Tata Rias dan Tata Busana

93 Gambar 18: Busana Kesenian Dolalak Foto: Santi, 2016

c. Tempat Pertunjukan

Pementasan Kesenian Dolalak di Desa Kaliharjo akan disesuaikan dengan keperluan dan kondisi yang ada. Biasanya Kesenian Dolalak hanya cukup dipentaskan di teras rumah masyarakat Kaliharjo sering menyebutnya emperan atau pendopo. Tamu undangan yang datang berada didalam rumah, sedangkan penonton berada di luar rumah. Dalam setiap pertunjukan Kesenian Dolalak posisi penari menghadap dengan penabuh. Tata cahaya dan sound sistem bukan merupakan suatu hal yang penting pada masa itu. Penggunaan lampu jenis neon sudah cukup untuk memberikan penerangan pada pementasan Kesenian Dolalak. Pada pementasan Kesenian Dolalak juga akan dipasang umbul-umbul kecil berwarna merah dan putih dengan ujung atas berhiaskan dari benang woll yang berwarna kuning, disebut rontek. Rontek dipasang di tengah-tengah antara penabuh dan penari disebelah kanan dan 94 kiri. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa pementasan Kesenian Dolalak berbentuk arena tanpa ada batas pemisah antara penari dengan penonton.

f. Sesaji

Dalam setiap pementasan Kesenian Dolalak, sebelum pementasan tersebut dimulai terlebih dahulu sesepuh Dolalak di Kaliharjo melakukan ritual. Ritual tersebut berupa pemanjatan doa atau mantra untuk memohon kepada Yang Maha Kuasa agar selama pementasan diberi keselamatan. Selain itu ritual juga dilakukan dengan tujuan untuk mendatangkan Indang dan memohon ijin kepada pepunden yang berasal dari lokasi pementasan tersebut, agar pada saat pementasan sedang berlangsung dapat berjalan lancar dan memohon perlindungan dari gangguan- gangguan Indang yang bukan berasal dari Desa Kaliharjo maupun Danyang yang menguasai lokasi pementasan tersebut Wawancara dengan bapak Bambang pada 10 Maret tanggal 2016. Seperangkat sesaji juga harus dipersiapkan sebelum dimulai pementasan Kesenian Dolalak. Adapun sesaji yang harus disiapkan meliputi Nasi Golong nasi putih yang dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil berjumlah 12 serta sayur dan lauk, ayam kampung panggang, buah-buahan yang berupa pisang raja, telur ayam kampung, minuman teh dan kopi masing-masing tawar dan manis, air putih, jenang abang putih, bunga telon bunga yang terdiri dari tiga macam dengan warna yang berbeda, rokok putihmenyan, satu gelas air putih yang di dalamnya diberi daun dadap, badeg air nira yang dimasukkan dalam botol dan dililitkan tali lawe tali yang menyerupai sumbu kompor, kendi klawah kendi kecil yang terbuat dari tahan liat, bedak pupur, lipstik, sisir, cermin, kinang, dan menyan. 95 Sesaji yang sudah ada ditata dan diletakkan di bawah atau dekat bedhug. Kelengkapan sesaji dalam setiap pementasan biasanya akan disesuaikan dengan kondisi orang yang menyelenggarakan pementasan Kesenian Dolalak tersebut. Kegiatan ritual dalam setiap pementasan Dolalak di Desa Kaliharjo selalu dilakukan untuk mendatangkan Indang. Hal itu dilakukan karena mereka mempercayai bahwa Kesenian Dolalak bisa dijadikan sebagai media yang positif untuk membantu warga seperti mencari orang hilang, atau megobati orang yang sakit. Dalam setiap pementasan Kesenian Dolalak terdapat trance, ketika penari dalam kondisi trance dirasuki oleh Indang kemudian akan ditanya-tanya oleh sesepuh setempat tentang apa saja yang ingin diketahui. Selain itu Kesenian Dolalak juga dijadikan sebagai media untuk memecahkan setiap permasalahan antar warga anggota Kesenian Dolalak di Desa Kaliharjo.

B. Pembahasan

1. Perkembangan Kesenian Dolalak

Sebagai kesenian rakyat asli Kabupaten Purworejo, Kesenian Dolalak telah mengalami pasang surut dalam perjalanannya dari masa ke masa. Perkembangan terjadi dalam segala aspek, mulai dari gerak, pola lantai, iringan, tata busana, tempat pertunjukan hingga sesaji. Perkembangan yang terjadi cenderung ada pada Kesenian Dolalak yang ditarikan oleh perempuan, sedangkan untuk Kesenian Dolalak yang ditarikan oleh laki-laki tidak mengalami perkembangan yang berarti dan nyaris hilang. Berikut akan dijelaskan 96 perkembangan kesenian Dolalak dalam 4 periode, yaitu sebelum tahun 2000, tahun 2000-2005, tahun 2005-2010, dan tahun 2010 sampai tahun 2015.

a. Perkembangan Kesenian Dolalak sebelum tahun 2000

Perkembangan Kesenian Dolalak dimulai dari ide tiga orang santri berasal dari Dusun Sejiwan yaitu Rejo Taruno, Duliyat, dan Rono Dimedjo tahun 1915 yang kemudian memprakarsai terbentuknya Kesenian Dolalak ini. Perkembangan Kesenian Dolalak dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Kabupaten Purworejo, hingga pada tahun 1920 terdapat tujuh orang warga Desa Kaliharjo yang belajar Kesenian Dolalak di Dusun Sejiwan. Ketujuh orang tersebut kini masih bertahan dalam grup Kesenian Dolalak yang berada di Desa Kaliharjo sekarang bernama Grup Budi Santoso hingga beliau semua meninggal dunia. Grup Kesenian Dolalak Desa Kaliharjo yang bernama grup Budi Santoso tersebut berdiri sejak tahun 1936 yang diprakarsai oleh Cokro Sumarto. Beliau adalah salah satu dari ketujuh orang yang belajar Kesenian Dolalak di Dusun Sejiwan pada saat itu. Usaha tujuh orang tersebut diterima dengan baik oleh warga Desa Kaliharjo hingga mampu membuat kesenian ini dapat berkembang dengan baik. Kesenian Dolalak pada sekitar tahun 1936 – 1940 an pernah dipentaskan secara masal pada saat pesta perkawinan Ratu Belanda yaitu Ratu Yuliana di alun- alun Purworejo, hal itu diakui oleh Ahmad Zahra yang pada saat itu ikut menjadi penari dalam acara tersebut Wawancara dengan ibu Untariningsih pada tanggal 18 Februari 2016. Awal kemunculan Kesenian Dolalak di Desa Kaliharjo tersebut ditarikan oleh laki-laki yang sudah dewasa. Pada saat itu pertunjukan 97 Kesenian Dolalak masih menggunakan kostum yang sederhana tanpa menggunakan make up mengingat kondisi ekonomi masyarakat pada saat itu masih sulit. Kesenian Dolalak masih cukup dipentaskan di pendopo atau emperan rumah penduduk, dengan posisi penari menghadap pemusik. Pertunjukannya belum menggunakan sound dan masih menggunakan penerangan seadanya yang berupa lampu neon. Pada tahun 1949 Kesenian Dolalak lambat laun mulai mengalami penurunan karena situasi perang di Indonesia diantaranya disebabkan oleh peristiwa Agresi Belanda II. Terjadi peperangan antara masyarakat Purworejo yang dahulu bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia TNI dengan tentara Belanda. Akibat peristiwa tersebut kemudian banyak anggota dari Kesenian Dolalak yang ikut berperang dan sebagian lain memilih untuk pindah mengungsi ketempat-tempat yang dianggap aman. Kesenian Dolalak kembali bangkit kembali setelah berakhirnya perlawanan tersebut tahun 1950. Pada awal kemunculannya Kesenian Dolalak masih belum menggunakan trance. Hal itu masih dirasa kurang memuaskan grup Kesenian Dolalak di Desa Kaliharjo, sampai akhirnya Ahmad Dimejo belajar untuk mendatangkan Indang dari seorang paranormal yang bernama Mbah Somo dari Desa Sidomulyo Wawancara dengan bapak Eko Marsono pada tanggal 27 Februari 2016. Pada tahun 1960 an Kesenian Dolalak semakin berkembang di wilayah Purworejo. Hal itu ditandai dengan munculnya grup-grup kesenian dari 3 kelompok menjadi 8 kelompok kesenian di setiap kecamatan dalam kurun waktu