k l 1. IPO Prospektus TBI 2010 Eng

136 Berdasarkan dari hasil riset oleh Detecon, dari sekitar 52.000 menara telekomunikasi di Indonesia, operator telekomunikasi diperkirakan memiliki dan mengoperasikan sekitar 82 menara telekomunikasi yang ada di Indonesia dan mengoperasikannya melalui unit atau divisi menara telekomunikasi yang didedikasikan khusus. Meskipun demikian, Telkomsel dengan sekitar 18.000 menara Indosat dengan sekitar 12.000 menara menggunakan pendekatan pengelolaan aset yang berbeda dengan XL dengan sekitar 9.800 menara. Pendekatan yang paling terbuka dalam akses infrastruktur telah diimplementasikan oleh XL dengan mentransfer aset infrastruktur menara ke unit bisnis yang terpisah. Operator telekomunikasi lain memiliki dan mengoperasikan menara untuk penggunaan sendiri sekitar 3.000 menara. Bagian lainnya yaitu sekitar 9.200 menara di Indonesia dikelola dan dioperasikan oleh perusahaan penyewaan menara independen. Perusahaan penyewaan menara independen terbesar, berdasarkan aset menara, adalah Protelindo dan Tower Bersama Group. Perusahaan menara Tipe Perusahaan menara Jumlah menara dari total menara Protelindo Perusahaan menara telekomunikasi independen sekitar 4.000 43,5 Tower Bersama Group Perusahaan menara telekomunikasi independen sekitar 1.700 18,5 Pemain lainnya Perusahaan menara telekomunikasi independen sekitar 3.500 38,0 Sumber : Riset Detecon Di antara perusahaan penyewaan menara independen, sekitar 3.500 menara dimiliki oleh perusahaan di daerah seperti PT Solusi Tunas Pratama atau perusahaan-perusahaan di daerah lainnya masing-masing dengan rata-rata portofolio sekitar 50 sampai dengan 100 menara. Perusahaan menara yang lebih kecil tersebut pada umumnya tidak memiliki kemampuan untuk mengoperasikan portofolio menara yang besar.

13. k

ekayaan i ntelektual i ntellectual P roPerty Perseroan tidak memiliki paten, registered trademarks, atau trade names selain logo Perseroan yang sedang didaftarkan dan direview oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

14. l

ingkungan h iduP Pembangunan menara telekomunikasi baru di Indonesia tidak membutuhkan analisa lingkungan sebagaimana ditulis pada Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisa Dampak Lingkungan, yang mengharuskan sektor bisnis tertentu untuk menilai dampak lingkungan dari bisnisnya. Sebagai pemilik dan operator sites telekomunikasi, operasi Perseroan wajib mematuhi hukum dan peraturan lokal dan nasional yang berlaku yang berhubungan dengan manajemen, pemakaian, penyimpanan, pembuangan, emisi, eksposur ke bahan-bahan dan limbah yang berbahaya maupun tidak berbahaya. Secara garis besar, perjanjian sewa tidak memperbolehkan penyewa untuk memakai atau menyimpan bahan yang berbahaya di lokasi menara telekomunikasi Perseroan karena melanggar hukum lingkungan dan juga mengharuskan para penyewa Perseroan untuk memberi tahu bilamana ada dampak lingkungan tertentu yang disebabkan oleh mereka. Hubungan potensial antara emisi frekuensi radio dan efek-efeknya kepada kesehatan termasuk berbagai macam kanker, telah menjadi bidang yang dipelajari dan diperhatikan oleh komunitas ilmiah dalam beberapa tahun terakhir. Perseroan juga sudah pernah menghadapi penolakan dari masyarakat lokal yang tidak setuju dengan pembangunan menara-menara dengan berbagai alasan terutama menyangkut risiko kesehatan. Dikarenakan penolakan-penolakan dari masyarakat lokal, Perseroan dapat diharuskan oleh Pemerintah setempat untuk membongkar dan merelokasi menara-menara telekomunikasi tersebut. Perseroan mempunyai program pemenuhan dan proyek monitor untuk menjamin Perseroan memenuhi semua hukum lingkungan yang berlaku. Walaupun begitu, Perseroan tidak menjamin bila harga yang harus dibayar untuk memenuhi hukum-hukum yang berlaku atau yang akan berlaku di masa depan tidak akan mempunyai efek material kepada bisnis, hasil usaha, dan kondisi keuangan Perseroan. 137

15. t