54 c.
Prosedur dan Time-Frame Peninjauan Kembali Perkara Kepailitan
Permohonan Peninjauan Kembali PK perkara kepailitan diajukan melalui Pengadilan Niaga. Menurut Pasal 195 UU No.
37 Tahun 2004, terdapat 2 dua alasan Permohonan peninjauan kembali yaitu:
1
setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di Pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan; atau
2
dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.
Tenggang waktu untuk pengajuan PK dengan alasan “ditemukannya bukti baru” adalah 180 seratus delapan puluh
hari sejak putusan atas permohonan kasasi memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan tenggang waktu pengajuan
PK dengan alasan “terdapat kekeliruan yang nyata” adalah 30 tiga puluh hari.
Prosedur pengajuan permohonan kasasi proses pendaftaran permohonan kasasi di Pengadilan Niaga sampai putusan
dibacakan oleh hakim Mahkamah Agung memerlukan waktu sekitar 30 tiga puluh hari Pasal 295-298 UU No. 37 Tahun
2004. Berikut ini time-frame pengajuan permohonan PK
Perkara Kepailitan di Pengadilan Niaga:
55
Bagan 6. Time-frame
Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Perkara Kepailitan ke Mahkamah Agung
Pasal 295-298 UU No. 37 Tahun 2004
56
Dari ketiga bagan jangka waktu time-frame pengajuan permohonan
pernyataan pailit,
pengajuan kasasi
dan pengajuan permohonan peninjauan kembali kasus kepailitan
yang telah dijelaskan di atas, perkiraan jangka waktu time-
frame penyelesaian perkara kepailitan adalah 212 hari
diperhitungkan dengan perkiraan jangka waktu pembacaan putusan per tingkat peradilan sampai dengan pengajuan
permohonan per tingkat peradilan. Jangka waktu ini jauh lebih singkat dari pada jangka waktu time-frame pengajuan
perkara perdata yang memakan waktu 4-6 tahun dari tingkat pertama pada Pengadilan Negeri sampai dengan tingkat
Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Dengan demikian, pilihan untuk menyelesaikan sengketa hutang-piutang dengan
menggunakan pranata hukum kepailitan melalui Pengadilan Niaga
lebih mudah
dan lebih
sederhana dibanding
menggunakan pranata hukum perdata melalui Pengadilan Negeri.
60 + 8+74 + 30 + 30 = 212 h
57 B.
Pelaksanaan Prinsip Tata Kelola Perseroan yang Baik Good Corporate Governance
Sebagai Suatu Keniscayaan Dalam Mencegah Terjadinya Kepailitan
Pelaksanaan Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik Good Corporate Governance merupakan keniscayaan dalam suatu
Perseroan. Amartya Sen
51
, mengibaratkan keberadaan Tata Kelola Perseroan yang Baik Good Corporate Governance
tersebut sebagai “oksigen” bagi “kehidupan” Perseroan, dimana manfaat kehadirannya lebih dipahami ketika ia tidak hadir:
A basic code of good business behavior Good Corporate Governance - penulis is a bit like oxygen: we take an interest
in its presence when it is absent
Sebuah penelitian terkait Good Corpororate Governance yang dilakukan oleh Duff and Phelps menyatakan bahwa para
responden baik di AS maupun di Eropa, pada umumnya sependapat bahwa tuntutan tata kelola Perseroan Good
Corpororate Governance yang baik merupakan dampak dari berbagai skandal korporasi: WorldCom, Enron, Adelphia dan
Parmalat. Survey membuktikan 72 responden berpendapat bahwa tuntutan pelaksanaan tata kelola Perseroan yang baik
Good Corpororate Governance tersebut bahkan menjadi salah satu faktor pendorong kenaikan permintaan pendapat
kewajaran fairness opinion
52
oleh Perseroan.
51
Amartya Sen, The 1998 Nobel laureate in Economic Science dalam Saiful M.
Ruky, Fairness Opinion: Pendapat Kewajaran Transaksi Korporasi, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2010, hal. 17
52
Pendapat kewajaran fairness opinion adalah pendapat yang diberikan oleh seorang penasihat keuangan independen yang berkaitan dengan kewajaran atas
transaksi korporasi yang terjadi pada pasar corporate control tersebut yang terdiri
58
Dari hal tersebut di atas, penulis mengasumsikan Pelaksanaan Prinsip Tata Kelola Perseroan yang Baik Good Corporate