Pengaruh Karakteristik, Sanitasi Dasar dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Diare pada Balita (1-<5 Tahun) di Kelurahan Sei Sekambing C-II Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK, SANITASI DASAR DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA

(1 - < 5 TAHUN) DI KELURAHAN SEI SEKAMBING C II WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA

KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Oleh

SABARIAH SEMBIRING 127032019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK, SANITASI DASAR DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA

(1 - < 5 TAHUN) DI KELURAHAN SEI SEKAMBING C II WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA

KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SABARIAH SEMBIRING 127032019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK, SANITASI DASAR DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA (1 - < 5 TAHUN) DI KELURAHAN SEI SEKAMBING C II

WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Sabariah Sembiring Nomor Induk : 127032019

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D) (dr. Surya Dharma, M.P.H)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah Diuji

pada Tanggal: 21 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D Anggota : 1. dr. Surya Dharma, M.P.H

2.Dr. dr. Wirsal Hasan M.P.H 3. Ir. Evi Naria, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK, SANITASI DASAR DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA

(1 - < 5 TAHUN) DI KELURAHAN SEI SEKAMBING C II WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA

KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2014

Sabariah Sembiring 127032019/IKM


(6)

ABSTRAK

Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian anak dan morbiditas di dunia, yang sebagian besar disebabkan oleh sumber makanan dan air minum yang terkontaminasi disamping sanitasi lingkungan yang kurang. Masih tingginya angka kejadian diare pada balita (1-<5 Tahun) 3bulan terakhir yaitu Bulan Oktober s/d Desember Tahun 2013 sebanyak 114 balita di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan.

Tujuan penelitian untuk mengetahui resiko yang berpengaruh terhadap kejadian diare ditinjau dari karakteristik masyarakat, ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan serta upaya pencegahan yang dominan.

Metode penelitian adalah survei analitik dengan rancangan case control. Pengambilan sampel dengan purposive sampling. Sampel adalah balita yang berobat ke Puskesmas berjumlah62 balita terdiri dari 31 balita yang menderita diare sebagai kasus dan 31 balita yang tidak menderita diare sebagai kontrol. Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, diolahdengan tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara variabel dan dilakukan analisis chi square dan regresi logistik berganda untuk mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita.

Hasil penelitian dari faktor risiko yangberhubungan dan berpengaruh terhadap kejadian diare yaitu secara berurutan yaitu, pengetahuan OR=0,142 (p=0,001), sumber air minum OR=0,266 (p=0,025), pengelolaan sampah OR=0,240 (p=0,009), ketersediaan SPAL OR=0,094 (p=0,001), CTPS OR=0,557 (p=0,001), pemberian ASI OR=0,100 (p=0,001), pembuangan tinja balita yang benar OR=0,114 (p=0,001) dan upaya pencegahan hasil OR = 0,821 (p = 0,004).Peluang individu untuk terkena diare pada balita dari variabel-variabel yang berpengaruh adalah sebesar 98%. Variabel yang paling dominan adalah pengetahuan dengan hasil analisa multivariat OR=11,245 (p=0,003).

Disarankan kepada masyarakat agar meningkatkan pengetahuan dengan berbagai informasi kesehatan sehingga menimbulkan kesadaran untuk ber-PHBS dan dapat mengatasi kejadian diare terutama terhadap balita di rumah tangga.


(7)

ABSTRACT

Diarrhea is the main cause of infant death and morbidity throughout the world. It is mostly caused by the source of food and drinking water. There were 114 balita (1-<5 years old) in the last three years (from October to December, 2013who were affected by diarrhea in the working area of Helvetia Puskesmas at Kelurahan Sei Sekambing C II, Medan.

The purpose of this study was to find out the risk influencing the incident of diarrhea viewed from the characteristics of community, the availability of facilities and infrastructure of basic sanitation meeting the the requirements of environmental health and the dominant preventive efforts done by the community members in Kelurahan Sei Sikambing C-II Medan.

This was an analytical survey study with case-control design. The populatiuon of this study was the mothers with children under five years old suffering from diarrhea and visiting Puskesmas for treatment. The samples were 62 children under five years old that were divided into two groups in which 31 of the children under five years old suffering from diarrhea belonged to the case group and the 31 children under five years old who did not suffer from diarrhea belonged to control group. The data obtained were processed in the form of frequency distribution, cross-tabulation, and Chi-square tests and multiple logistic regression tests were conducted to find out the relationship between variables.

The result of this study showed that the risk factor influencing and having relationship with the incident of diarrhea were consecutively knowledge OR = 0.142 (p = 0.001). the source of drinking water OR = 0.266 (p = 0.025), garbage management OR = 0.240 (p = 0.009), the availability of SPAL OR = 0.094 (p = 0.001), CTPS OR = 0.557 (p = 0.001). Breastfeeding Administration OR = 0.100 (p = 0.001), correct way of throwing the children’s feces OR = 0.114 (p = 0.001) and the effort of result prevention OR = 0.821 (p = 0.004). The individual probability to suffer from diarrhea in children under five years old was 98.0%. The variable which was the most dominant was knowledge at the multivatriate analysis of OR = 11.245 (p = 0.003).

The community members are suggested to improve their knowledge with various health information that they are aware of PHBS and are able to solve the incident of diarrhea especially the one occurs to the children under five years old in a family.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Pengaruh Karakteristik, Sanitasi Dasar dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Diare pada Balita (1-<5 Tahun) di Kelurahan Sei Sekambing C-II Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014”.

Penyusunan tesis ini diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikanstudi pada Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga serta penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahrial Pasaribu, DTM&H, M.Sc l(CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2


(9)

4. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D, selaku dosen pembimbing I yang telah menyempatkan waktu kepada penulis dalam memberikan bimbingan , arahan petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. dr. Surya Dharma, M.P.H, selaku dosen pembimbing II yang telah menyempatkan waktu dalam memberikan bimbingan , arahan petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H, selaku dosen penguji I yang telah banyak memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

7. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Kepala Kasubag PMK DKK Medan, Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan DKK Medan, dan rekan-rekan sekerja saya yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

9. Kepala Puskesmas Helvetia Medan, Camat Medan Helvetia, Lurah Sei Sekambing C-II Medan, berserta staf di lingkungan kerja puskesmas yang telah bersedia memberikan data-data dalam penyelesaian tesis saya ini


(10)

10. Masyarakat di Wilayah Lingkungan Kelurahan Sei Sekambing C-II yang telah bersedia sebagai Responden dalam penelitian ini serta telah banyak memberikan informasi guna penyelesaian tesis ini.

11. Teman-teman S2 IKM USU terkhusus minat studi

MKLI(Titi,Evita,Lasni,Asri, Nisa,Lila dan sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,serta enumerator lestari simanjuntak yang membantu penulis dalam melakukan survei observasi di lapangan) yang mendorong dan memberikan dukungan semangat serta membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

12. PPSDM Depkes RI yang telah memberikan dana Tubel kepada penulis sehingga penulis dapat terbantu dalam menyelesaikan studi S2 IKM Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

13. Ayahanda K. Sembiring, BA dan Ibunda D. Herlinda Purba berserta mertua saya yang memberikan dorongan dan mendoakan penulis selama menyelesaikan studi.

14. Suami saya, Gelora Ginting, dan Ananda Ade Christine br. Ginting, Agitha Margaretta br. Ginting, dan Alfredo Yogi Gibreri Ginting yang tercinta yang selalu sabar mendorong dan mendoakan penulis selama masa perkuliahan sampai menyelesaikan perkuliahan.

15. Adik-adikku yang kukasihi berserta sanak saudara yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah memberi semangat dan


(11)

mendoakan dalam menyelesaikan perkuliahan sampai selesainya penulisan tesis ini.

Semoga segala bantuan, bimbingan dan doa restu yang telah penulis terima mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, Amin.

Akhir kata penulis berharap, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat

pengetahuan yang bermakna bagi penulis dan pembaca sekalian.

Medan, Agustus 2014 Penulis

Sabariah Sembiring 127032019/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Sabariah Sembiring, lahir pada tanggal 25 Mei 1972 di Medan, beragama Kristen Protestan, merupakan anak ke dua dari lima bersaudara dengan nama ayahanda Em.Kornel Sembiring.BA dan ibunda Datten Herlina Purba. Mempunyai 3 orang anak yakni Ananda Ade Christine Ginting, Agitha Margaretta Ginting dan Alfredo Gibreri Ginting dari suami yang bernama Gelora Brahma Putra Ginting dan sekarang beralamat di Jalan Bunga Kenanga IV No. 35 Simp. Selayang Medan Tuntungan.

Pendidikan formal diawali dari SD.Yayasan Pendidikan Medan Putri II, yang lulus pada tahun 1985, kemudian melanjutkan ke SMPST.Thomas3 Medan,yang diselesaikan pada tahun 1989. Setelah itu melanjutkan pendidikan ke SMA ST. Thomas 3 Medan, dan berhasil lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1993, penulis kemudian berkesempatan melanjutkan ke jenjang Pendidikan Ahli Madya Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan Kabanjahe yang diselesaikan pada tahun 1996, pada tahun 2004 kembali melanjutkan studi Tugas Belajar di perguruan tinggi yakni di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang diselesaikan pada tahun 2006. Akhirnya pada tahun 2012, penulis kembali mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Tugas Belajar Strata 2 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri yang berlangsung hingga saat ini.


(13)

Riwayat pekerjaan penulis diawali sebagai CPNS di Dinas Kesehatan Kota Medan pada Maret tahun 2000. Kemudian pada tahun 2001, penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil yang bertugas sebagai staf di Dinas Kesehatan Kota Medan Seksi Kesehatan Lingkungan hingga tahun 2012 saya melanjutkan studi Strata 2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat sebagai status Tugas Belajar.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Hipotesis ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Diare ... 10

2.1.1 Pengertian Diare ... 10

2.1.2 Klasifikasi Diare ... 11

2.1.3 Etiologi Diare / Faktor Penyebab Diare ... 13

2.1.4 Gejala dan Tanda Diare ... 14

2.1.5 Epidemiologi Diare ... 17

2.1.6 Patogenesis Diare ... 19

2.1.7 Penularan Diare ... 20

2.1.8 Penanggulangan Diare ... 22

2.1.9 Upaya Pencegahan Diare ... 24

2.2 Perspektif Kependudukan yang Berhubungan dengan Penyakit .. 29

2.2.1 Sifat Karakteristik Tentang Orang ... 30

2.2.1.1 Umur……….. .. 31

2.2.1.2 Jenis Kelamin……… ... 32

2.2.1.3 Kelompok Etnis……….... 33

2.2.1.4 Pekerjaan……… .. 33

2.2.1.5 Sosial Ekonomi……….. .. 33

2.2.1.6. Suku Bangsa ... 34

2.3 Faktor Risiko dan Faktor Protektif ... 34

2.3.1 Faktor Risiko ... 34

2.3.2 Faktor Protektif ... 35


(15)

2.4.1 Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan ... 38

2.4.2 Upaya Menciptakan Sanitasi Lingkungan yang Baik ... 41

2.4.3 Faktor-Faktor Resiko yang Memengaruhi Diare pada Balita ... 41

2.4.4 Perilaku Kesehatan ... 53

2.4.4.1 Determinan Perilaku Kesehatan……… ... 53

2.4.4.2 Pengetahuan……… . 54

2.4.4.3 Sikap………. 54

2.4.4.4 Praktik atau Tindakan (Practice)……… .... 55

2.5 Landasan Teori ... 56

2.6 Kerangka Konsep ... 57

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 58

3.1 Jenis Penelitian ... 58

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59

3.3 Populasi dan Sampel... 59

3.3.1 Populasi ... 59

3.3.2 Sampel ... 59

3.4 Instrumen Penelitian ... 62

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 62

3.5.1 Data Primer ... 62

3.5.2 Data Sekunder ... 63

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 64

3.6.1 Pengolahan Data ... 64

3.7 Variabel dan Definisi Operasional ... 65

3.7.1 Variabel Independen ... 65

3.7.2 Variabel Dependen ... 69

3.8 Metode Pengukuran ... 70

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas... 71

3.9.1 Uji Validitas ... 71

3.9.2 Uji Realibilitas ... 72

3.10 Metode Analisis Data ... 74

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 77

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 77

4.1.1 Gambaran Umum Keadaan Giografi Kelurahan Sei Sekambing C-II ... 77

4.1.2 Kependudukan ... 77

4.1.3 Kondisi Lingkungan ... 78

4.2 Hasil Penelitian ... 81

4.2.1 Analisis Univariat ... 81

4.2.1.1 Karakteristik Responden……… .. 81


(16)

4.2.1.3 Berdasarkan Sikap Responden………. .... 85

4.2.1.4 Berdasarkan Faktor Risiko Sanitasi Dasar……… ... 89

4.2.1.5 Berdasarkan Upaya Pencegahan Terkena Diare.. .... 93

4.2.2 Analisis Bivariat ... 95

4.2.2.1 Karakteristik Responden……… .. 95

4.2.2.2 Sanitasi Dasar………. .. 99

4.2.2.3 Upaya Pencegahan………. .. 102

4.2.3 Analisis Multivariat ... 106

BAB 5. PEMBAHASAN ... 110

5.1 Gambaran Karakteristik Masyarakat yang Berhubungan terhadap Kejadian Diare pada Balita ... 110

5.2 Hubungan Sanitasi Dasar dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014 ... 115

5.3 Pengaruh Pengetahun terhadap Upaya Pencegahan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014 ... 122

5.4 Pengaruh Pengelolaan Sampah terhadap Upaya Pencegahan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014 ... 123

5.5 Pengaruh Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014.. ... 125

5.6 Keterbatasan Penelitian ... 137

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 139

6.1 Kesimpulan ... 139

6.2 Saran ... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 142 LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Aspek Pengukuran Variabel ... 70 3.2. Tabel Silang Anak Balita Kasus dan Kontrol dengan Faktor

Risiko ... 75 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Lingkungandi Kelurahan Sei

Sikambing C-II MedanTahun 2014 ... 77 4.2 Distribusi Rumah Sehat Berdasarkan Lingkungandi Kelurahan

Sei Sikambing C-II Medan Tahun 2014 ... 79

4.3 Distribusi Kepemilikan Jamban, SPAL, Tempat

PembuanganSampah, dan Sumber Air Bersih Berdasarkan Lingkungandi Kelurahan Sei Sikambing C-II Medan Tahun 2014 . 80 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan,

Pekerjaan, Penghasilan, Suku Bangsa, Usia Balita, dan Jenis Kelamin Balita di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Tahun 2014 ... 81 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Diare di

Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 83 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Responden terhadap

Kejadian Diare di Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 85 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Air Bersih, Sarana Air

Minum, Kepemilikan Jamban, Tempat Pembuangan Sampah, dan Saluran Pembuangan Air Limbah di Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 86 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Pencegahan Terkena

Diaredi Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 89 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Air Bersih, Sarana Air

Minum, Kepemilikan Jamban, Tempat Pembuangan Sampah, dan Saluran Pembuangan Air Limbahdi Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 90


(18)

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan kategori Sarana Air Bersih, Sarana Air Minum, Kepemilikan Jamban, Tempat Pembuangan Sampah, dan Saluran Pembuangan Air Limbah tentang diaredi Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 91 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Pencegahan Terkena

Diaredi Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 93 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Upaya

PencegahanTerkena Diaredi Kelurahan Sei Sekambing C II MedanTahun 2014 ... 95 4.13. Hubungan Karakteristik Responden dengan Kejadian Diare pada

Balita di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014 ... 95 4.14. Hubungan Sanitasi Dasar dengan Kejadian Diare pada Balita di

Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014 ... 99 4.15. Hubungan Upaya pencegahan dengan Kejadian Diare pada Balita

di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2014 ... 102 4.16 Hasil Analisis Multivariat ... 107


(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 KerangkaTeori Modifikasi Achmadi (2011) ... 56 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 57


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 147

2. Hasil Uji Univariat ... 162

3. Master Data ... 184

4. Reliabiliti dan Validitas ... 191

5. Foto Dokumentasi ... 200


(21)

ABSTRAK

Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian anak dan morbiditas di dunia, yang sebagian besar disebabkan oleh sumber makanan dan air minum yang terkontaminasi disamping sanitasi lingkungan yang kurang. Masih tingginya angka kejadian diare pada balita (1-<5 Tahun) 3bulan terakhir yaitu Bulan Oktober s/d Desember Tahun 2013 sebanyak 114 balita di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan.

Tujuan penelitian untuk mengetahui resiko yang berpengaruh terhadap kejadian diare ditinjau dari karakteristik masyarakat, ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan serta upaya pencegahan yang dominan.

Metode penelitian adalah survei analitik dengan rancangan case control. Pengambilan sampel dengan purposive sampling. Sampel adalah balita yang berobat ke Puskesmas berjumlah62 balita terdiri dari 31 balita yang menderita diare sebagai kasus dan 31 balita yang tidak menderita diare sebagai kontrol. Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, diolahdengan tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara variabel dan dilakukan analisis chi square dan regresi logistik berganda untuk mengetahui variabel yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita.

Hasil penelitian dari faktor risiko yangberhubungan dan berpengaruh terhadap kejadian diare yaitu secara berurutan yaitu, pengetahuan OR=0,142 (p=0,001), sumber air minum OR=0,266 (p=0,025), pengelolaan sampah OR=0,240 (p=0,009), ketersediaan SPAL OR=0,094 (p=0,001), CTPS OR=0,557 (p=0,001), pemberian ASI OR=0,100 (p=0,001), pembuangan tinja balita yang benar OR=0,114 (p=0,001) dan upaya pencegahan hasil OR = 0,821 (p = 0,004).Peluang individu untuk terkena diare pada balita dari variabel-variabel yang berpengaruh adalah sebesar 98%. Variabel yang paling dominan adalah pengetahuan dengan hasil analisa multivariat OR=11,245 (p=0,003).

Disarankan kepada masyarakat agar meningkatkan pengetahuan dengan berbagai informasi kesehatan sehingga menimbulkan kesadaran untuk ber-PHBS dan dapat mengatasi kejadian diare terutama terhadap balita di rumah tangga.


(22)

ABSTRACT

Diarrhea is the main cause of infant death and morbidity throughout the world. It is mostly caused by the source of food and drinking water. There were 114 balita (1-<5 years old) in the last three years (from October to December, 2013who were affected by diarrhea in the working area of Helvetia Puskesmas at Kelurahan Sei Sekambing C II, Medan.

The purpose of this study was to find out the risk influencing the incident of diarrhea viewed from the characteristics of community, the availability of facilities and infrastructure of basic sanitation meeting the the requirements of environmental health and the dominant preventive efforts done by the community members in Kelurahan Sei Sikambing C-II Medan.

This was an analytical survey study with case-control design. The populatiuon of this study was the mothers with children under five years old suffering from diarrhea and visiting Puskesmas for treatment. The samples were 62 children under five years old that were divided into two groups in which 31 of the children under five years old suffering from diarrhea belonged to the case group and the 31 children under five years old who did not suffer from diarrhea belonged to control group. The data obtained were processed in the form of frequency distribution, cross-tabulation, and Chi-square tests and multiple logistic regression tests were conducted to find out the relationship between variables.

The result of this study showed that the risk factor influencing and having relationship with the incident of diarrhea were consecutively knowledge OR = 0.142 (p = 0.001). the source of drinking water OR = 0.266 (p = 0.025), garbage management OR = 0.240 (p = 0.009), the availability of SPAL OR = 0.094 (p = 0.001), CTPS OR = 0.557 (p = 0.001). Breastfeeding Administration OR = 0.100 (p = 0.001), correct way of throwing the children’s feces OR = 0.114 (p = 0.001) and the effort of result prevention OR = 0.821 (p = 0.004). The individual probability to suffer from diarrhea in children under five years old was 98.0%. The variable which was the most dominant was knowledge at the multivatriate analysis of OR = 11.245 (p = 0.003).

The community members are suggested to improve their knowledge with various health information that they are aware of PHBS and are able to solve the incident of diarrhea especially the one occurs to the children under five years old in a family.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Visi Indonesia Sehat 2010 merupakan gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Dari visi diatas ingin dicapai lingkungan sehat yaitu lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat dimana lingkungan yang bebas dari polusi, tersedia air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan berwawasan kesehatan,dan kehidupan masyarakat saling tolong menolong (Depkes RI, 2010)

Departemen Kesehatan RI memprioritaskan pembangunan kesehatan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 berfokuskan pada delapan fokus prioritas. Salah satu dari delapan prioritas tersebut adalah pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti penyehatan lingkungan.

Penyakit berbasis lingkungan merupakan masalah yang belum teratasi dengan baik di Indonesia, salah satunya adalah penyakit diare yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku hidup tidak sehat di masyarakat. Dampak negatif dari keberadaan penyakit tersebut di masyarakat jika tidak dapat diatasi maka akan menyebabkan kerugian yang tak terhitung nilainya baik secara materi ataupun hilangnya nyawa jika penderita tidak mendapat pertolongan dengan baik. World Bank’s Water and


(24)

Sanitation Program for Far East Asia and Pacific (WSP-EAP)t

Penyakit diare merupakan penyebab utama kematian anak dan morbiditas di dunia, yang sebagian besar disebabkan oleh sumber makanan dan air minum yang terkontaminasi disamping sanitasi lingkungan yang kurang. Di seluruh dunia terdapat 780 juta orang tidak memiliki sanitasi yang baik (WHO, 2013).

ahun 2008 mengungkapkan bahwa kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk di Indonesia diperhitungkan mencapai Rp. 56 Triliun per tahun.Kerugian ekonomi ini ditimbulkan antara lain oleh 90 juta/tahun kasus diare dan 23.000 kematian/tahun akibat diare. (Institut Teknologi Bandung, 2008)

Diare juga masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan RI daritahun 2000 sampai dengan 2006 terlihat kecenderungan insidens ratenaik. Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301/ 1.000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1.000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1.000 penduduk dan menurun tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk, tahun 2012 angka kesakitan diare menurun di semua umur menjadi 214/1000 penduduk dan angka kesakitan balita sebesar 900/1000 penduduk serta episode diare balita 1,3 kali per tahun (Depkes RI, 2012), hal ini menunjukan bahwa angka kesakitan diare tidak stabil setiap tahunnya.

Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, kasus kejadian diare secara global di Sumatera Utara cenderung mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2011, kasus diare di Sumatera Utara sebanyak 215.651


(25)

kasusdengan rincian 212.729 kasus mendapat pelayanan di sarana kesehatan dan 2.922 kasus ditemukan oleh kader. Pada Tahun 2012, kasus diare sebanyak 222.682 kasus dengan rincian sebagai berikut ; 220.460 kasus di sarana kesehatan dan 2.222 kasus ditemukan oleh kader.

Sementara kasus kejadian diare di Kota Medan sepanjang tahun 2011 sebanyak 29.375 kasus. Jumlah kematian akibat diare di tahun 2011sebanyak 26 kasus (CFR 0,88%) dansedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 29.769 kasus. Jumlah kematian akibat diare di tahun 2012 sebanyak 35 kasus (CFR 1,17). Maka kalau dilihat dari target tahunan kejadian KLB angka mortalitas tahun 2012 diharapkan sebesar < 1 % tidak tercapai dimana Tahun 2012 (CFR 1,17%) melebihi dari target yang telah ditetapkan. (Dinkes Kota Medan, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian Wohangara (2012), ada hubungan secara signifikan terhadap kejadian diare yaitu kebiasaan mencuci tangan (p = 0,010), tersedianya sarana air bersih (p = 0,017), dan kepemilikan jamban yang sehat (p = 0,010). Sama halnya dengan hasil penelitian Hardi (2012), ada hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan (p= 0.021) terhadap kejadian diare.

Lubis (2002) menemukan tingkat pendidikan menunjukkan tingkat bermakna terhadap kepemilikan rumah sehat. Bila pendidikan rendah maka pengetahuan cara hidup sehat belum dipahami dengan baik. Menurut Sastra (2005), salah satu kendala dalam pembangunan perumahan dan permukiman yang terjadi di Indonesia antara lain, kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, diperparah kurang pahamnya masyarakat akan pentingnya sanitasi dasar yang


(26)

memenuhi syarat kesehatan lingkungan yaitu tersedianya sumber air bersih, jamban yang sesuai, pengelolaan sampah dan mempunyai saluran pembuangan air limbah.

Kasus diare di Puskemas Helvetia dari jumlah penduduk sekitar 169.498 berjumlah 69.664 dengan insiden rate(411 per 1.000 penduduk) (Dinkes Kota Medan, 2012). Dari data 10 penyakit terbesar di Puskesmas Helvetia dari Januari s/d Desember 2013, jumlah kasus diare 1.973 (Puskesmas Helvetia, 2013)

Jumlah kunjungan diare di Puskemas Helvetia dari 7 kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Helvetia tahun 2013, tertinggi kunjungan pasien diare terdapat di Kelurahan Sei Sekambing C II yaitu 726 pasien dari seluruh kunjungan untuk semua umur yang berjumlah 2.573 pasien. Di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C II Medan terjadi peningkatan kasus diare pada balita (1- < 5 Tahun) pada Bulan Oktober sampai dengan Desember 2013. Bulan Oktober ada 44 balita, Bulan November menjadi 64 balita dan kembali menurun bulan Desember 6 balita. Hal ini menunjukan cukup tingginya kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan maka perlu dilakukan suatu penanganan agar jumlah kasus diare tidak menjadi semakin tinggi.

Langkah awal untuk melakukan penanganan adalah melakukan identifikasi faktor-faktor yang mengarah timbulnya kejadian diare. Banyak faktor resiko yang mampu memicu timbulnya kejadian diare, beberapa diantaranya adalah faktor lingkungan. Selain itu pengetahuan dan sikap mengenai diare yang akan meningkatkan kesadaran individu untuk berperilaku hidup bersih dan sehat masuk


(27)

juga kedalam faktor risiko yang harus diperhatikan, selain itu karakteristik masyarakat juga menjadi faktor risiko dari timbulnya penyakit ini.

Berdasarkan pernyataan yang ada, dilakukan penelitian untuk melihat gambaran, pengaruh, faktor risiko dan upaya pencegahan yang paling dominan dilakukan masyarakat terhadap kejadian diare terutama pada balita yang umumnya sangat rentan terkena diare di Kelurahan Sei Sekambing C II sehingga dapat dilakukan tindakan meminimalisasi kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan.

Berdasarkan data profil Kelurahan Sei Sekambing C II yang mempunyai jumlah KK 3909,kepemilikan perumahan dan sarana sanitasi terdapatjenis rumah 2.509 permanen, 313 semi permanen, 80 darurat,jenis jamban Septik tank 3.264 (81,62%), penggunaan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) tertutup 2661(66,54%) dan terbuka 603 (15,07%), penyediaan air bersih PDAM 2589 (64,74%) sumur gali 675 (16,87%) (Puskesmas Helvetia,2013).

Komponen ketersediaan sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat sebagai faktor resiko terjadinya diare meliputi ketersediaan sumber air bersih/air minum, jamban keluarga, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah .

Upaya pencegahan penyakit dapat diatasi dengan memahami tentang sanitasi dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), melalui promosi kesehatan, yaitu (1.)Menggunakan air bersih, tanda-tanda air bersih adalah “3 tidak”, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. (2.) Memasak air sampai mendidih sebelum


(28)

diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit. (3.) Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan dan sesudah buang air besar (BAB) (4.) Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun(5.) Menggunakan jamban yang sehat. (6.) Membuang tinja bayi dan anak dengan benar ( Widoyono, 2008)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan data profil kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2012 menunjukan angka kejadian diare di wilayah Puskesmas Helvetia dari jumlah penduduk sekitar 169.498 berjumlah 69.664 didapat Insiden Rate (411 per 1.000 penduduk). Hal ini menunjukan bahwa angka diare masih cukup tinggi dimana indikator insiden rate tahun 2012 yang diharapkan adalah315 per 1.000 penduduk.Kunjungan untuk semua umur yang berjumlah 2.573 pasien. Begitu juga di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C II Medan terjadi peningkatan kasus diare pada balita (1 - < 5 Tahun) pada Bulan Oktober sampai dengan November 2013. Bulan Oktober ada 44 balita, Bulan November menjadi 64 balita dan kembali menurun Desember ada 6 balita. Hal ini menunjukan cukup tingginya kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan Kelurahan Sei Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita ( 1 - <5 Tahun ), apakah ada perbedaan faktor resiko pada masyarakat yang


(29)

mengalami kejadian diare dengan masyarakat yang tidak mengalami kejadian diare serta faktor resiko yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C IIKecamatan Medan Helvetia Kota Medan Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui faktor-faktor risiko yangberpengaruh terhadap kejadian diare pada balita ( 1 - < 5 Tahun ), untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan faktor resiko pada masyarakat yang mengalami kejadian diare dengan masyarakat yang tidak mengalami kejadian diare ditinjau dari karakteristik masyarakat, ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan serta upaya pencegahan/preventif yang dominan dilakukan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C II Medan.

1.4.Hipotesis

1.4.1. Ada pengaruhkarakteristikibu rumah tangga (umur, tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap, pekerjaan, pendapatan,serta suku bangsa) terhadap kejadian diare pada balita di wilayah Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia.

1.4.2. Ada pengaruh faktor risiko ketersediaan sarana dan prasarana sanitasi (sumber airbersih/minum, jamban, pengelolaan sampah, saluran pembuangan air limbah) yang memenuhi syarat kesehatan terhadap kejadian diare pada


(30)

balita di wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia.

1.4.3. Ada pengaruh upaya pencegahanoleh masyarakat terhadap kejadian diarepada balita di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Kelurahan Sei Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia.

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Helvetia sebagai bahan masukan dalam melakukan penyuluhan dan sosialisasi upaya pencegahan kejadian diare serta menurunkan angka kejadian diare yang termasuk salah satu penyakit berbasis lingkungan.

1.5.2. Bagi petugas kesehatan lingkungan di puskesmas agar dapat bekerjasama lintas program sehingga dapat melaksanakan program klinik sanitasi di dalam gedung puskesmas dan di lapangan untuk penyelesaian masalah lingkungan dan perilaku dalam mengatasi penyakit berbasis lingkungan di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan.

1.5.3. Bagi masyarakat, merupakan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya upaya pencegahan diare terhadap lingkungan sekitar mereka sehingga menimbulkan kesadaran untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dalam mengatasi kejadian diare di Rumah Tangga.

1.5.4. Bagi mahasiswa untuk mengetahui perbedaan faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap masyarakat yang mengalami kejadian diare dan


(31)

masyarakat yang tidak mengalami diare dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri yang berkaitan dengan kejadian diare di wilayah Puskesmas Helvetia Kota Medan.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Diare

2.1.1.Pengertian Diare

Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 1984 mendefinisikan diare adalah buang air besar (BAB) 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah (muntaber)(Widoyono, 2008)

Mengutip definisi Hippocrates menyatakan diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Nelson dkk, 1969; Morley, 1973) berpendapat bahwa gastroenteritis dikesampingkan saja dimana memberikan kesan terdapatnya suatu radang sehingga selama ini penyelidikan tentang diare cenderung lebih ditekankan pada penyebabnya (Suharyono, 2008).

Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah atau lendir ( Suraatmaja, 2007). Diare sendiri berasal dari bahasa latin diarrhoea, yang berarti buang air encer lebih dari empat kali baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Menurut Depkes (2003), diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.


(33)

Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 2 tahun dan pada umumnya terjadi pada bayi dibawah 6 bulan yang minum susu sapi atau susu formula. Buang air besar yang sering dengan tinja normal atau bayi yang hanya minum ASI kadangkala tinjanya lembek tidak disebut diare.

2.1.2.Klasifikasi Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), jenis diare dibagi menjadiempat yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinanterjadinya komplikasi pada mukosa.

c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Rendle Short (1961) mengklasifikasikan diare berdasarkan pada ada tidaknya infeksi ; gastroenteritis (diare dan muntah) menjadi 2 golongan :


(34)

a. Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri basil (Shigella), enterokolitisstafilokok.

b. Diare non-spesifik : diare dietetic.

Klasifikasi lain berdasarkan organ yang terkena infeksi :

a. Diare infeksi enteal atau diare karena infeksi di usus ( bakteri, virus, parasit) b. Diare infeksi pareteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis media, infeksi

saluran pernafasan, infeksi saluran urine dan lainnya) (Suharyono, 2008)

Ellis dan Mitchell (1973) membagi diare pada bayi dan anak secara luas berdasarkan lamanya diare yaitu :

a. Diare akut atau diare disebabkan infeksi usus yang bersifat mendadak, dapat terjadi pada semua umur dan bila menyerang bayi umumnya disebut gastroenteritisinfantile.

Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan berhenti cepat atau maksimal sampai 2 minggu. Walker Smith (1978) menyatakan sebagai salah satu penyebab penting diare akut pada bayi dan anak (yang bukan disebabkan oleh infeksi) adalah enteropati karena sensitive terhadap protein susu sapi atau ‘Cow’smilk protein sensitive enteropathy (CMPSE)’ atau lebih dikenal dengan alergi terhadap susu sapi atau ‘Cow’s milk Allergy (CMA).

b. Diare kronik yag umumnya bersifat menahun, diantara diare akut dan kronik disebut diare subakut. Walker Smith (1978) mendefinisikan diare kronik sebagai diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.


(35)

Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Penyebab diare akut biasa disebabkan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh kuman penyakit.

Patogenesis Diare Akut :

1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.

2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus. 3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)

4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekrsi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut. Penyebabnya diakibatkan luka oleh radang usus, tumor ganas dan sebagainya. Diare kronik lebih komplek dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

2.1.3.Etiologi Diare / Faktor Penyebab Diare

Menurut Widoyono (2008) penyebab diare dapat dikelompokan menjadi : a. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.

b. Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio cholera, dan lain-lain.


(36)

c. Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia, Cryptosporidium( 4-11%).

d. Keracunan makanan

e. Malabsorpsi : Karbohidrat, lemak, dan protein. f. Alergi : makanan, susu sapi.

g. Imunodefisiensi : AIDS 2.1.4. Gejala dan Tanda Diare

Menurut Widoyono (2008) ada beberapa gejala dan tanda diare diantaranya adalah :

1. Gejala Umum

a. Mengeluarkan kotoran lembek dan sering merupakan gejala khas diare b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut

c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis bahkan gelisah

2. Gejala Spesifik

a. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.


(37)

Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan : 1. Dehidrasi (kekurangan cairan)

Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan, sedang, atau berat.

2. Gangguan Sirkulasi

Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan lebih dari 10 % berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia).

3. Gangguan Asam-Basa (asidosis)

Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kopensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan PH arteri.

4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)

Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum diketahui,kemungkinan karena cairan ekstra seluler menjadi hipotonik dan air masuk kedalam cairan intraseluler sehingga terjadi odema otak yang mengakibatkan koma.

5. Gangguan Gizi

Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi).


(38)

Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Tanpa dehidrasi

Biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bias bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa.

2. Dehidrasi ringan atau sedang

Menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.

3. Dehidrasi berat

Anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, anak terlihat lemah.

Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu: 1. Frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali

2. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi. 3. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.

4. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu. 5. Anusnya lecet.

6. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang. 7. Muntah sebelum atau sesudah diare.

8. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah). 9. Dehidrasi.


(39)

2.1.5. Epidemiologi Diare

Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak dibawah umur lima tahun (balita) di dunia sebesar 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare, dimana sebahagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang (Parashar, 2003). Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di negara berkembang diperkirakan sudah menurun dari 4,6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003 (WHO, 2003).

Berdasarkan Studi Basic Human Service (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah, (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14 %, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Sementara itu studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50% dari air tersebut mengandung Eschericia coli. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap tingginya angkakejadian diare di Indonesia. Hal ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar 423 per 1.000 penduduk pada semua umur dan 16 propinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52 (Depkes RI, 2010)


(40)

a. Penyebaran Kuman

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. b. Faktor Penjamu

Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.

c. Faktor Lingkungan dan Perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang


(41)

tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

2.1.6. Patogenesis Diare

Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak (Simatupang, 2004). Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Kliegman, 2006).

Menurut Departemen Kesehatan RI, 2007 faktor resiko yang menyebabkan beratnya disentri antara lain : gizi kurang, usia sangat muda, tidak mendapat ASI, menderita campak dalam 6 bulan terakhir, mengalami dehidrasi serta bakteri Shigellayang menghasilkan toksin dan atau resisten ganda terhadap antibiotik. Pemberian antibiotika dimana kuman penyebab telah resisten terhadap antibiotika


(42)

tersebut akan memperberat manifestasi klinis dan memperlambat sekresi kuman penyebab dalam feses penderita.

Shigella menghasilkan sekelompok eksotoksin yang dinamakan shigatoxin(St), kelompok toksin ini mempunyai 3 efek : neurotoksik, sitotoksik, dan enterotoksik Infeksi Shigella dysentery dan shigella flexneri menurunkan imunitas, antaralain disebabkan peningkatan aktifitas sel T supresor dan penekanan kemampuan fatogositosis makrofag. Infeksi Shigella menimbulkan kehilangan protein melalui usus yang tercermin dengan munculnya hipoalbuminemia juga disertai penurunan nafsu makan. Rangkaian pathogenesis ini akan mempermudah munculnya Kurang Energi Protein (KEP) dan infeksi sekunder.

2.1.7. Penularan Diare

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui jalur fecal oral yang terjadi karena:

a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. b. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandung virus atau

bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakannya


(43)

Pada usia 4 bulan, bayi tidak diberi ASI eksklusif lagi dimana ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan. Hal ini akan menurunkan risiko kesakitan dan kematian akibat diare karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh terhadap infeksi.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko diare yaitu :

1. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan meningkatkan risiko pencemaran kuman, susu akan terkontaminasi oleh kuman dari botol selain itu kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum.

2. Menyimpan makanan pada suhu kamar, kondisi ini akan menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dengan peralatan makan yang dapat menjadi media yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.

3. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan atau sesudah buang air besar (BAB) dapat terjadi kontaminasi langsung (Widoyono, 2008).

Menurut (Depkes RI, 2005) kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu: tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar, tidak mencuci tangan sesudah membuang tinja anak, tidak mencuci


(44)

tangan sebelum atau sesudah menyuapi anak dan tidak membuang tinja termasuk tinja bayi dengan benar.

2.1.8. Penanggulangan Diare

Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare antara lain: a. Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)

Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita dan kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangkan pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar Biasa) diare.

b. Penemuan kasus secara aktif

Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada saat KLB di mana sebagian besar penderita berada dimasyarakat.

c. Pembentukan pusat rehidrasi

Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau rumah sakit.

d. Penyediaan logistik saat KLB

Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat terjadinya KLB diare.


(45)

e. Penyelidikan terjadinya KLB

Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.

f. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB

Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.

Penanggulangan diare berdasarkan tingkat dehidrasi (WHO, 2005)adalah sebagai berikut :

a. Tanpa Dehidrasi

Pada anak-anak yang berumur bawah dari 2 tahun boleh diberikan larutan oralit 50-100ml/kali diare dan untuk usia lebih dari 2 tahun diberikan larutan yang sama dengan dosis 100-200ml/kali diare. Bagi mengelakkan dehidrasi ibu-ibu harus meningkatkan pemberian minuman dan makanan dari biasa pada anak mereka. Selain itu dapat juga diberikan zink (10-20mg/hari) sebagai makanan tambahan. b. Dehidrasi Ringan

Pada keadaan ini diperlukan oralit secara oral bersama larutan Kristaloid RingerLaktat ataupun RingerAsetat dengan formula lengkap yang mengandung glukosa dan elektrolit dan diberikan sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan anak serta dianjurkan ibu untuk meneruskan pemberian ASI dan masih dapat ditangani sendiri oleh keluarga di rumah. Berdasarkan WHO, larutan oralit seharusnya mengandung 90mEq/L natrium, 20mEq/L kalium klorida dan 111mEq/L glukosa.


(46)

c. Dehidrasi Sedang

Pada keadaan ini memerlukan perhatian yang lebih khusus dan pemberian oralit hendaknya dilakukan oleh petugas di sarana kesehatan dan penderita perlu diawasi selama 3-4 jam. Bila penderita sudah lebih baik keadaannya, penderita dapat dibawa pulang untuk dirawat di rumah dengan pemberian oralit. Dosis pemberian oralit untuk umur kurang dari 1 tahun, setiap buang air besar diberikan 50-100ml, untuk 3 jam pertama 300ml. Untuk anak umur 1-4 tahun setiap buang air besar diberikan 100-200ml, untuk 3 jam pertama 600ml.

d. Dehidrasi berat

Pada keadaan ini pasien akan diberikan larutan hidrasi secara intravena (intravenous hydration) dengan kadar 100ml/kgBB/3-6 jam. Dosis pemberian cairan untuk umur kurang dari 1 tahun adalah 30ml/kgBB untuk 1 jam yang pertama dan seterusnya diberikan 75ml/kgBB setiap 5 jam. Dosis pemberian cairan untuk anak 1-4 tahun adalah 30ml/kgBB untuk ½ jam yang pertama dan seterusnya diberikan 70ml/kgBB setiap 2 ½ jam.

2.1.9. Upaya Pencegahan Diare

Menurut Depkes RI (2000), penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan antara lain:

a. Meningkatkan penggunaan ASI (Air Susu Ibu).

b. Memperbaiki praktik pemberian makanan pendamping ASI. c. Penggunaan air bersih yang cukup.


(47)

e. Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.

f. Penggunaan jamban yang benar dimana pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan bayi yang benar.

g. Menjaga kebersihan diri (personal hygiene) dan lingkungan h. Memberikan imunisasi campak.

i. Pemberian kaporit pada sumur gali 2 minggu sekali

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan di rumah tangga apabila ada anggota keluarga terkena diare yaitu :

1. Berikan minuman oralit atau larutan gula garam. Sebaiknya setiap keluarga diharapkan menyimpan garam oralit di rumah.

Cara membuat larutan gula garam di rumah : 1 (satu) sendok teh gula pasir +1/4 sendok teh garam dapur dicampur ke dalam 1 gelas air hangat

2. Berikan obat diare yang tersedia.

3. Segera dibawa ke puskesmas atau sarana pelayanan kesehatan terdekat.

Ada beberapa upaya pencegahan yang efektif yang dapat dilakukan antaralain: 1. Memberikan ASI

ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. Pemberian ASI sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai 6 bulan. Tidak ada makanan tambahan lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI memiliki khasiat preventif secara imonologic dengan kandungan antibodi dan zat-zat lain. ASI turut memberi perlindungan terhadap diare pada


(48)

bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi- bayi yang disusui mencegah timbulnya bakteri penyebab diare. Bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan akan mendapat resiko terjadi diare adalah 30 kali lebih besar. Penggunaan botol susu untuk pemberian susu formula juga akan memberi resiko tinggi terkena diare sehingga dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.

2. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI diberikan pada bayi secara bertahap. Dimulai dengan membiasakan dengan memberikan makanan orang dewasa yang dihaluskan. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya meningkatkan resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang baik antara lain : 1) Berikan makanan pendamping ASI setelah bayi berumur 6 bulan. 2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk menambah energi. 3) Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang- kacangan, buah-buahan dan sayuran hijau ke dalam makanannya. 4) Cuci tangan pakai sabun sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih, sebaiknya botol


(49)

sususerta peralatan makanan bayi disiram atau direbus dengan air panas mendidih.5) Masak dan rebus makanan dengan benar.

3. Menggunakan Air Bersih yang Cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral, ditularkan dengan memasukkan makanan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air yang tercemar. Hal-hal yang perlu diperhatikan anggota keluarga :

a) Mengambil Air dari sumber yang bersih.

b) Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air.

c) Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan lain-lain. d) Gunakan air yang direbus

e) Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih. 4. Mencuci Tangan dengan Sabun

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam mencegah penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan mempunyai dampak dalam kejadian diare.


(50)

5. Menggunakan Jamban

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah : a) keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai seluruh anggota keluarga, b) Bersihkan secara teratur dan c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki. 6. Membuang Tinja Bayi yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga : a) Tinja bayi atau anak kecil sebaiknya dibuang kejamban, b) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti dalam lubang atau kebun kemudian ditimbun dan c) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya dengan sabun.

7. Memberikan Imunisasi Campak

Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2000).


(51)

8. Pemberian Kaporit pada Sumur Gali 2 Minggu Sekali Cara pembubuhan kaporit pada sumur gali antara lain :

Satu sendok makan peres untuk 1 (satu ) cincin (1 meter kubik) dengan frekwensi pemberian 2 (dua) minggu sekali. Caranya kaporit dilarutkan terlebih dahulu dalam segayung air, setelah itu dimasukkan ke dalam sumur pada malam hari. Pada pagi harinya air sumur sudah dapat dimanfaatkan kembali.Pemberian kaporit pada sumur gali 2 minggu sekali.

2.2. Perspektif Kependudukan yang Berhubungan dengan Penyakit

Dalam perspektif kependudukan, manusia dapat dilihat dari perspektif yang merupakan attribute manusia, yakni selain jenis kelamin, umur, genetika, yakni yang berkenaan dengan sifat, karakteristik, budaya dan perilaku. Selain itu untuk kepentingan kesehatan, khususnya kesehatan yang berkenaan dengan lingkungan selain variabel jumlah, juga kepadatan dan persebarannya. Manusia mempunyai perilaku seperti hobi, kebiasaan, kesukaan atau hal-hal lain yang didorong berbagai variabel yang amat kompleks dalam diri manusia

Variabel-variabel tersebut diantaranya tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, agama, kultur budaya, gender, umur, dan sebagainya. Hal lain yang mendasari sifat-sifat manusia bahkan perilaku kehidupan lainnya adalah faktor genetik manusia. Faktor genetik adalah faktor penentu kesehatan yang penting bahwa kerentanan penyakit merupakan konsekuensi dari gen-gen dan interaksi gen lingkungan. Penyakit dan pengembangan adalah jumlah dari kedua faktor genetik dan lingkungan. Interaksi


(52)

perilaku penduduk dengan lingkungannya bisa menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit. Faktor kependudukan seperti kepadatan penduduk mempengaruhi proses penularan atau pemindahan penyakit dari satu orang ke orang lain. Misalnya kepadatan dapat mempengaruhi produksi sampah atau limbah yang akhinya berdampak buruk terhadap manusia itu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman terhadap faktor resiko yang berakar pada kependudukan, dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit itu sendiri.

Kependudukan dengan berbagai variabel didalamnya seperti budaya, kepadatan, perilaku penduduk, hobi, struktur umur, gender, pendidikan, pendapatan dikenal sebagai determinan kesehatan atau faktor risiko yang berperan timbulnya penyakit (Achmadi, 2012).

2.2.1. Sifat Karakteristik tentang Orang

Pada setiap kelompok penduduk, tiap individu yang membentuk kelompok tersebut memiliki tingkat/derajat keterpaparan atau risk yang berbeda pada setiap penyakit tertentu. Mereka yang mempunyai derajat keterpaparan yang sama terhadap suatu penyakit tertentu, tidak semuanya menderita penyakit tersebut secara sama pula pada waktu dan tempat tertentu. Keadaan ini sangat dipengaruhi berbagai faktor diantaranya karakteristik tentang orang yang merupakan dasar pokok epidemiologi deskriptif yaitu :


(53)

2.2.1.1.Umur

Variabel umur merupakan hal yang penting karena semua rate morbiditas dan ratemortalitas selalu berkaitan dengan umur. Hubungan umur dengan mortalitas walupun secara umum kematian dapat terjadi pada setiap golongan umur tetapi dari berbagai catatan diketahui bahwa frekuensi kematian pada setiap golongan umur berbeda-beda, yaitu kematian tertinggi terjadi pada golongan umur 0-5 tahun dan kematian terendah terletak pada golongan umur 15-25 tahun dan akan meningkat lagi pada umur 40 tahun ke atas.

Gambaran diatas tersebut dapat dikatakan bahwa secara umum kematian akan meningkat dengan meningkatnya umur. Hal ini disebabakan berbagai faktor, yaitu pengalaman terpapar oleh faktor penyebab penyakit, faktor pekerjaan, kebiasaan hidup atau terjadinya perubahan dalam kekebalan.

Hubungan umur dengan morbiditas dimana pada hakekatnya suatu penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua golongan umur, tetapi ada penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak menyerang golongan umur tertentu.

Peenyakit-penyakit kronis mempunyai kecendrungan meningkat dengan bertambahnya umur, sedangkan penyakit-penyakit akut tdak mempunyai suatu kecendrungan yang jelas.

Karakteristik umur merupakan :

a. Salah satu sifat karakteristik orang yang sangat utama

b. Penyebaran keadaan umur dalam masyarakat mudah dilihat dengan kurva penduduk atau piramida penduduk


(54)

c. Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk, serta sifat resistensi tertentu

d. Umur mempunyai hubungan erat dengan berbagai sifat orang lainnya dan juga dengan karakteristik tempat dan waktu

e. Perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut umur sangat mempunyai pengaruh/kemaknan yang berhubungan dengan :

- Perbedaan tingkat keterpaparan dan kerentanan menurut umur - Perbedaan dalam proses pathogenesis, dan

- Perbedaan dalam hal pengalaman terhadap penyakit tertentu

f. Adanya perbedaan yang dimungkinkan pada nilai rate dari prevalensi, insidensi, dan mortalitas/kematian menurut umur

g. Penggunaan umur secara merata dengan memperhatikan standarisasi 2.2.1.2. Jenis Kelamin

Secara umum, penyakit dapaat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan, tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan.

Jenis kelamin mempunyai peranan :

a. Mempunyai hubungan dengan sifat kepaparan dan tingkat kerentanan b. Rasio jenis kelamin harus selalu diperhitungkan pada peristiwa penyakit

tertentu


(55)

2.2.1.3. Kelompok Etnis

Kelompok etnik meliputi kelompok homogen berdasarkan kebiasaan hidup maupun homogenitas biologis/genetik. Perbandingan sifat karkteristik meliputi keadaan frekuensi penyakit/kematian pada etnik tertentu serta pengalaman terhadap penyakit tertentu. Dalam hal ini pengaruh lingkungan haruslah diperhtikan dengan seksama.

- Lebih didasarkan perbedaan adat, kebiasaan hidup, dan mungkin keadaan sosio, ekonomi dan lingkungan hidup, jenis pekerjaan utama dan lainnya - Timbulnya perbedaan frekuensi penyakit/kematian mungkin oleh

kelompok etnis berbeda

- Adanya perbedaan pengalaman penyakit tertentu umpamanya malaria dan filariasis bagi transmigrasi dari Jawa dan Bali atau pada berbagai penyakit noninfeksi seperti latar belakang pengalaman psikologis, dan lain-lain 2.2.1.4.Pekerjaan

Berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit. Hal ini disebabkan sebagian hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan dengan berbagai suasana dan lingkungan yang berbeda.

2.2.1.5. Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi frekuensi distribusi penyakit tertentu misalnya TBC, infeksi akut gastrointestinal, ISPA, anemia, malnutrisi dan penyakit parasit yang banyak terdapat pada penduduk golongan sosial ekonomi rendah sedangkan penyakit jantung koroner, hipertensi,


(56)

obesitas, kadar kolesterol tinggi dan infarkmiokard yang banyak terdapat pada penduduk golongan sosial ekonomi yang tinggi.

2.2.1.6. Suku Bangsa

Klasifikasi penyakit berdasarkan suku bangsa sulit dilakukan baik secara praktis maupun secara konseptual, tetapi karena ada perbedaan yang besar dalam frekuensi dan beratnya penyakit di antara suku bangsa maka dibuat klasifikasi walaupun terjadi kontroversi.

Pada umumnya penyakit yang berhubungan dengan suku bangsa berkaitan dengan faktor genetik atau faktor lingkungan, misalnya penyakit sicklecellanemia, hemofilia, kelainan biokimia seperti glukosa 6 fosfatase dan karsinoma lambung.

2.3. Faktor Risiko dan Faktor Protektif 2.3.1. Faktor Risiko

Faktor risiko adalah faktor-faktor yang memperburuk keadaan. Faktor resiko ada 3 (tiga), yaitu:

1. Resiko individual, yaitu faktor-faktor individu yang memperburuk keadaan, contohnya kepribadian, individu yang mudah panik akan membuat keadaan semakin buruk. Atau bisa juga kondisi fisik individu yang mudah sakit, begitu tertimpa masalah kemungkinan besar ia akan lebih mudah sakit lagi.

2. Resiko keluarga, yaitu faktor-faktor keluarga yang memperburuk keadaan. Misalnya, keluarga yang kurang komunikatif.


(57)

3. Resiko sosial, yaitu faktor-faktor lain yang lebih luas lagi dan lebih kompleks yang dapat memperburuk keadaan. Misalnya, gosip-gosip tetangga yang memperkeruh masalah.

2.3.2. Faktor Protektif

Faktor protektif adalah, faktor-faktor yang berefek positif bagi individu,yaitu: 1. Protektif individual, yaitu faktor-faktor individu yang berefek positif bagiindividu.

Bisa berupa aspek kepribadian atau fisik individu.

2. Protektif keluarga, yaitu faktor-faktor keluarga yang berdampak positif bagi individu. Misalnya, keluarga yang komunikatif.

3. Protektif sosial, yaitu faktor-faktor lain yang lebih luas lagi dan lebih kompleks yang dapat memberi dampak positif bagi individu.

Masalahnya adalah, sering kali seseorang lebih memperhatikan faktor resiko dan tidak menyadari adanya faktor protektif. Padahal banyak hal yang lebih patut disyukuri yang tidak dimiliki oleh orang lain. Terkadang juga kondisi individu, keluarga, dan sosial bisa berbolak-balik menjadi faktor resiko dan faktor protektif. Semakin baik faktor protektif, maka semakin besar kemungkinan relisiensinya. (A.Diah , 2012).

2.4.Sanitasi Dasar yang Berhubungan Diare

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan


(58)

masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Menurut model segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu antara faktor lingkungan, agent dan host (Timmreck, 2004). Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi penentu pendorong terjadinya diare.

Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan upaya perbaikan sanitasi lingkungan (Zubir, 2006). Seseorang yang daya tahan tubuhnya kurang, maka akan mudah terserang penyakit. Penyakit tersebut antara lain diare, kolera, campak, tifus, malaria, demam berdarah dan influensa (Slamet, 2002).Masalah-masalah kesehatan lingkungan antara lain pada sanitasi (jamban), penyediaan air bersih/air minum, perumahan, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah (Notoatmodjo, 2003)

Sanitasi adalah sesuatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Azwar, 1990). Sedangkan sanitasi lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimalkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimal bagi manusia yang hidup di lingkungan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Sanitasi lingkungan yang buruk merupakan faktor yang penting terhadap terjadinya diare dimana interaksi antara penyakit, manusia, dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan


(59)

diare. Peranan faktor lingkungan, enterobakteri, parasit usus, virus, jamur dan beberapa zat kimia telah secara klasik dibuktikan pada berbagai penyelidikan epidemiologis sebagai penyebab penyakit diare (Suharyono, 2008).

Menurut Anne (2008),lingkungan yang tidak bersih bisa menjadi pemicu munculnya bakteri-bakteri penyebab diare dalam tubuh manusia. Sistem penyebaran diare pada manusia diantaranya melalui air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari pun bila memiliki kebersihan yang minim tanah, bisa membawa bakteri masuk dalam perut dan berdiam di usus besar. Akibatnya, bakteri pembawa diare itu dengan leluasa menyebar ke seluruh bagian usus manusia dan menginfeksinya, selanjutnya tanah yang kotor dapat menghantarkan bakteri E.coli menuju perut, sehingga selalu membiasakan mencuci bahan makanan yang akan dimasak dengan bersih sebelum dikonsumsi. Berikut yang bisa ikut membantu penyebaran diare pada manusia adalah tangan manusia itu sendiri. Tangan yang kotor berisiko mengandung banyak kuman dan bakteri. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan melakukan beragam aktivitas. Kemudian serangga yang menyebabkan penyakit diare sangat menyukai tempat-tempat yang memang kotor. Mereka akan tumbuh dan berkembangbiak di sana.

Laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) mengenai status pencapaian Tujuan Pembangunan Manusia atau MDG di Indonesia mengalami kemunduran. Pada tahun 2015, MDG mencanangkan 69% penduduk Indonesia dapat mengakses air minum yang layak dan 72,5% memperoleh layanan sanitasi yang memadai.


(60)

Faktanya, hanya 18% penduduk yang memiliki akses ke sumber air minum dan sekitar 45% mengakses sarana sanitasi yang memadai.

Kemudian untuk menciptakan sanitasi lingkungan yang baik yaitu diantaranya dengan mengembangkan kebiasaan atau perilaku hidup sehat, membersihkan ruangan dan halaman rumah secara rutin, membersihkan kamar mandi dan toilet, menguras, menutup dan menimbun, tidak membiarkan adanya air yang tergenang, membersihkan saluran pembuangan air, dan menggunakan air yang bersih (Arifin, 2009).

2.4.1. Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan

Ruang lingkup sanitasi lingkungan diantaranya tersedianya air bersih, karena digunakan untuk kebutuhan manusia secara komplek antara lain untuk minum, memasak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu air harusmempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia. Syarat-syarat air yang sehat yaitu meliputi syarat fisik yaitu bening (tidak berwarna), tidak berasa, suhu di bawah suhu udara di luarnya, kemudian syarat bakteriologis yaitu bebas dari segala bakteri, dan syarat kimia yaitu air harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007), sumber-sumber air minum yang dapat digunakan sebagai kebutuhan manusia sehari-hari meliputi air hujan yaitu dengan cara ditampung kemudian dapat dijadikan air minum yang sehat jika ditambahkan


(61)

kalsium, air sungai dan danau disebut juga air permukaan jika digunakan sebagai air minum harus diolah terlebih dahulu, kemudian mata air yaitu berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah, jikadigunakan air minum sebaiknya direbus dahulu, selanjutnya air sumur dangkal merupakan sumber air yang keluar dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal yaitu berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Selanjutnya air sumur dalam yang berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah, oleh karena itu air sumur dalam sudah cukup sehatuntuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan).

Pembuangan kotoran manusia merupakan ruang lingkup yang kedua. Yang dimaksud dengan kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik yaitu, pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan yaitu, tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air tanah, tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang lainnya, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, murah dan dapat diterima olehpemakainya (Notoatmodjo, 2007).


(62)

Ruang lingkup yang ketiga yaitupengelolaan sampah. Sampah terkait erat dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah akan hidup berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri pathogen), dan binatang serangga sebagai pemindah atau penyebar penyakit (vector). Sehingga sampah harus dikelola dengan baik agar tidak menggangu atau mengancam kesehatan masyarakat. Dalam pengelolaan sampah yaitu meliputi pengumpulan dan pengangkutan sampah yang menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau instansi yang menghasilkan sampah, maka masyarakat harus membangun dan mangadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah dan kemudian dari masing-masing tempatpengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke tempat penampungan sementara (TPS) selanjutnya ke tempat penampungan akhir (TPA). Kemudian adanya pemusnahan dan pengolahan sampah terutama untuk sampah padat dilakukan melalui berbagai cara yaitu pemusnahan sampah dengan di tanam atau menimbun dalam tanah, memusnahkan sampahdengan membakar didalam tungku pembakaran, dan pengolahan sampah dengan dijadikan pupuk kompos (Notoatmodjo, 2007).

Selanjutnya ruang lingkup sanitasi lingkungan yang penting juga yaitu pengelolaan air limbah. Air limbah atau air buangan merupakan air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan yang lainnya, dibuang dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar) dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu kesehatan makluk hidup (Notoatmodjo, 2007).


(63)

2.4.2. Upaya Menciptakan Sanitasi Lingkungan yang Baik

Pengaruh buruk dari lingkungan sebenarnya dapat dicegah dengan mengembangkan kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat serta menciptakan sanitasi lingkungan yang baik. Kebiasan hidup sehat dilakukan dalam berbagai cara seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, membuang sampah pada tempatnya, membersihkan rumah dan halaman secara rutin, membersihkan kamar mandi dan bak mandi secara rutin. Gambaran tentang aktivitas-aktivitas untuk menciptakan sanitasi lingkungan yang baik adalah Mengembangkan kebiasaan atau perilaku hidup sehat, membersihkan ruangan dan halaman rumah secara rutin, membersihkan kamar mandi dan toilet, menguras, menutup dan menimbun (3M), tidak membiarkan adanya air yang tergenang, membersihkan saluran pembuangan air, dan menggunakan air yang bersih (Dinkes Kab. Tanggerang, 2008).

2.4.3. Faktor-faktor Resiko yang Memengaruhi Diare pada Balita

Hasil penelitiandari L. Kamilla (2012) menunjukkan bahwa kejadian diare yang diderita oleh 50 balita ( 56,2 % ) dimana sebagian besar responden memiliki praktik-praktik higienis pribadi yang buruk yaitu menunjukkan hubunganantara mencuci tangan dengan sabun sebelum makan (p=0,002,RP= 1,853), mencuci tangan dengan sabun setelah BAB (p=0,020, RP=1.690), dan praktik-praktik yang baik dalam pengelolaan makanan (p=0,0001, RP=3,467) sedangkan kondisi lingkungan yang berkaitan dengan diare terdiri dari ketersediaan jamban sehat (p=0,0001, RP=2,72), kondisi SPAL (p=0,025, RP=4,84) , dan kualitas air (p=0,014, RP=1,76).


(64)

Namun, kondisi sampah (p= 0,135) dansumber air bersih (p= 0,627) tidak berhubungan dengan diare.

Faktor risiko yang paling dominan untuk kejadian diare pada balita pada penelitian diatas adalah penanganan makanan yang baik serta ketersediaan jamban sehat. Faktor risiko dari sarana dan prasaranasanitasi dasar yang dimaksud dapat mempengaruhi terjadinya penyakit diare antara lain (Sarudji, 2006) :

1. Penyediaan Air a. Sumber Air Bersih

Penyediaan air untuk rumah tangga bisa tergolong penyediaan air bersih dan bisa juga penyediaan air minum. Rumah tangga yang mencukupi kebutuhan airnya dari sumur atau sumber-sumber lainnya termasuk penyediaan air bersih. Tetapi untuk perumahan/pemukiman yang kebutuhan airnya dicukupi dari Perusahaan Air Minum yang diusahakan oleh baik pemerintah maupun badan hukum yang lain, maka termasuk penyediaan air minum, karena kualitas air yang didistribusikan telah memenuhi syarat sebagai air minum. Persyaratan untuk penyediaan air bersih yang mengusahakan dari sumur sendiri perlu memperhatikan kualitas air sumurnya dengan selalu memperhatikan kontruksi sumur, sumber pencemar dan cara pengolahan sebelum dikonsumsi. Sedangkan untuk yang bersumber dari PDAM, perlu diperhatikan back siphonage dan cross conection.


(65)

Air bersih harus memenuhi beberapa persyaratan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif :

1. Persyaratan kuantitatif: Di Indonesia konsumsi air untuk daerah perkotaan sekitar 120 liter/orang/hari dan untuk daerah pedesaan sekitar 60 liter/orang/hari.

2. Persyaratan kualitatif.

Dalam dunia kesehatan khususnya kesehatan lingkungan, air dikaitkan sebagai faktor pemindah/penularan penyakit atau sebagai vehicle. Dalam hal ini E.G. Wagner menggambarkan bahwa air berperan dalam menularkan penyakit-penyakit saluran pencernaan. Air membawa penyebab penyakit-penyakit dari kotoran (faeces) penderita, kemudian sampai ke tubuh orang lain melalui makanan dan minuman. Air juga berperan untuk membawa penyebab penyakit non mikrobial seperti bahan-bahan toksik yang terkandung di dalamnya.

Penyakit-penyakit yang biasanya ditularkan melalui air adalah Thypus abdominalis, Cholera, Dysentri basiler, Diare akut, Poliomyelitis, Dysentri amoeba, penyakit- penyakit cacing seperti Ascariasis, Trichiuris, parasit yangmenggunakan air untuk daur hidupnya seperti Schistosoma mansoni.

b. Sumber Air Minum

Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat – syarat kesehatan dan dapat diminum. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari– hari dan akanmenjadi air minum setelah dimasak lebih dahulu. (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990). Peraturan yang mengatur tentang


(66)

persyaratan kualitas air minum yang terbaru telah ditetapkan dalam PERMENKES RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010.

c. Jarak Sumur dengan Jamban

Sampai kedalaman 10 feet dari permukaan tanah, dinding sumur di buat kedap air, yang berperan sebagai penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan tanah sedalam 10 feet, sehingga mikroba yang mungkin ada didalamnya telah tersaring dengan baik.

2. Jamban Keluarga a. Kepemilikan Jamban

Dalam hal pemanfaatan sanitasi, masyarakat umumnya memiliki beberapa pilihan akses yang digunakan secara bergantian, sebelum dialirkan ke sungai. Khusus bagi masyarakat rural dan peri-urban, meski memiliki toilet di rumah, mereka juga masih memanfaatkan “toilet terbuka” seperti sungai atau empang. Masyarakat peri-urban menjadikan kepraktisan dan norma umum (semua orang melakukannya) sebagai alasan utama untuk menyalurkan kotorannya ke sungai. Tidak heran, sungai-sungai di Indonesia bisa disebut sebagai jamban raksasa karena masyarakat Indonesia umumnya menggunakan sungai untuk buang air. Masyarakat urban di perkotaan yang tinggal di gang-gang sempit atau rumah-rumah petak di Jakarta umumnya tidak mempunyai lahan besar untuk membangun septic tank. Karena itu, mereka biasanya tak memiliki jamban. Jika kemudian mereka memiliki sumur, umumnya tidak diberi pembatas semen. Kala hujan tiba, kotoran yang ada di tanah terbawa air hujan masuk


(67)

ke dalam sumur. Air yang sudah terkontaminasi inilah yang memudahkan terjadinya diare (Hiswani, 2003)

b. Buang Air Besar di Jamban

Tinja dan limbah yang lain adalah limbah yang pasti dihasilkan oleh setiap rumah. Oleh karena itu, setiap rumah tangga berkewajiban untuk mengelola tinja ini sebaik-baiknya. Prinsip dasarnya menganggap bahwa tinja adalah sumber penyakit terutama penyakit saluran alat cerna. Karenanya harus di lokalisasi untuk diolah sehingga setelah dilepas ke lingkungan sudah tidak berbahaya lagi. Pengolahan yang umum dan baik adalah dengan memanfaatkan fungsi septic tank.

c. Keadaan Jamban

Dalam membangun tempat pembuangan tinja diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah yang masuk ke dalam sumber atau mata air dan sumur.Berjarak minimal 10 meter dari sumber air/sumur.

2. Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.

3. Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan. Persyaratan ini untuk mencegah penularan penyakit cacing.

4. Tinja tidak dapat dijangkau oleh lalat atau binatang-binatang lainnya. 5. Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan, serta memenuhi syarat-syarat estetika yang lain.


(1)

Gambar 5. Kondisi SPAL pada Kasus


(2)

Gambar 7. Sumber Air Bersih pada Kasus


(3)

Gambar 9. Tempat Penampungan Air pada Kasus


(4)

Gambar 11. Kondisi Jamban pada Kasus


(5)

Gambar 13. Tempat Pembuangan Sampah pada Kasus


(6)

Gambar 15. Perilaku Menutup Makanan dengan Tudung Saji


Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

1 9 119

Pengaruh Karakteristik, Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian Kecacingan pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bromo Kota Medan Tahun 2015

0 0 48

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

0 0 17

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

0 0 2

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

0 0 8

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Persepsi Program Pencegahan Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan tahun 2016

0 0 3

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KARAKTERISTIK,SANITASI DASAR,DANUPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN TAHUN 2014

0 0 61

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Diare 2.1.1.Pengertian Diare - Pengaruh Karakteristik, Sanitasi Dasar dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Diare pada Balita (1-<5 Tahun) di Kelurahan Sei Sekambing C-II Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014

0 0 48

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Pengaruh Karakteristik, Sanitasi Dasar dan Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Diare pada Balita (1-<5 Tahun) di Kelurahan Sei Sekambing C-II Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2014

0 0 9

PENGARUH KARAKTERISTIK, SANITASI DASAR DAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA (1 - < 5 TAHUN) DI KELURAHAN SEI SEKAMBING C II WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN TAHUN 2014

0 1 20