Sejarah dan Pengaturan Hukum Kepailitan di Indonesia

27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepailitan

1. Sejarah dan Pengaturan Hukum Kepailitan di Indonesia

Hukum kepailitan di Indonesia menurut sejarahnya diatur dalam 4 empat peraturan perundang-undangan secara berurutan. Pertama kali, hukum kepailitan diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan Faillisement Verordening Stb. 1905 No. 217 jo. Stb. 1906 No. 348 yang merupakan produk perundang-undangan Belanda seringkali juga disebut sebagai Hukum Kepailitan Lama 23 . Sehubungan dengan goncangnya perekonomian Indonesia di tahun 1998 24 , pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 selanjutnya disebut Perpu No. 1 Tahun 1998 yang selanjutnya dikuatkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 selanjutnya disebut UU No. 4 Tahun 1998. Apabila diperhatikan lebih jauh, UU No. 4 Tahun 1998 ini hanya mengubah, menambah dan memperjelas Faillisement Verordening, sehingga secara yuridis formal, 23 Sunarmi, Hukum Kepailitan, 2010, Jakarta: PT. Softmedia, hal. 1 24 Pada masa itu, John T. Dori menyebutkan bahwa IMF beranggapan kesuksesan pemulihan ekonomi dan reformasi di Indonesia tergantung sepenuhnya pada reformasi sistem hukum. Karena itu, IMF mensyaratkan adanya reformasi hukum sebagai syarat pemberian pinjamannya yang tertuang dalam Memorandum Tambahan Appendix VII dalam Letter of Intent tertanggal 15 Januari 1998 yang dengan jelas mencantumkan keinginan IMF untuk memberlakukan hukum kepailitan yang baru dalam bentuk Peraturan Pemerintah Perpu serta membentuk Pengadilan Khusus Niaga. Lihat John T. Dori, Indonesia’s Economic and Political Crisis: A challenge for U.S Leadership in Asia. Lihat: Sunarmi, Op.cit., hal. 3 28 peraturan kepailitan yang lama masih berlaku 25 . UU No. 4 Tahun 1998 tersebut disempurnakan dengan Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut UU No. 37 Tahun 2004 yang berlaku hingga saat ini. Bagan 1. Sejarah Hukum Kepailitan dalam 4 empat peraturan perundang-undangan Dalam Ketentuan Peralihan Pasal 305 UU No. 37 Tahun 2004 dinyatakan bahwa “semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang tentang Kepailitan Faillisement Verordening yang diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 1998 yang ditetapkan menjadi undang-undang berdasarkan UU No. 4 Tahun 1998, pada saat ini UU No. 37 Tahun 2004 – catatan penulis diundangkan, masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan danatau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan undang- undang ini No. 37 Tahun 2004 – catatan penulis. Dari pasal tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pengaturan kepailitan dalam peraturan perundang- undangan sebelum UU No. 37 Tahun 2004 diundangkan, 25 Ibid., hal. 14 29 masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan danatau belum diganti oleh UU No. 37 Tahun 2004. Pengaturan tentang kepailitan diatur dalam 5 lima peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang tentang Kepailitan Faillisement Verordening, Perpu No. 1 Tahun 1998 yang ditetapkan menjadi undang-undang berdasarkan UU No. 4 Tahun 1998, UU No. 37 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. UU No. 37 Tahun 2004 terdiri dari 7 tujuh Bab dan 308 Pasal. Berikut isi dari setiap Bab dalam UU No. 37 Tahun 2004: BAB I : Ketentuan Umum BAB II : Kepailitan BAB III : Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang BAB IV : Permohonan Peninjauan Kembali BAB V : Ketentuan lain-lain BAB VI : Ketentuan Peralihan BAB VII : Ketentuan Penutup Selain diatur di dalam UU No. 37 Tahun 2004, Kepailitan juga diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas khususnya tentang Tanggung Jawab Pribadi Pemegang Saham, Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris jika terjadi kepailitan terkait kesalahankelalaian Anggota Organ tersebut Pasal 104 ayat 2, Pasal 115 ayat 3 UU No. 40 Tahun 2007 serta 30 mengenai tanggung jawab terbatas Pemegang Saham Pasal 3 ayat 1 dan 2 UU No. 40 Tahun 2007. Bagan 2. Pengaturan Hukum Kepailitan dalam 5 lima peraturan perundang-undangan

2. Perkembangan Konsep Kepailitan