19 telah mereka pertimbangkan, sehingga dalam perilaku moral terdapat penalaran
atau pemikiran moral. Pemikiran moral inilah yang menjadi dasar seseorang melakukan tindakan.
1. Tahap-tahap dan Ciri-ciri Perilaku Moral pada Anak
a. Tahap Perkembangan Kesadaran Perilaku Moral
Dalam melakukan tidakan moral tentu harus mempertimbangkan berbagai hal terkait dengan konsekuensi yang harus ditanggung oleh seseorang. Aturan
yang dibuat bertujuan sebagai tali kendali seseorang dalam mengambil tindakan. Dini P. Daeng Sari 1996: 3 meny
atakan bahwa “peraturan adalah pola yang ditentukan untuk bertingkah laku atau merupakan pedoman untuk berperilaku”.
Namun aturan atau hukum tentu juga harus disepakati bersama. Oleh karena itu, dalam setiap perilaku moral memerlukan kesadaran terhadap aturan. Untuk anak
usia dini kita dapat memberikan bimbingan kepada anak agar anak sadar terhadap aturan dan memahami aturan seperti di dalam kelas atau saat bermain. Hal ini
untuk memberikan pemahaman dan kesadaran lebih luas kepada anak tentang posisi aturan masyarakat sebagai sesuatu yang harus dipatuhi dan diterima.
Sehingga anak dapat belajar untuk menyesuaikan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial sejak masa kanak-kanak. Hal ini juga berfungsi
untuk mengajarkan interaksi yang baik bagi dirinya dengan orang-orang disekitarnya, sehingga pada usia dewasa atau remaja mereka memiliki kecakapan
keterampilan sosial dan mampu membuat pertimbangan yang lebih akurat bagi dirinya maupun bagi orang lain.
20 Piaget membagi tahapan kesadaran anak terhadap aturan dalam tiga fase
Wantah, 2005: 76-77, yaitu: 1
Fase absolute. Pada fase ini, anak menghayati peraturan sebagai sesuatu hal yang tidak dapat diubah. Bagi anak peraturan memiliki peran
tersendiri dalam diri mereka, dan menjadi suatu hal yang harus dihormati karena aturan dibuat oleh orang yang memiliki kedudukan diatas mereka
seperti orang tua, pemerintah, guru atau orang dewasa lainnya. Biasanya anak-anak melakukan hal tersebut agar mereka terhindar dari hukuman
yang telah berlaku. Mereka hanya menaati peraturan karena perasaan takut.
2 Fase realistis. Dalam fase ini, anak memandang bahwa otoritas sama
kedudukannya seperti mereka. Anak-anak akan mengalihkan perasaan hormat atau patuh kepada teman sebayanya. Hal itu dilakukan karena
adanya timbal balik yang dilakukan pada dirinya dari kelompoknya. Yaitu penghargaan kelompok atas kehadiran atau keberadaan dirinya.
Sehingga akan cenderung mentaati aturan pada kelompoknya atau pemimpinnya daripada dengan aturan yang dibuat orang dewasa, perilaku
tersebut dilakukan untuk menghindari adanya penolakan dari orang lain yakni kelompoknya. Fase ini lebih cenderung pada kesadaran anak akan
posisi kelompok atau teman sama dengan kedudukan orang tua atau guru, hal ini dikarenakan temannya lebih mempercayai posisinya dibanding
dengan guru atau orang tua.
21 3
Fase subyektif. Anak mulai melihat pandangan lain dan mulai terlepas dari ketergantungan terhadap orang tua atau orang dewasa. Lebih
mementingkan motif yang mendasari dan kesengajaan dalam melakukan sesuatu. Mulai memahami bagaimana yang benar dan salah dilihat dari
beberapa sudut pandang, bukan hanya dari teman atau kelompoknya tetapi juga dari dirinya sendiri. Misalnya ketika tidak sengaja menendang
3 gelas karena membereskan mainan dan sengaja membanting satu gelas karena ia tidak menyukai minuman.
Dilihat dari beberapa tahapan tersebut dapat disimpulkan bahwa kesadaran moral anak berkembang mulai dari sudut pandang dirinya sendiri, kelompok dan
kedudukan hukum yang lebih tinggi dari mereka. Semakin maju kesadaran moral anak maka semakin tinggi pertimbangan anak dalam melakukan benar dan salah.
Mereka tidak hanya memandang kesalahan atas orang lain tetapi berdasarkan isi atau alasan yang mendasari tindakan moral.
Piaget juga membagi 4 tahap usia dalam temuan penelitian yang mengkaji tingkah laku anak didalam aktivitas bermain. Tahapan usia Piaget tentang tingkah
laku anak dalam aktivitas bermain merupakan hubungan antara aktivitas bermain anak dan pelaksanaan aturan permainan. Berikut tahap-tahap usia yang
dikemukakan Piaget: 1
Tahap pertama, usia 0-2 tahun. Anak hanya bermain dengan permaianan tanpa ada aturan yang mengatur aktivitas bermain mereka Wantah, 2005
:80. Kegiatan itu murni hanya sebagai kegiatan motorik tanpa ada tuntutan tujuan yang ingin mereka capai, sehingga tidak ada aturan yang
22 dibuat untuk menyertai kegiatan bermain. Permainan menjadi lebih
fleksibel dan bebas dimainkan bagi mereka karena tidak ada tuntutan aturan yang menyertainya.
2 Tahap kedua, antara usia 2-6 tahun. Usia ini terlihat kecenderungan ke
arah permainan kelompok. Di tahap ini anak mulai melihat dan memahami bagaimana cara bermain permainaan yang dilakukan pada
anak yang lebih tua. Aktifitas permainan yang mereka lihat kemudian ditiru dengan menerapkan aturan-aturan yang berlaku. Anak sadar bahwa
aturanlah yang akan membuat hidup suatu permainan, meskipun dalam penerapan aturan-aturan masih menganggap bahwa dirinya yang paling
benar, akan tetapi mereka juga mulai mentaati aturan-aturan dalam kegiatan bermain Wantah, 2005: 80. Anggapan dirinya paling benar
tersebut dapat diamati ketika terjadi pelanggaran masing-masing akan mengajukan pendapat agar mereka terhindar dari pelanggaran atau
hukuman. 3
Tahap ketiga, yakni pada usia 7-10 tahun. Anak mulai memahami aturan sebagai esensi untuk mengatur permainan. Anak mulai meninggalkan
sikap egosentris. Anak-anak mulai mengamati pemain untuk meyakinkan apakah mereka bermain sesuai dengan aturan yang disepakati bersama.
Anak-anak berkompetisi bermain dengan menggunakan seperangkat aturan yang telah disepakati bersama, sehingga mengembangkan sikap
kerjasama untuk mendapatkan manfaat timbal balik dari teman lain dan lebih cenderung menyeragamkan aturan main Wantah, 2005: 81.
23 4
Tahap terakhir, usia 11-12 tahun ke atas. Anak mulai mencermati setiap detail permainan, dari menentukan aturan yang disepakati sampai
berlakunya ganjaran atau hukuman Wantah, 2005: 81. Dilihat dari tahapan usia tersebut, anak-anak usia prasekolah atau Taman
Kanak-kanak TK masuk pada tahap ke 2 yakni pada usia 2-6 tahun. Anak bermain dengan menggunakan beberapa aturan main yang mulai mereka lakukan
dengan meniru apa yang dilakukan oleh anak yang lebih tua, meskipun mereka masih memiliki sikap egosentris agar mereka terhindar dari pelanggaran. Tahap
selanjutnya masuk pada jenjang yang lebih tinggi yaitu usia 7-10 tahun yang umumnya merupakan usia anak mulai menempuh Sekolah Dasar SD, anak-anak
akan mulai meninggalkan sikap egosentrisnya dan mulai mengembangkan kerjasama. Dari kedua tahap tersebut terlihat perbedaan karakteristik cara bermain
dari usia Taman Kanak-kanak dengan anak usia Sekolah Dasar, sehingga anak Taman Kanak-kanak membutuhkan persiapan untuk mengembangkan rasa
kerjasama dan membantu meninggalkan sikap egosentris pada anak. Berdasarkan uraian teori di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran moral
seorang anak mulai berkembang dari sudut pandang dirinya sendiri, kemudian berlanjut berdasarkan sudut pandang kelompok, dan yang terakhir dari kedudukan
hukum yang lebih tinggi dari mereka. Untuk anak usia TK kesadaran moralnya masih berada antara sudut pandang dirinya sendiri dan mulai beranjak pada sudut
pandang dalam kelompok. Hal ini dikarenakan anak-anak usia TK sudah mulai cenderung bermain dalam kelompok tetapi masih bersifat egosentris dalam
pertimbangan yang ia lakukan.
24 b.
Ciri-ciri Perilaku Moral pada Anak Perkembangan perilaku moral anak dapat ditandai dengan kemampuan anak
dalam memahami aturan, norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat atau kelompok Slamet Suyanto, 2005: 67. Aturan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia KBBI dapat diartikan sebagai tindakan yang harus dijalankan atau adat sopan santun. Norma dapat diartikan sebagai ukuran, garis pengarah, atau
aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian Sjarkawi, 2006: 29. Sedangkan etika menurut Sjarkawi 2006: 27 adalah
“sebuah cabang filsafat yang membicarakan tentang nilai dan norma yang menentukan perilaku manusia dalam
hidupnya ”. Etika lebih menekankan pada pikiran rasional terhadap nilai dan
norma yang menentukan dan terwujud kedalam sikap serta perilaku hidup manusia. Perilaku hidup manusia ini bisa sebagai individu atau sebagai bagian
dari kelompok. Nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek Rukiyati,
dkk. 2008: 58. Nilai yang dimaksud dalam hal ini adalah nilai milik kelompok atau masyarakat. Jika kaidah atau norma tersebut tidak dilakukan atau mungkin
dilanggar maka selalu ada sanksi yang menyertainya, seperti celaan atau sejenisnya, namun bila dilakukan maka akan mendapatkan pujian, balas jasa atau
yang lainnya berupa penguatan positif. Jadi di dalam etika terdapat norma, norma tersebut berisi arahan atau aturan yang akan berfungsi sebagai pertimbangan atau
penilaian moral yang membentuk perilaku moral, dan etika merupakan pangkal dari aturan-aturan yang disusun berdasarkan pertimbangan dari berbagai pikiran
yang ada dalam masyarakat.
25 Di Indonesia, pedoman yang digunakan untuk menandai sejauh mana
tingkat perkembangan moral anak dicantumkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Permendiknas No. 58 Tahun 2009
tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Adapun tingkat pencapaian perkembangan dan capaian perkembangan perilaku moral anak usia 5 sampai 6
tahun berdasarkan Pedoman Pengembangan Program Pembelajaran di Taman Kanak-kanak adalah :
1 Memahami perilaku mulia. Adapun beberapa capaian perkembangan
anak dalam memahami perilaku mulia adalah berperilaku sopan santun, memiliki perilaku mulia dan terbiasa saling hormat menghormati.
Contoh berperilaku sopan santun misalnya menyapa teman dan orang lain, atau berbicara sopan. Yang kedua memiliki perilaku mulia,
misalnya mau membantu teman suka menolong atau bersikap jujur. Yang ketiga adalah terbiasa saling hormat menghormati, misalnya
mendengarkan dan memperhatikan teman yang berbicara, mau bermain bersama teman, bersabar ketika menunggu giliran atau mau memohon
dan memberi maaf. 2
Membedakan perilaku baik dan buruk. Capaian perkembangan anak dalam membedakan perilaku baik dan buruk adalah mampu
membedakan baik dan buruk misalnya mematuhi aturan yang berlaku dalam permainan atau membuat keputusan yang adil dalam bermain.
Bila ditinjau lebih lanjut dari beberapa uraian tentang capaian perkembangan moral di atas, maka yang digunakan sebagai indikator penelitian
26 lebih menekankan pada kebersamaan dan ketaatan aturan anak seperti sikap
hormat menghormati misalnya mau bermain bersama teman, bersabar menunggu giliran, membuat keputusan secara adil, mau membantu teman serta menunjukan
mana yang benar dan salah seperti mematuhi aturan yang berlaku dalam permainan. Hukum sosial dan adat membelajarkan anak tentang sudut pandang
orang lain serta memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil sejumlah peran dan memberikan pengalaman sosial Asri Budiningsih, 2004: 67. Dengan
adanya kesempatan anak dalam berjumpa dengan sudut pandang orang lain dapat membelajarkan tentang konsep persahabatan dan kewajiban dengan kelompok.
Thomas Lickona menyatakan bahwa bentuk-bentuk perilaku moral yang sebaiknya diajarkan di sekolah adalah nilai kejujuran, keadilan, toleransi,
kebijaksanaan, disiplin diri, tolong menolong, peduli sesama, kerjasama, keberanian dan sikap demokratis Thomas Lickona, 2012: 74-76. Adapaun
perilaku-perilaku yang berhubungan dengan kejujuran antara lain tidak menipu, tidak berbuat curang, atau mencuri. Sikap adil dapat dilihat dari bagaimana kita
memperlakukan orang dengan sama dan tidak membeda-bedakan. Toleransi adalah sebuah sikap kesetaraan terhadap pemikiran, ras, atau keyakinan yang
berbeda. Kebijaksanaan adalah perilaku yang memberikan benteng pada diri untuk berbuat lebih baik. Sikap tolong menolong yaitu memberikan bantuan dan
berbuat kebaikan kepada sesama. Sikap peduli sesama yaitu tidak hanya mengetahui apa yang seharusnya yang kita lakukan tetapi juga ikut berkorban.
Bekerjasama yaitu sikap saling bekerjasama untuk meraih sebuah tujuan. Berani
27 yaitu tindakan tegas dan positif terhadap orang lain untuk membela kebenaran
dan keadilan. Lima perilaku moral yang sebaiknya dikembangkan pada anak-anak
menurut Wiwit Wahyuning yaitu sopan santun, tolong menolong, menghargai milik orang lain, mendengarkan dengan tenang ketika orang lain sedang berbicara,
serta jangan memukul, mendorong atau menyakiti orang lain Wiwit Wahyuning, dkk., 2003: 36-44. Lima perilaku moral tersebut bila dikembangkan sejak dini
akan mempengaruhi anak dalam proses penerimaan anak dalam kelompok, karena kelima perilaku tersebut menjadi aturan dalam berinteraksi dengan individu lain.
Dari beberapa pernyataan tentang ciri perilaku moral pada anak dapat disimpulkan bahwa persahabatan erat kaitannya dengan sikap kebersamaan,
karena perilaku yang mendasari sikap kebersamaan adalah saling menyayangi, saling membantu, saling mengerti dan memahami, tenggang rasa, saling membagi,
mentaati aturan dan menghormati Rabad Sihabuddin, 2006: 47-48. Perilaku moral terutama terkait dengan kebersamaan dapat diukur dari partisipasi anak
terhadap anak lain ketika sedang bermain. Peraturan yang dibuat ditujukan untuk menjadi pedoman dalam bermain dan bersikap dengan teman. Bagi anak usia dini,
mengenal dan mematuhi aturan adalah bagian dari pendidikan moral yang diajarkan kepada anak Slamet Suyanto, 2005: 129, melalui kegiatan bermain
diharapkan dapat membelajarkan perilaku moral anak melalui aturan-aturan mainnya.
28 Berdasarkan uraian ciri-ciri pencapaian moral di dalam tingkat pencapaian
perkembangan moral dan beberapa teori dapat dijadikan indikator perilaku moral pada anak untuk usia 5-6 tahun yang digunakan dalam kegiatan bermain
permainan tradisional antara lain seperti mau bermain bersama teman, mau membantu teman, bersabar ketika menunggu giliran, mematuhi aturan yang
berlaku dalam permainan serta membuat keputusan yang adil dalam bermain. Indikator ini berfungsi sebagai penanda bahwa anak telah mencapai
perkembangan moral sesuai yang diharapkan dalam Permendiknas No.58 Tahun 2009.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Moral