kolaboratif di antara anak-anak mendorong pertumbuhan karena anak-anak yang usianya sebaya lebih suka bekerja di dalam wilayah pembangunan paling dekat
satu sama lain, perilaku yang diperlihatkan dalam kelompok kolaborasi lebih berkembang daripada yang dapat mereka tunjukkan sebagai individu. Slavin,
2005:37 Dari beberapa teori di atas memunculkan konsep bahwa siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka membangun pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman dan melakukan interaksi yaitu
dengan cara saling berdiskusi dengan temannya dalam kelompok. Suprijono 2009:56 mengatakan bahwa kelompok dapat terdiri dari dua orang saja, tetapi
juga dapat terdiri dari banyak orang. Pembelajaran think-pair-share merupakan pembelajaran dengan cara berkelompok secara berpasangan dua orang yang
saling berinteraksi mendiskusikan permasalahan. Sehingga melalui interaksi tersebut siswa dapat lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit.
2.1.8 Media Audiovisual
Kata “media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar”. Sehingga
media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan Djamarah, 2006:120. Menurut Romiszowski dalam Wibawa 2001: 12 media
ialah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan yang dapat berupa orang atau benda kepada penerima pesan. Sedangkan media pembelajaran
menurut Anitah 2010:5 adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang
dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan suatu wahana berupa orang, alat, bahan, maupun
peristiwa yang dapat menyalurkan pesan atau informasi dari sumber pesan pengajar kepada penerima pesan pebelajar sehingga pebelajar dapat menerima
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dengan baik. Ada beberapa keuntungan menggunakan media dalam pembelajaran
menurut Wibawa 2001:14, antara lain: 1 guru mempunyai lebih banyak waktu untuk membantu siswa yang lemah; 2 siswa akan belajar secara aktif; dan 3
siswa dapat belajar sesuai dengan gaya dan kecepatan masing-masing. Untuk menunjang keberhasilan, peneliti memilih menggunakan media
audiovisual. Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar Djamarah, 2006:124. Media audiovisual menurut Anitah
2010:49 adalah media yang tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu tetapi dapat sekaligus mendengar sesuatu yang divisualisasikan. Dengan media
audiovisual dalam pembelajaran dapat melibatkan banyak indera siswa untuk menangkap materi pelajaran yaitu indera penglihat visual dan indera pendengar
audio. Menurut Arsyad 2007:30 media audiovisual yaitu penggunaan materi yang penyerapannya melalui pandangan atau pendengaran serta tidak seluruhnya
tergantung pada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa. Ada perbedaan perolehan hasil belajar yang didapat melalui indera
pandang dan indera dengar. Arsyad 2007:9 mengatakan bahwa perbandingan
perolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera dengar sangat menonjol perbedaannya. Hal tersebut sesuai dengan Edgar Dale dalam Arsyad, 2007:10
yang memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75, melalui indera dengar sekitar 13, dan melalui indera lainnya
sekitar 12. Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar yaitu Dale’s Cone of
Experience Kerucut Pengalaman Dale. Kerucut ini merupakan elaborasi yang
rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang diungkap oleh Bruner.
Abstrak
Konkret
Bagan 2.2 Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Lambang Visual
Gambar Diam, Rekaman Radio
Gambar Hidup Pameran
Televisi Karyawisata
Dramatisasi Benda
TiruanPengamatan Pengalaman
Langsung Lambang
Kata
Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung konkret, kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian
melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal abstrak. Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Urut-urutan ini tidak
berarti proses belajar dan interaksi belajar mengajar harus selalu dimulai dari pengalaman langsung tetapi dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajarnya.
Leshin, Pollock, dan Reigeluth mengklasifikasikan media ke dalam lima kelompok, yaitu 1 media berbasis manusia guru, instruktur, tutor, main-peran,
kegiatan kelompok, field-trip; 2 media berbasis cetak buku, penuntun, buku latihan, alat bantu kerja, dan lembaran lepas; 3 media berbasis visual buku, alat
bantu kerja, bagan, grafik, peta, gambar, transparansi, slide; 4 media berbasis audio-visual video, film, program slide-tape, televisi; dan 5 media berbasis
komputer pengajaran dengan bantuan komputer, interaktif video, hypertext. Arsyad, 2007:36
Media audiovisual memadukan unsur audio suara dan unsur visual gambar. Berdasarkan sumbernya media audiovisual dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu: a.
Media audiovisual murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti film video-casette; dan
b. Media audiovisual tidak murni, yaitu yang unsur suara dan unsur gambarnya
berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur
gambarnya bersumber dari slidesproyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder. Contoh lainnya adalah film strip suara dan cetak suara.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan media audiovisual tidak murni karena media yang dibuat dengan cara mengkombinasikan unsur visual dan unsur
audio dari berbagai sumber. Unsur visual yang digunakan diperoleh dari slide berupa gambar dan tulisan, sedangkan unsur audio yang digunakan berasal dari
pengisi suara yang dipadukan dalam slide. Selain itu peneliti juga memasukkan unsur video dalam tampilan audiovisual untuk mendukung dan memperjelas
materi. Kemudian peneliti mengemas unsur-unsur media tersebut ke dalam suatu media pembelajaran yaitu media audiovisual. Media audiovisual inilah yang akan
digunakan untuk mendukung ketercapaian keberhasilan pembelajaran khususnya pembelajaran IPA di SD.
Dalam menentukan media pembelajaran guru perlu mempertimbangkan kelayakan media pembelajaran agar tercapai hasil yang optimal. Pertimbangan
kelayakan yang dapat dipakai oleh guru IPA untuk memilih media pembelajaran yang baik antara lain:
a. Kelayakan praktis keakraban guru dengan jenis media pembelajaran
meliputi ketersediaan media pembelajaran di lingkungan belajar setempat, ketersediaan waktu untuk mempersiapkan media, ketersediaan sarana dan
fasilitas pendukung dan keluwesan, artinya mudah dibawa kemana-mana, digunakan kapan saja dan oleh siapa saja.
b. Kelayakan teknis, yaitu media pembelajaran yang relevan dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai dan merangsang terjadinya proses belajar.
c. Kelayakan biaya, yaitu biaya yang digunakan dalam pembuatan media
pembelajaran seimbang dengan manfaat yang diperoleh. Media audiovisual yang digunakan peneliti dalam penelitian jika dilihat
dari nilai praktis sudah memenuhi kelayakan sebab fasilitas seperti LCD dan laptop telah dipersiapkan oleh peneliti di lingkungan belajar setempat. Jika dilihat
dari segi teknis, media audiovisual yang akan digunakan peneliti juga sudah memenuhi kelayakan sebab sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran dan telah
mendapat persetujuan guru untuk ditampilkan dalam pembelajaran IPA di kelas. Sedangkan jika dilihat dari segi biaya, biaya pembuatan media audiovisual
tidaklah tinggi dan seimbang dengan manfaat yang diperoleh dalam pembelajaran IPA.
Dari berbagai pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media audiovisual merupakan media pembelajaran yang tidak hanya dilihat tetapi juga
dapat sekaligus mendengar sesuatu yang divisualisasikan yang memungkinkan peserta didik dapat lebih mudah menerima dan mengingat materi.
2.1.9 Indikator Keterampilan Guru dan Aktivitas Siswa Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Think-Pair-Share dengan Media Audiovisual
Merujuk pendapat para ahli Piaget dan Vygotsky tentang pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share, maka dalam penelitian ini peneliti menetapkan
indikator keterampilan guru dan aktivitas siswa melalui pendekatan kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan media audiovisual sebagai acuan penilaian.
Indikator keterampilan guru yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 1 membuka
pelajaran, 2 memberikan pertanyaan, 3 menyajikan materi pembelajaran, 4 keterampilan menggunakan media audiovisual; 5 menyampaikan
permasalahan;6 membimbing siswa dalam kelompok kecil berpasangan, 7 Membimbing siswa melaporkan hasil diskusi, 8 memberi penguatan, 9
mengelola kelas, dan 10 menutup pelajaran. Sedangkan indikator aktivitas siswa yang ditetapkan antara lain: 1 kesiapan siswa mengikuti pelajaran
emotional activities; 2 keaktifan menjawab pertanyaan oral activities; 3 memperhatikan penyajian materi dengan media audiovisual listen activities
visual activities ; 4 menulis hasil pemikiran sendiri mental activities writing
activities ; 5 berdiskusi dalam kelompok oral activities mental activities;
dan 6 presentasi kelompok emotional activities.
2.2 KAJIAN EMPIRIS