39 langkah-langkah prosedur untuk menemukan informasi yang diharapkan atau
menyelesaikan permasalahan. Pendapat ini sejalan dengan Abell, Appleton Hanuscin 2010:
122 bahwa, “a common expectation in guided discovery is that the activity
will provide the students with „the answer‟ to the problem they are investigating
”. Aktivitas penyelidikan menjadi upaya siswa untuk menemukan jawaban atas fenomena yang dikaji.
Penerapan model pembelajaran guided discovery memiliki implikasi positif terhadap sikap ilmiah. Smith 2012: 290 mengungkapka
n bahwa “… the students exposed to Guided Discovery Learning improved their scientific attitudes when
compared to the conventional classrooms ”. Model pembelajaran guided discovery
terbukti mampu meningkatkan sikap ilmiah siswa jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang umumnya masih diterapkan di SD.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model guided discovery adalah model pembelajaran yang menerapkan asas di
mana siswa menemukan konsep-konsep atau hubungan-hubungan secara mandiri tetapi guru tetap memberikan bimbingan yang dapat berupa anjuran, pertanyaan,
dan atau petunjuk. Bimbingan guru diperlukan agar siswa tidak mengalami kesulitan dan atau kebingungan di tengah pembelajaran.
2. Landasan Pemikiran Model Pembelajaran Guided Discovery
Pemikiran konstruktivis yang dicetuskan oleh Dewey, Vygotsky, Piaget, dan Bruner melandasi model pembelajaran guided discovery. Secara umum, dalam
penerapan model pembelajaran guided discovery, siswa terlihat lebih aktif, orientasi induktif lebih ditekankan daripada deduktif, kemudian siswa menemukan
40 atau mengonstruksi pengetahuan mereka sendiri Suprihatiningrum, 2012: 242.
Berikut ini adalah penjelasan terkait pandangan konstruktivisme dan kaitannya dengan pembelajaran guided discovery menurut beberapa tokoh peletak dasar
paham konstruktivisme. a. Konstruktivisme dalam Guided Discovery menurut Dewey
Dewey adalah peletak dasar paham konstruktivisme, sehingga dikenal sebagai bapak konstruktivisme. Ide-ide Dewey digunakan sebagai dasar metode
konstruktivisme dan discovery learning Sugihartono, dkk, 2013: 108. Guru bertindak sebagai fasilitator, mengambil bagian sebagai anggota kelompok dan
diadakan kegiatan diskusi dan review oleh teman. Dewey menganjurkan agar bentuk isi pelajaran hendaknya dimulai dari pengalaman siswa dan berakhir pada
pola struktur mata pelajaran dan terdapat pengujian hipotesis, sehingga mirip dengan penelitian ilmiah Trianto, 2009: 32.
b. Konstruktivisme dalam Guided Discovery menurut Piaget Dalam teori belajar konstruktivisme yang menjiwai model pembelajaran
guided discovery, terdapat tiga prinsip fundamental yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran sebagaimana diungkapkan oleh Piaget. Abruscato Derosa
2010: 29 dan Sugihartono, dkk 2013: 109 – 110 secara bersamaan
memaparkan bahwa tiga prinsip fundamental konstruktivisme, meliputi 1 konsepsi naif atau naïve conception, 2 asimilasi atau assimilation, dan 3
akomodasi atau accomodation. Konsepsi naif merupakan keyakinan yang dibangun siswa atas suatu
fenomena. Keyakinan tersebut belum tentu benar karena bisa saja dipengaruhi
41 oleh asumsi-asumsi yang bersifat subjektif sehingga memaksa siswa untuk
mendalami tahap lebih lanjut, yaitu asimilasi. Asimilasi adalah usaha untuk memahami pengetahuan-pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan-pengetahuan
dalam skemata struktur pemikiran yang sudah lebih dulu ada. Apabila pengetahuan-pengetahuan baru dan skemata yang ada tidak menunjukkan
hubungan yang logis, maka akomodasi harus ditempuh. Akomodasi adalah mengubah skemata yang ada dengan skemata baru yang diperoleh dari situasi baru
yang logis dan empiris. Piaget Santrock, 2009: 41 juga menambahkan prinsip disequilibrium dan
equilibrium di samping tiga prinsip fundamental yang sebelumnya telah diuraikan sebelumnya dalam pendapat berikut.
A mechanism that Piaget proposed to explain how children shift from one stage of thought to the next. The shift occurs as children experience cognitive
conflict, or disequilibrium in trying to understand the world. Eventually, they
resolve the conflict and reach a balance, or equilibrium, of thought .
Prinsip disequilibrium
dan equilibrium
adalah penyesuaian
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Disequilibrium terjadi ketika pengetahuan baru yang dikenal tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah
ada, sedangkan proses restrukturisasi struktur kognitif untuk disesuaikan dengan pengetahuan baru, sehingga pengetahuan baru tersebut dapat diakomodasi dan
selanjutnya diasimilasikan menjadi skemata baru disebut equilibrium
Sugihartono, dkk, 2013: 110.
42 c. Konstruktivisme dalam Guided Discovery menurut Vygotsky
Pokok pikiran paham konstruktivisme yang dikembangkan oleh Vygotsky berbeda dengan konstruktivisme kognitif Piaget. Konstruktivisme sosial
dilaksanakan agar kegiatan belajar anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik, sehingga discovery lebih mudah diperoleh dalam
konteks sosial budaya Sugihartono, dkk, 2013: 113. Pelaksanaan guided discovery tak pernah lepas dari bimbingan guru.
Bimbingan ini sejalan dengan prinsip scaffolding dalam teori konstruktivisme Vygotsky. Bimbingan guru merupakan wujud scaffolding agar siswa selalu berada
dalam alur pembelajaran yang sedang dan akan dijalani. Westwood 2008: 4 mengungkapkan bahwa “in addition, giving students support in the form of hints
and advice has become known as „scaffolding‟.” Scaffolding diberikan agar siswa
tidak mengalami kesulitan atau kebingungan di tengah pembelajaran. d. Konstruktivisme dalam Guided Discovery menurut Bruner
Bruner secara lebih lanjut menyatakan bahwa cara terbaik bagi seseorang untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam siswa adalah dengan
mengonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari Sugihartono, dkk, 2013: 111. Belajar adalah proses yang bersifat aktif terkait dengan ide discovery
learning, yaitu siswa berinteraksi dengan lingkungannya melalui eksplorasi dan manipulasi objek, membuat pertanyaan, serta menyelenggarakan eksperimen
Sugihartono, dkk, 2013: 111. Nur, 2005 Suprihatiningrum, 2012: 248 mengemukakan bahwa guru yang
menganut tujuan pokok Bruner, yaitu menjadikan siswa mampu berdiri sendiri,
43 harus mendorong siswa agar memiliki kemandirian sedini mungkin dari awal
sekolah. Peningkatan kemandirian siswa yang sesuai dengan penerapan guided discovery adalah memberikan siswa kebebasan untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapinya atau menemukan sendiri melalui kegiatan berbasis kelompok. Guru bukan hanya sekedar secara langsung memberitahu jawaban dari
penyelesaian masalah yang dihadapi siswa, sehingga kemandirian dan kemampuan analitis siswa untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri tidak
berkembang. Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
landasan model pembelajaran guided discovery adalah paham konstruktivisme. Empat tokoh pioner dan peletak dasar paham konstruktivisme, yaitu Dewey,
Vygotsky, Piaget, serta Bruner mendukung penerapan guided discovery dalam pembelajaran. Siswa harus didorong untuk secara aktif membangun
pengetahuannya sendiri dengan bimbingan guru, terutama bagi siswa SD, sehingga siswa tidak mengalami kebingungan dalam mengikuti alur pembelajaran.
Pembelajaran yang penuh dengan aktivitas langsung menjadi ekosistem yang baik agar sikap ilmiah siswa dapat muncul dan berkembang. Penerapan
pembelajaran kooperatif
sebagai wujud
konstruktivisme sosial
dapat membangkitkan sikap kerja sama. Kegiatan siswa untuk membangun
pengetahuannya sendiri juga membangkitkan sikap ingin tahu, sikap berpikir kritis, sikap tekun, sikap kreatif dan penemuan, sikap respek terhadap data, serta
sikap sensitif terhadap lingkungan.
44
3. Prinsip Dasar Model Pembelajaran Guided Discovery