Model Kualitas Infrastruktur dan Kelembagaan Terhadap Volume
Sumber : Bappenas 2012
Gambar 7. Pangsa Pasar Angkutan Laut Luar Negeri Oleh Armada Nasional dan Asing, Tahun 2004-2008
Struktur Pasar Industri Pelayaran
Hingga saat ini jumlah perusahaan yang bergerak dalam industri perkapalan di Indonesia tercatat sekitar 240 perusahaan, dimana 9 perusahaan
dikategorikan sebagai galangan kapal besar dengan kapasitas diatas 10.000 ton. Kapal barang yang beroperasi di Indonesia masih didominasi oleh kapal asing
yang dikelola oleh shippingoperators Indonesia. Pola perdagangan internasional Indonesia saat ini sekitar 90 persen
menganut system FOB untuk ekspor dan sistem CIF untuk impor, sehingga “bargaining power” armada nasional menjadi lemah. Ada beberapa faktor lainnya
yang menyebabkan lemahnya struktur pasar palayaran nasional yaitu rendahnya potensi armada dan teknologi kapal serta biaya angkut yang relatif tinggi
dibanding armada asing. Hal lainnya adalah karena lemahnya posisi eksportirimportir apabila transaksi perdagangan dilakukan dengan negara
pemberi bantuan kredit. Khususnya untuk transaksi impor yang dibeli dengan
bantuan kredit, negara yang member bantuan biasanya mengharuskan pengangkutan barang dilakukan oleh kapal-kalap mereka. Lemahnya struktur
pasar pelayaran nasional juga disebabkan masih kurangnya kesadaran para eksportirimportir untuk menggunakan armada pelayaran nasional.
Selain itu, tarif yang berlaku di pelabuhan, yang sangat ditentukan oleh Pemerintah Pusat, dikenakan secara standar terhadap pelabuhan-pelabuhan
sehingga mengurangi peluang persaingan. Hal ini sangat signifikan apabila dua perum pelabuhan Indonesia berbagi daerah yang saling bersaing, seperti misalnya
Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang dan Tanjung Perak di Surabaya, yang keduanya dijalankan oleh Perum Pelabuhan Indonesia III.
Tanpa persaingan, harga akan lebih tinggi dan produktivitas bisa menjadi lebih rendah. Harga yang lebih tinggi berarti importir dan eksportir akan
mengeluarkan biaya yang lebih tinggi untuk menggunakan pelabuhan yang dimonopoli. Produktivitas yang lebih rendah berarti kapal akan bersandar lebih
lama di pelabuhan. Hal ini dianggap sebagai waktu menganggur, ketika kapal tidak menghasilkan pendapatan. Jadi, semakin lama waktu bersandar, semakin
tinggi biaya operasional langsung dan juga biaya kesempatan. Selain itu, kondisi di atas menyebabkan masyarakat membeli barang impor
dengan harga lebih mahal, dan ekspor Indonesia menjadi lebih mahal dari ekspor dari negara-negara yang pelabuhannya lebih efisien. Peningkatan persaingan
memerlukan koordinasi. Misalnya, ketika perluasan pelabuhan perlu dilakukan, fasilitas dan konsesi dapat direncanakan sehingga menarik minat operator baru,
dan menimbulkan persaingan dengan operator yang ada. Meskipun UU Pelayaran mengharuskan adanya peningkatan persaingan, masih ada beberapa hambatan.
BUMN Pelabuhan Pelindo masih menguasai lahan, dan operator terminal swasta hanya boleh menawarkan jasa penanganan kargo umum dengan syarat-syarat
yang sangat ketat. Pembatasan investasi asing di sektor pelabuhan di Indonesia dapat mengurangi minat operator global untuk berinvestasi di terminal. Pelindo, di
sisi lain, dikecualikan dari UU Persaingan Usaha Indonesia. Regulator persaingan usaha dibentuk untuk memastikan perusahaan
berperilaku secara kompetitif. Jika ada pengaduan, regulator seringkali memulai langkahnya dengan memeriksa sejauh mana pasar didominasi oleh hanya
beberapa perusahaan. Pasar di negara-negara yang memiliki program Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam sektor pelabuhan tersukses di dunia umumnya hanya
memiliki satu atau sedikit perusahaan yang dominan. Dengan demikian, meski Indonesia mengurangi hambatan terhadap persaingan, kemungkinan hasilnya
adalah pasar yang didominasi oleh beberapa perusahaan saja. Jika regulator akhirnya menangani suatu kasus, fokus penyelidikan terutama tertuju pada
keadaan, apakah konsumen atau pengguna jasa ekspedisi memiliki pilihan. Lingkungan oligopolistik yang akan muncul di Indonesia menunjukkan
perlunya kerangka peraturan untuk mengawasi persaingan di pelabuhan. Kebijakan pelabuhan Indonesia mendukung regulasi dengan minimal intervensi.
Kementerian Perhubungan dapat memegang tanggung jawab untuk meningkatkan persaingan pelabuhan dan memantau perilaku yang sesuai dengan persaingan
usaha.
Pelabuhan
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 69 tahun 2001, pelabuhan adalah tempat baik berupa daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang digunakan sebagai tempat bersandarnya kapal, berlabuh, naik turun penumpang dan atau
bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar
moda transportasi. Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia saat ini diatur berdasarkan UU
Pelayaran tahun 1992 dan peraturan-peraturan pendukung lainnya. Sistem pelabuhan Indonesia disusun menjadi sebuah sistem hierarkis yang terdiri atas
sekitar 1700 pelabuhan. Terdapat 111 pelabuhan, termasuk 25 pelabuhan ‘strategis’ utama, yang dianggap sebagai pelabuhan komersial yang dikelola oleh
empat BUMN yaitu, Perum Pelabuhan Indonesia Pelindo I, II, III and IV dengan cakupan geografis sebagaimana diuraikan dalam Tabel 10. Selain itu, terdapat
juga 614 pelabuhan diantaranya berupa Unit Pelaksana Teknis UPT atau pelabuhan non komersial yang cenderung tidak menguntungkan dan hanya sedikit
bernilai strategis.
Tabel 10. Perum Pelabuhan Indonesia : Cakupan Geografis
Perum Pelabuhan Cakupan
Provinsi Pelabuhan-Pelabuhan
Yang Diatur
Pelindo I Aceh, Sumatera Utara, Riau
Belawan, Pekanbaru, Dunai, Tanjung Pinang,
Lhokseumawe
Pelindo II Sumatera Barat, Jambi,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jakarta
Tanjung Priok, Panjang, Palembang, Teluk Bayur,
Pontianak, Cirebon, Jambi, Bengkulu, Banten, Sunda
Kelapa, Pangkal Balam, Tanjung Pandan
Pelindo III Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur sebelumnya Timor Timur
Tanjung Perak, Tanjung Emas, Banjarmasin, Benoa,
TenauKupang
Pelindo IV Sulawesi S,SE,Tengah dan
Utara, Maluku, Irian Jaya Makassar, Balikpapan,
Samarinda, Bitung, Ambon, Sorong, Biak, Jayapura
Berdasarkan Pengaturan Sistem Kepelabuhan Nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN, 25 dua puluh lima Pelabuhan strategis
utama yang dianggap sebagai pelabuhan komersial adalah : a. 8 pelabuhan di Sumatera
b. 6 pelabuhan di JawaBali c. 4 pelabuhan di Kalimantan
d. 3 pelabuhan di Sulawesi, e. 1 pelabuhan di Nusa Tenggara,
f. 1 pelabuhan di Maluku g. 2 pelabuhan di Papua
Sementara jumlah pelabuhan nasional ada 47 pelabuhan yang mencakup : a. 18 pelabuhan di Sumatera,
b. 2 pelabuhan di JawaBali, c. 8 pelabuhan di Kalimantan,
d. 5 pelabuhan di Sulawesi, e. 5 pelabuhan di Nusa Tenggara,
f. 4 pelabuhan di Maluku, dan g. 5 pelabuhan di Papua.