Menurut Hapsoh 2008, jahe merah Zingiber officinale memiliki kandungan senyawa kimia yang sangat tinggi dalam rimpangnya berupa zat gingerol, oleoresin, dan minyak atsiri
yang tinggi. Rimpang jahe berwarna merah hingga jingga muda, memiliki aroma yang lebih tajam dan rasanya sangat pedas. Kandungan minyak atsiri dan oleoresin yang cukup tinggi
pada rimpang berkhasiat untuk mengobati berbagai jenis penyakit misalnya mencret, sakit kepala, demam, pencahar, masuk angin dan pegal-pegal.
Menurut Arisandi 2008, bawang putih Allium sativum memiliki kandungan senyawa kimia yang paling baik digunakan sebagai obat tradisional. Kandungan senyawa kimia
bawang putih berupa minyak atsiri, aliin, kalium, sulfur, saltivine, diallysulfide. Bawang putih berkhasiat mengobati penyakit kutil dan sebagai antibiotik alami di dalam tubuh
manusia. Maryani 2008, mengatakan pada buah buni dalam biji merica Piper nigrum terdapat
sel sel yang mengandung minyak atsiri, daun jika diremas beraroma mint. Buah merica banyak digunakan dalam bentuk ramuan untuk obat perut gembung, obat tekanan darah
tinggi, sesak napas, pelancar keringat dan memperkuat lambung. Kencur Kaemperia galanga merupakan salah satu jenis tanaman obat yang tergolong
dalam suku temu-temuan Zingiberaceae karena rimpang tanaman ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang bermanfaat sebagai stimulan. Kandungan minyak atsiri kencur berupa
sineol, asam metil kanil, pentadekaan, asam sinamat, kamphene, alkaloid dan gom. Khasiat dari rimpang kencur dapat mengobati batuk, radang lambung, radang anak telinga, masuk
angin, sakit kepala, membersihkan darah kotor, memperlancar haid, mata pegal, keseleo dan sebagai alat KB tradisional Septiatin, 2008.
Sirih Piper betle merupakan tumbuhan memanjat dimana daun dan buahnya dipakai sebagai bahan obat tradisonal untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Daun sirih
mengandung senyawa kimia berupa minyak atsiri, kavicol, hidroksikavicol, eugenol, penil propana, tannin, gula, dan pati yang digunakan untuk memuat ramuan tradisional Arisandi,
2008. Kandungan senyawa kimia padi Oryza sativa berupa karbohidrat, dextrin,
arabanoxylan, phytin, glutelin, enzim dan vitamin B. Kandungan kimia yang terdapat di dalam tanaman padi berkhasiat untuk mengobati berbagai jenis penyakit misalnya pegal linu
dan masuk angin Wijayakusuma, 2009.
4.3. Degradasi Pengetahuan D
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang degradasi pengetahuan masyarakat Karo di Kecamatan Tigabinanga tentang manfaat tanaman obat mengalami sedikit penurunan. Hal ini
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 4.3.1. Degradasi Pengetahuan masyarakat Karo di Kecamatan Tigabinanga. Kelompok Umur
∑ Responden ICS Degradasi Pengetahuan D 1
A 112
1036 14,38
2 B
115 1187
1,90 3
C 113
1210 12,47
Dari Tabel 4.3.1 dapat dilihat bahwa pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tanaman obat mengalami degradasi dimana kelompok umur A mengalami degradasi
pengetahuan sebesar 14,38 , kelompok umur B mengalami degradasi pengetahuan sebesar 1,90, sedangkan kelompok umur C mengalami degradasi pengetahuan sebesar 12,47 .
Besarnya degradasi pada kelompok umur A dibandingkan pada kelompok umur B, berdasarkan pengamatan dan penelitian dilapangan dan hasil angket dapat disimpulkan
bahwa masyarakat Karo di Kecamatan Tigabinanga telah sulit menemukan tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat hal ini diduga karena adanya sistem pertanian monokultur.
Masyarakat yang ada di Kecamatan Tigabinanga pada umumnya adalah petani jagung, dalam setahun mereka dapat menanam jagung 2-3 kali, sehingga beberapa dari spesies tumbuhan
obat agak sulit didapatkan, dan juga kurangnya pengetahuan masyarakat Karo yang ada di Kecamatan Tigabinanga terutama masyarakat yang tinggal di kelurahan Tigabinanga yang
berada di ibukota Kecamatan tentang manfaat dari spesies tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat, karena mereka lebih memilih cara berobat yang praktis, yaitu dengan pergi
berobat ke dokter atau ke rumah sakit, karena telah memiliki pelayanan kesehatan baik fasilitas maupun tenaga kesehatan.
Menurut Rahayu 2003, jumlah tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat lebih banyak ditemukan di hutan dibandingkan dengan keanekaragaman jenis obat di kebun
campuran. Hal ini dikarenakan masyarakat menganggap bahwa hutan dan kebun campuran adalah lahan yang cukup potensial untuk dijadikan lokasi pencarian dan penanaman
tumbuhan obat, bagi mereka selain karena memudahkan dalam pengambilan bahan tumbuhan tersebut pada saat diperlukan saat sakit, hal inipun dikarenakan kebiasaan dan informasi
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
yang mereka terima mengenai pentingnya menjaga kesehatan melalui pemanfaatan tumbuhan obat yang biasa dicari di dalam hutan atau kebun campuran.
Masyarakat Karo di Kecamatan Tigabinanga secara umum memiliki pengetahuan yang cukup baik sekali tentang jenis-jenis tumbuhan obat dan manfaatnya, sudah sejak lama
sekali mereka menggunakan tumbuh-tumbuhan yang ada disekitar mereka, baik yang mereka tanam dipekarangan rumah ataupun yang mereka temukan di hutan untuk dijadikan obat
untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit misalnya penyakit perut, patah tulang, demam, batuk, infeksi, penyakit kulit, terkena bisa hewan buas dan lain-lain. Pengetahuan tentang
tumbuhan obat diperoleh oleh masyarakat secara turun - temurun kepada generasi yang berikutnya. Hal ini disebabkan karena tingginya pengetahuan mereka tentang tumbuhan yang
berkhasiat obat, dan mereka juga telah merasakan tentang khasiat dari tumbuhan yang mereka gunakan sebagai obat. Hanya saja pengetahuan pengobatan tersebut telah mengalami
sedikit penurunan pada masa sekarang. Dari hasil penelitian degradasi pengetahuan pada Tabel 4.3.1 didapatkan penurunan
pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tanaman obat-obatan terbesar pada usia 15-29 tahun. Beberapa penyebabnya yaitu, dibangunnya sarana publik balai pengobatan dan
puskesmas dan tenaga kesehatan di pusat kota kecamatan. Untuk desa- desa yang jauh dari ibukota kecamatan dengan sarana transfortasi yang sulit, sebagian besar masyarakat masih
memanfaatkan tanaman-tanaman obat yang tumbuh di pekarangan rumah mereka. Menurut Maturbongs et al., 2001 faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat
degradasi ini adalah lama berdomisili di desa. Lamanya berdomisili akan menyebabkan seseorang menguasai alam sekitarnya lebih baik dibandingkan dengan waktu domisili lebih
singkat. Minat seseorang untuk mengetahui alam sekitar termasuk minat mempelajari pemanfaatan jenis tumbuh-tumbuhan juga berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan.
Faktor pendidikan juga mempengaruhi penggunaan tumbuhan dalam kehidupan sehari-harinya pada masyarakat Karo yang ada di Kecamatan Tigabinanga. Generasi muda
memiliki pendidikan yang lebih baik dan semakin meningkat, sehingga pengetahuan tentang barang-barang substitusi juga meningkat. Barang substitusi dianggap lebih praktis sehingga
akibatnya keinginan untuk menggunakan dan memanfaatkan tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat semakin berkurang.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat degradasi misalnya tersedianya obat- obatan oleh puskesmas pembantu sehingga mengurangi minat masyarakat usia muda untuk
mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat-obatan. Pemberian
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
pengetahuan kepada satu orang anak saja di dalam rumah tangga juga turut menghambat perkembangan dan pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat.
Jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat secara Tradisional di Kecamatan Tigabinanga dapat dilihat pada Tabel 4.3.2
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 4.3.2 ditemukan 75 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat- obatan tradisional oleh masyarakat Karo di Kecamatan Tigabinanga. Dari 75 jenis tumbuhan
obat 74 adalah tumbuhan tingkat tinggi dan 1 tumbuhan tingkat rendah. Dari 75 jenis tumbuhan yang ditemukan famili Zingiberaceae yang paling banyak digunakan yaitu 9 jenis
diikuti dengan famili Euporbiacheae 5 jenis Solanaceae 4 jenis, Arecaceae dan Myrtaceae 3 jenis, famili Piperaceae, Lauraceae, Liliaceae, Asteraceae, Bombaceae, Achantaceae,
Rutaceae, Cucurbitaceae, Lamiaceae masing-masing 2 jenis, dan famili Umbelliferae, Fabaceae, Oxalidaceae, Poaceae, Amarathaceae, Nyctaginaceae, Orchidaceae, Rubiaceae,
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Lythraceae, Araceae, Balsaminaceae, Leguminosacea, Labiate, Malphigiaceae, Meliaceae, Rosaceae, Bromelliaceae, Caricaceae, Musaceae, Annonaceae, Umbelliferae, Annonaceae,
Compositae, Sapotaceae, Polypodiaceae, Graminae, dan Araliaceae masing-masing 1 jenis. Hasil penelitian tentang penggunaan tumbuhan sebagai bahan obat tradisional di
Kecamatan Tigabinanga menunjukkan bahwa dalam mengobati suatu jenis penyakit, penduduk menggunakan lebih dari satu jenis tumbuhan yang akan diramu menjadi obat.
Penggunaan obat-obatan secara tradisional masih dilakukan hingga sekarang oleh masyarakat Karo yang ada di Kecamatan Tigabinanga khususnya desa-desa yang masih jauh dari ibukota
kecamatan terutama untuk mengobati suatu jenis penyakit yang tergolong ringan seperti batuk, demam, sakit kulit, sakit perut, reumatik, memperlancar air susu ibu ASI, sakit gigi
dan sakit mata. Peran tabib masih dimanfaatkan oleh masyarakat Karo yang ada di Kecamatan
Tigabinanga dalam mengobati berbagai jenis penyakit yang tergolong ringan dan berat. Bahkan setelah mereka memeriksakan penyakit mereka kedokter atau ke rumah sakit maka
untuk pengobatan selanjutnya mereka serahkan kepada tabib. Hal ini juga disebabkan karena peran tabib yang sangat besar dalam mengobati berbagi jenis penyakit dan tingkat
kepercayaan masyarakat yang besar tentang khasiat dari tumbuhan obat dan efek sampingnya.
Penggunaan tanaman obat semakin berkurang digunakan oleh masyarakat walaupun mereka tidak memiliki tenaga kesehatan di desa tersebut, ini terjadi pada salah satu desa di
Kecamatan Tigabinanga yaitu Desa Kuta Galoh, hal ini di sebabkan karena masyarakat dalam mengobati suatu penyakit lebih percaya kepada dukun yang memberikan mereka obat untuk
penyembuhan berupa air putih yang diminum. Orang Karo meyakini bahwa selain dihuni oleh manusia alam juga merupakan tempat
bagi roh-roh gaib atau makhluk-makhluk lain yang hidup bebas tanpa terikat pada suatu tempat tertentu, untuk itu diperlukan beberapa aktivitas-aktivitas yang dapat menjaga
keseimbangan alam. Segala kegiatan yang berhubungan dengan roh-roh gaib dan upacara ritual, suatu kompleks penyembuhan, guna-guna dan ilmu gaib, merupakan sebagian aspek
penting dalam kepercayaan tradisional Karo yang pelaksanaanya terpusat pada guru atau dukun Ginting, 1986.
4.4. Deskripsi Tanaman Obat