target indikator keberhasilan. Dari kolaborator memberi masukan bahwa pembelajaran berjalan dengan baik. Namun alangkah lebih baik lagi jika
perbaikan pembelajaran terus dilakukan agar pembelajaran dapat menghasilkan mutu yang baik.
Adapun perbaikan-perbaikan tersebut ditekankan pada: a.
Media yang bervariasi dan dapat menarik minat siswa. b.
Kemampuan mengajar guru lebih ditingkatkan lagi. c.
Pengondisian kelas perlu dioptimalkan lagi.
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Pemaknaan Temuan Penelitian
Kegiatan pembelajaran IPA melalui pendekatan kooperatif tipe think-pair- share
dengan media audiovisual disajikan dengan pembahasan yang lebih rinci sebagai berikut:
4.2.1.1 Hasil Keterampilan Guru Hasil penelitian keterampilan guru pada pembelajaran IPA melalui
pendekatan kooperatif tipe think-pair-share dengan media audiovisual mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada tabel
dan diagram berikut:
Tabel 4.14
Peningkatan Keterampilan Guru Siklus I, Siklus II, dan Siklus III No.
Indikator Keterampilan Guru
Siklus I Siklus II
Siklus III Pert 1
Pert 2 Pert 1
Pert 2 Pert 1
Pert 2 1. Membuka
pelajaran. 3
3 4
4 4
4 2. Memberikan
pertanyaan. 2
3 3
4 4
4 3. Menyajikan
materi pembelajaran.
3 3 4 3 4 4 4. Keterampilan
menggunakan media audiovisual.
3 4 4 4 4 4
5. Menyampaikan permasalahan.
2 3 3 3 3 3 6.
Membimbing siswa dalam kelompok kecil
berpasangan. 2 3 3 3 4 4
7. Membimbing siswa
melaporkan hasil diskusi. 2 3 3 3 3 3
8. Memberi penguatan.
2 3
2 3
3 3
9. Mengelola kelas.
2 3
3 4
4 4
10. Menutup pelajaran.
2 3
3 3
3 4
Jumlah Skor Total 23
31 32
34 35
37 Rata-rata 2,3
3,1 3,2
3,4 3,5
3,7 Kategori
Cukup Baik Baik Sangat
Baik Sangat
Baik Sangat
Baik
Untuk melihat perbandingan skor perolehan untuk tiap indikator keterampilan guru pada siklus I, siklus II, dan siklus III disajikan dalam diagram
berikut:
Diagram 4.18 Peningkatan Skor Tiap Indikator Keterampilan Guru Siklus I,
Siklus II, dan Siklus III
Sedangkan untuk peningkatan skor keterampilan guru pada sklus I, siklus II, dan siklus III dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram 4.19 Peningkatan Keterampilan Guru Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Berdasarkan tabel dan diagram di atas, menunjukkan bahwa keterampilan guru pada pembelajaran IPA melalui pendekatan kooperatif tipe think-pair-share
dengan media audiovisual mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Terbukti pada siklus I pertemuan 1 memperoleh jumlah skor 23 dengan kategori cukup,
siklus I pertemuan 2 meningkat menjadi 31 dengan kategori baik, siklus II pertemuan 1 meningkat menjadi 32 dengan kategori baik, siklus II pertemuan 2
meningkat lagi menjadi 34 dengan kategori sangat baik, siklus III pertemuan 1 kembali mengalami peningkatan yaitu 35 dengan kategori sangat baik dan siklus
III pertemuan 2 meningkat kembali menjadi 37 dengan kategori sangat baik. Peningkatan juga terjadi pada setiap indikator yang diamati. Berikut
penjabaran peningkatan skor tiap indikator keterampilan guru pada siklus I, siklus II, dan siklus III:
4.2.1.1.1 Membuka Pelajaran Pada indikator membuka pelajaran, skor yang diperoleh pada siklus I
pertemuan 1 sebesar 3, siklus I pertemuan 2 sebesar 3, siklus II pertemuan 1 sebesar 4, siklus II pertemuan 2 sebesar 4, siklus III pertemuan 1 sebesar 4, dan
siklus III pertemuan 2 sebesar 4. Skor maksimal untuk setiap indikatornya adalah 4. Guru telah mampu membuka pelajaran dengan mempersiapkan siswa agar
mengikuti pelajaran dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan kemampuan guru yang berhasil menarik perhatian seluruh siswa untuk mengikuti pelajaran
dengan baik, guru senantiasa memberikan motivasi kepada siswa, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, dan memberikan apersepsi yang sesuai
dengan materi yang akan dipelajari. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mulyasa 2011:84 bahwa keterampilan membuka pelajaran merupakan upaya guru untuk
menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian peserta didik secara optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya pada pelajaran yang akan disajikan.
4.2.1.1.2 Memberikan Pertanyaan Pada indikator memberikan pertanyaan, skor yang diperoleh pada siklus I
pertemuan 1 sebesar 2, siklus I pertemuan 2 sebesar 3, siklus II pertemuan 1 sebesar 3, siklus II pertemuan 2 sebesar 4, siklus III pertemuan 1 sebesar 4, dan
siklus III pertemuan 2 sebesar 4. Secara keseluruhan guru sudah mampu memberikan pertanyaan dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan kata-kata
yang digunakan guru cukup jelas dan dapat dimengerti siswa, memberikan waktu berpikir siswa yang cukup, menyebar pertanyaan dan memberikan konfirmasi
jawaban. Guru yang terampil dalam memberikan pertanyaan akan berdampak positif terhadap peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Usman
2011:74 bahwa dalam proses belajar mengajar bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang
tepat pula akan memberikan dampak positif terhadap siswa. 4.2.1.1.3 Menyajikan Materi Pembelajaran
Pada indikator menyajikan materi pembelajaran, skor yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 3, siklus I pertemuan 2 sebesar 3, siklus II pertemuan
1 sebesar 4, siklus II pertemuan 2 sebesar 3, siklus III pertemuan 1 sebesar 4, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 4. Pada indikator ini guru telah mampu menyajikan
materi pembelajaran kepada siswa dengan baik. Dalam penyampaian materi guru menggunakan bahasa yang jelas, sesuai dengan cakupan indikator rencana
pembelajaran, runtut, dan disertai contoh atau ilustrasi. Hal ini telah sesuai dengan pendapat Usman 2011:88-89bahwa keterampilan menjelaskan dalam pengajaran
ialah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya.
4.2.1.1.4 Keterampilan Menggunakan Media Audiovisual Pada indikator keterampilan menggunakan media audiovisual, skor yang
diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 3, siklus I pertemuan 2 sebesar 4, siklus II pertemuan 1 sebesar 4, siklus II pertemuan 2 sebesar 4, siklus III
pertemuan 1 sebesar 4, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 4. Pada indikator ini guru dapat dikatakan telah terampil dalam menggunakan media audiovisual.
Media audiovisual yang ditayangkan sesuai dengan materi ajar dan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Guru juga mampu mengoperasikan media
audiovisual dengan baik dan dengan durasi waktu yang tepat. Penggunaan media sangat memberikan manfaat dalam pembelajaran yaitu peserta didik menjadi lebih
mudah memahami fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Karena menurut Anitah 2010:49 seseorang tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu,
melainkan sekaligus dapat mendengar sesuatu yang divisualisasikan. 4.2.1.1.5 Menyampaikan Permasalahan
Pada indikator menyampaikan permasalahan, skor yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 2, siklus I pertemuan 2 sebesar 3, siklus II pertemuan
1 sebesar 3, siklus II pertemuan 2 sebesar 3, siklus III pertemuan 1 sebesar 3, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 3. Pada indikator ini guru menyampaikan
permasalahan menggunakan bahasa Indonesia dengan jelas namun masih ada beberapa siswa yang belum mengerti dengan materi yang disampaikan oleh guru,
mengingat anak usia Sekolah Dasar masih dalam tahap berpikir konkret teori Piaget. Permasalahan yang disampaikan guru sudah sesuai dengan materi dan
relevan. Namun kesempatan atau waktu yang diberikan kepada siswa masih terlalu singkat, sehingga ada sebagian siswa yang tidak mampu menyelesaikan
pekerjaannya. 4.2.1.1.6 Membimbing Siswa dalam Kelompok Kecil Berpasangan
Pada indikator membimbing siswa dalam kelompok kecil berpasangan, skor yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 2, siklus I pertemuan 2
sebesar 3, siklus II pertemuan 1 sebesar 3, siklus II pertemuan 2 sebesar 3, siklus III pertemuan 1 sebesar 4, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 4. Pada indikator ini
guru mengelompokkan siswa secara berpasangan, memperhatikan pendapat siswa, dan mengarahkan siswa dalam merumuskan jawaban kelompok. Namun guru
kurang merangsang siswa untuk aktif memberi tanggapan hasil pemikiran temannya sehingga ada beberapa kelompok yang tampak kurang optimal dalam
interaksi diskusi. Diskusi kelompok merupakansuatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan
berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan, atau pemecahan masalah Usman, 2011:94.
4.2.1.1.7 Membimbing Siswa Melaporkan Hasil Diskusi Pada indikator membimbing siswa melaporkan hasil diskusi, skor yang
diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 2, siklus I pertemuan 2 sebesar 3, siklus II pertemuan 1 sebesar 3, siklus II pertemuan 2 sebesar 3, siklus III
pertemuan 1 sebesar 3, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 3. Pada indikator ini secara keseluruhan guru meminta kelompok maju mempresentasikan hasil diskusi
dan membimbingnya serta menyimpulkan hasil diskusi bersama siswa. Guru masih kurang maksimal dalam memberi kesempatan kelompok lain menanggapi
presentasi. 4.2.1.1.8 Memberi Penguatan
Pada indikator memberi penguatan, skor yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 2, siklus I pertemuan 2 sebesar 3, siklus II pertemuan 1
sebesar 2, siklus II pertemuan 2 sebesar 3, siklus III pertemuan 1 sebesar 3, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 3. Pada siklus I dan II guru meggunakan penguatan
verbal dan penguatan pendekatan. Sedangkan pada siklus III guru menggunakan dua penguatan tersebut dan penguatan simbol atau tanda. Penguatan yang
diberikan dapat memberikan pengaruh positif terhadap proses belajar siswa. Menurut Usman 2011:80,penguatan reinforcement merupakan segala bentuk
respons, apakah bersifat verbal ataupun nonverbal yang merupakan bagian modifikasi dari tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa yang bertujuan
untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi siswa atas perbuatannya sebagai suatu tindakan dorongan ataupun koreksi.
4.2.1.1.9 Mengelola Kelas Pada indikator mengelola kelas, skor yang diperoleh pada siklus I
pertemuan 1 sebesar 2, siklus I pertemuan 2 sebesar 3, siklus II pertemuan 1 sebesar 3, siklus II pertemuan 2 sebesar 4, siklus III pertemuan 1 sebesar 4, dan
siklus III pertemuan 2 sebesar 4. Pada siklus pertama guru belum mengatur tata ruang kelas dan meratakan perhatiannya. Pada siklus kedua guru sudah mengatur
ruang kelas namun belum maksimal dalam memberikan perhatian secara menyeluruh. Pada siklus III guru sudah memenuhi semua deskriptor pada
indikator ini dengan baik. Dengan kemampuan mengelola kelas yang baik dapat menciptakan kondisi belajar yang optimal. Demikian juga seperti yang
diungkapkan oleh Mulyasa 2011:91, bahwa mengelola kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan
mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.
4.2.1.1.10 Menutup Pelajaran Pada indikator mengelola kelas, skor yang diperoleh pada siklus I
pertemuan 1 sebesar 2, siklus I pertemuan 2 sebesar 3, siklus II pertemuan 1 sebesar 3, siklus II pertemuan 2 sebesar 3, siklus III pertemuan 1 sebesar 3, dan
siklus III pertemuan 2 sebesar 4. Pada siklus I guru belum menyimpulkan dan memberi refleksi. Pada siklus II guru masih belum maksimal dalam memberi
refleksi. Pada siklus III guru sudah memenuhi semua deskriptor. Menurut Mulyasa 2011:84 keterampilan menutup pelajaran adalah upaya guru untuk
mengetahui pencapaian tujuan dan pemahaman peserta didik terhadap meteri yang telah dipelajari, serta mengakhiri kegiatan pembelajaran.
4.2.1.2 Hasil Aktivitas Siswa Hasil penelitian aktivitas siswa pada pembelajaran IPA melalui
pendekatan kooperatif tipe think-pair-share dengan media audiovisual mengalami peningkatan pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Peningkatan tersebut dapat
dilihat pada tabel dan diagram berikut:
Tabel 4.15
Peningkatan Aktivitas Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III No.
Indikator Aktivitas Siswa
Siklus I Siklus II
Siklus III Pert 1
Pert 2 Pert 1
Pert 2 Pert 1
Pert 2 1. Kesiapan
siswa mengikuti pelajaran
2,44 2,97 3,03 3,17 3,44 3,75 2. Keaktifan
menjawab pertanyaan.
1,67 2,33 2,47 2,67 2,67 2,83 3.
Memperhatikan 2,17 2,58 2,89 2,94 3,03 3,19
penyajian materi dengan media audiovisual.
4. Menulis hasil pemikiran
sendiri. 2,11 2,56 2,94 3,05 3,08 3,25
5. Berdiskusi dalam
kelompok berpasangan. 2,17 2,19 2,33 2,50 2,81 3,03
6. Presentasi
kelompok. 1,50 1,64 1,89 1,89 2,31 2,69
Jumlah Skor Total 12,06
14,32 15,53
16,25 17,33
18,75 Rata-rata
2,01 2,38 2,58 2,71 2,89 3,13 Kategori
Cukup Cukup Baik Baik Baik Baik
Untuk melihat perbandingan skor perolehan untuk tiap indikator aktivitas siswa pada siklus I, siklus II, dan siklus III disajikan dalam diagram berikut:
Diagram 4.20 Peningkatan Skor Tiap Indikator Aktivitas Siswa Siklus I, Siklus
II, dan Siklus III
Sedangkan untuk peningkatan skor aktivitas siswa pada siklus I, siklus II, dan siklus III dapat dilihat pada diagram berikut:
Diagram 4.21 Peningkatan Aktivitas Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Berdasarkan tabel dan diagram di atas, menunjukkan bahwa aktivitas siswa pada pembelajaran IPA melalui pendekatan kooperatif tipe think-pair-share
dengan media audiovisual mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Terbukti pada siklus I pertemuan 1 memperoleh jumlah skor 12,06 dengan kategori cukup,
siklus I pertemuan 2 meningkat menjadi 14,32 dengan kategori cukup, siklus II pertemuan 1 meningkat menjadi skor 15,53 dengan kategori baik, siklus II
pertemuan 2 meningkat menjadi 16,25 dengan kategori baik, siklus III pertemuan 1 meningkat menjadi 17,33 dengan kategori baik, dan siklus III meningkat lagi
menjadi 18,75 dengan kategori baik.
Peningkatan juga terjadi pada setiap indikator yang diamati. Berikut penjabaran peningkatan skor tiap indikator aktivitas siswa pada siklus I, siklus II,
dan siklus III: 4.2.1.2.1 Kesiapan Siswa Mengikuti Pelajaran
Pada indikator kesiapan siswa mengikuti pelajaran, skor yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 2,44, siklus I pertemuan 2 sebesar 2,97, siklus II
pertemuan 1 sebesar 3,03, siklus II pertemuan 2 sebesar 3,17, siklus III pertemuan 1 sebesar 3,44, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 3,75. Pada siklus I siswa masih
sulit dikendalikan dan tidak memusatkan perhatian kepada guru. Pada siklus II siswa mau memusatkan perhatian namun masih banyak yang gaduh. Dan pada
siklus III suasana gaduh sudah dapat diminimalisir. 4.2.1.2.2 Keaktifan Menjawab Pertanyaan
Pada indikator keaktifan menjawab pertanyaan, skor yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 1,67, siklus I pertemuan 2 sebesar 2,33, siklus II
pertemuan 1 sebesar 2,47, siklus II pertemuan 2 sebesar 2,67, siklus III pertemuan 1 sebesar 2,67, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 2,83. Pada indikator ini
kebanyakan siswa mengacungkan jari, menjawab pertanyaan dengan tepat dan lantang. Namun hanya sebagian saja siswa yang memberikan alasan jawabannya.
Hal ini jika dilakukan secara terus menerus akan melatih keberanian siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Paul B Dierich dalam Hamalik, 2008:172 yang
termasuk ke dalam kegiatan emosional siswa di dalamnya yaitu minat siswa, sikap tenang siswa, keberanian siswa, dll.
4.2.1.2.3 Memperhatikan Penyajian Materi dengan Media Audiovisual Pada indikator memperhatikan penyajian materi dengan media
audiovisual, skor yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 2,17, siklus I pertemuan 2 sebesar 2,58, siklus II pertemuan 1 sebesar 2,89, siklus II pertemuan
2 sebesar 2,94, siklus III pertemuan 1 sebesar 3,03, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 3,19. Secara keseluruhan siswa sudah tampak mendengarkan penjelasan
materi dengan tenang, memperhatikan tayangan media audiovisual dengan seksama, dan mencatat hal-hal penting selama penayangan media audiovisual.
Hanya ada beberapa siswa yang berani bertanya tentang hal yang belum dipahami. Menurut Wibawa 2001:67 media audiovisual memiliki kemampuan untuk dapat
mengatasi kekurangan dari media audio atau media visual semata. Sehingga dengan karakteristik yang lebih lengkap dapat mempermudah siswa dalam
menerima materi pelajaran. 4.2.1.2.4 Menulis Hasil Pemikiran Sendiri
Pada indikator menulis hasil pemikiran sendiri, skor yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 2,11, siklus I pertemuan 2 sebesar 2,56, siklus II
pertemuan 1 sebesar 2,94, siklus II pertemuan 2 sebesar 3,05, siklus III pertemuan 1 sebesar 3,08, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 3,25. Siswa menulis jawaban
secara individu dengan tepat dan jelas, serta mengembangkan pendapatnya. Namun ada beberapa siswa yang tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya
dengan tepat waktu dikarenakan waktu yang diberikan terlalu singkat. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivis Suprijono, 2009:31 bahwa semua pengetahuan
adalah hasil konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang. Sehingga siswa yang mau memikirkan jawaban dengan pemikiran sendiri akan membangun
pengetahuan di dalam diri siswa tersebut. 4.2.1.2.5 Berdiskusi dalam Kelompok Berpasangan
Pada indikator berdiskusi dalam kelompok berpasangan, skor yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 2,17, siklus I pertemuan 2 sebesar
2,19, siklus II pertemuan 1 sebesar 2,33, siklus II pertemuan 2 sebesar 2,50, siklus III pertemuan 1 sebesar 2,81, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 3,03. Secara
keseluruhan siswa bersedia berkelompok berpasangan dengan salah satu temannya, menanggapi hasil pemikiran teman, dan merumuskan jawaban. Namun
ada beberapa kelompok yang kurang optimal dalam melakukan interaksi diskusi. Hal ini sesuai dengan Suprijono 2009:91 bahwa diskusi berpasangan dapat
memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan melalui intersubjektif dengan pasangannya.
4.2.1.2.6 Presentasi Kelompok Pada indikator kesiapan siswa mengikuti pelajaran, skor yang diperoleh
pada siklus I pertemuan 1 sebesar 1,50, siklus I pertemuan 2 sebesar 1,64, siklus II pertemuan 1 sebesar 1,89, siklus II pertemuan 2 sebesar 1,89, siklus III pertemuan
1 sebesar 2,31, dan siklus III pertemuan 2 sebesar 2,69. Skor yang diperoleh indikator ini relatif rendah dibanding indikator lain pada hasil observasi aktivitas
siswa. Secara keseluruhan aktivitas siswa dalam pembelajaran telah menunjukkan peningkatan pada tiap pertemuannya. Pada pertemuan terakhir semua siswa berani
mengajukan diri mempresentasikan hasil diskusinya tanpa ditunjuk guru dan menyampaikan dengan jelas dan suara yang menjangkau seluruh kelas. Namun
hanya sebagian saja yang berani memberikan respon atau tanggapan terhadap kelompok lain. Hal ini sesuai dengan Suprijono 2009:91 bahwa tanya jawab
yang mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara integratif sehingga peserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.
4.2.1.3 Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dimulai pra siklus, siklus I,
siklus II, dan siklus III disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.16
Rekapitulasi Hasil Belajar Pra Siklus, Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Pencapaian Hasil
Kategori Kualifikasi
Pra Siklus Siklus I
Siklus II Siklus III
87 –
100 3 2 2 7 Sangat Baik
Tuntas 74 – 86
7 6
20 24
Baik Tuntas
61 –
73 3 12
8 1 Cukup Tuntas
61 23
16 6
4 Kurang
Tidak Tuntas Jumlah siswa
36 36
36 36
Nilai Tertinggi 94
95 95
95 Nilai Terendah
39 35
45 35
Ketuntasan 36,11
55,56 83,33
88,89 Ketidaktuntasan 63,89
44,44 16,67
11,11 Siswa yang tuntas
13 20
30 32
Siswa tidak tuntas 23
16 6
4 Rata-Rata 61,78
63,47 74,16
77,64 Kategori Cukup
Cukup Baik
Baik
Berdasarkan tabel di atas, rekapitulasi ketuntasan klasikal data pra siklus, siklus I, siklus II, dan siklus III disajikan dalam diagram berikut:
Diagram 4.22 Rekapitulasi Ketuntasan Klasikal Data Pra Siklus, Siklus I,
Siklus II, dan Siklus III Sedangkan peningkatan rata-rata hasil belajar siswa data pra siklus, siklus
I, siklus II, dan siklus III disajikan dalam diagram berikut:
Diagram 4.23 Rekapitulasi Peningkatan Rata-Rata Hasil Belajar Siswa
Data Siklus I, Siklus II, dan Siklus III Berdasarkan diagram di atas ketuntasan hasil belajar klasikal pada pra
siklus sebesar 38,11. Pada siklus I terjadi peningkatan menjadi 55,56. Pada siklus II ketuntasan belajar meningkat menjadi 83,33. Dan pada siklus III
ketuntasan belajar meningkat kembali menjadi 88,89. Rata-rata hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan. Kondisi pra
siklus yaitu sebesar 61,78. Telah mengalami peningkatan pada siklus I menjadi 63,47. Siklus II juga mengalami peningkatan sebesar 74,16. Dan meningkat
kembali pada siklus III yaitu sebesar 77,64. Pada siklus I, hasil belajar IPA memperoleh ketuntasan klasikal sebesar
55,56. Nilai rata-rata sebesar 63,47 dengan kategori cukup. Nilai terendah sebesar 35 dan nilai tertinggi sebesar 95. Ada 19 siswa telah mengalami belajar
tuntas dan 16 siswa masih belum tuntas. Berdasarkan data tersebut hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan namun belum mencapai target indikator
keberhasilan sehingga penelitian dilanjut ke siklus II. Pada siklus II, ketuntasan klasikal meningkat menjadi 83,33 atau 30 dari
36 siswa mengalami ketuntasan belajar. Sedangkan 16,67 atau 6 dari 36 siswa lainnya belum mengalami belajar tuntas. Dari 6 siswa yang nilainya tidak tuntas,
ada satu orang siswa NKW yang mengalami penurunan kualifikasi tuntas menjadi tidak tuntas. Hal ini dikarenakan kondisi fisiknya yang sedang kurang
baik sakit. Sedangkan nilai rata-rata kelas yang dicapai juga meningkat, yaitu sebesar 74,16 dengan kategori baik. Perolehan nilai terendah 45 dan nilai tertinggi
95. Pada siklus ini ketuntasan hasil belajar dan nilai rata-rata lebih meningkat tetapi target indikator keberhasilan masih belum tercapai sehingga penelitian
dilanjut ke siklus III. Pada siklus III ketuntasan klasikal telah mencapai 88,89 atau 32 dari 36
siswa telah mengalami belajar tuntas. Dan 11,11 atau 4 dari 36 siswa belum tuntas belajar. 4 orang siswa tersebut tidak mengalami belajar tuntas sejak siklus I
hingga siklus III. Hal ini dikarenakan kurangnya penekanan guru terhadap siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang tergolong kurang. Sedangkan rata-rata
kelas yang diperoleh juga meningkat yaitu sebesar 77,64 dengan kategori baik. Nilai terendah yaitu 35 dan nilai tertinggi yaitu 95. Nilai terendah siswa turun dari
siklus sebelumnya yaitu siklus II sebesar 45 kemudian siklus III turun menjadi 35. Hal tersebut dikarenakan materi yang diberikan guru pada siklus III tergolong
cukup sulit yaitu materi Perubahan Kenampakan Benda Langit. Penelitian ini dihentikan karena telah mencapai target indikator keberhasilan yang telah
ditetapkan yaitu sekurang-kurangnya 85 siswa mengalami belajar tuntas dengan nilai rata-rata kelas
≥ 74. Peningkatan persentase ketuntasan klasikal dan rata-rata hasil belajar
siswa pada siklus I, siklus II, dan siklus III menunjukkan bahwa pendekatan kooperatif tipe think-pair-share dengan media audiovisual berhasil meningkatkan
hasil belajar. Keberhasilanpendekatan kooperatif tipe think-pair-share dengan media
audiovisual pada indikator peningkatan hasil belajar diperkuat oleh penelitian
Erlina Novi Kusumayantipada tahun 2012 dengan judulnya “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
pada siswa kelas V-B SDN Tambakaji Semarang”. Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 65,8 dengan ketuntasan
belajar 65,7, pada siklus II terjadi peningkatan, yaitu diperoleh nilai rata-rata 70,1 dengan ketuntasan belajar 71,42, dan pada siklus III meningkat kembali
dengan nilai rata-rata 75,86 dan ketuntasan belajar 82,86. Dari data-data yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa hasil belajar
IPA telah mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal. Hal tersebut membuktikan bahwa pendekatan kooperatif tipe think-pair-share dengan
media audiovisual dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4.2.2 Implikasi Hasil Penelitian