Sesaji Bentuk Penyajian Kesenian Dolalak

98 1960 hingga 1970 an Agus: 2012. Sebelum tahun 1968 Kesenian Dolalak ditarikan oleh penari laki-laki dewasa yang sudah menikah, namun sempat mengalami penurunan karena peristiwa pemberontakan G 30 SPKI. Kondisi yang demikian membuat banyak para penari dan pemain musik dalam Kesenian Dolalak yang ikut berperang memberantas PKI di wilayah Purworejo. Pada tahun 1970 an Kesenian Dolalak kembali hidup dan berkembang, hal itu ditandai dengan bertambahnya grup Kesenian Dolalak yang ada menjadi 77 kelompok ada tahun 1974 Agus: 2012. Pada dekade 1970 ketika pemerintah mulai menggalakkan kesenian daerah sebagai aset wisata dan mulai ada campur tangan dari pemerintah dan pembinaan. Maka atas prakarsa dari Bupati Soepanto 1975 yang menganjurkan kaum wanita bisa menjadi penari Kesenian Dolalak mendapat respon yang positif. Sehingga pada tahun tersebut Kesenian Dolalak mulai ditarikan oleh penari perempuan. Dengan ditarikan oleh perempuan Kesenian Dolalak dirasa lebih menarik dan lebih memiliki daya jual. Terbukti pada saat itu Kesenian Dolalak sering ditampilkan pada acara-acara khusus seperti perayaan hari besar nasional, penyambutan tamu penting, dan acara-acara formal yang diadakan di pendopo Kabupaten Purworejo. Sejak saat itu hampir setiap grup Kesenian Dolalak di Purworejo, penarinya diperankan oleh perempuan. Di wilayah Kaligesing, Kesenian Dolalak putri mulai muncul pertama kali diawali dari Dusun Tileng, Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing pada tahun 1974. Pada tahun 1975 Kesenian Dolalak putri dipentaskan pada acara Peresmian TMII oleh Bu Tien Suharto di Taman Mini Indonesia Indah. Hal itu dijelaskan oleh Ibu Sri Maryati, seorang penari Dolalak putri pertama kali di wilayah 99 Kaligesing. Pada saat Kesenian Dolalak dipentaskan pada acara peresmian TMII beliau masih duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar SD. Bentuk sajian Kesenian Dolalak pada saat itu masih sederhana, membentuk pola lantai lurus kebelakang. Kostum yang digunakan berwarna hitam dengan baju berlengan pendek, celana dibawah lutut ditambah dengan rampek, topi pet, sampur gendolo giri, dan kaos kaki. Pemanbahan rampek pada busana Dolalak saat itu hanya kesepakatan kelompok, bertujuan agar ketika penari Dolalak melakukan gerak tanjak tidak terkesan saru Wawancara dengan ibu Sri Maryati pada tanggal 8 Maret 2016. Instrumen musik yang digunakan pada saat itu juga mulai ditambah dengan pianika. Dalam setiap pertunjukan Kesenian Dolalak sudah menggunakan lagu-lagu garapan baru. Pada awal pementasan sebelum tarian dimulai terlebih dahulu disajikan beberapa lagu jenis langgam, kroncong dan dangdut. Hal ini dimaksudkan untuk mengundang para penonton yang hadir. Pada mulanya sebelum menggunakan keyboard elektrik, grup-grup Kesenian Dolalak menggunakan pianika. Pada awalnya syair yang digunakan berupa tembang-tembang Jawa yang bernuansa nasehat. Namun setelah munculnya musik-musik tersebut terjadilah akulturasi antara tembang Jawa dengan musik dangdut yang lebih modern mempunyai tembang-tembang beragam, sehingga membuat syair yang dilagukan untuk mengiringi Kesenian Dolalak menjadi campur-campur cenderung mengabaikan pakemnya Wawancara dengan ibu Untariningsih pada tanggal 18 Februari 2016.