Terbentuknya sikap dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yangdianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan itu sendiri
dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Oleh karena itu untuk meningkatkan sikap positif ibu terhadap penanganan dalam mengatasi diare pada
balita dengan memberi ASI minimal ASI ekskusif, aturan pemberian makanan tambahan pada bayi, mencuci tangan pakai sabun, memasak air minum sampai
mendidih, mencuci peralatan makan bayi dengan benar sebelum digunakan, penanganan makanan yang baik, penanganan balita pada saat diare sebagaimana
mestinya dengan tidak memberhentikan pemberian ASI, pemberian oralit sesuai dosis dan usia balita, pemberian cairan lebih banyak dari biasanya, bawa balita ke sarana
kesehatan, menjaga kesehatan lingkungan, menutup botol susu balita setelah digunakan serta membiasakan berperilaku hidup bersih dan sehat PHBS seluruh
anggota keluarga. Variabel Sikap positip ibu sangat mendukung penanganan dan upaya pencegahan diare di rumah tangga terutama terhadap balita yang perlu
perhatian khusus dari ibu pengasuh bayi.
5.2. Hubungan Sanitasi Dasar dengan Upaya Pencegahan Kejadian Diare
padaBalita di Kelurahan Sei Sekambing C II Medan Tahun 2014
Penelitian ini ingin mengetahui apakah ada hubungan sanitasi dasar yang terdiri dari penyediaan sarana air bersih, penggunaan air minum, kepemilikan jamban,
tempat pembuangan sampah, dan saluran pembuangan air limbah terhadap kejadian diarepada balita.
Universitas Sumatera Utara
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.
Salah satu yang sangat penting dalam rumah tangga yaitu penyediaan air bersih yang penggunaannya sangatlah beragam seperti mandi, mencuci, masak dan sebagainya.
Dengan berbagai penggunaan itu maka air bersih harus memenuhi syarat baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Berbicara mengenai kuantitatif, air bersih di rumah
tangga harus mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari dimana di Indonesia konsumsi air diperkotaan diperkirakan sekitar 120 literoranghari. Penyediaan air bersih harus
memenuhi syarat kualitatif antara lain fisik, mikrobiologi, kimia dan radioktif. Hasil penelitian didapatkan responden lebih banyak yang memiliki sumber air
bersih yang memenuhi syarat fisik dan yang mempergunakan sumber air bersih paling banyak dari PDAM.Berdasarkan hasil penelitian tidak ada hubungan antara
sumber air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan hasil OR = 1,326, dengan nilai p = 0,740. Tetapi karena OR 1 maka sumber air bersih merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya kejadian diare pada balita. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Kamilla 2012, Sebahagian besar
responden mempunyai sumber air bersih yang hasil analisa menunjukkan tidak ada hubungan kejadian diare dengan sumber air bersih dengan nilai p= 0,432 p 0,05;
RP= 1,254; CI 95 0,676-2,33. Sementara penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Wohangaradkk 2012 dimana ada hubungan antara tersedianya sarana air
bersih dengan kejadian diare pada balita. bermakna secara statistik, dengan hasil
Universitas Sumatera Utara
tersedianya sarana air bersih OR: 3,824; P value = 0,017 p 0,05; 95 CI; 1,239- 11,801.
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum
Permenkes No.492MENKESPERIV2010. Dalam peraturan Permenkes telah diatur bagaimana syarat kualitas air minum yang aman bagi kesehatan untuk
dikonsumsi masyarakat yaitu syarat fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang termuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.
Penelitian ini melihatmengamati kondisi kualitas air minum secara fisik tidak berwarna, berasa dan berbau serta melihat dari segi kontruksi dinding sumur,
lantai kedap air, yang berperan sebagai penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan tanah sedalam 10 feet, sehingga
mikroba yang mungkin ada didalamnya telah tersaring dengan baik, bersih, terpelihara, mempunyai saluran air dan jaraknya minimal 11 meter dari sumber
pencemaran apabila sumber ar minum berasal dari sumur gali, tetapi dalam penelitian ini setelah dilakukan observasi lapangan maka jumlah responden yang
menggunakan air minum isi ulang lebih banyak dan berdasarkan hasil penelitian, responden lebih banyak pada kelompok kasus yang memiliki sumber air minum yang
tidak memenuhi syarat fisik ada26 responden 83,9 sedangkan pada kelompok kontrol paling banyak yang memiliki sumber air minum yang memenuhi syarat fisik
yaitu hanya 13 responden 41,9. Hasil dari analisis bivariat ada hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita dengan hasil OR =
Universitas Sumatera Utara
0,266;dengan nilai p = 0,025 p 0,05. Tetapi karena OR 1 maka hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita adalah protektif dalam arti
sumber air minum yang memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor yang berefek positif melindungi dan faktor yang menguntungkan atau mengurangi karena bersifat
menghambat penyakit diare.. Nilai OR yang diperoleh 0,266 artinya yang tidak memiliki sumber air minum memenuhi syarat fisik akan berisiko 0,266 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan yang memiliki sumber air minum yang memenuhi syarat fisik.
Penelitian ini banyak responden di lapangan mengeluhkan air minum isi ulang berbau dan mereka tidak melakukan pemasakan air minum dan langsung
mengkonsumsi air tersebut sedangkan air yang bersumber dari sumur gali atau PDAM, responden mengeluhkan air sering berwarna dan berbau kaporit.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Umiati 2010 yang menyatakan ada hubungan antara variabel sumber air minum dengan kejadian diare pada balita di
wilayah kerja puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali tahun 2009 dengan pengujian secara statistik di dapat nilai p-value= 0,001 p 0,05 terhadap 44 responden
73,3 yang sumber air minumnya berasal dari sumber air minum yang tidak terlindungi.
Air minum yang aman merupakan kebutuhan hidup yang essensial dan menjadi hak azasi setiap rnanusia, namun dalam keberadaannya air minum juga
berperan sebagai transmisi penyakit. Diare salah satu penyakit yang timbul akibat air minum yang terkontaminasi menjadi penyebab utama kematian terutama pada bayi
Universitas Sumatera Utara
dan balita. Di Indonesia angka kematian akibat diare pada balita 15,3 dan angka kesakitan 26,13 per 1000 penduduk pertahun. Disisi lain jangkauan penyediaan air
minum bagi masyarakat masih memprihatinkan karena lebih dari 60 rumah tangga yang mempunyai balita masih mengambil dan mengolah sendiri air yang tidak
memenuhi syarat dari sumbernya. Angka cakupan ledeng dan air kemasan hanya sebesar 19 dan 1,4. Mengkaji permasalahan di atas diduga adanya keterkaitan erat
antara kondisi air minum dengan kejadian diare pada bayi dan balita di Indonesia. Anak berusia 5-23 bulan lebih rentan menderita diare dan pada usia ini kualitas air
minum menjadi faktor risiko yang perlu lebih diperhatikan.T. Wibowo, 2014 Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang
tinjakotoran manusia bagi keluarga yang lazim disebut kakuswc. Jamban yang sehat haruslah mempunyai persyaratan antara lain : Tidak mencemari sumber air minum,
tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus untuk ini tinja harus tertutup rapat misalnya dengan menggunakan leher angsa atau penutup lubang
yang rapat, air seni air pembersih dan pengelontor tidak mencemari tanah sekitarnya karena itu lantai jamban harus cukup luas minimal 1x1 meter dan dibuat cukup
landaimiring ke arah lubang jongkok, mudah dibersihkan serta aman digunakan, dilengkapi dinding dan atap pelindung dimana dinding kedap air dan berwarna
terang, cukup penerangan, lantai kedap air, luas ruangan cukup, vebtilasi cukup baik serta tersedia air dan alat pembersih.
Berdasarkan hasil penelitian, respondenpaling banyak memiliki jamban sehat pada kelompok kasus ada 17 responden 54,8 dan pada kelompok kontrolada 23
Universitas Sumatera Utara
responden 74,2. Tidak ada hubungan antara jamban sehat dengan kejadian diare pada balita dengan hasil OR = 0,332;dengan nilai p = 0,054 p 0,05. Tetapi karena
OR 1 maka hubungan antara jamban sehat dengan kejadian diare pada balita adalah protektif dalam arti jamban sehat merupakan faktor yang berefek positif melindungi
dan faktor yang menguntungkan atau mengurangi karena bersifat menghambat penyakit diare.
Pada penelitian ini seluruh responden memiliki jamban dan kebanyakan memiliki jamban yang memenuhi syarat kesehatan yang berarti adanya kesadaran
masyarakat akan perlunya memiliki jamban dan menjaga kebersihan jamban sehingga dengan begitu kepemilikan jamban yang sehat merupakan proteksi melindungi
keluarga dalam upaya pencegahan diare di wilayah Kelurahan Sei Sekambing C II Medan.
SPAL Saluran Pembuangan Air Limbah adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang air buangan dari kamar mandi, tempat cuci, dapur dan
lain-lain bukan dari jamban atau peturasan. Saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan mempunyai kriteria antara lain tidak mencemari sumber
air bersih, tidak menimbulkan genangan air yang dapat menjadi sarang nyamuk, tidak menimbulkan bau, tertutup, tidak menimbulkan becek-becek atau pandangan yang
tidak menyenangkan serta apabila dialirkan melalui saluran pembuangan harus terbuat dari bahan kedap air.
Berdasarkan hasil penelitian, responden paling banyak memiliki SPAL yang tidak memenuhi syarat karena kebanyakan SPAL terbukapada kelompok kasus ada
Universitas Sumatera Utara
27responden 88,1 sedangkan pada kelompok kontrol paling banyak memiliki SPAL yang memenuhi syarat kesehatantertutup yaitu 19 responden 61,2.
Penelitian ini ada hubungan antara kepemilikan SPAL dengan kejadian diare pada balita dengan hasil OR = 0,094; dengan nilai p = 0,001 p 0,05. Tetapi karena OR
1 maka hubungan antara SPAL dengan kejadian diare pada balita adalah protektif dalam arti SPAL merupakan faktor yang berefek positif melindungi dan faktor yang
menguntungkan atau mengurangi karena bersifat menghambat penyakit diare.Nilai OR yang diperoleh 0,094 artinya kepemilikan SPAL yang tidak memenuhi syarat
kesehatanterbuka akan berisiko 0,094 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki SPAL yang memenuhi syarat kesehatantertutup.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Kamilla 2012 yang menyatakan ada hubungan antara kondisi SPAL dengan kejadian diare pada balita di
Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur dimana hasil analisa bivariat yakni p = 0,025 p 0.05 ; RP = 4,840 ; CI 95 0,767-30,527.
Begitu juga dengan penelitian Muhajirin 2007 menyatakan sebagian besar responden yang menderita diare mempunyai kualitas pembuangan air limbah tertutup
66,7. Hasil dari analisis bivariat ada hubungan antara kualitas pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada balita dengan hasil OR = 0,269 CI 95
0,127OR0,573 dengan nilai p = 0,001. Tetapi karena OR 1 maka hubungan antara kualitas pembuangan air limbah yang terbuka dengan kejadian diare pada
balita adalah protektif yaitu faktor risiko merupakan faktor yang menguntungkan atau
Universitas Sumatera Utara
mengurangi karena bersifat menghambat penyakit diare SPAL merupakan faktor yang berefek positif .
5.3. Pengaruh Pengetahun terhadap Upaya Pencegahan Kejadian Diare pada