23 penyusutan dan amortisasi dan marjin laba sebelum bunga, pajak, penyusutan dan amortisasi Perseroan
adalah sebesar Rp. 114.785 juta US 12,6 juta dan 75,2 untuk periode 4 empat bulan yang berakhir pada 30 April 2010 dan Rp. 256.727 juta US 28,3 juta dan 75,2 untuk periode 1 satu tahun yang
berakhir pada 31 Desember 2009. Laba sebelum bunga, pajak, penyusutan dan amortisasi dan marjin laba sebelum bunga, pajak, penyusutan dan amortisasi proforma Perseroan adalah sebesar Rp. 184.802
juta US 20,3 juta dan 74,7 untuk periode 4 empat bulan yang berakhir pada 30 April 2010.
2. f
aktor
y
ang
m
emPengaruhi
k
ondisi
k
euangan dan
h
asil
o
Perasional
P
erseroan
Pertumbuhan di industri telekomunikasi selular Indonesia
Perseroan berkeyakinan bahwa industri penyewaan menara Indonesia memiliki potensi yang kuat untuk terus tumbuh dalam hal konstruksi menara baru dan tambahan kolokasi pada menara yang telah
ada. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Detecon, jumlah pengguna telepon selular di Indonesia diharapkan tumbuh dengan CAGR sekitar 9 dari 171 juta pada tahun 2009 menjadi 263 juta pada
tahun 2014, sedangkan jumlah menit pemakaian minutes of use juga diharapkan meningkat dengan CAGR sekitar 12 dari 404 miliar menit pada tahun 2009 menjadi 709 miliar menit pada tahun 2014,
dan jumlah menara telekomunikasi di Indonesia diharapkan meningkat dengan CAGR sekitar 15 dari 52.000 menara telekomunikasi pada tahun 2009 menjadi 104.000 menara telekomunikasi pada tahun
2014. Menurut Detecon, jumlah menit pemakaian pengguna telepon selular subscriber minutes of use telah meningkat dari 150 miliar menit pada tahun 2007 menjadi 404 miliar menit pada tahun 2009 yang
menyebabkan kebutuhan peningkatan kapasitas jaringan oleh operator telekomunikasi. Perseroan berharap teknologi baru, seperti WiMax akan berkontribusi terhadap peningkatan kebutuhan tower space
diantara operator telekomunikasi dan penyedia layanan data nirkabel wireless. Perseroan juga berharap peningkatan kebutuhan kapasitas jaringan akan meningkatkan permintaan kolokasi pada menara-menara
telekomunikasi Kelompok Usaha Perseroan yang telah ada maupun yang akan dibangun. Permintaan penyewaan atas tower space milik Perseroan bergantung kepada beberapa faktor termasuk
permintaan atas jasa telekomunikasi nirkabel oleh para konsumen dan perubahan perilaku konsumen terhadap perubahan teknologi nirkabel. Sebagai penyedia infrastruktur pasif serta didukung oleh
rendahnya tingkat penetrasi telepon di Indonesia, Perseroan berkeyakinan bahwa Perseroan lebih tahan terhadap perubahan perilaku konsumen, perubahan teknologi baru dan kondisi demograi. Munculnya
teknologi baru, seperti WiMax, 4G dan LTE, akan menciptakan potensi pasar telekomunikasi baru yang dapat memicu permintaan akan tower space. Sementara pasar telekomunikasi selular yang ada terus
berkembang di tengah turunnya tarif telekomunikasi selular yang memicu pertumbuhan minutes of usage dan menciptakan kebutuhan terhadap tower space.
Kemampuan untuk meningkatkan jumlah penyewaan Pembangunan menara build-to-suit dan akuisisi portofolio sites
Perseroan berupaya secara konsisten untuk meningkatkan besarnya portofolio menara secara organik dengan pembangunan menara built-to-suit atau melalui akuisisi portofolio sites. Pada tanggal 5 April 2010,
Perseroan mengakuisisi SKP, sebuah perusahaan penyewaan menara independen dengan portofolio sekitar 1.380 sites telekomunikasi, yang telah selesai pada 5 April 2010. Jumlah sites pada portofolio
sites Perseroan telah bertambah dari 556 sites pada 31 Desember 2007 menjadi 1.006 sites pada 31 Desember 2008 menjadi 1.234 sites pada 31 Desember 2009 dan menjadi 2.647 sites pada 30 April
2010 atau tumbuh dengan CAGR sekitar 95. Dalam melakukan pembangunan sites baru maupun akuisisi portofolio sites yang telah berdiri, Perseroan memiliki beberapa kriteria investasi, yang termasuk
di antaranya adalah tingkat pengembalian investasi return on investment, potensi kolokasi, kemudahan untuk membeli atau menyewa lahan, kemudahan mendapatkan perijinan dari komunitas sekitar, jumlah
menara telekomunikasi di daerah sekitar, dan kualitas kredit calon penyewa. Dalam hal ini, Perseroan hanya akan membangun menara telekomunikasi baru apabila telah mendapatkan komitmen kontrak
penyewaan tower space jangka panjang dengan operator telekomunikasi yang memiliki reputasi yang baik. Perseroan umumnya membangun menara di hampir seluruh propinsi di Indonesia, sebagian besar
sites Perseroan terletak pada area-area yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, seperti Jawa, Bali dan daerah perkotaan lainnya di Indonesia.
24
Rasio Kolokasi
Perseroan berupaya secara konsisten untuk meningkatkan jumlah kolokasi untuk mendukung peningkatan arus kas. Hal ini terjadi karena biaya tambahan yang timbul sehubungan dengan kolokasi relatif rendah
dibandingkan dengan tambahan pendapatan atas kolokasi tersebut. Rasio kolokasi menara Perseroan telah meningkat dari 1,34 per 31 Desember 2007 menjadi 1,65 per 31 Desember 2008, menjadi 1,92
per 31 Desember 2009, dan sedikit menurun menjadi 1,85 per 30 April 2010. Sebelum akuisisi SKP, portfolio sites telekomunikasi Perseroan hampir sama dengan portofolio sites telekomunikasi SKP, dimana
Perseroan memiliki rasio kolokasi sebesar 1,94 sedangkan SKP memiliki rasio kolokasi sebesar 1,78. Setelah konsolidasi SKP ke dalam Perseroan, rasio kolokasi Perseroan turun menjadi 1,85 per 30 April
2010. Rasio kolokasi Perseroan dapat turun dari waktu ke waktu dengan adanya penambahan jumlah menara melalui pembangunan menara built-to-suit atau akuisi portofolio menara. Meskipun penambahan
kolokasi dapat meningkatkan arus kas, Perseroan terkadang harus memberikan diskon beban sewa kepada penyewa pertama apabila terjadi kolokasi pada menara tersebut. Kemampuan Perseroan untuk
meningkatkan rasio kolokasi bergantung pertumbuhan bisnis telekomunikasi selular para penyewa dan strategi mereka untuk melakukan outsource pembangunan dan penyewaan menara dari Perseroan untuk
operasi GSM dan CDMA, serta kemampuan Perseroan untuk memasarkan menara yang ada kepada operator dan pemain baru yang menggelar teknologi baru seperti WiMax yang juga memerlukan tower
space.
Kualitas kredit dari penyewa
Sekitar 59,4 dari pendapatan Perseroan untuk periode 4 empat bulan yang berakhir pada 30 April 2010 berasal dari Telkomsel, Indosat, XL dan Telkom yang merupakan empat operator telekomunikasi
selular terbesar berdasarkan pendapatan. Karena penyewaan yang bersifat jangka panjang umumnya 10 tahun, pendapatan Perseroan bergantung pada kekuatan inansial penyewa.
Beban bunga
Hutang bank Perseroan dalam Rupiah dan US Dollar merupakan sumber pendanaan yang signiikan untuk pembangunan menara built-to-suit, maupun akuisisi portofolio perusahaan penyewaan menara
independen dan sites yang dimilikinya. Oleh sebab itu, beban bunga merupakan komponen yang signiikan pada beban lain-lain pada tahun-tahun yang berakhir pada 31 Desember 2007, 2008 dan 2009
serta 4 bulan yang berakhir pada 30 April 2010. Mayoritas dari hutang bank Perseroan memiliki bunga mengambang yang dengan kenaikan jumlah pokok hutang bank telah dan akan menyebabkan beban
bunga berluktuasi. Namun demikian, Perseroan berencana untuk melakukan lindung nilai hedging atas risiko luktuasi suku bunga maupun nilai tukar atas pinjaman bank tersebut.
Belanja modal
Kegiatan usaha Perseroan merupakan kegiatan usaha padat modal capital intensive. Belanja modal Perseroan merupakan pengeluaran Perseroan untuk pembangunan properti investasi, aset tetap lainnya,
dan akuisisi saham. Biaya konstruksi menara utamanya terdiri dari material besi untuk menara, beban sewa lahan, aktiitas konstruksi menara termasuk transportasi, tenaga kerja, perijinan dan konstruksi
shelter. Belanja modal Perseroan untuk tahun-tahun yang berakhir pada 31 Desember 2007, 2008 dan 2009 adalah Rp. 96.927 juta, Rp. 345.444 juta dan Rp. 540.946 juta US 59,6 juta, dan untuk periode
4 empat bulan yang berakhir pada 30 April 2010 adalah Rp. 242.356 juta US 26,7 juta. Perseroan tidak melakukan spekulasi dengan memulai konstruksi menara baru tanpa sebelumnya mendapatkan
penyewa untuk menara tersebut. Perseroan hanya akan membangun menara telekomunikasi baru apabila telah mendapatkan komitmen kontrak penyewaan tower space jangka panjang dengan operator
telekomunikasi yang memiliki reputasi yang baik. Pendapatan perseroan tidak bergantung dengan perubahan harga dari pemasok, karena pembayaran
kepada pemasok dilakukan sebagian besar pada saat investasi belanja modal sebelum menghasikan pendapatan, dimana tingkat pengembaliannya telah diperhitungkan oleh Perseroan pada harga sewa.
25
Perpajakan
Sebelum tahun 2009, Anak-Anak Perusahaan Tower Bersama Grup melaporkan pendapatan yang diperoleh dari penyewaan sites telekomunikasi sebagai pendapatan yang terkena pajak inal 10. Sejak
1 Januari 2009, sesuai dengan surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada beberapa wajib pajak yang menyatakan bahwa pendapatan sewa dari menara BTS harus diperlakukan sebagai
objek pajak penghasilan perusahan yang tidak inal, anak-anak perusahaan Tower Bersama Group melakukan perhitungan ulang terhadap kewajiban pajak mereka untuk tahun 2006 hingga 2008
berdasarkan tarif non-inal dan mencatat efek dari perhitungan tersebut sebagai “Penyesuaian pajak penghasilan”.
Berdasarkan amandemen Undang-undang Perpajakan, yaitu UU No. 362008, mulai tahun 2010 tarif pajak perusahaan maksimum di Indonesia adalah 25. Tarif pajak efektif Perseroan adalah 7,2
di 2009. Estimasi pajak penghasilan kini Perseroan sebesar Rp. 19.170 juta US 2,1 juta di 2009, Rp. 22.761 juta di 2008 dan Rp. 14.016 juta di 2007.
Perbedaan dari tarif pajak efektif Perseroan dengan tarif pajak perusahaan maksimum terutama disebabkan oleh beda tetap dalam perhitungan pajak penghasilan Perseroan. Untuk tujuan perpajakan,
Perseroan mendepresiasikan aset tetap dan properti investasi menggunakan metode garis lurus dan metode double-declining berdasarkan masa manfaat dari aset terkait. Untuk tujuan laporan keuangan,
sejak tahun 2008 Perseroan hanya mendepresiasikan aset tetap, yaitu aset dan peralatan pada kantor pusat dan kantor regional dimana depresiasi tidak lagi digunakan untuk sites telekomunikasi. Perseroan
mengakui sites telekomunikasi sebagai properti investasi dan melakukan penilaian pada harga wajar pada tiap tanggal neraca. Sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia, rugi pajak dapat dibawa hingga
lima tahun setelah rugi pajak tersebut terjadi. Perseroan mengakui aset dan kewajiban pajak tangguhan terkait dengan beda temporer antara akuntansi dan perlakuan pajak untuk beberapa biaya. Beda temporer
ini utamanya terkait dengan depresiasi aktiva tetap dan properti investasi, cadangan imbalan pasca kerja dan rugi iskal.
Perseroan diwajibkan untuk memungut 10 Pajak Pertambahan Nilai PPN dari penyewa. Perseroan dapat mengkreditkan PPN yang dibayar kepada pemasok untuk pembayaran barang dan jasa terhadap
PPN yang dibayarkan oleh penyewa.
Persaingan usaha
Perseroan bersaing dengan perusahan penyewaan menara independen yang berskala nasional maupun daerah, dan juga dengan operator telekomunikasi tertentu yang menyewakan sites menaranya untuk
kolokasi.
Regulasi Pemerintah
Bisnis Perseroan tunduk pada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai pembangunan dan pengoperasian sites menara. Sebagian besar aktivitas akuisisi lahan SITAC Perseroan melibatkan
proses untuk mendapatkan ijin warga dari masyarakat setempat, IMB atau IMBM serta perijinan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah. Pada umumnya, Perseroan memperoleh ijin warga sebelum memulai
konstruksi di satu sites menara, sesuai dengan praktek umum di Indonesia. Namun dikarenakan panjangnya waktu yang diperlukan untuk memproses persetujuan dan perijinan termasuk IMB atau
IMBM, Perseroan terkadang memulai dan menyelesaikan konstruksi menara dan memasang BTS milik penyewa sebelum persetujuan dan perijinan diperoleh secara lengkap dari pejabat yang berwenang.
Jika persetujuan dan perijinan tersebut pada akhirnya tidak diperoleh, pejabat daerah yang berwenang dapat mengeluarkan perintah untuk membongkar dan memindahkan menara Perseroan.
Selain itu, berdasarkan Surat Keputusan Bersama “SKB” Menteri Kominfo, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal di tahun 2009, Pemerintah
juga menerapkan peraturan bahwa perusahaan penyewaan menara telekomunikasi harus dimiliki seluruhnya oleh entitas Indonesia sehingga perusahaan menara telekomunikasi yang sahamnya dimiliki
asing harus melakukan perubahan kepemilikan pemegang saham.
26 Peningkatan regulasi Pemerintah terkait bisnis penyewaan menara telekomunikasi dapat meningkatkan