IPA di kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02, pembelajaran think-pair-share lebih efektif digunakan untuk meningkatkan partisipasi siswa di dalam kelas daripada
model pembelajaran kooperatif lainnya. Dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara individu dan secara kelompok, sehingga mereka
memiliki tanggung jawab pribadi sekaligus tanggung jawab dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
2.1.7 Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
2.1.7.1 Pengertian Think-Pair-Share Think-pair-share
TPS atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa Trianto, 2009:81. Model pembelajaran ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Dikembangkan pertama kali oleh Frank
Lyman dan kawan-kawannya di Unversitas Maryland pada tahun 1985. Menurut Arends dalam Trianto, 2009:81 think-pair-share merupakan
suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share
dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespons dan saling membantu.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa think-pair- share
merupakan suatu cara untuk menciptakan diskusi secara berpasang- pasangan yang akan mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dengan berpikir
secara mandiri maupun secara kelompok berpasangan kemudian membagikan hasil diskusinya kepada teman seluruh kelas dalam pembelajaran.
2.1.7.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Think-Pair-Share Dalam suatu diskusi perlu adanya partisipasi semua anggota kelompoknya.
Dengan memberi kesempatan siswa untuk berpikir dan membentuk kelompok berpasangan maka akan mendorong siswa untuk berpikir mandiri serta
memecahkan masalah secara bersama-sama dengan pasangannya secara efektif. Tiga tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran Think-Pair-Share, yaitu:
a. Thinking berpikir
Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran kemudian peserta didik diberi kesempatan untuk memikirkan
jawabannya sendiri. b.
Pairing berpasangan Dalam tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan dan
mendiskusikan jawaban hasil pemikirannya. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya.
c. Sharing berbagi
Dalam tahap ini hasil diskusi tiap-tiap pasangan dibicarakan kepada kelompokpasangan lain seluruh kelas. Diharapkan terjadi tanya jawab yang
mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara integratif sehingga peserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang
dipelajarinya. Suprijono, 2009:91
Dalam pembelajaran yang menggunakan model think-pair-share, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama
dengan orang lain. Keunggulan menggunakan think-pair-share adalah partisipasi siswa menjadi lebih optimal, yaitu memberi kesempatan delapan kali lebih banyak
kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain Isjoni, 2012:78. Dengan membiasakan siswa senantiasa ikut
berpartisipasi maka akan mendorong tingginya aktivitas siswa serta melatih sikap tanggap dan intelegensi siswa dalam pembelajaran secara keseluruhan.
Kelebihan think-pair-share yang lain yaitu antara lain: 1 memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama
lain; 2 seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas;
3 dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas; 4 siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir
dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil; dan 5 memungkinkan guru untuk lebih
banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran Nova, 2011. 2.1.7.3 Teori yang Mendasari Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Teori pembelajaran konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri
dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Menurut teori ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.
Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, yaitu dengan memberi kesempatan
siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat
anak tangga tersebut Nur dalam Trianto, 2009: 28. Teori perkembangan Piaget mendukung teori kontruktivisme. Teori ini
memandang bahwa perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi yang mereka lakukan. Implikasinya dalam proses pembelajaran yaitu pada saat guru memperkenalkan
informasi yang melibatkan siswa menggunakan konsep-konsep, memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan menggunakan pola-pola
berpikir formal Trianto, 2009:29. Vygotsky berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk
pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Teori ini lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Proses
pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja sendiri atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas tersebut masih berada dalam jangkauan
mereka Trianto, 2009:38-39. Vygotsky juga berpandangan bahwa kegiatan
kolaboratif di antara anak-anak mendorong pertumbuhan karena anak-anak yang usianya sebaya lebih suka bekerja di dalam wilayah pembangunan paling dekat
satu sama lain, perilaku yang diperlihatkan dalam kelompok kolaborasi lebih berkembang daripada yang dapat mereka tunjukkan sebagai individu. Slavin,
2005:37 Dari beberapa teori di atas memunculkan konsep bahwa siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka membangun pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman dan melakukan interaksi yaitu
dengan cara saling berdiskusi dengan temannya dalam kelompok. Suprijono 2009:56 mengatakan bahwa kelompok dapat terdiri dari dua orang saja, tetapi
juga dapat terdiri dari banyak orang. Pembelajaran think-pair-share merupakan pembelajaran dengan cara berkelompok secara berpasangan dua orang yang
saling berinteraksi mendiskusikan permasalahan. Sehingga melalui interaksi tersebut siswa dapat lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit.
2.1.8 Media Audiovisual