Deskripsi Data III 1. Identitas Diri Responden III

C. Deskripsi Data III 1. Identitas Diri Responden III

Nama : Edo bukan nama sebenarnya Usia : 24 tahun Suku : Batak Nias Agama : Islam Pendidikan Terakhir : Pelajar Tanggal Masuk LP : 10 Agustus 2009 Lama Masa Hukuman : 5 tahun Kasus : Narkotika II. Rangkuman Hasil Observasi II. a. Wawancara I Responden ketiga bernama Edo. Edo adalah pria bertubuh tambun dengan tinggi sekitar 165 cm dan berat 75 kg, berkulit gelap dan memiliki rambut yang pendek. Ia memiliki wajah berbentuk oval dengan kumis tipis yang terdapat di sekitar sudut bibir yang menghitam. Peneliti dan Edo pertama sekali diperkenalkan oleh Awan. Sebelumnya, peneliti pernah, bahkan sering bertemu dengan Edo, berhubung ia bekerja di kantor yang sama dengan Awan. Awan dan Edo berada di bagian yang berbeda. Kepada Edo, peneliti mengutarakan maksud Universitas Sumatera Utara dan kepentingan peneliti. Tanpa banyak bertanya, Edo pun langsung menyetujui dan bersedia membantu. Peneliti dan Edo bersalaman sebagai tanda kesepakatan. Peneliti kemudian bercakap-cakap dengan Edo. Tidak sedikit pun ia terlihat tegang maupun kaku di depan peneliti. Ia banyak tertawa, apalagi ketika bercerita tentang kehidupannya di dalam LP. Pembicaraan berlangsung santai dan lancar. Di tengah pembicaraan, terdengar suara wanita memanggil namanya dari luar, ia pun segera keluar. Tidak berapa lama, ia kembali dan mengatakan bahwa ia mempunyai pekerjaan yang harus diselesaikan. Peneliti pun memakluminya, kemudian mengatur waktu dan jam wawancara berikutnya. Setelah itu, peneliti permisi seraya meninggalkan ruangan. Pada pagi hari dilakukannya wawancara I, ia terlihat sumringah menyambut kedatangan peneliti. Edo dan Awan ketika itu sedang bersama-sama. Edo mengenakan baju biru berlengan pendek, jeans berwarna biru dan sepatu kets putih. Setelah melihat peneliti, ia segera mempersilahkan peneliti memasuki Kantor Kasi Binadik, tempat yang dipilih untuk melakukan wawancara. Namun ia tidak langsung masuk, ia masih berada di luar dan terlibat dalam pembicaraan dengan seorang petugas wanita. Ketika ia memasuki ruang wawancara, ia tersenyum dan menyapa peneliti, menanyakan apakah peneliti telah lama menunggu. Dengan menggenggam segelas air putih di tangan kiri dan sebatang rokok di tangan kanan, ia lalu mengambil tempat duduk yang berada tepat di depan peneliti. Untuk mempermudah proses wawancara, peneliti pun memintanya untuk duduk di Universitas Sumatera Utara samping peneliti. Ia kemudian mengangkat gelasnya dan berpindah di samping peneliti. Ia tidak langsung berbicara kepada peneliti. Ia bersandar ke kursi dan menghisap rokoknya terlebih dahulu. Cuaca di luar sedang hujan. Ia kemudian memandang ke luar jendela, ke areal taman yang dibasahi oleh hujan gerimis. Setelah itu, ia melihat kepada peneliti dan tersenyum, menegakkan badannya dan bertanya apakan sudah waktunya untuk wawancara. Edo duduk dengan posisi kaki terbuka dan menggoyang-goyangkan kaki kirinya. Rokok yang tinggal setengah masih menyala di tangan kanannya. Ia mengenakan cincin pada jari manis kirinya serta kalung. Pada awalnya, ia sering melihat ke arah jendela dan menghindari tatapan peneliti. Namun, walaupun begitu, ia sering tertawa dan tersenyum ketika berbicara dan menatap peneliti. Setelah beberapa waktu, ia mulai terlihat nyaman dan menatap peneliti selama wawancara. Di tengah wawancara, hujan turun dengan deras dan angin bertiup dengan sangat kencang. Ia kemudian menutup jendela yang berderit karena angin tersebut. Bersamaan dengan itu, seorang pegawai wanita memasuki ruangan wawancara. Peneliti sering bertemu dengan Ibu ini. Ibu ini mengenakan seragam lengkap, dengan postur tubuh yang agak gemuk, polesan lipstick berwarna merah pada bibirnya. Ia kemudian mengajak peneliti dan Edo bercakap-cakap. Ia duduk di depan peneliti. Melihat Ibu itu, Edo segera menegakkan badannya, ia kemudian meminum air putihnya. Universitas Sumatera Utara Beberapa saat kemudian, Ibu ini permisi karena ada pekerjaan yang harus dilakukan. Ketika Ibu tersebut keluar, terdengar suara pintu yang berderit. Cuaca di luar masih hujan deras. Peneliti dan Edo akhirnya melanjutkan wawancara. Wawancara berjalan lancar hingga akhirnya peneliti memutuskan untuk menyudahi wawancara. Peneliti pun mengucapkan terima kasih, disambut dengan tertawa oleh Edo. Peneliti kemudian berdiri dan bersama-sama meninggalkan ruangan wawancara.

II. b. Wawancara II

Wawancara II dilakukan masih di lokasi yang sama, yaitu ruangan KaSi BinaDik. Pagi itu, Edo mengenakan baju berlengan pendek berwarna biru, celana jeans berwarna biru serta sepatu kets berwarna putih. Ia kemudian mempersilahkan peneliti memasuki ruangan wawancara, sedangkan ia sendiri masih berbicara di luar. Peneliti langsung mengambil posisi duduk di tempat yang sama. Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan ia memasuki ruangan. Ia membawa sebuah aqua botol di tangan kanan dan sebungkus rokok di tangan kiri. Sambil tersenyum, ia kemudian memberikan peneliti aqua tersebut dan meletakkan rokoknya di atas meja. Ia langsung duduk di samping peneliti, dengan kedua kaki terbuka lebar dan menyandarkan badannya. Selain cincin dan kalung, pagi ini ia mengenakan arloji di pergelangan tangan kanan. Universitas Sumatera Utara Wawancara berjalan dengan lancar. Edo masih sering melihat ke arah jendela. Namun, ia juga sering menatap peneliti. Di tengah wawancara, ia mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya. Ia kemudian berusaha mencari pemantik di kedua saku celananya. Ia terlihat kewalahan mencari pemantik tersebut. Karena tidak ditemukan juga, sambil menegakkan kedua badannya, ia berteriak memanggil seseorang dan bertanya apakah ada pemantik api. Terdengar sahutan dari luar yang mengatakan “tidak”. Ia kemudian hanya memegang dan memutar rokok tersebut dengan tangan kanannya. Selama wawancara dilakukan, ia banyak tertawa dan tersenyum ketika berbicara tentang kehidupannya semasa ia diluar dulu. Ketika wawancara sedang berjalan, Pak Sinar dan seorang pria memasuki ruangan wawancara. Dengan tergesa-gesa, Pak Sinar mengambil map yang terdapat di meja kerjanya. Ketika sedang mengambil map tersebut, pria dengan perawakan tinggi sekitar 170cm dan berat 70 kg menyapa dan berbicara sebentar dengan Edo. Mereka berbicara dalam bahasa Batak lalu tertawa bersamaan. Edo kemudian menanyakan apakah pria tersebut mempunyai pemantik api. Pria itu merogoh saku kanannya dan memberikan mancis berwarna merah. Edo segera menyalakan rokoknya, kemudian mengembalikan mancis tersebut. Setelah Pak Sinar mendapatkan map yang diinginkan, Pak Sinar dan pria tersebut meninggalkan peneliti. Edo kemudian menyandarkan badannya kembali ke kursi. Sambil menghisap rokoknya, ia melihat keluar jendela lalu menjawab pertanyaan peneliti. Setelah rokoknya habis, ia kemudian membuang puntung rokoknya ke luar jendela. Universitas Sumatera Utara Jam menunjukkan pukul 12.00, waktunya Edo untuk melakukan sholat Jumat. Peneliti kemudian pamit pulang karena takut ia akan terlambat ke mesjid. Namun, ia menahan peneliti dan mengajak peneliti untuk bercerita sebentar. Peneliti dan Edo bercerita tentang manfaat jejaring sosial facebook dalam mencari teman. Tidak lama kemudian, ia melihat arlojinya dan memutuskan untuk segera pergi ke mesjid. Peneliti kemudian berdiri dan bersalaman sambil mengucapkan terima kasih. Peneliti dan Edo kemudian meninggalkan ruangan wawancara.

II. c. Wawancara III

Wawancara III dilakukan di lokasi yang sama. Awalnya, peneliti tidak diperbolehkan memasuki ruangan KaSi BinaDik oleh petugas wanita yang bekerja di ruangan register. Alasannya, karena adanya teguran dari atasan yang keberatan atas dilakukannya wawancara di ruangan tersebut. Selain itu, Pak Sinar sedang tidak berada di tempat. Namun, setelah Edo yang meminta izin dan membujuk petugas tersebut, dengan mengatakan bahwa tidak akan terjadi apa-apa, petugas tersebut akhirnya mengizinkan. Ia masuk terlebih dahulu kemudian duduk di samping jendela. Peneliti kemudian mengikuti Edo. Pada saat memasuki ruangan, kipas angin yang digantung pada langit-langit dalam keadaan menyala. Sambil menghisap rokoknya, ia melihat keluar jendela. Hari ini, ia mengenakan kaus oblong berwarna putih lengan pendek bertuliskan “FLASH”, celana jeans berwarna biru dan sepatu kets putihnya. Universitas Sumatera Utara Wawancara berjalan dengan lancar. Tidak ada gangguan berarti yang dialami peneliti pada wawancara kali ini. Ia dapat menjawab semua pertanyaan peneliti dengan baik. Setelah wawancara dirasakan cukup, peneliti pun menghentikan wawancara. Peneliti tidak langsung pulang, namun kembali bercerita dengan Edo. Setelah jam menunjukkan pukul 12.30, peneliti pun pamit pulang. Peneliti dan Edo pun bersama-sama meninggalkan ruangan wawancara. Pada saat meninggalkan ruangan, ruangan register telah kosong dan tidak ada siapa pun disana. III. Rangkuman Hasil Wawancara III. a. Latar Belakang Kehidupan Responden Edo berasal dari keluarga menengah ke atas. Ayahnya berasal dari Nias, sedangkan Ibunya berasal dari suku Batak. Namun, ia lahir dan dibesarkan di kota Sibolga. Kedua orangtuanya memiliki usaha perikanan yang cukup sukses di kota ini. Ayah dan Ibunya bekerja sebagai pengusaha ikan, masing-masing memiliki tempat penampungan ikan tangkahan tersendiri. Selain itu, keluarganya dikenal cukup berpengaruh di daerah tersebut. Sama seperti Edo, Ayahnya juga pernah menjadi penghuni LP. Dulunya, Ayahnya terlibat perkelahian yang menyebabkannya harus menjalani 6 bulan masa tahanan di LP. Menurut pengakuan Edo, setelah Ayahnya keluar dari LP, dengan berbekal pengalaman yang diperoleh selama di LP, justru usaha yang dijalankan Ayahnya semakin berkembang. Hubungannya dengan Ibunya lebih Universitas Sumatera Utara baik dibandingkan dengan Ayahnya. Selain sebagai tempat curhat, ia juga dapat meminta uang jajan lebih pada Ibunya. Edo merupakan anak kedua dari 5 orang bersaudara. Abang tertua, berusia setahun lebih tua dari Edo. Ia telah menikah sebelumnya, namun telah bercerai. Ia juga bertanggung jawab dalam membantu usaha orangtua. Edo sendiri, pada saat ditangkap, masih berstatus pelajar di salah satu Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi di kota Sibolga. Adik perempuannya, menempuh pendidikan di Akademi Kebidanan yang berada di kota Sibolga. Anak keempat, perempuan, saat ini masih kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Medan, dan anak yang paling bungsu masih mengenyam pendidikan di kelas II SMA. Selama ini, Edo bekerja membantu orangtua di tangkahan. Ia memperoleh uang dengan berkerja menjual minyak bensin yang dibutuhkan oleh kapal-kapal penangkapan ikan. Biasanya, kapal-kapal penangkapan tersebut akan membeli minyak dari penyalur. Dengan membeli minyak bensin sendiri, ia akan menjualnya dengan harga lebih tinggi dibandingkan harga resmi. Ia melakukan hal serupa di kedua tangkahan milik orangtuanya. Upah yang diperoleh digunakan untuk membeli Narkoba. Edo sendiri telah mengkonsumsi Narkoba jenis ganja sejak ia duduk di kelas II SMP. Untuk memperoleh barang tersebut, ia menggunakan uangnya sendiri dan upah yang diterimanya dari bekerja. Ia tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan barang tersebut. Temannya yang berasal dari Aceh banyak menjual barang tersebut. Pada mulanya, ia menggunakan narkoba hanya sekedar Universitas Sumatera Utara coba-coba, namun akhirnya ketagihan dan tidak dapat dihentikan. Ia menggunakan barang tersebut secara sendiri-sendiri, biasanya pada malam hari dan sebelum tidur. Hanya ketika ia dan teman-temannya sedang keluar berjalan bersama, maka mereka akan menggunakannya beramai-ramai. Kehidupan Edo ketika masih berada di luar juga tidak baik. Ia sering mabuk-mabukan, mengikuti balapan liar atau motorcross. Ia juga menggunakan jasa-jasa pekerja seks komersial walaupun tidak sering. Begitu juga dengan hubungan asmaranya. Ia adalah tipikal pria yang sering bergonta-ganti pacar. Hubungan paling lama yang dijalin olehnya adalah setahun. Para kekasihnya juga tidak mengetahui kebiasaannya yang mengkonsumsi ganja. Ketika masih duduk di kelas III SMA, seminggu sebelum kelulusan, ia ketahuan oleh pihak sekolah. Ketika itu, ia membawa dan menyimpan ganja dan minuman keras di dalam laci mejanya. Setelah pulang sekolah, ia dan teman- temannya hendak keluar beramai-ramai dan mengkonsumsi barang tersebut. Hal ini diketahui oleh Kepala dan Wakil Kepala Sekolah. Edo dipukuli hingga babak belur. Pihak sekolah hendak melaporkan hal tersebut ke oknum berwajib namun ditahan oleh orangtuanya. Setelah negosiasi, dan setelah memberikan sejumlah uang, pihak sekolah akhirnya bersedia membatalkan pengaduan. Setelah kejadian itu, Edo tidak juga kapok. Pada pertengahan tahun 2006, setelah ia menyelesaikan pendidikan terakhirnya di SMA, ia berangkat ke Medan. Selama setengah tahun berada di Medan, perangainya semakin menjadi-jadi. Di Medan, ia memiliki akses yang dapat dengan mudah menyediakan barang Universitas Sumatera Utara tersebut. Tidak hanya ganja, ia juga mulai mengkonsumsi shabu-shabu dan ekstasi. Ia biasanya mengkonsumsi barang tersebut di kos temannya. Kondisi keuangan yang menipis, serta tidak adanya lagi kiriman uang dari orangtua, membuat Edo kesulitan dalam menjalani kehidupan di kota Medan. Setelah setengah tahun, ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke Sibolga. Sebenarnya, bukan tidak ada pihak yang mengetahui perangai Edo tersebut. Beberapa teman Edo, bahkan abang kandungnya sendiri mengetahui bagaimana perangai adiknya di luar. Namun, tidak ada yang berani menegur. Mereka cenderung tidak mau tahu dengan apa yang dilakukan Edo. Orangtuanya juga bukannya tidak mengetahui kelakuan Edo. Namun, ia selalu menyangkal dan memberikan alasan. Selain itu, Ibunya tidak memiliki bukti yang cukup bahwa ia memang mengkonsumsi narkoba. Edo akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang pengedar. Menurutnya, dengan menjadi seorang pengedar, ia tidak perlu bersusah payah kesana-kemari mencari barang tersebut. Keuntungan yang diperoleh bukanlah faktor utama, namun, dengan memiliki stok sendiri, ia dapat bebas menggunakannya kapan pun ia mau. Ia telah menjadi pengedar selama satu setengah tahun Pelanggannya banyak berasal dari orang-orang pinggiran pantai, yang bekerja di sekitar tangkahan. Ia juga menyimpan barang jualannya di sekitaran rumah, pohon-pohon di pekarangan rumah. Universitas Sumatera Utara

III. b. Latar Belakang Penangkapan Responden

Pada hari Minggu sekitar jam 4 sore, berdasarkan kesepakatan yang dilakukan dengan calon pembeli, Edo berangkat untuk menemui pelanggannya di tempat yang telah dijanjikan. Ia bersama seorang temannya akan melakukan transaksi di tempat yang bernama INKAI. Tempat ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa pada hari Minggu, situasi di tempat itu sunyi dan terhindar dari keramaian. Disini, ia membawa barang transaksi berupa ganja sebanyak 1 kilogram. Namun, tanpa disangka, ketika transaksi antara Edo dan pembeli yang berjumlah dua orang sedang dilakukan, tiba-tiba segerombolan polisi datang dari berbagai arah. Polisi yang berpakaian preman ternyata telah mengepung lokasi tersebut, hingga akhirnya menyergap Edo dan ketiga temannya. Kejadian tersebut terjadi dengan sangat cepat. Ia sangat terkejut ketika mengetahui bahwa polisi tiba-tiba telah mengepung mereka. Ia bukannya tidak tahu bahwa tindakannya selama ini telah tercium oleh polisi. Namun, ia tidak percaya bahwa hari, untuk ia ditangkap, akan benar-benar datang. Salah seorang temannya berlari menghindari polisi. Ia juga berupaya untuk kabur dari tempat tersebut. Terjadi kejar-kejaran antara polisi dengan pihak Edo. Namun, ketika ia tengah berlari menghindari kejaran polisi, ia terjatuh dan langsung dipukul babak- belur oleh beberapa orang polisi. Ia dan kedua temannya akhirnya digiring ke kantor polisi untuk diproses lebih lanjut. Salah seorang temannya berhasil lari dan belum ditemukan hingga Universitas Sumatera Utara sekarang. Oleh aparat keamanan, kasus Edo hendak dimasukkan ke dalam media massa. Mengetahui rencana tersebut, orangtuanya segera membayarkan sejumlah uang, hingga akhirnya rencana tersebut dibatalkan. Di kantor polisi, ia ditahan selama dua minggu hingga akhirnya berkas kasusnya diserahkan ke jaksa. Setelah menjadi tahanan kejaksaan, ia akhirnya dimasukkan ke LP. Setelah empat bulan berada di LP, persidangan atas Edo dan teman-temannya akhirnya dilakukan. Persidangan dihadiri oleh orangtua dan saudara-saudaranya. Persidangan dilakukan beberapa kali. Selama masa persidangan tersebut, orangtua Edo berupaya melakukan berbagai usaha yang dapat meringankan masa hukuman Edo. Sesuai kesepakatan, pihak keluarga bersedia membayarkan sejumlah uang kepada pihak jaksa agar adanya keringanan hukuman. Akan tetapi, karena Edo dan kedua temannya masuk ke dalam satu berkas kasus yang sama, kesepakatan harus dilakukan oleh ketiga terdakwa. Edo dan seorang temannya setuju membayar sejumlah uang yang telah ditetapkan sebelumya. Sayangnya, tidak demikian dengan salah seorang partnernya. Ia tidak mampu membayar, sehingga kesepakatan dibatalkan. Namun, untuk mempermudah proses persidangan dan hukuman, Edo tetap membayarkan sejumlah uang, setengah dari jumlah yang disepakati. Berdasarkan hasil persidangan, Edo dinyatakan telah melanggar pasal 78 UU Narkotika. Ia akhirnya dijatuhi hukuman 5 tahun masa kurungan atas dasar pemakaian dan pengedaran Narkotika. Begitu juga dengan kedua partnernya. Mulai dari saat itu, Edo melalui hari-harinya di LP Kelas IIA Sibolga. Hingga ssat ini, ia telah menjalani masa hukuman selama satu tahun tujuh bulan di dalam LP. Universitas Sumatera Utara IV. Gambaran Psychological Well-Being pada Responden III IV. a. Penerimaan Diri Self-Acceptance Edo tidak memiliki masalah ketika pertama kali menginjakkan kaki ke dalam LP. Pertamanya, ia memang sedikit takut. Namun ternyata, teman sekamarnya memberikan motivasi-motivasi supaya ia tetap sabar dalam menjalani masa tahanan. Ia membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk dapat beradaptasi dengan kondisi LP. “Perasaannya gundah gulana la kan.. sedih.. namanya awak di penjara, dikurung- kurung.. gak enak kali lah perasaannya pada saat itu.. selama ditangkap..” W1. R3 b. 146-150 h. 3 “Perasaan takut iya lah.. karna awak kan masih pertama masuk sini kan.. takut kali pun.. ntah macam mana la awak, ntah ditumbuk atau kek mana kan.. dihajar.. rupanya, baik-baik nya semuanya bang napinya..” W1. R3 b. 290-295 h. 6 “Istilahnya kan.. mereka gak mau numbuk-numbuki kita, kasih semangat sama kita.. sabar-sabar.. yah kek gitu lah.. nambah-nambah pengalaman la dibilang orang itu sama awak.. namanya masih muda..” W1. R3 b. 297-302 h. 6 Pada awalnya, orangtua Edo, terutama Ibunya, tidak dapat menerima kenyataan yang terjadi. Ibunya merasa kecewa dan sedih melihat nasibnya. Namun, Ibunya tetap mendukung dan memberinya semangat, bahkan melihat sisi positif dari penangkapan Edo. “Tanggapannya sedih la kan.. kecewa dia sama anaknya.. gak nyangka anaknya itu makek.. haha tertawa” W1. R3 b. 112-114 h. 3 Universitas Sumatera Utara “Oran gtua cewek la, yang frustasi, stress, yang susah la..” W2. R3 b. 35-36 h. 1 “Gak pa-pa nya itu.. kan masih mudanya, katanya.” W1. R3 b. 663-664 h. 13 “Haha tertawa.. cuma ngasih semangat awak aja kan.. biar gak sedih awak disini..” W1. R3 b. 667-668 h. 13 Dengan masuknya Edo ke dalam LP, orangtuanya berharap agar Edo mendapat pembelajaran dan pengalaman yang berguna sehingga sekeluarnya Edo nanti, ia akan menjadi pribadi yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan kehidupan ugal-ugalan Edo di luar, Ibunya menerima keadaannya yang sekarang. “Kalau perasaan orang itu, otomatis senang la kan.. karna rohani kan, udah mantap la.. daripada diluar dulu kan, kurus kering awak..” W1. R3 b. 182-185 h. 4 “Istilahnya kan.. dia pun bilang, biar aku dapat pengalaman juga kan.. mungkin karena kita masuk kesini..tau kita kehidupan.. banyaknya orang lepas dari penjara jadi sukses.. nanti..mudah-mudahan la sukses besok..” W2. R3 b. 322-326 h. 7 Teman-teman Edo juga tidak mengira bahwa ia bekerja sebagai pengedar. Setelah mendengar kabar mengenai Edo, temannya hanya dapat memberikan nasehat-nasehat. Di pihak lain, teman-teman Edo yang dulunya bersama-sama dalam mengkonsumsi ganja terkesan menghindar sejak penangkapan Edo. “Nasehat-nasehat kek gitu.. inilah kan, kalau udah ditang kap kan, kalau udah bebas dari sini, berubah la kan.. gak makek lagi.. hahaha tertawa.. gak macam-macam.. tobat lah bilang.. ambil hikmahnya aja..” W1. R3 b. 130-135 h. 3 Universitas Sumatera Utara “Masih.. masih.. cuman orang itu gak mau datang.. menghindar o rang tu.. karna awak mungkin lagi disini kan.. takut orang itu mungkin disusahkan..” W1. R3 b. 267-270 h. 6 Edo juga hanya bisa pasrah melihat kekasihnya pergi meninggalkan dirinya. Ia juga tidak berharap kekasihnya akan datang membesuknya selama ia berada di LP. “Gak lah.. ngapain dihubungi lagi orang gitu kan.. kalau ada niat datang, ya datang aja..” W1. R3 b. 232-234 h. 5 “Nggak lah.. paling teman-teman aja la suruh datang.. malu lah awak kan, kalau suruh dia datang..” W1. R3 b. 237-239 h. 5 Seiring dengan berjalannya waktu, Edo telah mampu melihat dirinya sendiri dengan lebih baik. Ia juga tidak khawatir jika nantinya orang-orang akan melihatnya sebagai seorang mantan narapidana. Begitu juga dengan tanggapan- tanggapan yang muncul dari tetangga maupun orang lain. Ada sedikit perasaan was-was, tapi hal itu tidak membuatnya gentar. Ia yakin ia masih bisa menjalani hidupnya dengan baik sekeluarnya ia dari LP. “Ya.. kadang-kadang kan gini.. haa.. kalau udah keluar dari sini kan, pandangan orang tu sama awak kan buruk.. cuma.. mental awak la.. kek mana bisa.. tingkah laku awak di masyarakat sama orang tu.. biar bisa percaya sama awak.. tingkah laku awak la berubah..” W1. R3 b. 327-332 h. 7 “Haha tertawa.. misalnya kan, kalau daerah tepi pantai kan, tepi pantai kota Sibolga la, udah biasanya itu.. kek gini.. kalau dengar-dengar kek gini kan udah biasa nya kek gitu.. udah lumrah.. jadi.. tinggal merubah perilaku awak aja lah.. biar orang percaya ama kita kan, kalau kita itu gak mau lagi makek narkoba itu.. itunya..” W2. R3 b. 92-99 h. 2 Universitas Sumatera Utara “Gak lah.. santai saja.. k ecuali kalau kita merugikan orang tu, baru kita khawatir kan.. ini kan gak ada kita merugikan orang itu.. yang kita rugikan diri kita sendiri.. sama itulah.. p asien-pasiennya la..”” W2. R3 b. 101-105 h. 3 “Gak ada masalah la ya kan.. paling.. kalau udah keluar kan.. menyandang status narapidana, istilahnya.. kita kan kecil hati juga kan.. beda la kita sama orang-orang.. istilahnya gimana la ya.. gak seperti dulu lagi la kan.. gak bisa main sana, main sini..” W2. R3 b. 122-127 h. 3 “Iyalah.. gak bisa main- main sama tetangga.. gak enak sama orang tu.. payah tu.. mana tau orang tu kan ntah gimana pikirannya.. cuman itu aja nya..” W2. R3 b. 129-132 h. 3 Kondisi di dalam LP tidaklah menakutkan seperti yang dipikirkan oleh Edo sebelumya. Dengan kasus yang tidak begitu berat, ia dapat berinteraksi dengan teman sesama kamarnya dengan cepat. Selain itu, orangtua yang senantiasa mendukungnya membuatnya merasa lebih baik. Ada sedikit perasaan was-was yang menyergapnya ketika ia memikirkan kehidupannya nantinya, namun ia yakin bahwa ia dapat menjalani semuanya dengan baik.

IV. b. Pertumbuhan Diri Personal Growth

Sejak berada di LP, Edo dapat hidup dengan lebih teratur dibandingkan dengan ketika ia masih berada di luar. Ketika menjalani masa tahanan, Edo telah terlepas dari belenggu Narkoba. Setelah setahun hidup dalam LP, diri Edo menjadi lebih baik dan bertambah sehat. “Badan awak kan sehat, gak makek lagi.. hehe tersenyum” W1. R3 b. 142-143 h. 3 “Iyalah.. orang hidup tanpa narkoba, sehat la.. hehe tersenyum.” W1. R3 b. 187-188 h. 4 Universitas Sumatera Utara “Sehat la.. tujuh kilo naik.. dulu masuk kesini kering, rambut kan panjang.. hehehe tersenyum.” W1. R3 b. 610-612 h. 12 Ketika Edo masih berada di luar, ia telah jauh meninggalkan agamanya. Ia tidak pernah pernah pergi ke rumah ibadah, apalagi untuk sembahyang setiap hari. Namun, sejak ia memasuki LP, ia semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Ia rutin mengunjungi tempat ibadah, sembahyang dan mengikuti sholat Jumat. “Jarang lah.. sekali setahun pun jarang.. kalau disini, mudah-mudahan la.. hehehe tersenyum” W2. R3 b. 286-288 h. 6 “Enaknya.. enak di luar la.. tapi kita kan, disini kan, ambil keuntungan la.. mempelajari la kan.. yang gak kita dapatkan di luar, kita pelajari disini.. mungkin.. disini kan tenang, gak ada godaan segala macam..” W1. R3 b. 433-437 h. 9 “Agama lah.. dulu waktu di luar, sama sekali gak tau tentang agama, walaupun aku muslim kan, tapi gak terlalu.. terlalu.. tau la gimana Islam sebenarnya.. didalam kan, diajarkan, dipelajari Islam kek mana.. trus kalau mau sholat kita kan, harus baca ayat.. jadi tahu lah..” W1. R3 b. 419-425 h. 8 Selama berada di dalam LP, Edo juga mengikuti program pembinaan, seperti pembinaan ketrampilan kerja dan olahraga. Untuk pembinaan ketrampilan kerja, ia telah ditempatkan di kantor bagian register dan bekerja membantu-bantu pegawai. “Pembinaan.. iya lah.. namanya udah warga binaan.. hahaha tertawa.. namanya udah warga binaan adalah pembinaannya.. banyaklah.. ntah olahraga, kerja, pokoknya kita di didiklah, kek mana baiknya..” W3. R3 b. 161-165 h. 4 “Ada.. kan ada disini tahap-tahapnya.. ketrampilan gitu.. kerja, buat-buat cincin.. seperti-seperti yang ada bakatnya kan bisa la disini diapakan, di keluarkan bakatnya, ntah ngelukis ya kan.. jadi, dikerjakan dia.. pokoknya asal dibilangnya lah.. dimana dia yang ahli, disitulah dia dikerjakan..” Universitas Sumatera Utara W3. R3 b. 172-178 h. 4 “Abang kan udah kerja disini.. inilah jadi apanya.. pembinaannya.. hehe tersenyum.. kan tempat pembinaan juga ini..” W3. R3 b. 180-182 h. 4 Pembinaan kerja yang dilakukan tidak diikuti dengan tersedianya sumber informasi yang memadai. Minimnya sumber informasi membuat Edo kesulitan mengetahui apa yang terjadi dengan dunia di luar LP. Sumber informasi hanya diakses melalui radio sedangkan buku yang tersedia, hanya beberapa buku rohani. Buku-buku ini disewakan oleh para petugas. “Nggak la.. gak ada pun dengar informasi dari luar.. paling kalau apalah kadang.. dari radio.. dengar-dengar berita dari radio la..” W2. R3 b. 164-166 h. 4 “Paling baca buku la.. kan disini kan, tiap sore ada rental-rental buku..” W2. R3 b. 176-177 h. 4 “Buku-buku kek mana la ya.. novel.. buku-buku agama.. agama muslim, Kristen..” W2. R3 b. 185-186 h. 4 Beberapa perubahan positif dialami Edo sejak ia menjadi penghuni LP. Dengan adanya peraturan yang ditetapkan oleh LP, mau tidak mau ia harus menurutinya juga. Karena pola hidup teratur yang dijalankan LP, kondisi fisiknya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, ia yang telah jauh meninggalkan agamanya, kini kembali ke jalan yang benar. Namun, keinginan untuk benar- benar mengembangkan kemampuan yang dimilikinya belum terlihat. Universitas Sumatera Utara

IV. c. Tujuan Hidup Purpose of Life

Sebelumnya, ketika Edo masih berada di luar LP, ia berencana untuk menikah sebelum usia 25 tahun dan membangun sebuah keluarga yang harmonis. Kemudian, ia berencana untuk merintis usaha yang bergerak dalam bidang yang sama dengan orangtuanya seperti mengolah sumber daya laut. Namun ternyata, kenyataan berkata lain. “Kalau dulu kan, sebelum masuk, umur dua puluh lima lah maksimal.. kalau sekarang, dua puluh tujuh la mungkin.. W1. R3 b. 570-571 h. 11 “Iya.. ternyata.. Tuhan berkehendak lain.. kalau di tepi-tepi ini kan, di tepi- tepi pinggir laut ini, banyak nya apa.. kalau pintar awak ngolah- ngolahnya kan.. jadi peluang.. pinggiran pantainya.. apalagi, disana ada lahan..” W1. R3 b. 588-593 h. 11 “Iya.. tapi gara-gara itu la, narkoba tu, hancur semua..” W1. R3 b. 583-584 h. 11 Sekeluarnya Edo dari LP, ia telah berfikir mengenai beberapa hal. Pertama sekali, ia akan berusaha untuk menggapai kepercayaan orangtuanya kembali dengan cara mengubah perilakunya, terutama di hadapan keluarganya. Ada beberapa langkah yang telah terpikirkan olehnya. “Emang kita harus adaptasi juga la kan.. sama lingkungan baru.. namanya udah tiga tahun awak disini.. ya mesti adaptasi la awak sama keluarga lagi la kan.. paling di rumah la dulu, kira-kira satu minggu..” W1. R3 b. 316-320 h. 6 “Merubah tingkah laku la.. yang kita apa kan.. bisa dibilang.. kreak la kan.. gak beres lah.. kalau udah bebas besok, mudah-mudahan la kan, bisa jadi yang terbaik buat keluarga..” W1. R3 b. 413-416 h. 8 Universitas Sumatera Utara “Ada lah.. ada kali pun.. hahaha tertawa.. umpamanya dulu kita kan, jarang pulang ke rumah, jarang di rumah, nah besok.. harus itulah.. harus di rumah.. malam jam sepuluh pulang.. gitu lah..” W1. R3 b. 335-339 h. 7 “Kalau udah diluar, paling-paling kerja la.. bantu-bantu orangtua balik la.. kek mana orangtua, udah sakit hati awak buat.. kek mana cara buat senang orangtua la.. biar kembali lagi kepercayaan orangtua sama awak..” W1. R3 b. 308-313 h. 6 Setelah memiliki penghidupan yang cukup layak, Edo akan mulai mencari pasangan hidupnya. Baginya sendiri, mencari pasangan bukanlah hal yang sulit. “Cari pasangan lagi? Itu kerja dulu la kan.. kalau udah banyak nanti uang, udah berhasil sedikit, baru cari pasangan.. kan kalau kita punya uang kan, gampangnya mau cari cewek.. hahaha tertawa.” W1. R3 b. 346-351 h. 7 “Itu makanya.. cari duitnya.. kalau udah banyak, tinggal ngelamar aja.. kalau gak mau, gak apa-apa..” W1. R3 b. 565-567 h. 11 Mengenai kemungkinan untuk menggunakan Narkoba kembali, Edo mengatakan tidak ingin mengkonsumsinya lagi. Sudah terlalu banyak waktu yang terbuang sia-sia akibat barang haram tersebut. “Tapi udah mau berubah.. gak apa lagi.. gak makek lagi.. rencana.. hehe tersenyum..” W1. R3 b. 678-679 h. 13 “Nggak lah.. paling di rumah aja la.. pakek baju.. hahaha tertawa.. gak lagi lah.. udah berapa tahun awak disini kan, banyak kali kerugian..” W3. R3 b. 552-555 h. 11 Ke depannya, Edo hanya ingin hidup sebagaimana masyarakat pada mumnya. Ia akan mengubah perilakunya yang buruk terlebih dahulu dan memulai kembali hidupnya. Ia ingin bekerja hingga akhirnya mampu secara ekonomi. Universitas Sumatera Utara Setelah itu, ia akan mencari seorang pasangan hidup untuk kemudian membangun sebuah keluarga yang harmonis.

IV. d. Penguasaan Lingkungan Environmental Mastery

Edo menghuni salah satu kamar di blok F. Setelah lebih dari satu tahun menjadi narapidana, ia merasa nyaman tinggal di LP. Untuk menjaga kebersihan kamarnya, ia dan teman sekamarnya membayar salah seorang temannya, yang disebut “anak hilang” untuk bertanggung jawab terhadap kebersihan kamar. “Kek ini.. model-model ini juga.. pesantren.. gaya nya.. hidup ini.. hidup sehat.. hahaha tertawa.” W1. R3 b. 200-202 h. 4 “Dibilang nyaman gak nyaman kali la kan, cuman yah.. lumayan lah.. lengkap la semua.. ada kamar mandi.. ada airnya, bersih la kamarnya kan.. tergantung orangnya juga.. kalau orangya bersih, bersih la kamarnya, kalau nggak, nggak lah..” W1. R3 b. 278-284 h. 6 “Kalau dia kan, kalau misalnya, gak ada duit, dibilang disini kan anak hilang kan.. jadi dia.. kalau dia dikamar kan, dikamar tu.. dia kerja. Misalnya kan, mengangkat-angkat air ke kamar mandi, ngepel, nyapu.. pokoknya dia la.. bagian-bagian kebersihan kamar.. bersih-bersih.. jadi, dia dibayar, sama teman- teman dia dikasi rokok, dikasi teman nasi.. jadi dia hidup juga..” W2. R3 b. 205-213 h. 4 “Iya.. dia la yang nanggung.. Atau, kita satu sel tujuh orang kan.. yang kita, anak hilangnya satu orang, yang enam orang lah yang bayar.. tek-tek an uangnya, kadang satu bulan 40ribu.. gajinya kan..” W2. R3 b. 218-222 h. 5 “Iya.. tapi pekerjanya anak-anak juga.. anak-anak, tapi badannya besar ya kan.. disitulah kerja.. nyuci piring, ngepel.. bersih-bersih..” W2. R3 b. 224-226 h. 5 Universitas Sumatera Utara Salah satu kekurangan yang dirasakan Edo adalah adanya larangan untuk penambahan arus listrik di dalam kamar. Jika diperbolehkan, ia ingin memasukkan sebuah kipas angin ke dalam kamarnya karena pada jam-jam tertentu, udara terasa sangat panas. “Kipas angin la.. gak boleh masuk kipas angin katanya.. gak boleh la listrik dalam kamar.. kecuali lampu kan.. kalau lampu udah ada kian.. gak bisa kita nambah-nambah arus.” W2. R3 b. 375-378 h. 7 “Enggak la.. biasanya kalau malam dinginnya sini.. dia paling panas jam-jam sepuluh, jam sebelas.. kalau udah jam satu ke bawah sudah dinginnya itu.. pake selimut la tidur..” W2. R3 b. 380-383 h. 8 Kamar Edo berbeda dengan kamar narapidana lainnya. Ia memilih untuk mengecat kamarnya berwarna hijau serta melukis gambar “bunga”di dinding kamarnya. Seain itu, ia juga memilih untuk membawa sendiri kelengkapan tidurnya. Hal ini dilakukannya agar kamarnya terasa lebih nyaman dan menghindarkan kejenuhan. Biaya yang dibutuhkan ditanggung bersama-sama dengan teman sekamar. “Disini ada jual.. ada disini jual tilamnya, bantalnya, bantal gulingnya.. lengkap la.. kalau punya abang, dibawa dari rumah..” W2. R3 b. 396-398 h. 8 “Iya.. tambah lagi.. kalo kamar kami kan kami cat.. jadi enak dikamar..” W2. R3 b. 385-386 h. 8 “Boleh lah.. tapi kalau dananya, dana pribadi la..” W1. R3 b. 388-389 h. 8 Universitas Sumatera Utara “Warna hijau pokat.. sama ada gambar-gambarnya lagi di lukis.. gambar bunga.. biar gak bosan awak di kamar tu kan..” W1. R3 b. 391-393 h. 8 Untuk air minum, Edo dan teman sekamarnya memilih menggunakan air mineral. LP sendiri telah menyediakan air minum pada tiap-tiap kamar, namun menurutnya, air yang dimasak di dapur tidak begitu nikmat. Untuk membayar air mineral tersebut, ia dan teman-teman sekamarnya akan membayarnya secara bergantian. “Masukin ke kamar la.. kan disini kan ada air jatah dari dapur.. air biasa kan, dari dapur.. tapi airnya gak enak..” W3. R3 b. 267-269 h. 6 “Sepuluh ribu.. kita tujuh orang satu kamar kan, ganti-gantian la bayarnya..” W3. R3 b. 275-276 h. 6 “Tapi biar sehat.. hahaha tertawa..” W3. R3 b. 267-269 h. 6 Edo dapat memenuhi biaya hidupnya sehari-hari. Setiap minggu, orangtuanya mengirimkan sejumlah uang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, seperti membeli lauk di kantin atau membeli sebungkus rokok. “Tapi, dari sini kan ada dapurnya.. lengkap semua..nasinya, mau apanya, lengkaplah semua..” W1. R3 b. 191-193 h. 4 “Dari orangtua la, kiriman.. seminggu dikirim sekali.. satu minggu kirim, satu minggu kirim..” W1. R3 b. 200-202 h. 4 Universitas Sumatera Utara “Kalau satu minggu, 70ribu lah..” W1. R3 b. 205 h. 4 “Tergantung kita juga.. kalau kita mau yang enak kan, kalau ada uang kan, beli yang enak.. kalau gak ada, yah gak apa-apa..” W1. R3 b. 195-197 h. 4 Edo jarang merasa kesepian selama berada di dalam LP. Selain sibuk melakukan aktivitas sehari-hari, kamarnya juga dipenuhi teman-temannya sehingga terasa ramai. “Kan kalau pagi kerja sini lah.. kerja bantu-bantu Ibu ini kan.. kalau siang nanti, di kamar la, paling baca-baca buku, novel, sampai malam..” W1. R3 b. 171-174 h. 4 “Merasa kesepian enggak lah.. karna kita kan, satu kamar itu kan rame.. jadi jarang la kesepian..” W1. R3 b. 195-197 h. 4 Salah satu kesulitan yang dihadapi Edo dalam LP yaitu kurangnya kebebasan dan minimnya kesempatan untuk dapat membina hubungan dengan wanita. Hal ini dirasakan cukup menyiksa bagi Edo. “Kesulitannya.. gak bisa pacaran lah.. hahaha tertawa.. Kebebasan awak pun, istilahnya gimana yah.. di luar kan kita bebas kesana- kemari kan, kalau disini gak bisa, paling keliling-keliling blok la.. liat-liat.. pemandangan-pemandangan disini.. pacaran gak bisa.. itu yang paling sulit..” W1. R3 b. 215-222 h. 5 Untuk bertahan menghadapi situasi seperti itu, biasanya Edo akan melakukan onani di kamar. Biasanya, ia akan melakukannya sekali sebulan. Selain dengan cara itu, ia dan teman-teman sekamarnya akan patungan dalam menyewa handphone, biasanya milik petugas, yang didalamnya berisi film-film Universitas Sumatera Utara biru. Film ini akan ditonton beramai-ramai dalam sel kamar. Biaya sewa mulai dari malam hingga pagi yaitu Rp. 20.000. “Haha tersenyum.. paling inilah.. mengharapkan ini.. mimpi basah.. hahaha tertawa..” W1. R3 b. 502-504 h. 10 “Yah.. kek mana lah kak.. paling inilah.. dikeluarkan lah dia.. apa namanya itu.. ini.. onani.. hahaha o.. \]t0m bulan satu kali la kan.. udah bisa lah.. hahaha tertawa.” W1. R3 b. 507-510 h. 10 “Makanya sebulan satu kali.. hahaha tertawa.. k alau awak yang masih anak muda ni gak apa-apanya.. ini nya, yang udah punya istri ini.. hahaha tertawa. Kalau yang masih muda, bisa nya ditahan-tahan..”” W1. R3 b. 534-539 h. 10 “Itu pasti la kan.. hehehe tersenyum.. paling inilah.. kan pegawainya mau merental-rentalkan hape, direntalkannya hape nya.. paling nonton la..” W1. R3 b. 519-522 h. 10 “Iya, kan ada kamera nya, ada film nya.. itulah disewa, nanti ditonton rame- rame di kamar kan.. gantian nanti di kamar mandi..” W1. R3 b. 524-526 h. 10 Edo juga berusaha membuat kamarnya terasa lebih nyaman agar dapat menghindarkan kejenuhan ketika berada di dalamnya. Banyak usaha yang dilakukannya agar ia merasa nyaman tinggal di LP seperti mengecat dinding kamarnya. Salah satu kesulitan yang dirasakannya adalah kurangnya interaksi dengan lawan jenis. Untuk menyalurkan nafsunya, ia biasanya melakukan onani dan menonton film biru. Namun sejauh ini, ia telah mampu mengatur bahkan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi dirinya sendiri. Universitas Sumatera Utara

IV. e. Otonomi Autonomy

Di dalam LP sendiri, Edo tidak memiliki ruang gerak yang cukup bebas. Ia berusaha menuruti semua peraturan yang diwajibkan dan menuruti perintah pegawai. Ia juga berusaha untuk membangun hubungan yang baik dengan para pegawai agar ia memiliki ruang gerak yang lebih luas. “Yah.. gimana la yah.. kalau disini kan cuma ini, mengikuti peraturannya aja.. tingkah laku baik la awak sama ini, para pegawai.. kalau diluar kan, beda dia.. bebas awak mau kemana aja.. ini kan, ada aturannya, ada segala macam.. kan dibimbing kita sini.. ibadah la..” W1. R3 b. 160-166 h. 4 “Tergantung apanya juga.. tergantung pegawainya juga.. kan disini, sistem ganti- gantian.. macam gini kan, siang sama pagi kan beda penjaganya.. yang ini baik- baik semua.. narapidana agak longgar.. kalau nanti siang kan udah beda penjaganya.. tergantung apanya juga, dekat sama pegawainya juga.. kita baik sama dia kan, dikasinya kita kesana-kemari mondar-mandir..” W3. R3 b. 200-209 h. 4 Untuk mendapatkan penghidupan yang layak, Edo sadar bahwa ia belum mampu dalam hal finansial. Untuk itu, ia akan meminjam modal usaha dari orangtuanya terlebih dahulu, melakukan usaha sendiri dan akan membayarnya setelah ia memiliki uang yang cukup. “Ngerintis balik la, dari nol.. pinjam-pinjam modal lah dari orangtua ya kan.. nanti kalau udah berhasil, ganti uangnya..” W1. R3 b. 600-602 h. 12 Edo berusaha mematuhi peraturan yang ada, terutama yang berasal dari para petugas. Selain itu, ia berusaha membina hubungan yang baik dengan para petugas agar mendapatkan kelonggaran maupun kemudahan selama berada di Universitas Sumatera Utara dalam LP. Selain itu, setelah ia bebas, ia juga tidak memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri, sehingga ia akan bergantung pada orangtuanya terlebih dahulu.

IV. f. Hubungan Positif dengan Orang Lain Positive Relations With Others

Tidak ada perbedaan-perbedaan antara suku maupun agama yang satu dengan yang lain. Semua sama di mata Edo. Yang berbeda hanya tempat ibadah dan makanan jenis tertentu. Temannya sendiri kebanyakan berasal dari suku muslim. “Ooh.. nggak.. kalau sini rata dia.. campur..” W2. R3 b. 141 h. 3 “Kalau bedanya gak ada ya kan.. paling kalau lagi makan la.. orang tu kan makan apa ya kan.. makan apa itu.. makan.. yang kecil tu.. B2 ya kan.. itu lah.. makan orang tu pisah la.. gak mungkin ikut makan awak sama orang tu ya kan..” W2. R3 b. 150-155 h. 3 “Kalau disini.. suku.. muslim lah..” W2. R3 b. 147 h. 3 “Istilahnya kan.. kompak lah.. contohnya kan, kalau misalnya ada kerjaan atau gotong royong kan, semuanya la kerjakan itu.. gak ada istilah boss.. semua lah kerjakan.. rata lah.. mantap lah.. kompak. Misalnya kan, kalau ada razia.. tiap bulan kan ada razia.. di kamar-kamar kan mau ada hape kan.. cepat dia dikasi tau, “Mau ada razia oi, sembunyikan dulu..”” W2. R3 b. 364-371 h. 7 Edo memiliki hubungan yang baik dengan narapidana dan sesama petugas. Di tempatnya bekerja, para petugas telah dianggap sebagai orangtuanya sendiri. Ia memanggil mereka dengan sebutan “Ayah”. Menurutnya, hal ini juga dipengaruhi Universitas Sumatera Utara oleh latar belakang keluarga, dimana Ayahnya mengenal beberapa petugas yang ada di sana. “Baik lah.. istilahnya, bisa lah bergaul..” W2. R3 b. 268 h. 6 “Ada la sikit.. karna rata-rata kan, petugasnya kan kenal sama bos cowok.. yang satu lagi kan.. bos cowok aku mantan dari sini juga..” W2. R3 b. 302-304 h. 6 Salah seorang petugas jaga adalah teman Edo semasa sekolah dulu. Ia dapat meminjam handphone tanpa perlu memberikan bayaran. Hal ini cukup menguntungkannya. Meskipun teman sekolahnya dulu, ia tidak merasa malu. “Kalau kita udah temanan sama dia.. palin g.. loker handphone aja la sama dia.. kan disini kan, banyak pegawainya udah kenal di luar.. atau teman awak sekolah kian, gak mungkinlah dimintanya sama awak..” W2. R3 b. 238-242 h. 5 “Macam mana mau dibila ng ya.. awak tetapnya.. waktu sekolah pun, tetap juganya awak banditnya..” W3. R3 b. 247-249 h. 5 Antara Edo dan teman-temannya tidak terdapat perbedaan-perbedaan ataupun kelompok yang didasarkan dengan suku atau agama tertentu. Hubungan dengan sesama narapidana juga dapat dikatakan kompak. Ketika ada sesuatu yang harus dikerjakan atau ada razia, mereka akan saling menginformasikan satu sama lain. Ia telah menganggap pegawai sebagai orangtuanya sendiri. Selan itu, ia juga mengenal beberapa petugas sebelumnya, salah satunya adalah teman sekolahnya. Universitas Sumatera Utara

D. PEMBAHASAN