82
tanggung jawab
Organ Perseroan
dalam kasus-kasus
kepailitan. Berdas
arkan uraian di atas, penulis mendefinisikan “doktrin tertransplantasi” sebagai “doktrin yang diambilalih dari
common law system ke subsistem hukum Indonesia, dalam hal ini UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas”.
Ada 5 lima doktrin tertransplantasi yang akan menjadi batu pijakan stepping stone dalam menganalisis 6 enam kasus
kepailitan pada Bab III. Berikut uraian setiap doktrin tertransplantasi:
1. Doktrin Fiduciary Duty
a. Definisi Fiduciary Duty
Definisi Fiduciary
Duty menurut
Black’s Law Dictionary
87
adalah:
“Fiduciary duty is a duty to act for someone else’s benefit, while subordinating
one’s personal interests to that of the other person. It is the highest standard of duty implied by
law e.g., trustee, guardian. ”
Kewajiban fidusia fiduciary duty merupakan tugas untuk bertindak atas kepentingan orang lain, dengan
cara men-subordinasi-kan kepentingan seseorang terhadap
kepentingan orang
lain tersebut.
Ini merupakan tugas dengan standar tertinggi yang
diterapkan dalam hukum. Standar tertinggi yang
87
Lihat: Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West
Publishing Co., St. Paul, 1990, hal. 625
83
dimaksud adalah “amanah”. Fiduciary duty merupakan sebuah amanah di pundak Anggota Organ Perseroan
88
. Titik tolak lahirnya fiduciary duty adalah adanya
kepercayaan trust dari pemberi kuasa principal kepada penerima kuasa agent. Teori pemberian kuasa
dari agent kepada principal ini disebut sebagai Teori Keagenan. Trust menimbulkan hubungan fidusia
fiduciary relationship antara principal dan agent. Dalam hal ini, Perseroan pemegang saham bertindak
sebagai principal dan Anggota Organ Perseroan sebagai agent.
Fiduciary duty dijabarkan dalam kewajiban untuk bertindak dengan itikad baik duty of good faith,
kewajiban untuk melakukan negosiasi secara wajar duty of fair dealing, kewajiban untuk memberikan
keterawangan secara penuh duty of full disclosure,
89
dan kewajiban untuk bertindak sesuai dengan kepentingan Perseroan dan untuk mendahulukan
kepentingan Perseroan daripada kepentingan pribadi duty of loyalty
90
.
88
Menurut penulis, fiduciary duty bukan hanya amanah bagi Direksi, melainkan juga Organ Perseroan yang lain: RUPS dan Dewan Komisaris. Hal ini didasarkan
pada tertransplantasinya doktrin ini, bukan hanya untuk mengatur tanggung jawab Direksi melainkan juga Dewan Komisaris; lihat penjelasan selanjutnya.
Bandingkan dengan Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, 2010, Bandung: Citra Aditya
Bakti, hal. 30
89
Tri Budiyono, Op.cit, 2011, Salatiga: Griya Media, hal. 39
90
Henry R. Cheeseman, Contemporary Business Law, 2000, Prentice Hall: New
Jersey, hal. 659
84 b.
Fiduciary Duty sebagai Doktrin Tertransplantasi Bagi Organ Perseroan
1 Fiduciary duty bagi Anggota RUPS
Fiduciary duty bagi Anggota RUPS tertransplantasi dalam Pasal 75 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007:
“RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris,
dalam batas yang ditentukan dalam Undang- Undang ini UU No. 40 Tahun 2007
– catatan penulis danatau Anggaran Dasar.”
Berdasarkan pasal tersebut, amanah bagi RUPS adalah menjalankan “wewenang yang tidak
diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris”.
Wewenang tersebut
berupa pengambilan
keputusan dalam forum Rapat Umum Pemegang
Saham. 2
Fiduciary duty bagi Anggota Direksi
Fiduciary duty
bagi Anggota
Direksi tertransplantasi dalam Pasal 92 ayat 1 jo. Pasal
97 ayat 2 dan Pasal 98 1 UU No. 40 Tahun 2007:
“Setiap Anggota Direksi wajib melaksanakan pengurusan Perseroan dengan itikad baik dan
penuh tanggung jawab
”
85 “Direksi mewakili Perseroan baik di dalam
maupun di luar Pengadilan
”
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, amanah bagi Direksi ada 2 dua:
1 menjalankan fungsi pengurusan management
Perseroan; 2
menjalankan fungsi perwakilan representative baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Kedua amanah bagi Direksi tersebut dilaksanakan dengan itikad baik good faith dan penuh tanggung
jawab full of responsibility, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Pasal 92 ayat 1 UU No. 40
Tahun 2007. Melakukan negosiasi secara wajar fair dealing, dan memberikan keterawangan
secara penuh full disclosure merupakan bentuk- bentuk dari responsibility Direksi.
3 Fiduciary duty bagi Anggota Dewan Komisaris
Fiduciary duty bagi Anggota Dewan Komisaris tertransplantasi dalam Pasal 108 ayat 1 jo. Pasal
114 2 UU No. 40 Tahun 2007: “Setiap anggota Dewan Komisaris bertanggung
jawab wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada
86
Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat 1 untuk kepentingan Perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan.”
Berdasarkan pasal tersebut, amanah bagi Dewan Komisaris ada 2 dua yaitu:
a Menjalankan tugas pengawasan
b Memberikan nasihat kepada Direksi berkaitan
dengan pengurusan Perseroan. Amanah tersebut harus dijalankan dengan itikad
baik good faith, kehati-hatian prudential, dan bertanggung jawab responsible.
Doktrin fiduciary
duty sebagai
amanah tertransplantasi dengan baik well transplanted dalam
pengaturan mengenai tanggung jawab RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris.
Doktrin fiduciary duty merupakan titik tolak dari doktrin-doktrin berikutnya terutama pelampauan
wewenangan ultra vires dan penyibakan tabir
perseroan piercing the corporate veil. 2.
Doktrin Ultra Vires a
Definisi Doktrin Ultra Vires Definisi Ultra vires menurut
Black’s Law Dictionary
91
adalah:
91
Henry Campbell Black,
Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing
Co., St. Paul, 1990, hal.1522
87
“an act performed without any authority to act on subject.
”
Ultra Vires didefinisikan sebagai “tindakan yang
dilakukan tanpa otoritas untuk bertindak sebagai subjek”. Dalam Bahasa Latin, ultra vires berarti “di
luar” atau “melebihi” kekuasaan outside the power
yaitu kekuasaan yang diberikan hukum terhadap suatu badan hukum dalam hal ini badan hukum
Perseroan diwakili oleh Organ Perseroan dalam melakukan tindakan hukumnya. Istilah lain yang
seringkali digunakan untuk mendefinisikan ultra vires adalah “pelampauan wewenang”
92
. Ultra vires diterapkan dalam arti luas yakni tidak
hanya kegiatan yang dilarang oleh Anggaran Dasarnya, tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang,
tetapi melampaui kewenangan yang diberikan
93
. Doktrin ultra vires memiliki mempunyai basis teori
keagenan. Konstruksi hubungan hukum terjadi antara pihak principal pada satu sisi dan agent pada sisi yang
92
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, 2010, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal.
102
93
Loc. cit., Untuk lebih memahami definisi ultra vires, bandingkan antara
tindakan ultra vires dengan Perbuatan Melawan Hukum PMH, Pasal 1365 KUH Per. Ultra vires dan PMH sama-sama merupakan tindakan yang menimbulkan
kerugian. Perbedaannya yaitu tindakan ultra vires merupakan tindakan di luar kewenangan, kewenangan mana telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan maupun Anggaran Dasar, sedangkan PMH merupakan perbuatan yang menimbulkan kerugian, perbuatan mana tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
88
lain
94
. Dalam hal ini Organ Perseroan merupakan agent dan Perseroan merupakan principal. Agent harus
melakukan tindakan dalam batas kewenangannya intra vires. Apabila ia bertindak di luar batas
kewenangannya maka Organ Perseroan tersebut melakukan tindakan ultra vires.
Bagan 7. Tindakan ultra vires
:
pelampauan wewenang
Akibat hukum dari tindakan ultra vires adalah tindakan tersebut batal demi hukum null and void,
karena tindakan tersebut tidak memenuhi salah satu syarat objektif sahnya perjanjian yaitu “kausa yang
halal.”
94
Tri Budiyono, Op. Cit., hal. 161
89 b
Ultra Vires sebagai Doktrin Tertransplantasi bagi Organ Perseroan
a. Ultra vires RUPS