Perkembangan Kesenian Dolalak sebelum tahun 2000
100 Busana yang digunakan dalam Kesenian Dolalak masih sederhana
menyesuaikan kondisi ekonomi masyarakat pada saat itu. Baju yang digunakan berasal dari bahan drill hitam dengan hiasan berwarna merah putih dan bermotif
geblekan. Selain itu juga terdapat ragam hias berupa rumbai-rumbai yang terbuat dari benang atau bordir berwarna putih. Motif Untu Walang yang ada berwarna
merah dan putih. Hiasan yang ada dalam baju Dolalak pada saat itu disesuaikan dengan selera masing-masing, ada yang dihias menggunakan manik-manik dan
ada yang tidak dihias sama sekali. Model baju yang digunakan menggunakan krah.
Gambar 19: Baju Kesenian Dolalak dengan Hiasan Tampak Depan
Foto: Santi, 2016
Gambar 20: Baju Kesenian Dolalak dengan Hiasan Tampak Belakang
Foto: Santi, 2016
101
Gambar 21: Baju Kesenian Dolalak Tanpa Hiasan Tampak Depan
Foto: Santi, 2016
Gambar 22: Baju Kesenian Dolalak Tanpa Hiasan Tampak Belakang
Foto: Santi, 2016
Gambar 23: Celana Kesenian Dolalak
Foto: Santi, 2016
102 Topi yang digunakan dalam Kesenian Dolalak pada awal kemunculannya
masih menggunakan model topi pet hitam polos. Topi pet jaman dulu dibuat dari anyaman bambu yang dilapisi dengan kain hitam dan dihias dengan manik-manik.
Hiasan yang ada pada bagian depan topi dibuat hanya untuk membedakan antara satu topi dengan topi yang lain dalam satu kelompok. Pemberian hiasan tersebut
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi per individu kelompok tersebut, sehingga ada yang berhiaskan dengan bross, manik-manik, bahkan peniti
Wawancara dengan bapak Iwan pada tanggal 6 April 2016. Sedangkan untuk perlengkapan busana seperti kaos kaki menggunakan warna putih, dengan alasan
agar mudah untuk diseragamkan. Sampur yang digunakan berupa sampur gendolo giri ditambah dengan penggunaan kacamata.
Gambar 24: Topi Pet Kesenian Dolalak dengan Hiasan Bros
Foto: Santi, 2016
103
Gambar 25: Topi Pet Kesenian Dolalak dengan Hiasan Payet
Foto: Santi, 2106
Gambar 26: Topi Pet Kesenian Dolalak dengan Hiasan Payet
Foto: Santi, 2016
Tahun 1977, Kesenian Dolalak mulai diajarkan kepada murid-murid Sekolah Dasar SD, dengan harapan dapat dipentaskan dalam bentuk
perlombaan, festival, dan pementasan masal pada acara tertentu di Kabupaten
104 Purworejo Prihatini: 2007. Sejak saat itu Kesenian Dolalak mulai masuk dalam
ranah pendidikan dan mampu menjadi acuan untuk pembelajaran tari di sekolah. Kesenian Dolalak mulai digarap ketika masuk dalam proyek usaha wisata
budaya Kabupaten Purworejo pada tahun 1980 an. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo mulai menampilkan Kesenian Dolalak dengan
durasi padat. Penggarapan Kesenian Dolalak pada waktu itu hanya memadatkan sajian tarinya, tidak dengan merubah gerak atau merubah iringannya. Sajian tari
Dolalak yang dahulu dipentaskan dalam durasi berjam-jam mulai dipadatkan Wawancara dengan bapak Eko Marsono pada tanggal 27 Februari 2016.
Pada tahun 1994, bapak Tjiptosiswoyo seorang pemimpin dalam Kesenian Dolalak di desa Kaliharjo ditunjuk oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Purworejo untuk menyusun buku paket belajar menari Dolalak. Dalam buku tersebut dijelaskan bentuk serta rangkaian gerak yang ada dalam Kesenian
Dolalak secara rinci lengkap dengan hitungan-hitungan agar mudah dipelajari oleh siswa.
Bergerak lagi pada tahun 1995, Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo diminta untuk mengikuti festival seni rakyat yang diadakan di Surakarta. Oleh
karena itu, Bapak Tjiptosiswoyo dan Eko Marsono bekerjasama dengan Sanggar Tari Prigel membuat sebuah sajian Kesenian Dolalak yang kini dikenal dengan
Dolalak Paket Padat Wawancara dengan bapak Eko Marsono pada tanggal 27 Februari 2016. Penggarapan Dolalak tersebut memicu Kesenian Dolalak masuk
dalam mata pelajaran sebagai muatan lokal di Sekolah Dasar SD. Penataran
105 Kesenian Dolalak tersebut dilakukan oleh bapak Eko Marsono dan bapak
Tjiptosiswoyo ke seluruh daerah di Kabupaten Purworejo. Sekitar tahun 1990an saat Kesenian Dolalak sudah masuk dalam muatan
lokal di jenjang pendidikan Sekolah Dasar SD, muncul ide pembuatan kostum Dolalak yang berwarna hijau dengan bahan bludru dan menggunakan payet
sebagai hiasan. Pembuatan kostum tersebut bertujuan sebagai pembeda antara Kesenian Dolalak yang ada dalam perkumpulan atau grup dan pada dunia
kependidikan. Kostum Dolalak yang berwarna hijau dikhususnya untuk dunia pendidikan saja, sedangkan kostum yang berwarna hitam dahulu digunakan untuk
Kesenian Dolalak yang berada di dalam grup-grup Wawancara dengan bapak Iwan pada tanggal 6 April 2016.
Seringnya Kesenian Dolalak mengikuti acara festival di dalam dan luar wilayah Purworejo, membuat adanya perkembangan dalam kostum yang
dikenakan. Sampur yang pada awalnya bermotif gendolo giri, berubah menjadi sampur polos dengan hiasan gombyok. Pada periode perkembangan tahun 1990
hingga 1999 Kesenian Dolalak mulai bersifat komersial dan telah diakui sebagai salah satu hiburan masyarakat Purworejo Prihatini: 2007. Adanya Kesenian
Dolalak membuat Kesenian Wayang Kulit yang sering ditampilkan pada acara- acara seperti hajatan menjadi berkurang. Hal itu disebabkan karena tarif untuk
mengundang Kesenian Dolalak pada saat itu terbilang lebih murah. Kesenian Dolalak sebagai seni hiburan mulai dimanfaatkan untuk tujuan
politik propaganda. Adanya unsur politik yang masuk dalam Kesenian Dolalak juga memberikan pengaruh yang besar pada saat itu, kebetulan Kesenian Dolalak
106 juga masih dijadikan sebagai primadona masyarakat Purworejo. Hal itu terjadi
ketika Dolalak diminta untuk ikut serta dalam acara kampanye partai politik. Warna dan atribut partai politik yang ada saat itu mendominasi warna kostum
pada Kesenian Dolalak. Munculnya ide penggunaan kaos kaki yang berwarna kuning terjadi saat Kesenian Dolalak mulai masuk dalam dunia politik.
Banyaknya permintaan untuk tampil disetiap acara, grup-grup Kesenian Dolalak di Purworejo membuat suatu inovasi baru dalam setiap tampilannya.
Agar penari Dolalak terlihat lebih menarik maka celana yang digunakan dibuat pendek dan diperketat lagi. Hal itu sempat mengundang berbagai hujatan dari
beberapa pemuka agama. Mereka berpendapat bahwa kini Kesenian Dolalak lebih mengedepankan hiburan semata dan meninggalkan etika dalam masyarakat.
Celana pendek setinggi paha yang digunakan oleh penari Dolalak dinilai akan mengundang syahwat dan terkesan seronok.
Peristiwa tersebut membuat perkembangan Kesenian Dolalak menjadi redup dan mulai tersingkir. Ditambah lagi dengan kemunculan organ tunggal yang
dinilai oleh masyarakat lebih irit biaya untuk mengundangnya. Ditinjau secara ekonomi, biaya untuk mengundang Kesenian Dolalak akan lebih boros mengingat
banyaknya personil yang ada dalam kesenian tersebut. Selain itu apabila ditinjau dari segi keamanan, dalam setiap pementasan Dolalak sering kali terjadi keributan
diantara penonton saat pementasan berlangsung.
107