Iringan Bentuk Penyajian Kesenian Dolalak

89 disebut lagu bawan, sedangkan sauran adalah saat para penari yang menyanyikan lagu tersebut. Namun dalam perkembangannya lagu sauran tidak lagi dinyanyikan oleh penari tetapi dinyanyikan oleh pemain musik dan vokal. Kesenian Dolalak di Desa Kaliharjo merupakan salah satu grup kesenian yang mau mengikuti perkembangan jaman. Hal itu ditandai dengan adanya penambahan iringan dalam setiap pementasan Kesenian Dolalak, yang berupa Pianika, Gitar, Bass, Cuk, Drum, dan Kecrek. Pada sekitar tahun 1995, grup Kesenian Dolalak Desa Kaliharjo beserta Bapak Eko Marsono belajar tentang cara iringan campursari pada Kesenian Dolalak. Adanya instrumen tambahan dalam Kesenian Dolalak berfungsi hanya sekedar untuk memberikan variasi serta memenuhi permintaan lagu yang sering dilakukan oleh penari yang sedang trance dan penonton yang juga sering meminta lagu-lagu tertentu.

b. Tata Rias dan Tata Busana

Tata rias dan tata busana dalam Kesenian Dolalak pada dasarnya mengutamakan segi keindahan dan kecantikan penari tersebut. Penonjolan warna rias muka sangat jelas terlihat karena busana yang dipakai pada Kesenian Dolalak berwarna hitam. Alat-alat rias yang digunakan berupa pemerah bibir Lipstick, pensil alis, bedak, dan eye shadow. Dalam pementasannya untuk Kesenian Dolalak yang dibawakan oleh laki-laki, tidak menggunakan make up tetapi hanya menggunakan kaca mata. Busana pada Kesenian Dolalak pada dasarnya berwarna hitam. Pemilihan warna hitam karena hitam merupakan simbol kerakyatan dan lambang kekuatan serta warnanya terlihat kuat secara klasik Wawancara dengan Eko Marsono pada 90 tanggal 27 Februari 2016. Dalam Kesenian Dolalak busana yang dikenakan yaitu baju lengan panjang, celana setinggi paha, topi pet, kaos kaki, dan sampur. Busana dalam Kesenian Dolalak merupakan peniruan busana dari serdadu Belanda. Oleh karena itu, agar lebih mirip dengan seorang serdadu Belanda maka dibuatlah aksesoris berupa pangkat yang dipasang di bahu kanan dan kiri. Pangkat tersebut tampak seperti rumbai-rumbai yang terbuat dari benang woll berwarna merah. Selain pangkat yang dipasang di bahu, juga rumbai-rumbai yang dipasang di bagian dada. Pada masa kemiliteran Belanda baju yang dikenakan identik dengan penggunaan pangkat dan hiasan yang berupa rumbai-rumbai. Busana dalam Kesenian Dolalak juga dihiasi dengan corak dan ornamen-ornamen yang membentuk gambar Bintang, Kupu-kupu, Bunga dan Daun Lar-laran. Busana Kesenian Dolalak bagian bawah menggunakan celana pendek yang berwarna hitam. Celana yang digunakan yaitu celana setinggi paha. Motif pada bagian celana membentuk hiasan bunga dan daun yang disebut Lar-laran. Pada bagian tepi baju dan celana menggunakan motif untu walang. Penggunaan celana pada Kesenian Dolalak yang ukurannya setinggi paha menurut masyarakat masih kurang sopan dalam hal berbusana. Maka untuk menjaga kesopanan ketika kesenian tersebut dikenalkan oleh golongan pejabat dan priyayi digunakanlah kaos kaki yang tingginya mencapai lutut. Desain busana bagian atas menggunakan topi pet berwarna hitam yang ditambah dengan hiasan oncen di samping kanan dan kiri. Topi pet yang digunakan bermotif bintang di bagian atas, seperti topi pet yang digunakan oleh serdadu Belanda. Pada bagian depan ditambah dengan hiasan berupa bulatan dari 91 benang woll. Penggunaan topi pet pada jaman dahulu berfungsi untuk mengelabuhi tentara Belanda. Seolah-olah penari Dolalak menyerupai serdadu Belanda dan berpihak pada bangsa Belanda agar ketika mereka sedang berkesenian tidak dibubarkan begitu saja oleh Belanda. Hal itu dilakukan karena pada jaman penjajahan, semua grup kesenian pasti dicurigai oleh bangsa Belanda karena nantinya mereka dituduh sebagai gerakan pembela negara Indonesia Wawancara dengan ibu Untariningsih pada tanggal 18 Februari 2016 . Ada hal unik yang dilakukan oleh penari Kesenian Dolalak sedang dalam kondisi trance, adalah penggunaan kacamata berwarna hitam. Alasan pemakaian kacamata yaitu untuk menirukan gaya serdadu Belanda karena pada jaman dahulu masyarakat pribumi jarang yang mempunyai kacamata. Selain itu ada juga pemahaman masyarakat yang menyatakan bahwa penggunaan kacamata pada saat trance adalah agar penari tidak malu apabila melihat penonton, karena pada saat trance mata penari cenderung melihat keatas. Penggunaan kacamata pada pertunjukan Kesenian Dolalak juga membuat penampilan penari terlihat semakin bagus Wawancara dengan ibu Untariningsih pada tanggal 18 Feruari 2016. Busana Kesenian Dolalak hampir seluruhnya mengadopsi busana para serdadu Belanda. Walaupun demikian, namun ada satu hal yang tidak ditinggalkan oleh masyarakat Kabupaten Purworejo ketika menari, yaitu sampur. Penggunaan sampur pada Kesenian Dolalak yaitu dengan diikatkan di samping pinggul kiri. Pengaruh budaya Jawa dalam busana Kesenian Dolalak nampak dari penggunaan sampur, karena kebiasaan orang Jawa ketika sedang menari selalu menggunakan sampur. 92 Gambar 16: Tata Rias Penari Putri dalam Kesenian Dolalak Foto: Santi, 2016 Gambar 17: Tata Rias Penari Putra dalam Kesenian Dolalak Dok: Sanggar Tari Prigel, 2013 93 Gambar 18: Busana Kesenian Dolalak Foto: Santi, 2016

c. Tempat Pertunjukan

Pementasan Kesenian Dolalak di Desa Kaliharjo akan disesuaikan dengan keperluan dan kondisi yang ada. Biasanya Kesenian Dolalak hanya cukup dipentaskan di teras rumah masyarakat Kaliharjo sering menyebutnya emperan atau pendopo. Tamu undangan yang datang berada didalam rumah, sedangkan penonton berada di luar rumah. Dalam setiap pertunjukan Kesenian Dolalak posisi penari menghadap dengan penabuh. Tata cahaya dan sound sistem bukan merupakan suatu hal yang penting pada masa itu. Penggunaan lampu jenis neon sudah cukup untuk memberikan penerangan pada pementasan Kesenian Dolalak. Pada pementasan Kesenian Dolalak juga akan dipasang umbul-umbul kecil berwarna merah dan putih dengan ujung atas berhiaskan dari benang woll yang berwarna kuning, disebut rontek. Rontek dipasang di tengah-tengah antara penabuh dan penari disebelah kanan dan