BAB V. KONDISI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DAN
KELEMBAGAAN INDONESIA
5.1. Infrastruktur Transportasi
Kemajuan pelaksanaan pembangunan dan perdagangan serta daya saing perekonomian suatu negara sangat dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur
penunjangnya terutama infrastruktur transportasi yang mencakup jalan raya, sungai, laut, udara dan jalan kerata api. Namun karena dalam perdagangan
internasional moda transportasi yang banyak digunakan adalah laut dan udara, maka dalam pembahasan ini akan lebih difokuskan pada infrastruktur terkait
moda transportasi laut dan udara.
5.1.1. Moda Transportasi Laut
Moda transportasi laut merupakan salah satu moda transportasi yang mendominasi 95 transportasi perdagangan internasional baik ekspor maupun
impor, sisanya kurang dari 5 persen 5 diangkut dengan menggunakan moda transportasi udara dan darat. Salah satu kelebihan dari moda transportasi laut
adalah kapasitasnya yang sangat besar yang memungkinkan mengangkut suatu produk dalam jumlah yang sangat besar, mampu melintasi jarak yang sangat jauh
dengan biaya yang relatif lebih murah. Namun demikian walaupun biaya transportasi moda transportasi laut relatif lebih murah dibandingkan moda
transportasi udara, angkutan laut ini relatif lambat dan aksesibilitasnya terbatas. Selain itu tidak semua pelabuhan dapat disandari semua jenis kapal.
Armada Pelayaran dan Struktur Pasar Industri Pelayaran Armada Pelayaran
Armada pelayaran dalam transportasi laut Indonesia meliputi armada nasional dan armada asing. Sampai tahun 2010 secara umum armada pelayaran
nasional masih didominasi 86 armada nasional walaupun dengan kapasitas yang relatif kecil Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah Kumulatif Armada Pelayaran Nasional dan Asing
Tahun Armada Nasional
Armada Asing Total
2006 6428
1448 7876
2007 7154
1154 8308
2008 8165
977 9142
2009 9164
865 10029
2010 8313
1632 9945
Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2011 Sebelum diterapkannya Instruksi Presiden Inpres No. 52005 tentang
Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional Asas Cabotage, pangsa kapal-kapal berbendera Indonesia per Desember 2004 sebesar 54 persen atau sekitar 101.3 juta
ton dari total 187.6 juta ton muatan angkutan laut dalam negeri. Namun sejak diterapkannya Inpres No. 52005 tersebut, penguasaan pangsa industri pelayaran
nasional menunjukkan kecenderungan yang meningkat menjadi 99.65 persen atau sebanyak 359.67 juta ton muatan pada tahun 2012. Tidak hanya terjadi
peningkatan pangsa muatan kapal, tetapi jumlah armada niaga nasional juga naik signifikan. Jumlah dan kapasitas armada niaga nasional sebelum diterapkannya
Inpres No. 52005 berjumlah 6,041 unit atau 5.67 juta gross tonnage GT menjadi 12,047 unit atau sekitar 17.10 juta GT pada Maret 2013.
5
. Sementara untuk pangsa pasar angkutan luar negeri, armada nasional
hanya mampu menyerap pangsa pasar kurang dari 10 persen, dengan
kecenderungan yang meningkat walaupun relatif kecil Gambar 7. Berdasarkan
data Direktorat Jenderal Perhubungan Laut 2012, pangsa muatan pelayaran nasional untuk angkutan luar negeri sebesar 9.86 persen dari total 532.5 juta ton
atau pelayaran nasional hanya mampu mengangkut 52.5 juta ton.
5
www.indi.co.idupload_file201304161239000.Pelayaran Nasional kuasai 99.65
Sumber : Bappenas 2012
Gambar 7. Pangsa Pasar Angkutan Laut Luar Negeri Oleh Armada Nasional dan Asing, Tahun 2004-2008
Struktur Pasar Industri Pelayaran
Hingga saat ini jumlah perusahaan yang bergerak dalam industri perkapalan di Indonesia tercatat sekitar 240 perusahaan, dimana 9 perusahaan
dikategorikan sebagai galangan kapal besar dengan kapasitas diatas 10.000 ton. Kapal barang yang beroperasi di Indonesia masih didominasi oleh kapal asing
yang dikelola oleh shippingoperators Indonesia. Pola perdagangan internasional Indonesia saat ini sekitar 90 persen
menganut system FOB untuk ekspor dan sistem CIF untuk impor, sehingga “bargaining power” armada nasional menjadi lemah. Ada beberapa faktor lainnya
yang menyebabkan lemahnya struktur pasar palayaran nasional yaitu rendahnya potensi armada dan teknologi kapal serta biaya angkut yang relatif tinggi
dibanding armada asing. Hal lainnya adalah karena lemahnya posisi eksportirimportir apabila transaksi perdagangan dilakukan dengan negara
pemberi bantuan kredit. Khususnya untuk transaksi impor yang dibeli dengan