partai tunggal otoriter, partailah yang menguasai partai. Partai Uni Nasional Tanzania UNAT, Partai Aksi Rakyat Singapura merupakan contoh partai totaliter. Bentuk partai tunggal dominan tetapi demokratis ialah suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat lebih dari satu partai, namun satu partai saja yang dominan secara terus menerus mendapat dukungan untuk berkuasa, sedangkan partai-partai lain tidak mampu menyaingi partai yang dominan, walaupun terdapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan dukungan melalui pemilihan umum. Partai yang dominan itu biasanya lebih dahulu muncul untuk membina bangsa dan mengorganisasikan pembangunan ekonomi, dibandingkan dengan partai- partai lain yang muncul beberapa dekade kemudian untuk megoreksi dan menyaingi partai dominan. Ketika partai-partai oposisi muncul, partai dominan sudah berakar dalam masyarakat dan organisasinya sudah melembaga. Partai Liberal di Jepang merupakan contoh partai dominant tetapi demokratik. Sistem dua partai bersaing merupakan suatu sistem kepartaian yang didalamnya terdapat dua partai yang bersaing untuk mendapatkan dan mempertahankan kewenangan memerintah melaului Pemilu. Dalam Universitas Sumatera Utara 35 sistem ini terdapat pembagian tugas yaitu partai yang memenangkan pemilu memerintah dan partai yang kalah beroperan sebagai kekusaan oposisi yang loyal sebagai control atas partai yang menag. Negara yang menerapkan sistem dua partai bersaing adalah Amerika Partai Republik dan Partai Buruh dan Australia Partai Liberal dan Partai Buruh. Sistem banyak partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas lebih dari dua partai yang dominan. Sistem ini merupakan produk dari masyarakat yang majemuk, baik cultural maupun social ekonimi.karena bnayak partai yang bersaing dalam Pemilu maka yang sering terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai secara bersama-sama mencapai mayoritas di parlemen. Untuk mencapai konsensus diantara partai yang berkoalisi itu memerlukan tawar menawar dalam hal program dan kedudukan menteri. Selain itu partai politik juga dapat diklasifikasikan menurut komposisi anggotanya yaitu 31 : a. Partai Massa Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota, oleh karena itu biasana terdiri dari pendukung- pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang memiliki ideology dan tujuan yang sama. Kelemahan darai partai massa adalah bahwa masing-masing aliran atau kelompok yang menjadi anggotanya cenderung untuk memaksakan kepentingan masing-masing sehingga persatuan partai menjadi lemah atau 31 A. Rahman. H. I. Sistem Politik Indonesia, Graha Ilmu. 2007. hal. 104-105 Universitas Sumatera Utara 36 hilang sama sekali sehingga salah satu golongan memisahkan diri dan mendirikan partai baru. b. Partai Massa Kekuatan partai ini adalah terletak pada keketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan seleksi terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan.

5.2.4. Rekrutmen Pada Partai politik

Rekrutmen politik merupakan proses dimana partai mencari anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik melalui organisasi-organisasi massa yang melibatkan golonggan-golonggan tertentu, seperti golonggan buruh, petani, pemuda dan sebagainya. Hal ini seperti yang ditegaskan oleh Mochtar Mas’oed bahwa rekrutmen politik merupakan fungsi penyeleksi rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintah melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota oeganisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan dan ujian 32 . Sistem rekrutmen politik menurut Nazaruddin Syamsudin dibagi menjadi dua cara 33 : pertama, rekrutmen terbuka yaitu dengan menyediakan dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara untuk ikut bersaing dalam proses penyeleksian. Dasar 32 Hesel Nogi Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi, Yayasan Pembaruan Adminstrasi Publik Indonesia Lukman Offset, 2003, hal. 188 33 Tangkilisan, Ibid, hal. 189 Universitas Sumatera Utara 37 penilaian dilaksanakan melalui proses dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, melalui pertimbangan-pertimbangan yang objektif rasional, dimana setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan baik jabatan politik maupun administrasi atau pemerintah. Kedua, rekrutmen tertutup, yaitu adanya kesempatan untuk masuk dan dapat menduduki posisi politik tidaklah sama bagi setiap warga negara, artinya hanya individu-individu tertentu yang dapat direkrut untuk menempati posisi dalam politik maupun pemerintah. Dalam cara yang tertutup ini orang mendapatkan posisi elit melalui cara-cara yang tidak rasional seperti pertemanan, pertalian keluarga dan lain-lain. Menurut Miftah Thoha 34 bahwa ada tiga sistem yang sering digunakan dalam proses rekrutmen yaitu: 1. Sistem Patronit patronage system Sistem patronit dikenal sebagai sistem kawan, karena dasar pemikirannya dalam proses rekrutmen berdasarkan kawan, diaman dalam mengangkat seseorang untuk menduduki jabatan, baik dalam bidang pemerintahan maupun politik dengan pertimbangan yang bersangkutan masih kawan dekat, sanak famili dan ada juga karena asal daerah yang sama. Sistem kawan ini juga didasarkan atas dasar perjuangan politik karena memiliki satu aliran politik, ideologi dan keyakinan yang sama tanpa memperhatikan keahlian dan keterampilan. 34 Tangkilisan, Ibid, hal. 189-190 Universitas Sumatera Utara 38 2. Sistem Merita merit system Sistem ini berdasarkan atas jasa kecakapan seseorang dalam usaha mengangkat atau menduduki pada jabatan tertentu sehingga sistem ini lebih bersifat obyektif karena atas dasar pertimbangan kecakapan. Dengan dasar pertimbangan seperti ini, maka acapkali sistem ini di Indonesia dinamakan sistem jasa. Penilaian obyektif tersebut pada umumnya ukuran yang dipergunakan adalah ijazah pendidikan, sistem seperti ini dikenal dengan “spoil system”. 3.Sistem Karir career system Sistem ini sudah lama dikenal dan dipergunakan secara luas untuk menunjukkan pengertian suatu kemajuan seseorang yang dicapai lewat usaha yang dilakukan secara dini dalam kehidupannya baik dunia kerja maupun politik. Sistem rekrutmen politik memiliki keseragaman yang tiada terbatas, namun pada dasarnya ada dua cara khusus seleksi pemilihan yakni, melalui kriteria universal dan kriteria partikularristik. Pemilihan dengan kriteria universal merupakan seleksi untuk memainkan peranan dalam sistem politik berdasarkan kemampuan dan penampilan yang ditunjukkan lewat tes atau ujian dan prestasi. Sedangkan yang dimaksud dengan kriteria partikularistik adalah pemilihan yang bersifat primordial yang didasarkan pada suku, ras, keluarga, almamater atau faktor status. Berkait dengan itu maka untuk menciptakan rekrutmen yang sehat berdasarkan sistem politik yang ada sehingga membawa pengaruh Universitas Sumatera Utara 39 pada elit poltik terpilih, membutuhkan adanya mekanisme yang dapat menyentuh semua lapisan, golongan serta kelas social masyarakat. Oleh karena itu, Seligman dalam Kebijakan Publik Yang Membumi memandang rekrutmen sebagai suatu proses yang terdiri dari 35 : 1. Penyaringan dan penyaluran politik yang mengarah pada eligibilitas pemenuhan syarat calon. 2. Pencalonan atau proses dua tahap yang mensyaratkan inisiatif dan penguatan. 3. Seleksi, yakni pemilihan calon elit politik yang sebenarnya. Rekrutmen politik diharapkan agar memperhatikan mekanismeberlaku karena penting dalam hal pengambilan keputusan atau pembuatan kebijaksanaan. Pada umumnya elit politik yang direkrut biasanya orang- orang yang memiliki latarbelakang sosial, budaya disamping memiliki kekuatan ekonomi yang memadai menjadi persyaratan. Walaupun prosedur-prosedur yang dilaksanakan oleh tiap-tiap sistem polituik berbeda satu dengan lainnya, namun terdapat suatu kecenderungan bahwa individu-individu yang berbakat yang dicalonkan menduduki jabatan-jabatan politik maupun jabatan pemerintahan. 35 Tangkilisan, Ibid, hal. 190 Universitas Sumatera Utara 40

5.3. Pemilihan Kepala Daerah Langsung

David Easton teoritisi pertama yang memperkenalkan pendekatan sistem dalam Ilmu Politik menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki sekurangnya tiga sifat. Ketiga sifat tersebut adalah: 1. Terdiri dari banyak bagian-bagian. 2. Bagian-bagaian itu saling berinteraksi dan saling bergantung 3. Mempunyai perbatasan bounderies yang memisahkannya dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain. Sebagai suatu sistem pilkada langsung mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder secondary system atau sub-sub sistem sub system. Bagian-bagian tersebut electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement. Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pilkada langsung yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggaraan calon dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing. Electoral process dimaksudkan seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pilkada yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik yang bersifat legal maupun yang bersifat teknikal. Electoral law enforcement yaitu penegakan hukum terhadap aturan-aturan pilkada baik yang politis, administratif atau pidana. Ketiga bagian pilkada langsung tersebut sangat menetukan sejauh mana kapasitas sistem dapat menjembatani pancapaian tujuan dari proses awalnya 36 . 36 Joko.J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan di Indonesi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2005, hal 200-201. Universitas Sumatera Utara 41 Pilkada merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah. Asas yang dipakai dalam pilkada langsung dituangkan dalam pasal 56 ayat1 UU No.32 tahun 2004 dan ditegaskan kembali pada pasal 4 ayat 3 PP No. 6 tahun 2005 yaitu : “ Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.

5.3.1. Pilkada Ditinjau dari UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004.

Berbicara tentang Pilkada ada dua Undang-Undang yang harus diperhatikan yaitu: 5.3.1.1. Undang-Undang No.22 Tahun 1999 UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah ditetapkan pada Mei 1999 dan berlaku efektif sejak tahun 2000. Undang-Undang ini dibuat untuk memenuhi tuntutan reformasi, yaitu mewujudkan suatu Indonesia baru. Indonesia yang lebih demokratis, lebih adil dan lebih sejahtera. Semenjak dilaksanakannya undang-undang ini secara efektif, telah banyak perubahan yang timbul pada penyelenggaraan pemerintahan di daerah. perubahan ini tidak hanya terjadi di daerah, tetapi juga pada hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Selama ini hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah sangat bersifat sentralistik. Dengan Universitas Sumatera Utara 42 diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 ini hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi lebih desentralisasi dalam arti sebagian besar wewenang dibidang pemerintahan diserahkan kepada daerah. Untuk mendorong peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat, undang-undang ini memberi peluang kepada daerah-daerah yang memenuhi syarat dan memiliki potensi untuk dijadikan daerah otonom, melaui pemekaran daerah. Disamping itu guna meningkatkan peranan DPRD sebagai badan legislatif daerah, DPRD selama ini di tempatkan sebagai bagian dari pemerintahan daerah dan dikembalikan fungsi yang seharusnya sehinga mempunyai kedudukan sederajat dengan pemerintahan daerah sebagai badan eksekutif daerah 37 . Dalam UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terdapat ketentuan mengenai tugas, fungsi dan kewenangan DPRD dalam pelaksanaan Pilkada tertuang dalam pasal 34 ayat 1yang menyebutkan bahwa:“ Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan”. Selanjutnya ayat 2 “ Calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah ditetapkan oleh DPRD melalui tahapan pencalonan dan pemilihan”. Kedudukan DPRD dalam UU No.22 Tahun 1999 sangat sentral pemerintah pusat hanya bertugas untuk mengesahkan hasil yang telah diputuskan oleh DPRD 38 . 37 H.Rozali Abdullah,S.H. Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Jakarta, Rajawali Pers, 2005, hal.1-2. 38 Joko J. Prihatmiko., Op.Cit., hal. 67-68. Universitas Sumatera Utara 43 5.3.1.2. Undang-Undang No.32 Tahun 2004. Pada dasarnya ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 sama dengan apa yang diatur dala UU No.22 Tahun 1999. Hanya saja UU No.32 Tahun 2004 lebih memperjelas dan mempertegas hal-hal yang sudah diatur dalam UU NO.22 Tahun 1999, guna menutupi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UU No.22 Tahun 1999 dimaksud terutama mengenai hubungan hirarkis antara pemerintah pusat dan daerah, hubungan ini berkaitan dengan masalah kesatuan administratif dan kesatuan wilayah. Disamping itu hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas pula. Hal ini terlihat dengan dipilih langsungnya kepala daerah oleh rakyat, sehingga DPRD tidak dapat lagi menjatuhkan kepala daerah, sebelum masa jabatanya berakhir melalui suatu putusan politik pemungutan suara semata-mata, tetapi melalui proses hukum dipengadilan. Perubahan yang sangat signifikan terhadap perkembangan demokrasi di daerah, sesuai dengan tuntutan reformasi adalah Pilkadasung. Pilkadasung ini merupakan konsekuensi perubahan tatanan kenegaraan kita akibat amandemen UUD 1945. Undang-undang baru ini pada dasarnya mengatur mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan desentralisasi. Penerapan otonomi daerah berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 ini tetap dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab 39 . 39 Rozali., Op.cit., hal. 4-5. Universitas Sumatera Utara 44

5.3.2. Tahapan Pilkada Langsung

Kegiatan pilkada langsung dilaksanakan dalam 2 tahap, yakni masa persiapan dan tahap pelaksanaan. Sebagaimana dikatakan dalam pasal 65 ayat 1, pilkada dilaksanakan melalui masa persiapan dan tahap pelaksanaan. Masing-masing tahap dilakukan berbagai kegiatan yang merupakan proses pilkada langsung. Pelaksanaan kegiatan ini tidak dapat melompat-lompat. Dalam pasal 65 ayat 2 disebutkan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam masa persiapan yakni; 1. Pemberitahuan DPRD kepada Kepala Daerah mengenai berakhirnya masa jabatan. 2. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah. 3. Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah. 4. Pembentukan panitia pengawas, PPK,PPS dan KPPS. 5. Pembentukan dan pendaftaran pemantau. Dalam kegiatan masa persiapan, keterlibatan rakyat sangat menonjol dalam pembentukan panitia pengawas, PPK, PPS dan KPPS. Rakyat memiliki akses untuk menentukan melalui mekanisme uji publik namun mendaftarkan diri sebagai anggota panitia pengawas, PPK, PPS dan KPPS. Sementara itu tahapan tahap pelaksanan terdiri dari 6 kegiatan, yang masing-masing merupakan rangkaian yang saling terkait. Sesuai dengan pasal 65 ayat 3 tahap pelaksanaan pilkada meliputi: Universitas Sumatera Utara 45 1. Penetapan daftar pemilih. 2. Pendaftaran dan penetapan calon Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah. 3. Kampanye 4. Pemungutan suara 5. Penghitungan suara 6. Penetapan pasangan calon Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah terpilih, pengesahan dan pelantikan.

5.3.3. Jenis Sistem Pencalon

Dalam pilkada lngsung dikenal 2 jenis pencalonan yaitu 40 : 5.3.3.1. Sistem pencalonan terbatas Sistem pencaloan terbatas adalah sistem pencalonan yang hanya membuka akses bagi calon-calon dari partai politik.paradigma berpikir yang dianut sistem pencalonan terbatas adalah bahwa hanya partai-partai politik saja yang memiliki sumber daya manusia yang layak memimpin pemerintahan atau hanya partai-partai politik saja yang menjadi sumber kepemimpinan.sistem pencalonan terbatas dikenal sebagai salah satu ciri demokrasi elitis, yang biasa dianut di negara-negara otoritarian dan sosialis. Misalnya, sistem ini pernah digunakan di Uni Soviet tahun 1990-an sehingga seluruh kepala daerah adalah pengurus partai komunis. 40 Joko.J.Prihatmoko, op.cit., hal.235-236 Universitas Sumatera Utara 46 5.3.3.2. Sistem pencalonan terbuka Sistem pencalonan terbuka memberikan akses yang sama bagi anggota atau pengurus partai-partai politik dan anggota komunitas atau kelompok-kelompok lain dimasyarakat, seperti organisasi massa, organisasi sosial, professional, usahawan, LSM, bintang film dan intelektual, jurnalis. Paradigma sistem pencalonan terbuka adalah bahwa sumber daya manusia berkualitas tersebar di mana-mana dan sumber kepemimpinannya dapat berasal dari latar belakang apapun. Sumber daya manusia memiliki kesempatan berkembang dan bertumbuh secara sama di sektor sosial, bisnis, dan akademik. Sistem pencalonan terbuka semakin populer dengan berkembangnya industrialisasi sehingga wajar apabila dianut negara- negara demokrasi mapan, yang notabene negara industri dengan tingkat ekonomi maju atau sangat maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis. Pilkada di Republik Rusia saat ini misalnya sudah mengakomodasikan sistem pencalonan terbuka, demikian pula dengan pencalonan untuk anggota parlemen.

5.3.4. Rekrutmen Bakal Calon

Tidak semua anggota atau pengurus partai politik atau warga bisa menjadi calon Kepala Daerah. kedudukan sebagai Kepala Daerah membutuhkan kompetensi tertentu yang menunjukkan kapasitas dan kapabilitas agar dapat memimpin pemerintah secara baik. Karena itulah sebelum memasuki kompetisi dalam pilkada langsung lazimnya partai- Universitas Sumatera Utara 47 partia politik melakukan rekrutmen bakal calon oleh partai atau gabungan partai, dikenal dengan seleksi partai yang merupakan seleksi tahap kedua setelah seleksi sistem dalam rangkaian proses rekrutmen politik. Sistem rekrutmen politik bakan calon yang diberlakukan partai politik berbeda-beda, antar lain sistem pemilihan tertutup dan sistem konvensi 41 . 1. Sistem pemilihan tertutup. Sistem pemilihan tertutup adalah sistem rekrutmen bakal calon yang dilakukan hanya oleh pengurus partai politik dengan baerbagai variasi sistem. Istilah variasi sistem merujuk pada mekanisme penetuan akhir bakal calon yang akan mengikuti kompetisi pilkada langsung atau menjadi calon. Partai-partai politik yang demokratis pula, umumnya menetapkan bahwa penentuan akhir pencalonan adalah pengurus partai politik setempat. Sedangkan partai-partai politik konservatif, dengan sistem kepemimpinan yang bergantung pada figur personalized, pencalonan akhir ditentukan oleh pengurus pusat. 2. Sistem konvensi Sistem rekrutmen calon yang sangat populer di negara-negara demokrasi adalah sistem konvensi. Sistem konvensi dilakukan dengan cara pemilihan pendahuluan terhadap bakal calon dari partai politik oleh pengurus dan atau anggota partai, sebagaimana dilakukan partai Golkar dalam Pemilu Presiden atau wakil presiden 2004. kelebihan sistem konvensi terletak pada pengembangan atau peningkatan 41 Joko.J.Prihatmoko, Ibid., hal.238-239 Universitas Sumatera Utara 48 popularitas bakal calon melalui proses kampanye internal partai dan pendidikan politik yang ditawarkan. Sistem konvensi sangat efektif bagi partai kader, dan sebaliknya kurang efektif bagi partai massa.

6. METODOLOGI PENELITIAN

a. Jenis Penelilitian

Berdasarkan uraian diatas penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada. Data yang ada dikumpul di klasifikasikan dan kemudian di analisa 42 . Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul dimasyarakat yang menjadi objek penelitian. Kemudian ditarik kepermukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tertentu 43 .

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kotamadya Pematang Siantar.

c. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau 42 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1995. hal.40. 43 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif, Surabaya: Airlangga University Perss. 2001. Hal.48. Universitas Sumatera Utara 49 peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian. Sedangkan sample merupakan bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan demikian sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi. Berdasarkan hal itu maka yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian ini adalah Pengurus Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Kotamadya Pematangsiantar.

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian Lapangan Field Research Sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan cara: a. Observasi atau pengamatan secara langsung yaitu mengamati setiap perkembangan dalam rangka pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar. b. Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data melalui pemberian pertanyaan-pertanyaan pada sampel terpilih, guna mendapatkan jawaban langsung yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini. 2. Library research methods atau metode penelitian kepustakaan yaitu sumber-sumber yang diambil berasal dari data buku, majalah, surat kabar dan literature lainnya dengan demikian diperoleh data sekunder sebagai kerangka kerja teoritis. Universitas Sumatera Utara 50

e. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif yaitu data yang di peroleh dari daftar pertanyaan dijabarkan dalam bentuk uraian lalu dianalisis. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : PENDAHULUAN Bab I berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : DESKRIPASI LOKASI PENELITIAN Bab ini akan memberikan gambaran secara umum tentang lokasi penelitian. BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA Bab III berisi penyajian dan analisa data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta berisi saran –saran yang bersangkutan dengan penelitian ini. Universitas Sumatera Utara 51 BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 1. Sejarah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDI Perjuangan merupakan partai politik yang sebenarnya adalah partai yang secara langsung memiliki tali kesejarahan dengan partai politik masa orde lama. PDI Perjuangan sebenarnya kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1973. Partai Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fusi 5 lima partai politik. Kelima partai politik tersebut yaitu 44 : a. Partai Nasional Indonesia PNI PNI didirikan Bung Karno tanggal 4 Juli 1927 di Bandung. Dengan mengusung nilai-nilai dan semangat nasionalisme, PNI kemudian berkembang pesat dalam waktu singkat. Karena dianggap berbahaya oleh penguasa kolonial, tanggal 29 Desember 1929 semua kantor dan rumah pimpinan PNI digeledah. Bung Karno, Maskun, Supriadinata dan gatot mangkupraja ditangkap. Berdasarkan keputusan yang ditetapkan Raad van Justitie tanggal 17 April 1931, mereka dipidana penjara. Keputusan ini diartikan mencap PNI sebagai suatu organisasi yang terlarang. Setelah tanggal 3 November 1945 keluar Maklumat Pemerintah tentang pembentukan Partai Politik. Dengan landasan tersebut, tanggal 29 Januari 1946 di Kediri PNI dibentuk oleh partai-partai yang tergabung dalam Serikat Rakyat Indonesia atau di kenal dengan Serrindo pada waktu itu, PNI Pati, PNI Madiun, PNI Palembang, PNI Sulawesi, kemudian Partai Republik Indonesia Madiun, 44 httpwww.pdiperjuangan.or.idsejarah partai. Universitas Sumatera Utara 52 Partai Kedaulatan Rakyat Yogya, dan ada beberapa lagi partai kecil lainnya yang berada di Kediri. Fusi ini terjadi ketika ada Konggres Serrindo yang pertama di Kediri. Dalam Kongres tersebut PNI dinyatakan memiliki ciri Sosio-Nasionalisne- Demokrasi yang merupakan asas dan cara perjuangan yang dicetuskan Bung Karno untuk menghilangkan kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme. Pengunaan asas ini diasosiasikan sebagai kebangkitan kembali PNI 1927 yang pernah didirikan Bung Karno. Ideologi partai ini menggunakan apa yang dikembangkan oleh Bung Karno yaitu Marhaenisme, sebuah istilah yang di bangun atau dipakai oleh beliau ketika beliau melakukan kunjungan ke salah satu daerah di Jawa Barat dan bertemu dengan seorang petani yang namanya Marhaen. PNI merupakan partai pemenang pemilu nomor satu dalam pemilu tahun 1955 dengan komposisi suara kurang lebih 22,3. Basis sosial dari partai ini pertama- tama adalah masyarakat abangan di Jawa. Kekuatan mobilisasi terletak pada penguasaan atas birokrasi dan yang kedua adalah para pamong praja, lurah dan para kepala desa. Ini menjelaskan kenapa Golkar mengambil alih itu, PNI ambruk secara total. Ketika dukungan cukup merata menyebar di seluruh Indonesia, ketika di beberapa propinsi yang sangat terbatas seperti di Aceh, Sumatra Barat, dimana pendukung PNI itu jumlahnya kurang dari 0,7. Di kawasan Jawa di bagian sebelah utara Bandung PNI tidak pernah mendapatkan basis dukungan yang kuat. Itu merupakan daerah Islam atau daerah Masyumi. Di Bandung daerah selatan itu merupakan kantong utama. Jawa Tengah adalah kantong-kantong utama, dan kontestan yang paling serius itu datang dari Partai Komunis Indonesia yang berada di beberapa daerah segitiga seperti Jelanggur dan seterusnya. Blitar bagian Universitas Sumatera Utara 53 selatan dan sebagainya. b. Partai Kristen Indonesia Parkindo Parkindo adalah partai yang didirikan karena ada maklumat pada waktu itu, ia baru berdiri tahun 1945 tepatnya pada tanggal 18 November 1945 yang diketuai Ds Probowinoto. Parkindo merupakan penggabungan dari partai-partai Kristen lokal seperti PARKI Partai Kristen Indonesia di Sumut, PKN Partai Kristen Nasional di Jakarta dan PPM Partai Politik Masehi di Pematang Siantar. c. Partai Katolik Partai Katolik lahir kembali pada tanggal 12 Desember 1945 dengan nama PKRI Partai Katolik Republik Indonesia merupakan kelanjutan dari atau sempalan dari Katolik Jawi, yang dulunya bergabung dengan partai Katolik. Sebenarnya partai ini pada tahun 1917-an itu sudah ada. Partai ini berdiri pada tahun 1923 di Yogyakarta yang didirikan oleh umat Katolik Jawa yang diketuai oleh F.S. Harijadi kemudian diganti oleh I.J. Kasimo dengan nama Pakepalan Politik Katolik Djawi PPKD. Pada Pemilu 1971 Partai Katolik meraih 606.740 suara 1,11 sehingga di DPR mendapat 3 kursi. d. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia IPKI IPKI atau Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia adalah partai yang didirikan terutama oleh tentara. IPKI sejak lahirnya mencanangkan Pancasila, semangat proklamasi dan UUD 1945 sebagai cirnya. Tokoh dibalik pendirian IPKI adalah AH. Nasution, Kol Gatot Subroto dan Kol Azis Saleh. Kelahirannya Universitas Sumatera Utara 54 didasari oleh UU No. 7 tahun 1953 tentang Pemilu 1955. Dalam pemilu itu anggota ABRI aktif dapat dipilih melalui pemilu dan duduk di Konstituante. IPKI didirikan pada tanggal 20 Mei 1954 kurang lebih satu tahun sebelum pemilu tahun 1955 yang berlangsung bulan September. Waktu itu, Jenderal Besar Nasution yang berpangkat kolonel, terlibat pada peristiwa yang sangat terkenal yaitu peristiwa 27 Oktober. Peristiwa 27 Oktober ini adalah sebuah peristiwa dimana tentara melakukan upaya untuk memaksa Bung Karno membubarkan parlemen. Mereka datang ke istana, gerombolan tentara yang sangat banyak dengan tank, meriam diarahkan ke depan istana, dan meminta kepada Bung Karno untuk membubarkan parlemen, karena parlemen dianggap telah mengintervensi persoalan internal tentara. Nasution dipanggil, usianya baru 33 tahun dan disuruh kembali untuk memikirkan tindakannya, di copot jabatannya, antara Oktober 1952 sampai nantinya dia dikembalikan pada jabatannya pada tahun 1955. Selama tiga tahunan itu Nasution berfikir sangat serius. Bung Karno tidak bisa dilawan. Diantara tahun-tahun inilah Nasution kemudian mendirikan IPKI. Dalam pertemuan sangat tertutup antara wakil IPKI dengan Soeharto pada tahun 1971. Dua tokoh IPKI yang besar atau salah satu tokoh IPKI yang besar, mantan Bupati Madiun, Achmad Sukarmadidjaja almarhum, mengatakan bahwa IPKI tidak mungkin hidup di dalam gerombolan partai-partai yang punya ideologi aneh-aneh dan ingin bergabung dengan golongan karya atau menjadi partai sendiri. Kedekatan dengan Golkar, menjelang Deklarasi PDI 1973 IPKI pernah berpikir untuk bergabung ke Golkar. Tanggal 12 Maret 1970 Presiden Soeharto Universitas Sumatera Utara 55 memberi jawaban atas permintaan Achmad Sukarmadidjaja bahwa IPKI bisa bergabung ke Golkar dengan syarat harus membubarkan diri lebih dahulu. IPKI cukup spesifik dan memiliki dukungan yang konkrit menurut pemilu 1955 kecuali sedikit di Jawa Barat, demikian juga dengan Murba. Hanya memiliki dukungan yang sangat sedikit di Jawa Barat kurang lebih 290.000-an orang. Pada Pemilu 1971 IPKI hanya mampu memperoleh 388.403 0,62 sehingga tidak mendapat satupun kursi di DPR. e. Murba Murba didirikan pada tanggal 7 November 1948 setelah Tan Malaka keluar dari penjara. Murba adalah gabungan Partai Rakyat, Partai Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka. Menurut data Kementrian Penerangan RI tentang Kepartaian di Indonesia seri Pepora No. 8, Jakarta, 1981, istilah Murba mengacu pada pengertian golongan rakyat yang terbesar yang tidak mempunyai apa-apa, kecuali otak dan tenaga sendiri. Asas partai ini antifasisme, anti imperialisme- kapitalisme dengan tujuan akhirnya mewujudkan masyarakat sosialisme. Meski program Murba membela rakyat kecil dan kaum tertindas, dukungan riil rakyat terhadap Murba kurang begitu kuat. Terbukti dalam Pemilu 1971 partai ini tidak memperoleh satu pun kursi di DPR karena hanya mampu meraih 48.126 suara 0,09 . Proses fusi terjadi sebenarnya hanya untuk menjamin kemenangan kekuatan Orde Baru. Pada saat itu penguasa Orde Baru mengaktifkan Sekretariat Bersama Sekber Golongan Karya Golkar yang proses pembentukannya Universitas Sumatera Utara 56 didukung oleh militer. Tap MPRS No.XXIIMPRS1966 tentang Kepartaian, Keormasan, dan Kekaryaan disebutkan agar Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong royong DPR-GR segera membuat Undang-Undang untuk mengatur kepartaian, keormasan dan kekaryaan yang menuju pada penyederhanaan. Gagasan agar supaya fusi untuk pertama kali tahun 1970. Tepatnya 7 Januari tahun 1970. Soeharto memanggil 9 partai politik untuk melakukan konsultasi kolektif dengan para pimpinan 9 partai politik tersebut. Dalam pertemuan konsultasi tersebut, Soeharto melontarkan gagasan pengelompokan partai politik dengan maksud untuk menghasilkan sebuah masyarakat yang lebih tentram lebih damai bebas dari konflik agar pembangunan ekonomi bisa di jalankan. Partai politik dikelompokan ke dalam dua kelompok, kelompok pertama disebut kelompok materiil spirituil yang menekankan pada aspek materiil dan kedua adalah spirituil materiil yang menekankan pada aspek spiritual. Kelompok materiil spirituil menjadi Partai Demokrasi Indonesia dan kelompok spirituil materiil itu kemudian menjadi Partai Persatuan pembangunan. Setelah diskusi-diskusi seperti itu tokoh-tokoh partai coba mulai bertemu dan mulai mendiskusikan gagasan ini. Pertemuan kemudian berlanjut pada tanggal 27 Februari 1970 Soeharto mengundang lima partai politik yang dikategorikan kelompok pertama yaitu PNI Partai Nasiona Indonesia, Parkindo Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, IPKI Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia dan Murba. Ide pengelompokan yang dilontarkan Soeharto menjadi perhatian masyarakat umum dan ditengah-tengah proses pengelompokan tersebut berkembang rumor yang sangat kuat isu pembubaran partai-partai politik jika Universitas Sumatera Utara 57 tidak dicapai kesepakatan untuk mengadakan pengelompokan sampai batas waktu 11 Maret 1971. Karena partai sangat lamban, mulai muncul gerakan di sejumlah daerah yang paling terkenal adalah di Jawa Barat. Panglima daerah di Jawa Barat pada waktu adalah Jenderal Darsono melakukan buldoser secara besar-besar ke partai di Jawa Barat. Muncul gagasan tentang dwi partai. Partai yang cuma dua di Indonesia. Dan korban paling utama pada waktu itu adalah Partai Nasional Indonesia. Pada tanggal 7 Maret 1970 bertempat di ruang kerja Wakil Ketua MPRS, M Siregar di Jalan Teuku Umar No. 5 Jakarta, lima tokoh Partai yang hadir yaitu Hardi dan Gde Djakse PNI, Achmad Sukarmadidjaja IPKI, Maruto Nitimihardjo dan Sukarni Murba, VB Da Costa, Lo Ginting dan Harry Tjan Partai Katolik serta M Siregar dan Sabam Sirait Parkindo, mengadakan pertemuan dan pembicaraan mengenai pengelompokan partai. Dalam pertemuan tersebut, muncul kekhawatiran terjadinya polarisasi antara kelompok Islam dan non-Islam, oleh karenanya muncul gagasan sebagai alternatif untuk mengelompokan partai menjadi lima atau empat kelompok yang terdiri dari dua kelompok muslim, satu nasionalis, satu kristen dan satu kelompok karya. Namun pemerintah Orde Baru saat itu tetap menginginkan pengelompokan sesuai yang diajukan sebelumnya hingga akhirnya gagasan yang diusulkan oleh tokoh-tokoh tersebut tidak pernah terwujud. Pada tanggal 9 Maret 1970 pertemuan pimpinan lima partai tersebut berlanjut ditempat yang sama dengan agenda pokok yaitu penyelesaian deklarasi atau pernyataan bersama dan pokok-pokok pikiran selanjutnya. Dalam pertemuan ini berhasil membentuk tim perumus yang terdiri dari Mh. Isnaeni, M Supangat, Universitas Sumatera Utara 58 Murbantoko, Lo Ginting dan Sabam Sirait. Tim perumus menghasilkan Pernyataan Bersama yang ditanda tangani oleh ketua partai masing-masing, yakni Hardi PNI, M Siregar Parkindo, VB Da Costa Partai Katolik, achmad sukarmadidjaja IPKI dan Sukarni Murba. Pada tanggal 12 Maret 1970 kembali dilakukan pertemuan dengan Presiden Soeharto yang didampingi oleh Brigjen Sudjono Humardani dan Brigjen Sudharmono. Dari pihak partai politik hadir Hardi dan Gde Djakse PNI, Achmad Sukarmadidjaja dan M Supangat IPKI, Maruto Nitimihardjo Murba, VB Da Costa dan Lo Ginting Partai Katolik serta M Siregar dan Sabam Sirait Parkindo. Pada tanggal 24 Maret 1970 para pemimpin parpol tersebut kembali melakukan pertemuan di ruang kerja Wakil Ketua MPRS, M Siregar. Maksud pertemuan tersebut adalah untuk memperjelas keberadaan kelompok yang telah dibentuk, baik nama, sifat, pengorganisasian dan program. Hasil pertemuan tersebut akhirnya disepakati nama Kelompok Demokrasi Pembangunan dan dikukuhkan melalui SK No. 42KD1972, tanggal 24 Oktober 1972. Meskipun sebelumnya banyak muncul usulan-usulan nama yang diajukan oleh masing- masing partai, antara lain oleh Lo Ginting Partai Katolik yang mengusulkan nama Kelompok Demokrasi Kesejahteraan atau Kelompok Kesejahteraan Kerakyatan. Maruto Nitimihardjo Murba mengusulkan nama Kelompok Gotong-Royong, karena kata gotong royong dianggap merupakan perasaan pancasila dan dapat menghindari polarisasi. Usep Ranawidjaja PNI keberatan karena bisa ditafsirkan dan dikaitkan dengan Orde Lama. M Supangat IPKI mengusulkan dibentuk Badan Kerjasama sebagai sifat pengelompokan yang Universitas Sumatera Utara 59 dinamakan Kelompok Pembangunan. Sabam Sirait Parkindo mengusulkan nama Kelompok Demokrasi dan Pembangunan atau Kelompok Sosial Demokrat. Setelah melalui proses yang panjang akhirnya pada tanggal 10 Januari 1973 tepat jam 24.00 dalam pertemuan Majelis Permusyawaratan Kelompok Pusat MPKP yang mengadakan pembicaraan sejak jam 20.30 di Kantor Sekretariat PNI di Jalan Salemba Raya 73 Jakarta, Kelompok Demokrasi dan Pembangunan melaksanakan fusi 5 Partai Politik menjadi satu wadah Partai yang bernama Partai Demokrasi Indonesia meskipun pada awal fusi sebenarnya muncul 3 tiga kemungkinan nama untuk fusi menjadi : 1. Partai Demokrasi Pancasila 2. Partai Demokrasi Pembangunan 3. Partai Demokrasi Indonesia Deklarasi ditandatangani oleh wakil kelima partai yaitu MH. Isnaeni dan Abdul Madjid mewakili Partai Nasional Indonesia, A. Wenas dan Sabam Sirait Mewakili Partai Kristen Indonesia, Beng Mang Rey Say dan FX. Wignyosumarsono mewakili Partai Katolik, S. Murbantoko R. J. Pakan mewakili Partai Murba dan Achmad Sukarmadidjaja dan Drs. Mh. Sadri mewakili Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia IPKI. Dengan dideklarasikannya fusi kelima partai tersebut, maka lahirlah Partai Demokrasi Indonesia. Setelah deklarasi fusi tersebut, selanjutnya untuk memenuhi poin 3 Deklarasi fusi, dibentuk tim penyusun Piagam Perjuangan, ADART, struktur organisasi dan prosedur yang diperlukan melaksanakan fusi tersebut. Tim yang Universitas Sumatera Utara 60 dikenal sebagai Tim 10 itu semula diketuai Sunawar Sukowati PNI tapi kemudian diganti Sudjarwo PNI karena penugasan Sunawar sebagai duta besar. Pada tanggal 13 Januari 1973 Majelis Pimpinan Partai MPP terbentuk, Sabtu 14 Januari 1973 jam 01.20 pagi Partai Demokrasi Indonesia PDI berhasil menyusun struktur dan personalia Dewan Pimpinan Pusat sampai terselenggaranya Kongres Nasional. Susunan kepengurusan DPP PDI sebagai berikut : - MAJELIS PIMPINAN PUSAT beranggotakan 25 orang : - DEWAN PIMPINAN PUSAT beranggotakan 11 orang DPP PDI bersama Tim 10 pada tanggal 8-10 Juni 1973 di Cibogo Bogor berhasil menyelesaikan ADART PDI dan telah disahkan dalam rapat DPP PDI tanggal 26 Juli 1973 serta dikukuhkan dalam rapat MPP PDI di kediaman hasyim Ning pada tanggal 4 Agustus 1973. Sementara Piagam dan Program Perjuangan Partai dikukuhkan dalam rapat MPP PDI tanggal 19-20 September 1973. Untuk memenuhi poin 4 Deklarasi Fusi, kelima partai yakni PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI, Murba mengadakan forum internal masing-masing partai. PNI menyelenggarakan Munas tanggal 27-28 Januari 1973 di Jakarta yang memutuskan bahwa masalah fusi dengan partai-partai lain tidak dipersoalkan dan menyetujui kebijakan DPP PNI dalam menghadapi fusi. Parkindo mengadakan Sidang Dewan Partai VII yang diperluas pada tanggal 8-10 Juli 1973 di Sukabumi hasilnya menyetujui kebijakan DPP Parkindo berfusi dalam PDI. Partai Katolik melaksanakan Sidang Dewan Partai yang diperluas pada tanggal 25-27 Februari 1973 di Jakarta dan hasilnya menyetujui kebijakan DPP untuk berfusi. IPKI melaksanakan Musyawarah Dewan Paripurna Nasional IV di Tugu-Bogor pada Universitas Sumatera Utara 61 tanggal 25-27 mei 1973 dan Murba melaksanakan Sidang Dewan Partai pada tanggal 1-3 Agustus 1973 yang masing-masing menyetujui kebijakan DPP nya untuk berfusi. Terbentuknya DPP diiringi terbentuknya kepengurusan Cabang kepengurusan tingkat kabupaten sebanyak 154 Cabang. Tahun 1974 kepengurusan Cabang bertambah 77 Cabang, tahun 1975 bertambah 20 Cabang, tahun 1976 bertambah 6 Cabang. Musyawarah nasional adalah bentuk pertemuan besar PDI yang pertama pasca fusi. Setelah mendapat restu Presiden Soeharto tanggal 18 Juni 1973 dan Wakil Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX tanggal 19 Juni 1973, DPP PDI melaksanakan Musyawarah Nasional Munas. Dalam praktik, Munas I ini mengambil nama Konpernas Konsultasi dan Penataran Nasional di Jakarta tanggal 20-24 september 1973. Konpernas dihadiri utusan Dewan Pimpinan Daerah DPD, MPP, Dewan Pertimbangan Pusat Deperpu, Anggota Fraksi PDI di DPR, dan tokoh-tokoh Pemerintah seperti mayjen Ali Murtopo, Mayjen Subiyono Wakil Dephankam, JB sumarlin Wakil Bappenas, Mayjen Sunandar Wakil Mendagri, Sulaiman Wakil Menlu dan Prof Sunario Wakil Dewan Harian Angkatan 1945. Kongres I PDI berlangsung dari tanggal 12 - 13 April 1976. Pelaksanaan Kongres I ini sempat tertunda-tunda akibat adanya konflik internal. Di dalam Kongres I ini intervensi pemerintah sangat kuat, pemerintah memplot Sanusi Hardjadinata agar terpilih. Dan hasilnya Sanusi Hardjadinata terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP PDI. Susunan DPP hasil Kongres I yang susunan personalianya sudah disempurnakan atas kesepakatan antara Mh Isnaeni Universitas Sumatera Utara 62 dan Sunawar.Kepengurusan tersebut karena adanya konflik diantara pengurus DPP, maka pada tanggal 16 Januari 1978, susunan DPP PDI hasil penyelesaian politik bersama Bakin. Kongres II dilaksanakan pada tahun 1981 di Jakarta, meskipun ada penolakan dari Kelompok Empat Usep, Abdul Madjid, Walandauw dan Zakaria Raib yang mengajukan keberatan atas penyelenggaraan Kongres II kepada pemerintah. Namun Kongres II PDI tetap berlangsung pada tanggal 13-17 Januari 1981 mengambil tema : Dengan Menggalang Persatuan dan Kesatuan Dalam Rangka Memantapkan Fusi, Meningkatkan Peranan dan Partisipasi PDI Untuk Mensukseskan Pembangunan. Di dalam Kongres II ini campur tangan pemerintah semakin kuat. Meskipun ada keberatan terhadap pelaksanaan Kongres tersebut, Kongres II PDI tetap berjalan. Pemerintah tetap mengizinkan penyelenggaraan Kongres tersebut dan Presiden Soeharto yang membuka acara Kongres II PDI. Di dalam Kongres II PDI menghasilkan kesepakatan-kesepakatan diantara partai-partai pendukung PDI yang berkonflik. Kongres II PDI akhirnya menyepakati bahwa fusi telah tuntas. Pasca Kongres II PDI konflik internal masih terjadi yaitu perselisihan antara Hardjanto dengan Sunawar. Kelompok hardjanto mendesak diselenggarakannya Kongres Luar Biasa sedangkan Kubu Sunawar hanya menghendaki Munas. Kubu Sunawar menginginkan Kongres III PDI diselenggarakan setelah pemilu 1987, sementara kubu Hardjanto menginginkan sebelum Pemilu. Akhirnya Kongres III PDI diselenggarakan sebelum Pemilu yaitu pada tanggal 15-18 April 1986 di Wisma haji Pondok Gede, Jakarta. Universitas Sumatera Utara 63 Kongres III dapat diselenggarakan karena Sunawar Soekawati meninggal dunia. Di dalam Kongres ini semaki menegaskan kuatnya ketergantungan PDI pada Pemerintah. Kongres III PDI gagal dan menyerahkan penyusunan pengurus kepada Pemerintah. Pada waktu itu yang berperan adalah Mendagri Soepardjo Rustam, Pangab Jenderal Benny Moerdani dan Menteri Muda Sekretaris Kabinet Moerdiono. Konflik internal terus berlanjut sampai dengan dilaksanakannya Kongres IV PDI di Medan. Kongres IV PDI diselenggarakan tanggal 21-25 Juli 1993 di Aula Hotel Tiara, Medan, Sumatera Utara dengan peserta sekitar 800 orang. Dalam Kongres tersebut muncul beberapa nama calon Ketua Umum yang akan bersaing dengan Soerjadi, yakni Aberson Marle Sihaloho, Budi Hardjono, Soetardjo Soerjogoeritno dan Tarto Sudiro, kemudian muncul nama Ismunandar yang merupakan Wakil Ketua DPD DKI Jakarta. Budi Hardjono saat itu disebut-sebut sebagai kandidat kuat yang didukung Pemerintah. Tarto Sudiro maju sebagai calon Ketua Umum didukung penuh oleh Megawati Soekarnoputri. Saat itu posisi Megawati belum bisa tampil mengingat situasi dan kondisi politik masih belum memungkinkan. Kongres IV PDI di Medan dibuka oleh Presiden Soeharto dan acara tersebut berjalan lancar. Namun beberapa jam kemudian acara Kongres menjadi ricuh karena datang para demonstran yang dipimpin oleh Jacob Nuwa Wea mencoba menerobos masuk ke arena sidang Kongres namun dihadang satuan Brimob. Acara tetap berlangsung sampai terpilihnya kembali Soerjadi secara aklamasi sebagai Ketua Umum, namun belum sampai penyusunan kepengurusan suasana Kongres kembali ricuh karena aksi demonstrasi yng dipimpin oleh Jacob Universitas Sumatera Utara 64 Nuwa Wea berhasil menerobos masuk ke arena Kongres. Kondisi demikian membuat pemerintah mengambil alih melalui mendagri Yogie S Memed mengusulkan membentuk caretaker. Dalam rapat formatur yang dipimpin Latief Pudjosakti Ketua DPD PDI jatim pada tanggal 25-27 Agustus 1993 akhirnya diputuskan susunan resmi caretaker DPP PDI . Setelah gagalnya Kongres IV PDI yang berlangsung di Medan, muncul nama Megawati Soekarnoputri yang diusung oleh warga PDI untuk tampil menjadi Ketua Umum. Megawati Soekarnoputri dianggap mampu menjadi tokoh pemersatu PDI. Dukungan tersebut muncul dari DPC berbagai daerah yang datang kekediamannya pada tanggal 11 September 1993 sebanyak lebih dari 100 orang yang berasal dari 70 DPC. Mereka meminta Megawati tampil menjadi kandidat Ketua Umum DPP PDI melalui Kongres Luar Biasa KLB yang digelar pada tanggal 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya. Dukungan terhadap Megawati semakin kuat dan semakin melejit dalam bursa calon Ketua Umum DPP PDI. Muncul kekhawatiran Pemerintah dengan fenomena tersebut. Pemerintah tidak ingin Megawati tampil dan untuk menghadang laju Megawati ke dalam bursa pencalonan Ketua Umum, dalam acara Rapimda PDI Sumatera Utara tanggal 19 Oktober 1993 yang diadakan dalam rangka persiapan KLB muncul larangan mendukung pencalonan Megawati. Kendati penghadangan oleh Pemerintah terhadap Megawati untuk tidak maju sebagai kandidat Ketua Umum sangat kuat, keinginan sebagian besar peserta KLB untuk menjadikan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI tidak dapat dihalangi hingga akhirnya Megawati dinyatakan sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto. Universitas Sumatera Utara 65 Untuk menyelesaikan konflik PDI, beberapa hari setelah KLB, Mendagri bertemu Megawati, DPD-DPD dan juga caretaker untuk menyelenggarakan Munas dalam rangka membentuk formatur dan menyusun kepengurusan DPP PDI. Akhirnya Musyawarah Nasional Munas dilaksanakan tanggal 22-23 Desember 1993 di Jakarta dan secara de jure Megawati Soekarnoputri dikukuhkan sebagai Ketua Umum DPP PDI. Dalam Munas ini dihasilkan kepengurusan DPP PDI periode 1993-1998. Berakhirnya Munas ternyata tidak mengakhiri konflik internal PDI. Kelompok Yusuf Merukh membentuk DPP PDI Reshuffle walau tidak diakui oleh Pemerintah namun kegiatannya tidak pernah dilarang. Disamping itu kelompok Soerjadi sangat gencar melakukan penggalangan ke daerah-daerah dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan menggelar Kongres. Dari 28 pengurus DPP PDI, 16 orang anggota DPP PDI berhasil dirangkulnya untuk menggelar Kongres. Ketua Umum DPP PDI, Megawati Soekarnoputri menolak tegas diselenggarakannya Kongres, kemudian pada tanggal 5 Juni 1996, empat orang deklaratir fusi PDI yakni Mh Isnaeni, Sabam Sirait, Abdul Madjid dan Beng Mang Reng Say mengadakan jumpa pres menolak Kongres. Kelompok Fatimah Achmad yang didukung oleh Pemerintah tetap menyelenggarakan Kongres pada tanggal 2-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan dengan didukung penjagaan yang sangat ketat dari aparat keamanan lengkap dengan panser. Pagar Asrama Haji tempat kegiatan berlangsung ditinggikan dengan kawat berduri setinggi dua meter. Disamping itu di persimpangan jalan dilakukan pemeriksaan Kartu Tanda Penduduk terhadap orang-orang yang melintas. Universitas Sumatera Utara 66 Warga PDI yang tetap setia mendukung Megawati demonstrasi secara besar-besaran pada tanggal 20 Juni 1996 memprotes Kongres rekayasa yang diselenggarakan oleh kelompok Fatimah Achmad, demontrsi itu berakhir bentrok dengan aparat dan saat ini dikenal dengan Peristiwa Gambir Berdarah. Meskipun masa pendukung Megawati yang menolak keras Kongres Medan, namun Pemerintah tetap mengakui hasil Kongres tersebut. Pemerintah mengakui secara formal keberadaan DPP PDI hasil Kongres Medan dan menyatakan PDI hasil Kongres Medan sebagai peserta Pemilu tahun 1997. Tanggal 25 Juli 1996 Presiden Soeharto menerima 11 pengurus DPP PDI hasil Kongres Medan yang dipimpin oleh Soerjadi selaku Ketua Umum dan Buttu Hutapea selaku Sekretaris Jenderal. Hal ini semakin membuat posisi Megawati dan para pengikutnya semakin terpojok. Masa pendukung Megawati mengadakan Mimbar Demokrasi dihalaman Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro hingga pada tanggal 27 Juli 1996, kantor DPP PDI diserbu oleh ratusan orang berkaos merah yang bermaksud mengambil alih kantor DPP PDI. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa Sabtu Kelabu 27 Juli yang banyak menelan korban jiwa. Pasca peristiwa 27 Juli, Megawati beserta jajaran pengurusnya masih tetap eksis walaupun dengan berpindah-pindah kantor dan aktivitas yang dilakukan dibawah pantauan Pemerintah. Pada Pemilu 1997 Megawati melalui Pesan Hariannya menyatakan bahwa PDI dibawah pimpinannya tidak ikut kampanye atas nama PDI. Pemilu 1997 diikuti oleh PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan hasil Pemilu menunjukan kuatnya dukungan warga PDI kepada Megawati karena hasil Pemilu PDI merosot tajam dan hanya berhasil meraih 11 kursi DPR. Universitas Sumatera Utara 67 Tahun 1998 membawa angin segar bagi PDI dibawah kepemimpinan Megawati.Di tengah besarnya keinginan masyarakat untuk melakukan reformasi politik, PDI dibawah kepemimpinan Megawati kian berkibar. Pasca Lengsernya Soeharto, dukungan terhadap PDI dibawah kepemimpinan Megawati semakin kuat, sorotan kepada PDI bukan hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Pada tanggal 8-10 Oktober 1998, PDI dibawah kepemimpinan Megawati menyelenggarakan Kongres V PDI yang berlangsung di Denpasar Bali. Kongres ini berlangsung secara demokratis dan dihadiri oleh para duta besar negara sahabat. Kongres ini disebut dengan Kongres Rakyat. Karena selama kegiatan Kongres berlangsung dari mulai acara pembukaan yang diselenggarakan di lapangan Kapten Japa, Denpasar sampai acara penutupan Kongres, jalan-jalan selalu ramai dipadati warga masyarakat yang antusias mengikuti jalannya Kongres tersebut. Di dalam Kongres V PDI, Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1998-2003 secara aklamasi. Didalam Kongres tersebut, Megawati diberi kewenangan khusus untuk mengambil langkah-langkah organisatoris dalam rangka eksistensi partai, NKRI dan UUD 1945, kewenangan tersebut dimasukan di dalam AD-ART PDI. Meskipun pemerintahan sudah berganti, namun yang diakui oleh Pemerintah adalah masih tetap PDI dibawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea. Oleh karenanya agar dapat mengikuti Pemilu tahun 1999, Megawati mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada tanggal 1 Februari 1999 yang disahkan oleh Notaris Universitas Sumatera Utara 68 Rakhmat Syamsul Rizal, kemudian dideklarasikan pada tanggal 14 Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta. Pemilu tahun 1999 membawa berkah bagi PDI Perjuangan, dukungan yang begitu besarnya dari masyarakat menjadikan PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu dan berhasil menempatkan wakilnya di DPR sebanyak 153 orang. Dalam perjalananya kemudian, Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi KH Abdurahman Wahid yang terpilih didalam Sidang Paripurna MPR sebagai Presiden Republik Indonesia Ke - 4. Untuk pertama kalinya setelah berganti nama dari PDI menjadi PDI Perjuangan, pengurus DPP PDI Perjuangan memutuskan melaksanakan Kongres I PDI Perjuangan meskipun masa bakti kepengurusan DPP sebelumnya baru selesai tahun 2003. Salah satu alasan diselenggarakannya Kongres ini adalah untuk memantapkan konsolidasi organisasi Pasca terpilihnya Megawati sebagai Wakil Presiden RI. Kongres I PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 27 Maret - 1 April 2000 di Hotel Patra Jasa Semarang-Jawa Tengah. Menjelang Kongres I PDI Perjuangan, sudah muncul calon-calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, nama yang muncul antara lain Dimyati Hartono yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan, kemudian muncul pula nama Eros Jarot yang sempat menggalang DPC-DPC untuk mendukungnya. Di dalam pemandangan umum Cabang-Cabang, dari 243 DPC, hanya 2 DPC yang mengusulkan nama lain yaitu DPC Kota Jayapura dalam pemandangan umumnya mengusulkan 3 orang calon Ketua Umum yaitu Megawati, Dimyati Hartono dan Universitas Sumatera Utara 69 Eros Jarot, kemudian DPC Kota Banjarmasin mengusulkan Eros Jarot sebagai KetuanUmum DPP PDI Perjuangan. Kongres I PDI Perjuangan akhirnya menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005 secara aklamasi tanpa pemilihan karena 241 dari 243 DPC mengusulkan nama Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan. Setelah Kongres I PDI Perjuangan tahun 2000, pada tahun 2001 Megawati diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Ke - 5 menggantikan KH Abdurahman Wahid yang diturunkan dalam Sidang Istimewa MPR-RI. Diangkatnya Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI ke - 5 membawa perubahan pada sikap politik PDI Perjuangan dan cap sebagai partai penguasa melekat di PDI Perjuangan. Meski sebagai partai penguasa, PDI Perjuangan ternyata tidak mampu meraih kemenangan di dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2004. PDI Perjuangan hanya mampu memperoleh suara diurutan kedua dengan 109 kursi di DPR. Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 28 - 31 Maret 2005 di Hotel Grand Bali Beach, Denpasar Bali, tempat dimana Kongres V PDI diselenggarakan pada tahun 1998. Kongres ini selesai 2 hari lebih cepat dari yang dijadwalkan yaitu 28 Maret - 2 April 2005. Menjelang Kongres II PDI Perjuangan diselenggarakan, sudah banyak muncul nama-nama yang akan maju sebagai calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan antara lain Guruh Soekarnoputra yang digagas oleh Imam Universitas Sumatera Utara 70 Mundjiat Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Timur, Laksamana Sukardi, Roy BB Janis, Arifin Panigoro dan Sophan Sophiaan. Masing-masing calon tersebut giat melakukan penggalangan kekuatan di daerah. Disamping itu kelima calon tersebut beberapa kali mengadakan pertemuan-pertemuan di beberapa hotel di Jakarta salah satunya pertemuan di Sahid Jaya Hotel. Di kemudian hari kelima calon ini bergabung menjadi satu dalam satu wadah yang dinamakan Kelompok Gerakan Pembaruan PDI Perjuangan yang mengusung satu nama calon Ketua Umum DPP PDI Perjuangan yaitu Guruh Sukarno Putra. Di dalam sidang paripurna pertama, sidang sempat ricuh saat pembahasan tata tertib yang diikuti beberapa peserta walk out dari arena sidang. Namun sidang paripurna tetap berlangsung setelah Ir. Sutjipto selaku pimpinan sidang mengajukan penawaran kepada peserta yang menolak Pasal 7 tata tertib untuk berdiri dan yang menyetujui tetap duduk, ternyata dari 1822 peserta hanya beberapa orang yang berdiri dan sidang dilanjutkan kembali. Kongres II PDI Perjuangan akhirnya berakhir pada tanggal 31 Maret 2005 setelah Megawati dikukuhkan sebagai Ketua Umum terpilih karena seluruh peserta dalam pemandangan umumnya mengusulkan Megawati menjadi Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010. Pada tanggal 25 April 2005, kepengurusan DPP PDI Perjuangan hasil Kongres II PDI Perjuangan dilaporkan ke Departenmen Kehakiman dan HAM dan pada tanggal 30 Mei 2005 Menteri Hukum dan HAM menerbitkan surat keputusan nomor:M-01.UM.06.08 Tahun 2005 yang menerima perubahan kepengurusan dan AD-ART hasil Kongres tersebut. Universitas Sumatera Utara 71 Dalam pemilu 2004 PDIP gagal sebagai partai pemenang Pemilu 2004 . Maka oleh karena itu Dewan Pimpinan Pusat DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDI-P menolak masuk pemerintahan Presiden SBY terkait isu rencana perombakan kabinet. PDI-P ditawari masuk kabinet akan tapi menurut Sekretaris Jenderal Sekjen DPP PDIP Pramono Anung menegaskan akan lebih baik kalau PDIP menjadi sebuah partai yang mengontrol pemerintah. Menurut Anung permintaan itu berulangkali ditawarkan namun pihaknya tetap konsisten berada di luar pemerintah SBY agar pemerintahan berjalan maksimal. Dalam negara demokrasi harus ada check and balance terhadap pemerintah.

2. Struktur Organisasi PDI Perjuangan

Organisasi merupakan alat dari administrasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya karena oiganisasi sebagai alat untuk mencapai tujuan maka struktur, bentuk corak, maupun ukuran setiap organisasi harus sesuai dengan tujuan yang dicapai. Struktur organisasi adalah cara atau sistem pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab serta penataan antar unsure- unsur dsalam oragnisasi. Struktur organisasi yang baik dapat mendatangkan keuntungan bagi organisasi diantaranya: a. setiap pengurus akan tahu tantang tugas, kewajiban dan tanggungjawab. b. Memperjelas hubungan kerjasama dalam organisasi. c. Terdapatnya hubungan yang erat antar unit-unit atau bagian dalam organisasi Universitas Sumatera Utara 72 d. Kegiatan dapat dilakukan lebih efektif dan efisien. PDI Perjuangan sebagai suatu organisasi sosial politik memiliki tujuan. Adapun yang ingin dicapai adalah: a. mewujudkan cita-cita proklamasi 17 agustus 1945 sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 b. melestarikan tegaknya kemerdekaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan otonomi daerah yang seluas- luasnya sebagai Negara hokum yang demokratis. c. Mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata spititual berdasarkan pancasila dan UUD 1945. d. Mengembangkan kehidupan demokrasi pancasila dengan menggelorakan semangat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. e. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan partai maka PDI Perjuangan melaksanakan fungsi antara lain: a. Mendidik, mencerdaskan dan menyadarkan rakyat menjadi insane pancasila yang sadar dan bertanggungjawab atas hak dan kewajibannya sebagai warga negara. b. Menghimpun, merumuskan dan memperjuangkan aspirasi rakyat secara nyata. c. Memberdayakan dan menggerakkan rakyat secara konstruktif untuk berperan aktif dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Universitas Sumatera Utara 73 d. Berpartisipasi dalam penyelenggaraan Negara dan atau melakukan control sosial secara kritis, korektif konstruktif dan konsepsional. e. Melaksanakan kaderisasi kepemimpinan nasional yang demokratis, dalam rangka peningkatan kwalitas pengabdian partai dan penciptaan pemerintahan yang baik. Sehubungan dengan tujuan yang harus dicapai maka jelas diperlukan suatu struktur organisasi yang baik yang menggambarkan tugas, tanggungjawab dan wewenang pengarus. Adapun struktur organisasi PDI Perjuangan dapat digambarkan sebagai berikut: Kongres Dewan Pimpinan pusat DPP Dewan Pimpinan Daerah DPD Dewan Pimpinan cabang DPC Pengurus Anak Cabang PAC Pengurus Ranting Pengurus Anak Ranting Dewan Pertimbangan Pusat Dewan Pertimbangan Daerah Dewan Pertimbangan Cabang Universitas Sumatera Utara 74 Untuk Dewan Pimpinan Cabang Kotamadya Pematangsiantar susunan pengurusnya terdiri dari 15 Lima Belas orang yang terdiri dari 1. ketua : Lingga Napitupulu, BC.Eng 2. Wakil Ketua Bid. Politik Pemenangan Pemilu : Hotman Lingga 3. Wakil Ketua Bid. Keanggotaan Organisasi : Drs. Sahat Simangunsong 4. Wakil Ketua Bid. Ideologi Kaderisasi : Swandana 5. Wakil Ketua Bid. Informasi Komunikasi : Imran Simajuntak, S.Ag 6. Wakil Ketua Bid. Pemuda,Pelajar Olahraga : Henri P.K. Marpaung 7. Wakil Ketua Bid. Pemberdayaan Perempuan Kesra: Dra. Linda Pardede 8. Wakil Ketua Bid. Bidang Buruh, Tani Nelayan : Pdt.Dangas Sihombing,S.E. 9. Wakil Ketua Bid. Pemb. Daerah Pemerintahan : Julian Martin 10. Wakil Ketua Bid. Hukum, HAM Advokasi :Gredo Tersens Tarigan, S.H. 11.Sekretaris : Ronsen Purba, S.H. 12. Wakil Sekretaris Bid. Internal : Saidi Lubis 13. Wakil Sekretaris Bid. Eksternal : Drs. Charles Sipayung. 14. Bendahara : H.Ahmad Rajab Siregar, Ak 15. Wakil Bendahara Bid. Inv Kekayaan partai : Rudy WU, S.Pd

3. Kewenangan Dewan Pimpinan Cabang DPC PDI Perjuangan