10
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengembangan Perilaku Moral Anak
1. Aspek – aspek Perkembangan Moral Anak
Pendidikan nilai agama dan moral memiliki peranan yang penting dalam membentuk perilaku seseorang.
Webster’s New World Dictionary dalam Maria J. Wantah 2005: 45 menyatakan bahwa
“moral dirumuskan sebagai sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan
baik buruknya sesuatu tingkah laku ”. Sedangkan menurut Rosmala Dewi 2005:
24 “moral berasal dari kata latin mores yang berarti tata cara, kebiasaan, dan
adat ”. Dari kedua pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa moral merupakan
suatu aturan masyarakat sebagai pedoman untuk menentukan benar salah dan baik buruknya tingkah laku yang ditunjukan oleh seseorang. Bila tingkah laku yang
ditunjukan oleh seseorang sesuai dengan aturan yang ada dalam masyarakat, maka sesorang tersebut akan diterima dalam masyarakat. Tetapi jika tingkah laku yang
ditunjukan oleh seseorang tidak sesuai dengan aturan yang ada dalam kelompok masyarakat, maka individu akan dikucilkan atau tidak diterima oleh masyarakat.
Aturan-aturan yang membentuk tingkah laku seseorang tidak langsung terbentuk dalam diri seseorang, tetapi membutuhkan proses yang cukup panjang.
Pembentukan moral pada seseorang dimulai sejak usia dini. Aturan yang membentuk tingkah laku bisa didapat dari ajaran atau agama yang dianut oleh
seseorang. Aturan-aturan dalam agama dapat mengendalikan perbuatan seseorang. Pendidikan agama bagi seorang anak pada masa sekolahnya akan mempengaruhi
11 moral seorang anak. Hal ini diperjelas oleh Goods 1945 dalam Sjarkawi 2006:
43 yang menyatakan bahwa “negara yang mengakui agama dan sekolah agama,
maka pendidikan moral di sekolah diajarkan melalui pendidikan agama atau sekolah agama, sedangkan negara yang tidak mengakui agama, pendidikan moral
diajarkan melalui pendidikan kewarganegaraan atau civis ”.
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh Goods dapat disimpulkan bahwa di Indonesia mengakui keberadaan agama, sehingga pendidikan moral di Indonesia
juga menggunakan posisi agama dalam membentuk moral anak. Aturan yang ada dalam agama menjadi patokan dalam proses pembelajaran moral yang dilakukan
didunia pendidikan. Namun dalam proses pembelajaran moral tersebut harus disesuaikan dengan tahapan usia atau perkembangan anak.
Proses pembelajaran moral pada anak harus memperhatikan tugas-tugas perkembangan anak dan tahapan-tahapan moral yang dilalui anak. Tugas
perkembangan dan tahapan tersebut akan menentukan model belajar yang tepat bagi anak, sehingga guru dapat memilih kegiatan pembelajaran yang cocok untuk
mengembangkan moral anak sesuai dengan tahapan usianya. Salah satu tugas perkembangan masa kanak-kanak awal 2-6 tahun yang terkait dengan moral
adalah belajar tentang apa yang benar dan salah Izzaty, dkk., 2008: 98. Anak usia dini merupakan tahun awal untuk membelajarkan anak terhadap nilai
kebenaran. Pada usia dini anak-anak belajar melalui kegiatan bermain, dalam kegiatan bermain tentu terkadang dilakukan bersama dengan anak-anak lain. Oleh
karena itu meskipun anak usia dini belum dapat berinteraksi dengan baik pada anak lain, tetapi mereka perlu belajar untuk memahami keberadaan orang lain,
12 sehingga anak-anak harus memahami apa itu benar dan salah, hal ini untuk
melatih anak agar dapat berinteraksi dengan teman sebaya. Bila telah mengetahui tugas perkembangan anak terkait dengan moral, maka perlu mngetahui juga
implikasi tugas perkembangan pada dunia pendidikan, sehingga penyelenggara pendidikan dapat mengetahui strategi pembelajaran yang cocok bagi anak dalam
kegiatan belajar yang akan diselenggarakan. Implikasi tugas perkembangan pada pendidikan moral bagi anak adalah
anak-anak perlu diperkenalkan pada keterampilan sosial sederhana seperti kapan mengatakan terima kasih, maaf, tolong dan atau ungkapan-ungkapan lain, anak
juga diajarkan membedakan apa yang benar dan apa yang salah, nilai kejujuran, keadilan, persahabatan, tingkah laku prososial dan tanggung jawab sosial Izzaty,
dkk., 2008: 98-99. Nilai-nilai kejujuran, keadilan, persahabatan dan tanggung jawab penting diajarkan agar anak menghargai dirinya sendiri serta orang lain.
Sebagai contoh saat bermain boneka anak yang berusia 4 tahun tidak mau meminjamkan boneka kepada temannya, maka pengasuh memberikan pengertian
kepada anak bahwa tidak mau meminjamkan mainan kepada teman itu merupakan hal yang tidak baik karena mungkin suatu saat temannya juga tidak akan mau
meminjamkan mainan kepadanya. Hal inilah yang menjadi bagian proses belajar bagi anak untuk mengenal dan memahami perbuatan yang benar dan yang salah.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa dalam kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan perilaku anak agar sesuai dengan moral
yang berlaku dalam lingkungan masyarakat, karena salah satu implikasi tugas perkembangan moral anak didunia pendidikan adalah mengajarkan membedakan
13 benar salah, kejujuran, keadilan, persahabatan, tingkah laku yang sesuai dengan
masyarakat dan tanggung jawab dalam kelompok masyarakat. Jika implikasi tugas perkembangan moral anak dapat dicapai dalam dunia pendidikan, maka anak anak
yang berperilaku moral yang sesuai dengan nilai dalam masyarakat dapat diterima sebagai anggota masyarakat.
Moral tidak muncul begitu saja pada diri seorang anak, akan tetapi butuh proses yang cukup panjang untuk membuat moral seseorang itu berkembang.
Proses pengembangan moral dapat dilakukan dengan baik melalui kegiatan belajar yang diselenggarakan oleh dunia pendidikan apabila kegiatan dilakukan dengan
memperhatikan tahapan moral sesuai dengan usia anak. Tahapan moral yang dikemukakan Piaget 1965 terdiri dari tahap premoral, moral realism dan moral
relativism Slamet Suyanto, 2005: 67-68.
a. Premoral
Pada tahap ini anak belum dapat menggunakan pertimbangan moral dalam perilakunya. Anak belum mempunyai pengalaman bersosialisasi dengan orang
lain dan masyarakat tempat aturan, etika atau norma itu ada. Anak terkadang masih memiliki sifat egosentris karena belum dapat memandang suatu masalah
dari sudut yang lain. b.
Moral realism Pada tahap ini kesadaran terhadap aturan mulai tumbuh. Perilaku anak
dipengaruhi oleh aturan yang berlaku serta konsekuensi yang ditanggungnya. Anak menandai hukuman atau hadiah sebagai konsekuensi dari aturan. Tahap
moral realism terjadi hingga anak usia 4-5 tahun dan kepatuhan anak pada aturan
14 semata-mata untuk menghindari hukuman yang diperoleh dari orang tua
sebagai akibat dari perilaku “benar” atau “salah” Daeng Sari, 1996: 130. Jadi tingkah laku yang dilakukan anak pada tahap ini adalah karena adanya
konsekuensi yang mengikutinya, misalnya jika anak berlaku baik maka guru akan memberikan pujian dan bila anak berlaku tidak baik ketika bermain anak akan
ditinggal oleh teman-temannya. c.
Moral realitivism Pada tahap ini perilaku sudah didasarkan berbagai pertimbangan yang
dilakukan anak. Anak sudah tidak lagi terpengaruh oleh orang lain. Anak sudah mengembangkan suatu nilai moral sebagai dasar pembentukan perilaku yang ia
gunakan untuk memecahkan persoalan yang terkait dengan perilaku moral atau nilai. Pada tahap ini anak menilai perilaku “benar” atau “salah” atas dasar tujuan
atau alasan dilakukannya perilaku dan tahap ini dicapai apabila anak sudah mencapai perkembangan kognitif tahap operasional formal Daeng Sari,
1996: 130. Pada tahap ini anak sudah dapat berpikir bahwa belum tentu semua berbohong itu salah, tetapi terkadang berbohong itu dibolehkan atas
pertimbangan-pertimbangan tertentu atau untuk tujuan kebaikan. Dari teori yang dikemukakan oleh Piaget tentang tahapan perkembangan
moral pada anak, dapat ditarik kesimpulan bahwa tahapan perkembangan moral untuk anak usia TK khususnya pada Kelompok B adalah berada antara tahap
moral realism dan moral realitivism. Perilaku anak masih sedikit didasarkan pada
adanya hukuman dan pujian, tetapi mereka juga mulai beranjak untuk belajar
15 menggunakan pertimbangan dalam berperilaku, sehingga dalam perilakunya
mereka akan memilih untuk bersikap baik agar terhindar dari hukuman. Berdasarkan pada kajian perkembangan perilaku moral disimpulkan bahwa
dalam tahapan perkembangan moral Piaget memiliki hubungan dengan aspek kognitif dan penerapan teori behavioristik atau perilaku terkait dengan hukuman
dan pujian. Kedua aspek tersebut memiliki peranan masing-masing dalam tahapan perkembangan moral anak. Penjelasan Piaget dalam Dini P. Daeng Sari 1996:
130 menyatakan bahwa “perkembangan moral yang terjadi pada seseorang dikaitkan dengan perkembangan kognitif”.
Aspek perkembangan kognitif seseorang terbagi menjadi 4 tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasional, operasional konkret dan operasinal
formal Santrock, 2007: 49-50. Tahap sensorimotor berlangsung dari anak mulai
lahir hingga usia 2 tahun, dalam tahap ini anak mulai membangun pemahamannya melalui indera yang dimilikinya. Tahap kedua adalah praoperasional yang terjadi
pada rentang usia 2 sampai 7 tahun. Pada tahap ini anak mulai menjelaskan tentang dunianya melalui kata-kata atau gambar. Tahap ketiga adalah tahap
operasional konkret , yaitu pada usia 7 sampai 11 tahun. Dalam tahap ini, anak
mulai mampu berpikir logis dan menggolongkan benda kedalam kelompok yang berbeda. Tahap terakhir adalah tahap operasional formal, terjadi pada usia sekitar
11 sampai 15 tahun hingga dewasa. Pada tahap ini seseorang mampu melakukan penalaran yang lebih abstrak, idealis dan logis.
16 Aspek kognitif yang terkait dengan tahapan perilaku moral pada teori Piaget
terlihat ketika menginjak tahapan perkembangan moral relativism. Bila anak telah mencapai tahap operasional formal maka anak akan memiliki alasan dan tujuan
dilakukannya sesuatu. Kemampuan berpikir pada tahap operasional formal adalah anak sudah mampu mempertimbangkan berbagai faktor yang mendasari
keputusan dalam berperilaku. Mereka sudah mampu membuat alasan-alasan yang logis.
Dalam tahap moral realism lebih mengarah kepada penggunaan teori perilaku yakni pendekatan perilaku operant conditioning yang dikemukakan oleh
Skinner. Dalam pendekatan ini penggunaan hukuman dan hadiah berlaku untuk memberi penguatan perilaku yang baik pada anak. Perilaku yang diikuti dengan
stimulus yang menyenangkan akan cenderung diulangi dan dilakukan lagi oleh anak, tetapi perilaku yang diikuti oleh stimulus hukuman cenderung ditinggalkan
atau tidak dilakukan lagi oleh anak Santrock, 2007: 52. Jadi bila seorang anak melakukan perilaku yang sesuai dengan apa yang ada dalam aturan kelompok dan
dinilai baik, kemudian anak tersebut mendapatkan pujian atau hadiah maka ia akan cenderung mengulangi perilaku baik tersebut. Tetapi bila anak melakukan
perilaku yang buruk dan mendapatkan hukuman berupa sikap acuh atau tidak diperhatikan maka perilaku akan berkurang atau berhenti.
Berdasarkan uraian teori diatas dapat disimpulkan bahwa tahapan perkembangan moral juga dipengaruhi oleh tahapan perkembangan kognitif
seseorang. Tahapan perkembangan moral dan tahapan perkembangan kognitif saling terkait dan akan berjalan beriringan. Semakin dewasa tingkat kematangan
17 kognitif seseorang maka dapat mendukung kematangan perkembangan moral
seseorang. Proses pembentukan perilaku moral pada anak juga memakai teori perilaku operant conditioning, yang melibatkan adanya pujian atau hadiah dan
hukuman untuk membentuk perilaku baik pada anak. Teori ini diterapkan pada penguatan perilaku moral positif yang digunakan ketika proses belajar mengajar
berlangsung.
2. Pengertian Perilaku Moral