Mengingat kebutuhan akan jasa perbankan semakin meningkat, maka penulis merasakan betapa pentingnya pemahaman masyarakat akan di sisi lain. Kedua hal tersebut
yang hanya dapat terlaksana jika bank otoritas atau bank Indonesia melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank yang ada,baik bank pemerintah maupun
bank swasta. berkemampuan melindungi dana masyarakat secara baik. Oleh karenanya bank harus mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar, dan mampu menghadapi persaingan yang
semakin bersifat global. Pemahaman anggota masyarakat terhadap semua aktivitas bank, termasuk semua warkat bank seyogyanya dimulai sejak yang bersangkutan memakai atau
mempergunakan jasa perbankan, sehingga dapat mencegah risiko.
19
E. Melemahnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Bank
a. Menguji kepercayaan masyarakat terhadap rupiah
Langkah Bank Indonesia BI
20
untuk tetap pada jalur kebijakan bunga tinggi pada tahun-tahun awal krisis ekonomi, yakni 1997 dan 1998, telah membawa kembali ekonomi
Indonesia mengarah pada jalur yang benar.Harus diakui, kebijakan bunga tinggi pada 1998 dengan suku bunga antarbank rata-rata 64 telah mengembalikan kepercayaan terhadap
rupiah yang pada pertengahan tahun itu mencapai Rp 14.900dolar Amerika Serikat AS menjadi rata-rata Rp 8.000dolar AS pada akhir tahun.
Keyakinan BI pada pilihan kebijakan moneter yang ditempuh itu pula yang menjadi salah satu pilar inflasi kembali pada jalur inflasi rendah pada saat ini. Inflasi itu pula selain
kurs yang menjadi tugas inti bank sentral.Pengalaman selama lima tahun sejak 1998 itu tampak telah memberikan keyakinan BI atas kepercayaan masyarakat pada sendi-sendi dasar
ekonomi makro sehingga baik inflasi maupun kurs rupiah masih berada kisaran jalur
19
http:pakarbisnisonline.blogspot.com200912hubungan-perlindungan-hukum-nasabah.html
20
Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia
Universitas Sumatera Utara
paritasnya.Tetapi keyakinan yang begitu tinggi pulalah yang kelihatan hampir menjadikan rupiah menggeliat mendekati batas kritis Rp 10.000dolar Amerika serikat pada pekan
terakhir April lalu. Kepanikan melanda pasar valas Indonesia, khususnya dalam pekan-pekan terakhir
April dan awal Mei. Posisi rupiah terhadap dolar AS menembus angka Rp 9.800. Adakah yang mengkhawatirkan fundamental ekonomi kita sehingga pasar valas panik.Indikasi rupiah
akan melemah terhadap dolar AS sebenarnya sudah dapat diperkirakan sejak Maret lalu, yakni ketika The Fed atau bank sentral AS meningkatkan suku bunga utamanya Fed Fund
Rate sebesar 25 basis poin menjadi 2,75 pada 22 Maret, setelah 2 Februari juga menaikkan 25 basis poin menjadi 2,50.
Terakhir The Fed menaikkan suku bunganya pada 3 Mei lalu, juga sebesar 25 basis poin sehingga menjadi 3. Sementara itu BI tampak dari April hingga pekan pertama Mei
masih mempertahankan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI 1 bulannya pada tingkat 7,53 sebelum dinaikkan lagi menjadi 7,81 pada 4 Mei dari sebelumnya 7,70.Adakah
yang salah dalam strategi BI sehingga rupiah melemah cukup besar? Hampir semua indikator ekonomi makro kita saat ini berada di tingkat yang tidak buruk, kecuali inflasi.
Kita perhatikan beberapa indikator makro dan sectkr riil berikut. Pertumbuhan ekonomi tahun 2004 mencapai 5,13 atau lebih tinggi dari target pertumbuhan yang
ditetapkan sebelumnya sebesar 4,8. Seluruh lapangan usaha pada 2004 juga mengalami ekspansi, kecuali sektor penggalian dan produksi, dengan rekor ekspansi terbesar sebesar
12,7 terjadi di sektor pengangkutan dan komunikasi.Sementara itu di sisi permintaan ekspansi terbesar terjadi di komponen impor sebesar 24,95 dan investasi 15,71. Kinerja
indikator ekonomi makro yang cukup baik itulah yang tampak menjadikan BI cukup percaya diri tidak menaikkan suku bunga mengantisipasi perkembangan suku bunga The Fed.Atau BI
memang sengaja melakukan test case atas kepercayaan publik terhadap perekonomian
Universitas Sumatera Utara
nasional dengan sengaja menunda antisipasinya atas perubahan suku bunga di Amerika serikat.
Kepercayaan BI yang tinggi tersebut tampak pada pernyataan Gubernur BI pertengahan April yang tidak akan menaikkan lagi suku bunga SBI.Kalau hipotesis itu benar,
maka sungguh sangat mahal kemungkinan harga yang harus dibayar, karena apabila rupiah sampai melampaui Rp 10.000dolar AS maka akan susah payah untuk mengembalikan
kepercayaan yang sudah tercipta cukup baik. Semoga hipotesis itu salah. Saat ini BI masih cukup kredibel untuk menjaga kepercayaan terhadap rupiah yang
tampak pada rupiah yang mulai menguat setelah ada intervensi terhadap pasar valas.Namun hal itu pun dibantu oleh upaya nonpasar dengan meminta Pertamina melaporkan transaksinya
dalam menggunakan valas. Apa makna semua itu?Sampai saat ini kurs rupiah terhadap dolar AS dan tingkat inflasi masih tetap merupakan variabel kunci sangat strategis dalam menjaga
stabilitas makro ekonomi Indonesia.Posisi strategis itu terkait dengan masih cukup tinggi komponen impor dalam industri manufaktur, sehingga setiap goncangan terhadap rupiah akan
berakibat pada kegoyahan harga-harga produk manufaktur yang ujung-ujungnya juga dapat meningkatkan laju inflasi.Karena itu, setiap ancaman yang muncul dan mungkin
memengaruhi kurs rupiah harus selalu mendapat antisipasi cepat agar tidak goncang. Hal itu berarti selain perubahan fundamental ekonomi domestik, antisipasi terhadap perubahan
fundamental ekonomi internasional khususnya AS, harus mendapat perhatian dan antisipasi secara cepat sebelum terlambat.
Hasil riset BI Semarang bekerja sama dengan Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi LSKE Fakultas Ekonomi Undip mengenai sebab-sebab inflasi di Jateng menunjukkan setiap
perubahan kurs rupiah terhadap dolar AS akan mendorong kenaikan inflasi pada bulan-bulan berikutnya, khususnya pada bulan pertama dan kedua setelah perubahan kurs
tersebut.Temuan riset itu memperkuat tesis setiap perubahan variabel yang memengaruhi
Universitas Sumatera Utara
kurs rupiah terhadap dolar AS harus selalu mendapat antisipasi segera agar tidak menimbulkan goncangan berkepanjangan.
Sehubungan dengan fenomena rupiah yang melemah akhir-akhir ini, di samping variabel kenaikan suku bunga di AS yang bagi The Fed menjadi instrumen moneter utama
untuk mengatur ekonomi, tingkat inflasi domestik yang cukup tinggi pada Maret sebagai faktor internal serta kecenderungan tingkat inflasi AS yang stabil dan tidak mengalami
kenaikan harus mendapat perhatian otoritas moneter Indonesia.Peningkatan selisih tingkat inflasi antara Indonesia dan AS pada Maret harusnya sudah merupakan sinyal rupiah akan
melemah terhadap dolar AS, sehingga harus sudah diantisipasi pada April lalu. Sementara itu peningkatan suku bunga Fed Fund Rate dan tentu juga Prime Rate serta
tingkat inflasi rendah berarti akan meningkatkan tingkat bunga riil dalam dolar AS. Dalam hal ini pun BI sudah mengetahui secara baik.Persoalannya adalah terkait dengan timing
antisipasi tersebut yang harus cermat diperhatikan. Ketidaktepatan dalam mengambil posisi dan waktu antisipasi bias akan berpengaruh besar terhadap perekonomian nasional.
Pada bulan-bulan mendatang,Kondisi eksternal, khususnya di AS, pada kuartal kedua nanti diperkirakan tidak mengalami pertumbuhan berarti, yakni 11.951 miliar dolar AS Mei,
11.956 miliar dolar AS Juni, Indeks Harga Konsumen Mei diperkirakan 189,8 dan Juni 189,4, sedangkan Prime Interest Rate Mei 5,75 dan Juni 6.Gambaran itu menunjukkan
ada perkiraan perubahan indikator ekonomi AS yang tidak signifikan, kecuali untuk tingkat bunga. Karena itu, yang perlu diantisispasi Indonesia adalah menjaga agar dolar AS tidak lagi
merangkak naik.
21
21
http:www.suaramerdeka.comharian Penulis adalah Ketua Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi LSKE
dan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Universitas Sumatera Utara
BAB III KETENTUAN PENJAMINAN NASABAH PENYIMPAN
A. Pengaturan Penjamin Simpanan Nasabah Bank
Menurut undang-undang nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan,Penjaminan Simpanan Nasabah Bank, yang selanjutnya disebut Penjaminan, adalah
penjaminan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan atas simpanan nasabah bank. Sedangkan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan
22
adalah peraturan yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka
penjaminan serta penyelesaian dan penanganan Bank Gagal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut
.
a. Peranan penjamin simpanan
Studi mengenai penjamin simpanan telah banyak dilakukan mulai dari Marton 1978, Busaer et al 1981, Diamond dan Dybvig 1983, Chari dan Jagannathan 1988, Kane
1995, Calomiris 1996, Allen dan Gate 1998 dan terakhir adalah yang dilakukan oleh Kunt et al 2007. Pada umumnya mereka mempunyai kesamaan pendapat bahwa keuntungan
suatu negara memiliki penjamin simpanan adalah untuk mencegah “pemborosan” biaya
likuidasi suatu bank gagal.
Pada umumnya para peneliti sepakat bahwa keberadaan penjamin simpanan yang dikaitkan dengan peranannya dalam menjaga stabilitas perbankan masih menjadi kajian yang
menimbulkan pro dan kontra. Timbulnya pro dan kontra pada umumnya tidak terlepas dari sudut pandang bahwa adanya penjaminan simpanan bisa menimbulkan gangguan pada
disiplin pasar dan adanya moral hazard. Adanya penurunan atas disiplin pasar dan adanya
22
Peraturan yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka penjaminan serta penyelesaian dan penanganan Bank Gagal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini
Universitas Sumatera Utara