Dengan melihat tahap perkembangan siswa usia SD yang masih memerlukan bentuk benda konkrit maka dalam pembelajarannya siswa mengenal
IPA dimulai dari lingkungan kehidupan siswa. Seperti yang diungkap Makhrus dkk 2008:14 pembelajaran IPA di sekolah dasar atau madrasah yang sederajat
harus menerapkan bahwa pembelajaran IPA dimulai dari yang dikenal siswa, baru kemudian aspek yang belum dikenal. Artinya pembelajaran berlangsung dari yang
dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari kemudian melangkah kepada aspek yang jauh.
2.1.6 Pembelajaran Kooperatif
2.1.6.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Slavin 2005:4 mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada
berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok- kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari
materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah
pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Kata kooperatif cooperative itu sendiri artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu
kelompok atau satu tim Isjoni, 2012:15. Sejalan dengan pemikiran itu Johnson dan Johnson dalam Isjoni, 2012:45 menuturkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama
lainnya sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama. Dan menurut Suprijono 2009: 54 pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua
jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Di sini peran guru adalah menetapkan tugas dan pertanyaan-
pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang di dalamnya terbentuk kelompok-
kelompok kecil yang diarahkan oleh guru agar mereka saling bekerjasama dengan kemampuan maksimal untuk mempelajari materi pelajaran demi mencapai tujuan
bersama. 2.1.6.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin 2005:33 tujuan yang paling penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep,
kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Kemudian tujuan
pembelajaran kooperatif menurut Isjoni 2012:21 yaitu agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling
menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok.
Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa bekerja sebagai tim sehingga membutuhkan kerjasama yang baik. Seperti yang diungkap Slavin 2005:10, ada
tiga konsep penting dalam pembelajaran kooperatif, yakni: a.
Penghargaan bagi tim, artinya tim akan mendapat penghargaan atau sertifikat jika mereka berhasil melampaui kriteria tertentu yang telah
ditetapkan. b.
Tanggungjawab individual, maksudnya bahwa kesuksesan tim bergantung pada pembelajaran individual dari semua anggota tim.
c. Kesempatan sukses yang sama, maksunya adalah semua siswa memberi
kontribusi kepada timnya dengan cara meningkatkan kinerja mereka dari yang sebelumnya sehingga mereka akan tertantang untuk melakukan yang
terbaik demi timnya. Dengan melihat tiga konsep tersebut, secara tidak langsung kerjasama tim
akan mengembangkan keterampilan siswa dalam berhubungan antar sesama dalam pembelajaran kooperatif. Karena diharapkan kelak akan tercetak generasi-
generasi baru yang memiliki potensi akademik yang tinggi sekaligus memiliki solidaritas sosial yang kuat.
2.1.6.3 Variasi dalam Pembelajaran IPA Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa variasi dalam pelaksanaan
pembelajarannya, antara lain: 2.1.6.3.1 Student Team Achievement Division STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap
kelompoknya 4-5 orang secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan
kelompok. Trianto, 2009:68 Dalam pembelajaran STAD siswa dikelompokkan secara heterogen yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, dan memiliki tingkat kemampuan yang bervariasi. Dengan keragaman tersebut diharapkan akan
tumbuh kemampuan kerjasama, kreatif, dan berpikir kritis untuk menjadi kelompok terbaik. Namun pembentukan kelompok seperti ini sulit dilakukan pada
karakter siswa yang sudah memiliki kelompok sendiri. Mereka cenderung lebih nyaman dengan kelompoknya sendiri dibanding dengan kelompok barunya karena
peran serta anggota menjadi tidak merata. 2.1.6.3.2Jigsaw
Dalam pembelajaran jigsaw, pada mulanya guru membentuk keompok asal terdiri dari 4-6 siswa. Setelah terbentuk guru membagikan materi kepada tiap-tiap
kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki tanggungjawab untuk memahami materi yang berbeda. Kemudian semua anggota kelompok yang memiliki topik
yang sama berkumpul sebagai kelompok ahli untuk berdiskusi.Seperti yang dijelaskan Trianto 2009:74 bahwa masing-masing anggota kelompok secara
acak ditugaskan untuk menjadi ahli expert pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah itu mereka kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan kepada
anggota kelompok asal lainnyatentang materi yang telah dikuasai. Pembelajaran diakhiri dengan diskusi seluruh kelas berupa review terhadap topik yang telah
dipelajari dan kuis.
Pembentukan kelompok seperti ini sangat baik untuk mengaktifkan partisipasi siswa dan tanggungjawab. Namun dalam pelaksanaannya
membutuhkan waktu yang lama sedangkan alokasi waktu yang tersedia di sekolah dasar sangatlah terbatas.
2.1.6.3.3 Investigasi Kelompok Dalam pembelajaran Investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi
kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa secara heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban dan minat yang sama dalam topik
tertentu. Selanjutnya siswa melakukan penyelidikan secara mendalam pada topik tertentu. Dan terakhir mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
Trianto, 2009: 79 Pembelajaran investigasi kelompok menuntut kesiapan guru menyiapkan
materi atau topik investigasi secara keseluruhan, memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit, dan memerlukan waktu lama untuk penyesuaian. Sehingga
untuk karakter kelas yang mudah ribut akan lebih sulit dikendalikan. 2.1.6.3.4 Numbered Head Together NHT
Numbered Head Together NHT atau penomoran berpikir bersama
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap stuktur kelas tradisional
Trianto, 2009:82. Dalam pembelajarannya, guru membentuk kelompok dan setiap anggota kelompok diberi nomor secara berurutan. Slavin 2005:255
menjelaskan tiap siswa dalam sebuah kelompok mempunyai nomor dan para siswa tersebut tahu bahwa hanya ada satu siswa yang akan dipanggil untuk
mewakili kelompoknya. Jadi jelaslah setelah guru mengajukan pertanyaan dan didiskusikan bersama kelompoknya, salah satu siswa yang telah ditunjuk maju
untuk menjawab pertanyaan dari guru. Dalam pembelajaran NHT Numbered Head Together guru menunjuk
siswa secara acak, sehingga biasanya menimbulkan ketegangan diantara para siswa. Siswa yang pandai cenderung mendominasi sehingga terkadang juga
menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah. 2.1.6.3.5 Think-Pair-Share
TPS Pembelajaran Think-Pair-Share TPS atau berpikir-berpasangan-berbagi
diawali dengan guru menyampaikan pelajaran, para siswa duduk berpasangan dengan timnya masing-masing. Guru memberi pertanyaan kepada kelas. Masing-
masing siswa diberi kesempatan untuk memikirkan jawaban.Kemudian berpasangan dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan terhadap
jawaban. Dan terakhir guru meminta siswa untuk berbagi jawaban yang telah mereka sepakati kepada siswa di seluruh kelas itu. Slavin, 2005:257
Dalam pembelajarannya, TPS sangat efektif untuk meningkatkan partisipasi siswa karena jumlah kelompok yang kecil berpasangan atau dua
orang. Hal ini dapat mempermudah siswa dalam berinteraksi serta menuntut siswa untuk berpikir secara individu maupun kelompok mendiskusikan suatu
permasalahan. Dengan demikian, kegaduhan dalam kelas dapat terminimalisir. Dari beberapa variasi pembelajaran kooperatif di atas peneliti
menggunakan pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share sebagai solusi pemecahan masalah. Sesuai dengan permasalahan yang ada dalam pembelajaran
IPA di kelas IV SDN Kalibanteng Kidul 02, pembelajaran think-pair-share lebih efektif digunakan untuk meningkatkan partisipasi siswa di dalam kelas daripada
model pembelajaran kooperatif lainnya. Dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara individu dan secara kelompok, sehingga mereka
memiliki tanggung jawab pribadi sekaligus tanggung jawab dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
2.1.7 Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share