Deskripsi Data II 1. Identitas Diri Responden II

B. Deskripsi Data II 1. Identitas Diri Responden II

Nama : Na’O bukan nama sebenarnya Usia : 21 tahun Suku : Nias Agama : Kristen Protestan Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar Tanggal Masuk LP : 30 Juli 2008 Lama Masa Hukuman : 11 tahun Kasus : Pembunuhan II. Rangkuman Hasil Observasi II. a. Wawancara I Responden kedua bernama Na’O. Na’O adalah pria berkulit putih dengan tinggi sekitar 170 cm dan berat 60 kg. Untuk pria seusianya, ia terlihat kurus dengan tulang rahang yang menonjol ke luar. Pertama sekali berjumpa dengan peneliti, Na’O diperkenalkan oleh Awan. Pertemuan dilakukan di ruangan KaSi BinaDik, dan didampingi oleh Pak Sinar. Namun, karena suatu urusan, Pak Sinar keluar dari ruangan. Peneliti menjelaskan dengan rinci maksud kedatangan peneliti, namun Na’O terlihat bingung dan tidak mengerti dengan apa yang Universitas Sumatera Utara dikatakan oleh peneliti. Beberapa kali ia bertanya kepada peneliti, namun ia tetap tidak mengerti. Ia terlihat tegang dan mengernyitkan dahi. Namun setelah dijelaskan kembali oleh Awan, disertai kelakar-kelakar, akhirnya ia setuju untuk membantu peneliti. Bertiga dengan Awan, peneliti bercakap-cakap terlebih dahulu. Hingga akhirnya, Awan meninggalkan peneliti dan Na’O dalam ruangan. Awan memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan di luar. Peneliti pun bertanya mengenai beberapa hal kepada Na’O. Namun, ia masih terlihat tegang dan enggan menjawab pertanyaan peneliti. Bahkan, jawaban yang diutarakannya cenderung tidak sesuai dengan pertanyaan peneliti. Setelah beberapa saat bercakap-cakap, ia mulai terlihat nyaman dan berani menanyakan beberapa hal kepada peneliti. Di ujung percakapan, peneliti mengajukan hari dan waktu dilakukannya wawancara. Ia pun menyepakatinya dan berkata akan membantu sebisanya. Wawancara I dengan Na’O dilakukan pada saat ia sedang bermain-main di dalam LP. Ketika menemui peneliti, ia tampak kecapekan, namun raut wajahnya tetap terlihat semangat. Rambut hitam yang panjangnya tepat di belakang telinga tampak basah karena keringat. Keningnya dipenuhi dengan butir-butir keringat yang membasahi hampir seluruh wajah. Ia mengenakan baju orange berlengan pendek yang bertuliskan “LAPAS SIBOLGA”. Bagian depan baju terlihat kusut sedangkan bagian belakang basah oleh keringat. Ia juga mengenakan celana olahraga panjang berwarna biru dan sandal jepit. Universitas Sumatera Utara Dengan suara yang terengah-engah, ia bertanya kepada peneliti dimana wawancara akan dilakukan. Ruangan KaSi BinaDik yang berada di bagian register merupakan tempat dimana wawancara akan dilakukan. Ketika melewati ruangan register, peneliti bertemu dengan Awan. Ketika melihat peneliti, Awan hanya tersenyum dan berkata agar berhati-hati kepada Na’O. Peneliti dan Na’O hanya tersenyum mendengar ucapan Awan. Ketika wawancara dilakukan, Na’O mengambil posisi duduk di sebelah peneliti. Pada awalnya, ia terlihat tidak nyaman, dengan badan tegak, posisi kedua kaki dirapatkan serta kaki kanan digoyang-goyangkan. Ia bahkan memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya. Ketika berbicara, ia lebih sering memandang ke luar jendela. Melihat hal tersebut, peneliti tidak langsung memulai wawancara, melainkan mengajaknya untuk bercakap-cakap terlebih dahulu. Na’O terlihat lebih nyaman kemudian, ia mulai menatap peneliti dan menyandarkan badannya ke kursi. Setelah cukup lama berbincang-bincang, peneliti menanyakan apakah wawancara sudah boleh dilakukan. Dan dijawab iya olehnya. Wawancara dilakukan dengan lancar. Sekali-kali, Na’O menyibakkan rambutnya dan tertawa ketika peneliti menanyakan hal yang lucu. Namun, ia juga sering tidak mengerti dengan pertanyaan peneliti, sehingga jawabannya tidak sesuai. Berkali-kali ia terdiam dan melihat ke bawah ketika tidak tahu apa yang harus dikatakan. Ketika berbicara tentang orangtua dan kejadian yang dilakukannya, matanya terlihat berkaca-kaca dan memilih untuk memandang keluar jendela. Ia berkali-kali menghindari tatapan peneliti ketika berbicara mengenai topik tersebut. Universitas Sumatera Utara Ditengah wawancara, seorang pegawai sedang melintas di luar jendela. Melihat peneliti, ia menghentikan langkahnya, mendekati jendela dan bertanya kepada peneliti apa yang sedang dilakukan peneliti dan seorang narapidana di dalam ruangan KaSi BinaDik. Bapak tersebut mengenakan seragam hijau seperti pegawai lainnya. Badannya tidak begitu tegap, dengan kulit menghitam, dengan tinggi sekitar 165 cm dan berat 60 kg. Ia membawa map berwarna hijau di tangan kanannya. Peneliti pun menjelaskan siapa peneliti dan kepentingan peneliti di dalam. Namun, Bapak tersebut, dengan suara yang cukup keras dan bernada tinggi, sekali lagi menanyakan siapa yang bertanggung jawab di ruangan tersebut, apa tujuan wawancara serta siapa pihak yang mengawasi wawancara. Bahkan ia mengacungkan tangannya ke arah Na’O, menanyakan kepentingan Na’O didalam wawancara. Peneliti pun mencoba menjelaskan sekali lagi, sedangkan Na’O hanya terdiam dan terduduk kaku di kursinya. Seorang narapidana yang turut bekerja di ruang register tiba-tiba memasuki ruangan wawancara. Bapak tersebut kemudian menanyakan perihal yang sama kepada narapidana tersebut. Peneliti sering berjumpa dengan narapidana ini, ia bekerja di bagian register, duduk di depan mesin tik nya. Sambil berdiri di pintu, narapidana tersebut menjawab siapa peneliti, maksud dan kepentingan peneliti, serta siapa yang bertanggung jawab terhadap pengawasan terhadap wawancara tersebut. Setelah dijelaskan dengan terperinci, Bapak tersebut akhirnya paham. Namun, masih dengan memicingkan matanya, ia melihat ke arah peneliti dan Na’O sebelum akhirnya meninggalkan peneliti. Universitas Sumatera Utara Peneliti pun mengucapkan terima kasih kepada narapidana tersebut. Sambil menutup pintu yang berderit, narapidana tersebut meninggalkan ruangan. Na’O masih terduduk kaku di kursinya. Peneliti kemudian mengambil permen yang berada di dalam tas putih peneliti dan memberikannya kepada Na’O. Ia tersenyum dan mulai terlihat nyaman kembali. Ia kemudian menyandarkan badannya ke kursi dan membuang bungkus permen melalui jendela. Wawancara pun dilanjutkan kembali. Proses wawancara berjalan lancar setelah itu. Hingga akhirnya, peneliti menyudahi proses wawancara karena waktu telah menunjukkan pukul 12.00. Peneliti pun mengucapkan terima kasih dan direspon dengan senyum. Peneliti berdiri dari kursi, diikuti dengan Na’O. Setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi, peneliti pun saling bersalaman. Bersama-sama, peneliti meninggalkan ruangan wawancara. Hal yang mengganggu selama wawancara I: adanya interferensi dari berbagai pihak sehingga memakan waktu wawancara. Hal ini menyebabkan peneliti kurang dapat memanfaatkan waktu dengan baik.

II. b. Wawancara II

Wawancara II dilakukan di lokasi yang sama dengan diadakannya wawancara I, yaitu ruangan KaSi BinaDik. Pada wawancara II, Na’O mengenakan baju berlengan pendek berwarna hijau bergaris-garis kuning, celana olahraga panjang berwarna biru, serta sepatu berwarna biru dengan satu tali yang Universitas Sumatera Utara terurai. Ketika menemui peneliti, ia tersenyum cerah dan segera mengikuti jejak peneliti ke ruangan wawancara. Wawancara berjalan dengan lancar. Berkali-kali, ia menghela nafas dan memegang besi yang ada di jendela tersebut, terutama ketika ia berbicara tentang kejadian di pengadilan. Ia juga sering tertawa. Hampir dalam keseluruhan wawancara, ia tersenyum dan tertawa. Tidak ada gangguan berarti yang dialami peneliti hingga wawancara berakhir.

II. c. Wawancara III

Wawancara III dilakukan di ruangan register. Ruangan ini berada di sebelah ruangan KaSi BinaDik, tempat yang dilalui peneliti sebelumnya. Ruangan ini berukuran lebih besar dibandingkan ruangan dilakukannya wawancara I dan II. Ketika peneliti memasuki ruangan register, peneliti diberitahu bahwa wawancara untuk kali ini tidak dapat dilakukan di ruangan Kasi BinaDik. Hal ini disebabkan adanya teguran dari pihak atasan yang keberatan bahwa ruangan Kasi BinaDik dijadikan tempat wawancara, di samping Pak Sinar sedang berada di luar kota. Peneliti pun memaklumi alasan tersebut dan bersedia melakukan wawancara di ruangan register. Berhubung saat itu adalah jam kerja, ruangan register pun terlihat sibuk. Seorang petugas wanita sedang menelopen menggunakan handphone sedangkan 2 orang narapidana pria terlihat sedang duduk di meja kerjanya. Peneliti pun duduk di kursi yang terdapat di depan petugas wanita ini. Selang beberapa saat, Na’O muncul dan tersenyum melihat peneliti. Ia kemudian duduk di depan peneliti dan Universitas Sumatera Utara menanyakan bagaimana kabar peneliti. Ia mengenakan kemeja cerah berwarna orange dengan dalaman kaus, hanya kancing pertama dan kedua yang tertutup dengan baik. Kaus yang dikenakannya terlihat basah di bagian depan. Celana jeans biru yang dikenakannya juga terlihat basah pada bagian kaki. Setelah bercakap-cakap sebentar, peneliti pun memutuskan untuk melakukan wawancara. Petugas wanita yang berada di depan peneliti seperti memahami perasaan peneliti dan mengatakan bahwa ia akan segera pergi untuk sarapan ke kantin. Ia pun segera beranjak dari tempat duduknya dan seraya tersenyum, mempersilahkan peneliti untuk melakukan wawancara. Peneliti pun mengucapkan berterima kasih. Kemudian, mengajak Na’O untuk berpindah dan mengambil tempat di sudut ruangan. ia bertanya mengapa wawancara tidak dilakukan di ruangan biasanya. Setelah menjelaskan alasannya, Na’O pun mengerti dan mengikuti peneliti. Ketika wawancara dilakukan, Na’O lebih sering menatap ke arah ruangan dan menghindari tatapan peneliti. Ia juga melepaskan kedua sandalnya dan menaikkan kakinya ke kursi. Sesekali, ia tersenyum dan tertawa ketika melihat beberapa pegawai yang memasuki ruangan register. Hal yang mengganggu selama wawancara yaitu, banyaknya pegawai yang mondar-mandir di ruangan register. Selain itu, lagu dengan volume cukup keras yang diputar melalui komputer terdengar sepanjang wawancara dilakukan. Universitas Sumatera Utara III. Rangkuman Hasil Wawancara III. a. Latar Belakang Kehidupan Responden Na’O dan keluarganya berasal dari Lahewa, Kepulauan Nias. Untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak, ia dan keluarganya membuat keputusan untuk pindah ke Sibolga. Namun, ternyata, kehidupan baru di Sibolga tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dilalui keluarganya di tempat sebelumnya. Di Sibolga, Na’O dan keluarganya tinggal di daerah pinggiran pantai yang jauh dari keramaian. Kedua orangtuanya tidak bekerja karena usia yang sudah tua. Kondisi ekonomi keluarga hanya ditopang oleh anak. Untuk menyambung hidup keluarga, anak tertua bekerja sebagai seorang supir boat kapal di sebuah pelabuhan. Dan anak kedua, bekerja serabutan untuk sekedar mendapatkan uang. Namun, upah yang diperoleh dari pekerjaan tersebut, menurut Na’O, hanya mampu digunakan untuk “kerja pagi, belanja sore”. Na’O adalah anak ke empat dari tujuh orang bersaudara, empat lelaki dan tiga perempuan. Walaupun telah memiliki rumah tangga sendiri, abang tertua mengambil peran sebagai pencari nafkah dalam keluarga. Hal yang sama juga dilakukan oleh abang kedua yang hanya bekerja serabutan. Kakak yang ketiga telah berkeluarga, ia memiliki keluarga sendiri yang harus ditanggung sehingga tidak dapat membantu kondisi ekonomi orangtua. Anak kelima, perempuan, telah meninggal di tangan Na’O sendiri. Sedangkan anak keenam dan yang paling bungsu masih duduk di kelas SD. Universitas Sumatera Utara Semasa kecil, ketika Na’O masih tinggal di Lahewa, ia pernah mencoba kabur dari rumah. Kejadian itu terjadi pada waktu ia duduk di Keas V SD. Ia tidak begitu menyukai sekolah, sehingga ia jarang pergi dan mengikuti pelajaran di sekolah. Apalagi dengan keharusan yang mewajibkannya untuk bangun pagi-pagi sekali untuk berangkat ke sekolah. Pada hari itu, orangtuanya sedang berada di kota lain. Kemudian, Na’O kecil mengambil kesempatan untuk lari dari rumah. Di usia yang masih sekecil itu, Nao memutuskan untuk merantau ke kota lain. Ketika orangtua nya mengetahui hal ini, orangtua dan seluruh keluarga akhirnya mencarinya hingga kemana-mana. Hingga akhirnya mereka menemukan Na’O. Kemudian, Ibunya bertanya, apa yang diinginkan olehnya. Ia akhirnya menjelaskan bahwa ia tidak mau melajutkan sekolah karena tidak mau menyusahkan Ibunya untuk biaya sekolah. Namun, Nao’O akhirnya tetap bersekolah hingga akhirnya menuntaskan pendidikannya di kelas V SD. Menjelang kenaikan kelasnya, keluarganya memutuskan untuk pindah ke kota lain, yaitu Sibolga. Ia melanjutkan pendidikannya hingga kelas VI SD di Sibolga. Setelah tamat SD, ia tidak ingin melanjutkan pendidikannya lagi di jenjang yang lebih tinggi. Kepada Ibunya, ia mengatakan hendak membantu Ibunya bekerja. Namun sebaliknya, setelah ia putus sekolah, Na’O malah menghabiskan waktu sepanjang hari hanya bermain-main dengan kawan-kawannya mulai dari pagi hingga sore. Mulai dari ia kecil hingga dewasa, ia tidak berusaha mencari Universitas Sumatera Utara pekerjaan seperti yang dilakukan oleh kedua saudaranya. Ia menikmati kesehariannya dengan bermain setiap hari dengan kawan-kawan dan pergi kemana pun sesukanya.

III. b. Latar Belakang Penangkapan Responden

Pada hari itu, sekitar jam sembilan pagi, Na’O baru saja pulang ke rumah dan memasuki kamar untuk tidur. Di ruang tamu, ia melihat kedua adiknya, yang nomor lima dan paling bungsu sedang bertengkar. Sambil lalu, ia menyuruh mereka untuk berbaikan kemudian masuk ke kamar untuk tidur. Pada siang harinya, ketika ia terbangun dari tidurnya, ia mendengar teriakan dan tangisan yang berasal dari ruang tamu. Ia pun segera keluar dan melihat kedua adiknya sedang bertengkar dengan hebatnya, salah satu adiknya bahkan menangis histeris. Ia segera menyuruh mereka berdua berhenti, namun tidak dihiraukan. Ia berusaha untuk menyadarkan adiknya yang nomor lima dengan berbicara baik-baik, namun tetap tidak dihiraukan oleh adiknya tersebut. Na’O akhirnya merasa geram dan menampar adiknya tersebut. Tidak menerima perlakuan abangnya, adiknya kemudian mengambil hanger dan melemparkannya kepada abangnya. Na’O mengelak dan kembali menampar adiknya. Hal ini membuat adiknya merasa marah dan nekat mengambil parang yang terletak di dapur. Ia berusaha untuk membacok dan mengarahkan parang tersebut ke arah Na’O. Na’O mengelak dan kemudian mencengkeram bahu adiknya, dan menolaknya hingga ke luar pintu rumah. Namun, tanpa sengaja, ketika ia mencengkeram bahu adiknya dan berusaha mengambil parang yg Universitas Sumatera Utara digenggam oleh adiknya, ujung parang mengenai leher adiknya. Adiknya terjatuh dan lehernya pun terluka. Ia pun terkejut melihat hal tersebut, panik dan berusaha untuk meminta pertolongan. Ketika kejadian ini terjadi, orangtuanya sedang pergi berkebun, dan rumah dalam keadaan kosong. Na’O yang panik memanggil para tetangga untuk membawa adiknya yang terluka ke rumah sakit. Di tengah perjalanan ke rumah sakit, adiknya meminta maaf karena telah berkelahi dengan adik mereka, serta berpesan untuk menyampaikan maaf kepada orangtua. Akhirnya, ia menghembuskan nafas terakhirnya sebelum sampai ke rumah sakit. Na’O masih belum percaya bahwa adiknya telah tiada. Sesampainya di rumah sakit, ia tetap meminta dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap adiknya. Hingga akhirnya, dokter memvonis bahwa adiknya tidak ada lagi di dunia ini. Belum habis rasa terkejutnya, ia kembali dikejutkan dengan kehadiran oknum polisi di rumah sakit. Ia tidak tahu bagaimana orangtuanya, maupun polisi, dapat tiba di rumah sakit secepat itu. Oleh polisi, ia ditanya apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana hal ini dapat terjadi. Setelah itu, ia langsung dibawa ke kantor polisi. Tanggal persidangan telah ditentukan. Ia akhirnya duduk di kursi terdakwa. Keluarga dan saudara-saudara datang menghadiri persidangan, namun banyak kerabat dan rekan-rekan yang berada di Nias tidak dapat menghadiri persidangan. Setelah beberapa kali persidangan, akhirnya Na’O dijatuhi hukuman Universitas Sumatera Utara selama 11 tahun masa tahanan di dalam Lembaga Permasyarakatan. Hingga saat ini, Na’O telah menjalani dua tahun sembilan bulan masa tahanan di dalam LP. IV. Gambaran Psychological Well-Being pada Responden II IV. a. Penerimaan Diri Self Acceptance Sebagai seseorang yang telah menghilangkan nyawa orang lain, apalagi orang lain tersebut, tak lain dan tak bukan adalah adik kandungnya sendiri, Na’O tidak dapat memaafkan dirinya sendiri. Ia sangat menyesal dan merasakan perasaan bersalah yang sangat mendalam terhadap adiknya. Apalagi kejadian tersebut terjadi tanpa disengaja. Kenyataan bahwa ia telah membunuh adiknya sendiri, membuat ia merasa sangat berdosa. “Masih.. sangat bersalah sama adik kandung sendiri.. aku sangat menyesal.. gak kuulangi lagi..” W1.R2b.188-190h.4 “Yah.. hubunganku.. dekat. Dia itu juga adek kesayanganku.. tapi gak tahu, kenapa adek kesayanganku sendiri.. meninggalnya di tanganku sendiri.. Jadi aku gak bisa memikirkan itu lagi.. Semoga dia senang saja disana.” W2.R2b.164-169h.4 “Yah.. rencana.. mau pulang ke rumah, siap itu aku mau ketemu sama adekku.. yang meninggal ini.. ketemu dimana? Ya.. ketemu di kuburan gitu.. mau doa supaya adekku itu.. oh.. diterima sama Tuhan Yang Maha Kuasa gitu..” W1.R2b.193-199h.4 Penyesalan yang mendalam juga dirasakan Na’O terhadap orangtuanya. Orangtuanya sangat kecewa atas perbuatannya yang dinilai tidak dapat dimaafkan. Penolakan yang dilakukan oleh keluarga terutama orangtua, membuatnya merasa tertekan. Orangtua merupakan sosok yang paling dirindukan dan dikhawatirkan Universitas Sumatera Utara olehnya selama ia menjalani masa hukumannya di LP. Selain itu, ia juga menyesali sikapnya yang tidak pantas selama ini terhadap orangtuanya. “Disitu aku menyesal.. aku berpisah sama orangtua… dan.. hanya itu aku menyesal dek..” W1.R2b.335-337 h.7 “Yah.. abang rasakan.. berpisah sama orangtua.. dan juga sama family itu.. jadi aku sangat sedih berpisah sama orangtua..” W1.R2b.250-253h.5 “Jadi.. yah.. kadang itu abang nomor dua.. jadi, sering dia bantu orangtua.. cuma itu saja.. aku tak tahu, bagaimana orangtua ku, ntah masih sehat-sehat atau nggak.. jadi, itu yang kupikirkan selama ini.. orangtua ku..” W2.R2b.34-39h.1 “Ada. Yang pengen abang ubah, ya, dulu.. abang selalu melawan sama orangtua.. jadi sekarang gak ingin kuulangi lagi.. gak mau melawan sama orangtua lagi.. itu aja..” W1.R2b.326-331h.7 “Orangtua abang sangat bersedih.. gak mempedulikan aku lagi.. karna kesalahanku sungguh sangat berat sama orang itu terdiam..” W1.R2b.150-153h.3 “Yah.. katanya, “Macam mana la nak.. seharusnya nak itu gak boleh berantam sama adiknya.” Jadi aku menyesal juga, kenapa aku berantam sama adik kandungku sendiri terdiam dan melihat ke luar..” W1.R2b.155-160h.4 Hal yang sama juga dirasakan saudara-saudara kandung Na’O. Mereka tidak menyangka bahwa ia tega membunuh adik kandung nya sendiri. Begitu juga dengan orang-orang di sekitar yang mendengar kabar tersebut. “Tanggapannya.. saudara.. yah orang itu sangat sedih dan membenci aku la gitu.. yah sangat sedih ya.. waktu itu adikku meninggal karena kesalahanku sendiri.. yah.. tetangga pun menyalahkanku juga.. karna gak sama orang lain, tapi adik kandungku sendiri..” Universitas Sumatera Utara W1.R2b.167-164 h. 4 “Ya.. reaksi mereka.. itu.. sangat sedih.. kenapa dia tega melakukan itu sama adek kandung sendiri.. Tapi aku, nolak berhubungan sama mereka waktu nanya sama ku..” W1.R2b.65-69h.2 “Waktu orang itu marah sama ku, tentang masalahku sehingga masuk aku kesini, tau-tau orang itu marah kan.. Jadi aku bilang sama orang itu, ini bukan sengaja ku.. biarkan aku menjalani hukuman, walaupun seberapa hukumannya, biar aku tanggung jawabkan kesalahanku.. ini kesalahan ku..” W1.R2b.71-78h.2 Kesedihannya semakin bertambah ketika orangtua datang membesuk dan bercerita bagaimana sulitnya kehidupan ekonomi yang dijalani keluarga mereka sekarang. Na’O sadar, bahwa ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk keluarganya, ia hanya bisa berdoa, memohon yang terbaik untuk orangtuanya. “Kondisi keluarga.. orangtua semakin sedih, karna aku masuk sini dek.. jadi, mama selalu nangis setiap datang kesini.. jadi aku merasa sedih.. kenapa aku bisa melanggar seperti ini aku.. dan juga orangtua, gak bisa lagi ku bantu..” W2.R2b.8-14h.1 “Yah.. ceritanya.. dia bilang sama ku, jadi kalo seandainya aku datang tiap minggu disini nak, jadi.. aku pun gimana.. sedangkan kita gak punya apa-apa.. jadi, itu makanya datang aku kesini sama bapak sekali-sekali nak.. kalo misalya satu minggu datang, mamak gak sanggup nak.. mamak gak punya apa-apa.. jadi yah seandainya ada masalah, ceritakan sama family untuk membantu.. yah kalo itu, ku bilang, “Mak aku gak bisa membantu.. kalo aku disini hanya bisa membantu lewat doa.. aku ke gereja berdoa sama Tuhan biar mamak itu panjang umur, jadi kalo cerita masalah apa-apa, aku gak bisa sanggup mak.. aku masih disini..”” W3.R2b.194-209h.4 Pertama sekali memasuki LP, Na’O telah memiliki gambaran-gambaran menakutkan mengenai bagaimana kehidupan yang akan dijalaninya ke depan. Selama setahun menjalani masa tahanannya, ia masih merasakan derita yang Universitas Sumatera Utara berkepanjangan, terutama akibat ia telah menghilangkan nyawa adik kandungnya sendiri. Namun, derita itu perlahan-lahan menghilang. Teman-teman sekamarnya berusaha untuk memahami dan mengerti kondisinya serta mendukungnya untuk terus menjalani hidup dengan baik. Hal ini membuatnya merasa lebih baik. “Sesudah masuk aku kesini, setelah satu tahun, baru aku cerita sama kawan- kawan.. sebelum satu tahun abang disini, abang pening kali kepala. Jadi datang kawan-kawan sama ku, apa yang kau pikirkan, itu,, anggap saja itu.. ini.. didalam ini anggap aja diluar.. Gak udah dipikirin, yang penting di dalam sini, sehat.. mandi.. jadi gak usah pikir-pikirin apa-apa.. Jadi, abang pening dek.. jadi aku pikir, seandainya aku pikirin apa-apa lagi, nanti aku stress. Emang benar ngomong temanku ini. Jadi, aku gak mikirin apa-apa lagi dek.. walaupun itu hukuman, walaupun itu masalah.. yang penting aku rajin berdoa ke Gereja. Itu saja.. W3.R2b.371-391h.7 “Waktu abang pertama masuk ke sini, perasaanya.. abang pun merasa ketakutan gitu.. takut sama petugas, jadi.. dan takut sama kawan-kawan yang lama disini.. aku pikiranku, ”Masuk aku kesana, pasti dipukul aku ini”.. jadi tau-tau, masuk aku sini.. banyak kawan membantuku.. jadi datang, “Kau, apa kasusmu?” Kek gini, saudaraku sendiri meninggal.. ini.. ditanya-tanyai kan, jadi teman la.. makanya ini, aku ceritakan sama orang itu dan orang itu pun percaya.. gak mungkin sama adek kandungnya sendiri..” W1.R2b.404-418h.8 “Yah.. tanggapan orang itu kan.. ya kenapa gitu ya.. membunuh saudaranya sendiri.. mengapa dia itu ya.. jadi orang itu pun memandang aku sebagai orang gila gitu.. jadi, abis kuceritain sama mereka, orang itu pun percaya, jadi gak mungkinlah dia melakukan itu.. membunuh saudaranya sendiri.. setiap manusia punya kesalahan.. jadi kek gitu lah.. orang itu pun nggak.. orang itu pun sadar sama ku..” W1.R2b.391-401h.8 Saat ini, Na’O tidak ingin mengingat-ingat kejadian tersebut lagi, ia ingin melupakan kejadian tersebut. Dengan menjalani kehidupan seperti biasanya, ia merasa dapat melupakan hukuman dan kesalahannya. “Nggak.. yang udah berlalu, biarlah berlalu.. gak ingat-ingat lagi..” W1.R2b.421-423h.8 Universitas Sumatera Utara “Ya.. kehidupan didalam.. macam mana la kehidupan di dalam, seperti di luar.. karna sering main-main sama kawan-kawan.. jadi itu, aku bisa lupa hukuman sama ku.” W1.R2b.453-457h.9 Hingga saat ini, Na’O belum bisa memaafkan dirinya sendiri sepenuhnya. Perpisahannya dengan keluarga, terutama orangtua membuatnya semakin menyesal dan tertekan. Apalagi kehidupan yang dijalani keluarganya sekarang semakin bertambah sulit karena kesulitan ekonomi. Jika ia mengingat apa yang terjadi di masa lalunya, hanya akan muncul rasa sedih dan penyesalan kembali. Oleh karena itu, ia berusaha untuk melupakan kejadian tersebut agar ia dapat melanjutkan hidupnya sekarang dengan lebih baik.

IV. b. Pertumbuhan Diri Personal Growth

Pada awal memasuki LP, Na’O tidak dapat menerima kenyataan yang terjadi dan bertanya-tanya kepada Tuhan, apa rencana Tuhan di balik semua ini dan bagaimana ia mampu membunuh adik kandungnya sendiri. Ia banyak berdoa dan mencurahkan perasaannya kepada Tuhan. “Ya.. saya merasa.. aku udah melanggar perintahNya.. jadi.. aku sangat menyesal.. bahwa itu lagi, dosa bagiku.. aku jauh sama orangtua karena kejahatanku sendiri.. dan disitu aku berdoa dan sangat bersedih pada Tuhan.. yah.. supaya dosa-dosaku bisa diampuniNya terdiam..” W1.R2b.341-349h.7 “Gereja.. sering.. disitu aku menyesal.. aku berpisah sama orangtua.. dan.. hanya itu aku menyesal dek..” W1.R2b.335-337h.7 “Waktu aku masuk di sel, aku langsung berdoa sama Tuhan, “Mengapa aku bisa begini ya, Tuhan.. Kenapa aku bisa membunuh adek kandung ku sendiri.. Engkau yang tahu ya Tuhan..” Jadi, itu saja yang ku minta.. doa begitu aku masuk ke sini..” Universitas Sumatera Utara W2.R2b.176-182h.4 Setiap minggu, ia rajin mengikuti ibadah dan pergi ke gereja untuk berdoa. Ia juga semakin mendekatkan diri pada Tuhan. Ketika ia mengalami kesulitan ataupun ingin meminta sesuatu, ia akan meminta dan b erdoa kepada Tuhan. “Yah.. berdoa.. untuk orangtua supaya orangtua panjang umur..” W2.R2b.229-230h.5 “Iya.. tiap minggu.. kadang tiap hari juga..” W2.R2b.225-226h.5 “Menjalankan ibadah.. jadi, kadang aku berfikir.. aku ingin sesuatu, jadi gimana ya, orangtua yah lama kali datang lagi, jadi aku pikir sesuatu ini sudah tidak ada lagi, orang pun gak ada yang kasih sama ku jalan keluar gitu, jadi tau-tau aku, yah berfikir panjang sampai pening kepala, yah gimana yah.. jadi, pas aku mau telefon kerumah, rumah gak aktif pula.. jadi aku bingung.tapi pas disitu, pegawai nyuruh kami kebaktian. Jadi aku minta sesuatu, yah Tuhan.. suruh lah orangtua ku kesini ya Tuhan, nengok aku, supaya aku dapat belanja sama orang itu..” W3.R2b.148-161h.3 “Iya.. hahaha tertawa.. supaya melihat orangtua ku, dan juga banyak kebutuhanku disini.. Aku berdoa.. Jadi tahu-tahu, dua hari kemudian datang orangtua.. jadi aku, ya aku senang, datang orangtua sini..” W3.R2b.163-173h.4 Selain rajin ke gereja, Na’O juga rutin mengikuti pembinaan yang diadakan oleh pihak LP. Salah satu pembinaan yang diikutinya adalah program paket B, meliputi pembelajaran matematika dan bahasa Inggris. Kegiatan ini dilakukan secara rutin, yaitu sekali seminggu. Para pengajar adalah para pegawai maupun narapidana sendiri. “Belajar untuk sekolah gitu.. abang ikut.. bagian B..” W3.R2b.33-34h.1 “Yah.. matematika.. bahasa inggris.. diajari..” W3.R2b.39-40h.1 Universitas Sumatera Utara “Ya.. bisa la dek.. sehari-hari bisa.. jadi, setelah diajar, kami pun paham.. bisa jadi pengalaman kami..” W3.R2b.51-53h.2 Selain mengikuti Paket B, Na’O juga rajin berolahraga sebagai salah satu bentuk pembinaan terhadap narapidana. Dalam pembinaan ketrampilan kerja, ia turut serta dalam bidang perbengkelan. Sebelumnya, ia tidak tahu-menahu soal mesin, namun sekarang, ia telah mampu memperbaiki sepeda motor yang rusak. “Ya.. sangat baik.. ya olahraga, main tenis meja, main voli gitu.. jadi.. senam pagi, ya banyaklah.. ikut bengkel..” W1.R2b.440-442h.9 “Iya, di motor..” W1.R2b.446h.9 Ketika Na’O mengalami kesulitan, ia mencurahkan segala beban yang dirasakannya kepada Tuhan. Ia meminta dan memohon kepada Tuhan di dalam doanya. Dalam kesehariannya, ia mengikuti pembinaan yang diadakan oleh LP, yaitu program Paket B yang diikutinya secara rutin dan program ketrampilan kerja berupa praktek perbengkelan. Meskipun ia mengikuti pembinaan, ia merasa manfaat dari pembinaan tersebut kurang begitu berarti dan tidak dapat meningkatkan potensi-potensi dan kemampuannya.

IV. c. Tujuan Hidup Purpose of Life

Ketika Na’O masih hidup bebas di luar LP, ia hanya menghabiskan hari- harinya dengan bermain dan tidak peduli dengan keluarganya. Ia bahkan tidak mencoba untuk mencari pekerjaan untuk sekedar membantu ekonomi keluarganya. Universitas Sumatera Utara “Yah.. kehidupan dulu ya.. aku main-main sama kawan-kawan.. jadi aku gak bisa bantu orangtua.. aku gak bisa kerja dulu.. gak bisa bantu orangtua.. jadi mulai sekarang.. seandainya aku bebas, yah.. semoga bisa bantu orangtua..” W1.R2b.241-246h.5 “Ada. Yang pengen abang ubah, ya, dulu.. abang selalu melawan sama orangtua.. jadi sekarang gak ingin kuulangi lagi.. gak mau melawan sama orangtua lagi.. itu aja..” W1.R2b.326-331h.7 Mengingat kehidupannya dahulu, Na’O merasa sangat menyesal karena telah menyia-nyiakan waktunya. Ketika ia keluar nanti, ia tidak berfikir banyak- banyak. Ia hanya berencana untuk pulang dan berkumpul kembali dengan keluarganya. Kemudian, mencari pekerjaan untuk memperoleh hidup yang layak. Walaupun hanya bekerja serabutan, ia akan berusaha untuk menebus kesalahan yang telah dilakukannya. “Yah.. kemana lagi.. sama orangtua.. aku pun ingin bantu orangtua.. biar gak usah kerja.. orangtua udah tua dek, jadi gak bisa kerja..” W1.R2b.235-238h.5 “Yah.. sekarang.. gak ada.. nanti bebas, pulang sama orangtua.. ya gitu..” W1.R2b.425-427h.8 “Iya, kemaren.. tapi sekarang aku berfikir, bagaimana bisa membantu orangtua.. karna aku sudah salah sama orang itu.. jadi orang itu juga bisa memaafkan kesalahanku sama orang itu..” W2.R2b.343-347h.7 “Yah.. supaya aku pande..aku kerja sama orang lain.. jadi aku gak susah lagi bantu orangtuaku..” W2.R2b.335-337h.7 Setelah ia menghabiskan masa tahanannya, ia tidak memikirkan hal-hal lainnya. Ia hanya akan kembali ke rumah dan mencari pekerjaan. Tujuan hidup Universitas Sumatera Utara Na’O hanyalah berusaha membahagiakan kedua orangtuanya. Dengan begitu, ia dapat menebus kesalahannya selama ini pada orangtuanya.

IV. d. Penguasaan Lingkungan Environmental Mastery

Kondisi kamar Na’O yang dihuni sejumlah 16 orang narapidana memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Kelebihannya, karena ramai, ia jarang merasa kesepian. Namun, karena cukup padat juga, suasana kamar terlalu ribut sehingga sulit tidur. Selain itu, jatah makanan juga harus berkurang. “Yah.. enaknya.. karna banyak kawan-kawan..” W2.R2b.298-299h.6 “Yah.. sibuk.. ribut.. gak bisa tidur.. yah itulah dek..” W2.R2b.305-306h.6 “Gak enaknya, ikan sama kawan aku gak cukup gitu.. nasinya sedikit.. hehe tersenyum.. yah, terpaksalah..” W2.R2b.299-301h.6 Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Na’O memperoleh uang saku dari orangtuanya. Jumlahnya tidak tetap setiap bulannya. Uang ini digunakan untuk keperluan sehari-hari. “Yah.. dari orangtua.. kadang orangtua datang sini..” W3.R2b.134-135h.3 “Kadang nanti kasih uang 150ribu.. jadi habisnya untuk uang cuci baju, uang sarapan pagi.. segitu saja dek.. ya itulah, kerja setiap hari..” W3.R2b.137-140h.3 Universitas Sumatera Utara Ia merasa kesulitan ketika ia harus melakukan tanggung jawabnya sendiri, seperti kewajiban mencuci pakaian. Pekerjaan ini akhirnya dilimpahkan kepada salah satu teman baiknya yang bersedia mencucikan pakaiannya. Sebagai rasa terima kasih, terkadang ia memberikan sedikit uang yang dimiliknya sebagai upah. “Kesulitan disini banyak.. ini.. yah.. namanya orang.. penjara gitu dek.. jadi itu, jauh dari teman atau keluarga, lagipula yah.. seandainya dia itu, nyuci bajunya pun siapa? Haha tertawa.. gak bisa sendiri.. jadi banyak sini kebutuhan disini..” W3.R2b.101-107h.3 “Yah.. kalo abang, abang suruh nanti teman abang.. contohnya dia itu.. mau dia nyuci baju.. malas aku..” W3.R2b.109-111h.3 “ Disitu, seandainya aku mau nyuci bajuku, ku antar bajuku.. lantaran udah lama kami berkawan..” W3.R2b.122-124h.3 “Yah.. seandainya dia itu butuh sesuatu ataupun dia itu butuh uang rokoknya la, jadi aku sanggup, ya gitu aja..” W3.R2b.127-129h.3 Dalam kesehariannya di dalam kamar yang besar, Na’O sedikit kesulitan dalam mengatur diri dan tanggung jawabnya. Untuk mengurus pakaiannya sendiri, ia akan menyuruh temannya. Selain itu, kesehariannya hanya dihabiskan dengan bermain-main. Dalam pembagian jatah makanan juga, ia merasa tidak cukup dengan porsi makanan yang diberikan. Tapi ia tidak dapat berbuat apa-apa. Universitas Sumatera Utara

IV. e. Otonomi Autonomy

Selama menjalani masa hukuman, Na’O berusaha untuk mematuhi semua perintah yang dikatakan oleh para petugas. Ada ketakutan dalam dirinya jika ia melawan perintah para petugas. Menurutnya, ia sekalipun tidak pernah melawan maupun menolak perintah para petugas. Selain taat, ia juga berusaha sebisa mungkin untuk bersikap baik kepada petugas. “Iya.. gak bisa lah nolak perintah orang itu..” W3.R2b.20-21h.1 “Iya.. apapun yang diminta orang itu ya harus kami mau.. namanya saja kami kan taat pada petugas.” W3.R2b.23-25h.1 “Yah.. abang pun ikuti apapun perintah orang itu.. aku gak pernah melawan orang itu dek.. orang itu pun baik dek, pegawai itu. Tapi seandainya kita gak baik sama orang itu, orang itu pun gak baik sama kita..” W3.R2b.294-299h.6 “Yah.. seandainya kita melawan orang itu.. gak menuruti perintah orang itu la.. ataupun ada suruhan apa-apa gitu.. misalnya kita melawan, seandainya kita kejam sama orang itu, orang itu pun berfikir dek.. orang ini, gak bisa disuruh ya.. berarti gak nasehat gitu.. orang itu pun berfikir nanti orang itu dipukuli.. orang itu pukuli kami nanti..” W3.R2b.301-309h.6 Dalam mencapai tujuannya untuk memperoleh penghidupan yang lebih layak, ia akan mulai mencari pekerjaan. Ia tidak keberatan untuk melakukan sembarang pekerjaan, asalkan ia dapat memperoleh uang untuk dapat memberi makan keluarga. Universitas Sumatera Utara “Yah, kerjanya sembarangan.. gak tentu arah..” W2.R2b.339-340h.7 “Yah.. supaya aku pande.. aku kerja sama orang lain.. jadi aku gak susah lagi untuk bantu orangtua ku..” W2.R2b.335-337h.7 “Yah.. karna aku udah pernah bilang.. aku gak masalah.. mau di Sibolga, atau di kota lain.. belum tentu arah.. pokoknya, bisa aku membantu orangtua..” W2.R2b.350-353h.7 Kepatuhan Na’O kepada para petugas juga disertai dengan ketakutan tersendiri kepada para penjaga. Ia tidak memiliki keberanian untuk mengambil tindakan sendiri. Yang ia yakini hanya bahwa ia harus menuruti petugas jika ia tidak mau mendapat hukuman. Dalam level yang lebih esensial, yaitu dalam memutuskan apa yang akan diperbuatnya ke depannya, ia belum dapat dikatakan otonom.

IV. f. Hubungan Positif dengan Orang Lain Positive Relations with Others

Na’O menghuni sebuah kamar yang berada di blok F bersama enam belas orang temannya. Pertama sekali menghuni kamar tersebut, ia disambut dengan baik oleh teman sekamarnya. Ia kemudian menceritakan bagaimana ia bisa sampai masuk ke LP. Para teman sekamarnya memberikan semangat bagaimana sebaiknya ia menjalani kehidupan di dalam LP. “J adi, abis kuceritain sama mereka, orang itu pun percaya, jadi gak mungkinlah dia melakukan itu.. membunuh saudaranya sendiri.. setiap manusia punya kesalahan.. jadi kek gitu lah.. orang itu pun nggak.. orang itu pun sadar sama ku..” W1.R2b.395-401h.8 Universitas Sumatera Utara “Jadi tau-tau, masuk aku sini.. banyak kawan membantuku.. jadi datang, “Kau, apa kasusmu?”, kek gini, saudaraku sendiri meninggal.. ini.. ditanya-tanyai kan, jadi teman la.. makanya ini, aku ceritakan sama orang itu dan orang itu pun percaya.. gak mungkin sama adek kandungnya sendiri..” W1.R2b.410-418h.8 Hubungan yang terjalin antara Na’O dan teman sekamarnya dapat dikatakan harmonis. Seorang teman sekamarnya, yang juga merupakan teman baiknya, bahkan mau mencuci pakaiannya. Untuk membalas kebaikannya, ia terkadang memberikan temannya tersebut sedikit uang. Ketika orangtuanya datang membesuk, tak jarang mereka akan membawakan makanan dan memberikan uang. Olehnya, makanan dan uang tersebut juga dibagikan kepada teman-teman sekamarnya. Begitu juga dengan narapidana lainnya yang dikunjungi. Mereka semua saling berbagi dengan satu sama lain. “Hubungan dengan napi yang lain.. yah sama seperti itu.. orang itu pun sangat sedih jauh sama orangtua.. jadi yah.. macam mana lah.. kami disitu sama-sama napi.. udah emang nasib kami la bilang..” W1.R2b.256-261h.5 “Iya.. dekat juga.. jadi karna kami sama-sama napi gitu.. jadi sama-sama kenal..” W1.R2b.378-380h.8 “Jadi.. aku senang terus kawan-kawan pun senang di kamar nengok aku udah dapat rejeki.. hahaha tertawa.. Jadi aku bisa bagi-bagi misalnya orangtua bawa makanan, jadi aku bagi-bagi sama kawan sekamar..” W3.R2b.168-173h.4 “Seandainya yang dikasih orangtua aku bagi di kamar.. ku bagi, seribu dua ribu yah.. jadi aku kasih sama yang udah nyuci baju ku ya.. itulah setiap hari, gak ada kerja. Orang itu pun, kalo ada keluarga orang itu gitu juga, abang kan udah saling membagi..” W3.R2b.178-184h.4 Universitas Sumatera Utara Na’O juga tidak membeda-bedakan kawannya, mau berasal dari suku atau agama tertentu. Ia selalu menganggap setiap orang yang berbuat baik padanya adalah teman. Oleh sebab itu, ia juga selalu berusaha berbuat baik kepada orang lain. Jika ada kawannya yang akan segera bebas, ia akan memberikan beberapa nasehat agar kawannya tersebut melanjutkan kehidupan dengan baik dan jangan kembali lagi ke dalam LP. “Kalau aku gak membeda-bedakan agama.. agama itu sama Tuhan itu cuma satu.. justru itu aku gak bisa membeda-bedakan agama.. jadi aku anggap semua itu, setiap yang mau ngomong sama ku gitu, ku anggap dia itu sebagai kawan ataupun saudara..” W2.R2b.255-261h.5 “Aku gak bisa membeda-bedakannya udah kubilang sama adek..” W2.R2b.263-264h.5 “Yah, seandainya orang itu baik sama ku, gak mungkin la ku balas kejahatan.. seperti adek ini..” W3.R2b.366-368h.7 “Perasaanku.. yah.. gak terkendalikan itu dek.. ada kawan abang mau bebas, abang minta supaya dia jangan masuk kesini.. jangan melakukan kejahatan lagi, melanggar hukum.. itulah ku larang dia.. jangan lakukan lagi..” W2.R2b.86-291h.6 Tidak hanya terhadap teman sekamar, ia juga dekat dengan para petugas. Ia bahkan telah menganggap para petugas sebagai orangtuanya sendiri. Perhatian dan kepedulian yang ditunjukkan oleh para petugas adalah salah satu alasan mengapa ia menyayangi mereka. Ketika ia memiliki masalah ataupun melakukan kesalahan, ia akan menceritakannya kepada para petugas. Dari situ, ia akan tahu mana yang sebaiknya dilakukan maupun mana yang tidak. Universitas Sumatera Utara “Iya.. cemana la ya.. tidak disini saja.. jadi seandainya.. aku menganggap disini sebagai orangtua ku sendiri saja.. dan orang itu pun sudah anggap sebagai anak kandung sendiri..” W1.R2b.352-356h.7 “Ooh.. cerita sama pegawai.. sama petugas.. sama temen. Jadi, seandainya orang itu.. punya masalah ya.. mereka menegur kami supaya kami gak melakukan sama seperti yang kami.. kesalahan kami gitu..” W1.R2b.291-296h.6 “Ya.. cerita gimana.. keadaan macam mana.. aku pun ceritanya sama orang itu.. Jadi, orang itu negor aku la bilang, “Yah.. jangan kamu ulangi lagi, nanti kalau kamu ulangi lagi, tambah berat.. nanti masuk lagi kamu sini..” Aku pun sayang sama orang itu.. karna negor aku..” W1.R2b.361-368h.7 “Iya.. aku sering.. dia baik sama aku..” W1.R2b.373h.6 Hubungan yang hangat dan memuaskan muncul dalam hubungannya dengan orang lain. Adanya keinginan saling berbagi antara Na’O dan teman- teman sekamarnya serta perasaan sayang terhadap para petugas, memperlihatkan bahwa ia mampu membangun hubungan yang erat. Ketika temannya akan bebas, ia juga memberikan nasehat agar hidup temannya jauh lebih baik selepas ini. Selain itu, kepedulian yang dirasakannya dari para petugas juga merupakan alasan mengapa ia menganggap para petugas sebagai orangtua sendiri. Universitas Sumatera Utara

C. Deskripsi Data III 1. Identitas Diri Responden III