20 langsung yang cenderung bersifat klasikal jika pokok bahasan memungkinkan
untuk disajikan melalui aktivitas langsung agar siswa mendapatkan pengalaman belajar yang lebih baik dan bermakna.
4. Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Tujuan pembelajaran IPA di SD merupakan pencapaian dari segi produk, proses, dan sikap keilmuan Bundu, 2006: 18. Berikut adalah penjelasannya.
a Dari segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari.
b Dari segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, serta mengaplikasikan konsep yang
diperoleh untuk menjelaskan dan memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari hari.
c Dari segi sikap dan nilai, siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis,
mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerjasama dan mandiri, serta mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari
keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Yager, 1996 Fatonah Prasetyo, 2014: 10 mengemukakan bahwa
terdapat lima domain yang harus dikembangkan dalam pembelajaran IPA, yaitu domain konsep, proses, kreativitas, sikap, dan aplikasi. Pendapat ini koheren
dengan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, bahwa terdapat lima kompetensi pembelajaran IPA SDMI berikut.
21 a Menguasai pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai lingkungan alam
dan lingkungan buatan dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari;
b Mengembangkan keterampilan proses sains; c Mengembangkan wawasan, sikap, dan nilai-nilai yang berguna bagi siswa
untuk meningkatkan kualitas hidup sehari-hari; d Mengembangkan kesadaran tentang keterkaitan yang saling mempengaruhi
antara kemampuan sains dan teknologi dengan keadaan lingkungan serta pemanfaatannya bagi kehidupan nyata sehari-hari; dan
e Mengembangkan kemampuan siswa untuk menerapkan iptek serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk
melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi.
Harlen Qualter 2004: 10 juga mengungkapkan pendapat berikut. The overall goal of primary science is to help children to make sense of the
phenomena and events in the world around, so it is important for the children and not just the teacher to see that what is being investigated helps in
understanding their everyday experiences.
Dalam kehidupan sehari-hari, siswa menemui berbagai fenomena di alam sekitar. Namun, siswa kadang belum memiliki atau mampu memberikan
penjelasan yang masuk akal tentang bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi. Keseluruhan tujuan pembelajaran IPA di SD adalah membangkitkan keikutsertaan
penuh antara siswa dan guru untuk memahami secara nyata objek yang sedang diselidiki membantu mereka dalam memahami pengalaman-pengalaman sehari-
hari. Aspek lain yang perlu dipertimbangkan dalam pembelajaran IPA adalah
upaya agar semua domain yang ada dalam pembelajaran sains yang terdiri atas kognisi, keterampilan proses IPA, aplikasi IPA, sikap IPA, dan pengembangan
kreativitas IPA hendaknya dioptimalkan untuk dikembangkan secara simultan Fatonah Prasetyo, 2014: 10. Pembelajaran IPA harus memacu siswa agar
22 memiliki andil dalam memahami konsep melalui pengalaman langsung, menggali
informasi, mengorganisasikan informasi, dan menguji pendapat. Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
tujuan pembelajaran IPA di SD meliputi, meningkatan kognisi, keterampilan proses, aplikasi IPA, sikap ilmiah, dan pengembangan kreativitas IPA. Objek IPA
adalah gejala-gejala alam yang biasa ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Siswa didorong untuk memahami objek yang sedang dikaji, sehingga membantu mereka
dalam memahami pengalaman-pengalaman sehari-hari.
B. Tinjauan tentang Karakteristik Siswa SD
Izzaty, dkk 2013: 110 menjelaskan bahwa emosi kebahagiaan, rasa ingin tahu, suka cita, tidak saja membantu perkembangan anak tetapi merupakan
sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan bagi perkembangan anak. Rasa ingin tahu sebagai salah satu sikap ilmiah menjadi modal awal dalam pengembangan
sikap ilmiah karena rasa ingin tahu yang tinggi adalah bentuk motivasi siswa untuk mempelajari suatu hal secara lebih jauh. Rasa ingin tahu tak lepas dari
aktivitas pengamatan oleh anak. Stern Ahmadi Sholeh, 2005: 115 membagi pengamatan anak ke dalam empat masa, meliputi 1 masa mengenal benda
sampai usia 8 tahun, di mana pengamatannya masih bersifat global, tetapi telah dapat membedakan benda tertentu; 2 masa mengenal perbuatan 8-9 tahun, di
mana anak telah memperhatikan perbuatan manusia dan hewan; 3 masa mengenal hubungan 9-10 tahun, di mana anak mulai mengenal sifat benda,
manusia, dan hewan, hubungan antara waktu, tempat, dan sebab akibat; dan 4
23 masa mengenal sifat 10 tahun ke atas, di mana anak mulai menganalisis
pengamatannya, sehingga ia mengenal sifat-sifat benda, manusia, dan hewan. Sumantri Sukmadinata 2008: 6.4 mengungkapkan bahwa bagi anak SD,
penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih mudah dipahami jika anak melakukan sendiri, sama halnya dengan pemberian contoh pada orang dewasa,
sehingga guru hendaknya merancang pembelajaran yang melibatkan anak agar terlibat langsung selama proses belajar mengajar. Keterlibatan anak secara
langsung tentu mendukung pengembangan sikap ilmiah. Guru perlu menerapkan model pembelajaran yang sesuai, sehingga siswa dapat memahami makna dari
pembelajaran secara utuh. Sumantri Sukmadinata 2008: 6.4 mengemukakan bahwa anak usia SD
senang bekerja dalam kelompok. Melalui interaksinya dengan teman sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, yaitu belajar memenuhi
aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak bergantung pada orang dewasa, belajar bekerja sama, mempelajari perilaku yang dapat diterima oleh
lingkungannya, belajar tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sportif, serta belajar keadilan dan demokrasi.
Wilayah perkembangan siswa yang berada pada jenjang SD sering disebut sebagai masa intelektual atau masa usia yang sesuai untuk bersekolah. Yusuf
2004: 24 membagi menjadi dua fase, yaitu masa kelas-kelas awal SD dan masa kelas-kelas akhir SD.
1. Masa kelas-kelas awal SD, yaitu usia 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak pada masa, yaitu: a Adanya hubungan positif
24 yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi apabila jasmaninya sehat
maka banyak prestasi yang diperoleh; b Sikap tunduk kepada peraturan- peraturan permainan tradisional; c Adanya kecenderungan memuji diri
sendiri menyebut nama sendiri; d Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain; e Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal,
maka soal itu dianggap tidak penting; f Pada kurun waktu 6 – 8 tahun, anak
menghendaki nilai rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang diberi nilai baik atau tidak.
2. Masa kelas-kelas akhir SD, yaitu usia 9 atau 10 sampai 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini, yaitu: a Adanya minat
terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang
praktis; b Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar; c Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus,
yang oleh para ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor bakat-bakat khusus; d Sampai kira-kira umur
11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur ini pada
umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya; e Pada masa ini, anak memandang nilai angka rapor
sebagai ukuran yang tepat dan sebaik-baiknya untuk mengukur prestasi di sekolah.
25 Piaget Izzaty, dkk, 2013: 104
– 105 mengungkapkan bahwa siswa yang berada pada usia 7
– 12 tahun berada pada tahap operasional konkret di mana konsep yang semula samar-samar dan tidak jelas menjadi lebih konkret, mampu
memecahkan masalah-masalah aktual, mampu berpikir logis. Ciri khas siswa SD dibagi menjadi dua masa yaitu masa anak-anak yang berada di kelas rendah, dan
masa anak-anak di kelas tinggi Izzaty, dkk, 2013: 115. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Triwidadi, sehingga subjek tergolong dalam siswa
kelas tinggi. Adapun ciri-ciri anak di kelas tinggi, yaitu 1 perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari, 2 ingin tahu, ingin belajar, dan realistis,
3 timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus, 4 anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah, serta 5 anak-
anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya Izzaty, dkk, 2013: 115.
Pendapat tentang perkembangan siswa kelas tinggi juga diungkapkan oleh Samatowa 2006: 6 bahwa pada masing-masing fase atau masa SD kelas tinggi
memiliki karakteristik, yaitu 1 adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari- hari yang konkret, 2 amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, 3 munculnya
minat khusus terhadap hal-hal atau mata pelajaran khusus, 4 pada masa ini anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah, 5 anak-
anak gemar membentuk kelompok sebaya, serta f peran manusia idola sangat penting pada masa ini. Karakteristik siswa kelas tinggi juga diuraikan oleh Asy’ari
2006: 42 bahwa ciri-ciri siwa kelas atas yang berada pada kelas 4 sampai dengan 6 berada pada tahap operasional konkret. Karakteristik yang dimiliki siswa SD
26 kelas tinggi, yaitu 1 dapat berpikir reversibel atau bolak-balik, 2 dapat
mengelompokkan dan menentukan urutan, dan 3 mampu melakukan operasi logis tetapi pengalaman yang dimiliki masih terbatas.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa karakteristik yang dimiliki oleh siswa kelas tinggi antara, yaitu 1 mempunyai rasa ingin tahu
yang tinggi, 2 muncul minat khusus pada hal-hal atau mata pelajaran khusus, 3 gemar membentuk kelompok sebaya, 4 membutuhkan benda-benda konkret
dalam pembelajaran, 5 rasa egoisnya masih tinggi, 6 berada pada taraf kognitif operasional konkret, 7 dapat mengelompokkan dan menentukan urutan, 8
mampu melakukan operasi logis tetapi pengalaman yang dimiliki masih terbatas, 9 dapat berpikir reversibel, 10 adanya minat terhadap suatu hal, serta 11 anak
memandang nilai angka rapor sebagai ukuran yang tepat dan sebaik-baiknya untuk mengukur prestasi di sekolah. Dengan memperhatikan karakteristik peserta
didik dapat memberikan gambaran bagaimana proses pembelajaran yang tepat. Selain itu, pengetahuan ini juga dapat memudahkan guru memilih pendekatan,
metode, strategi dalam pembelajaran, dan memberikan rasa nyaman bagi siswa.
C. Tinjauan tentang Sikap Ilmiah
1. Hakikat Sikap Ilmiah