Sumber Informasi Sikap Matriks Pemberi Informasi tentang Jampersal Kepada Bidan

fasilitator, kepala puskesmas dan bidan koordinator. Beberapa jawaban dari kepala puskesmas dan bidan koordinator berbeda dengan bidan PTT. Menurut WHO 1984 terdapat 4 empat alasan pokok seseorang berperilaku diantaranya adalah sumber – sumber daya yang dalam hal ini mencakup fasilitas, waktu, uang dan tenaga. Pengaruh ini dapat bersifat positif dan negatif yang jelas dapat merugikan dan menguntungkan seseorang yang dalam hal ini adalah bidan PTT dan para pengelola jampersal.

5.2. Sumber Informasi

Sumber informasi merupakan hal penting dalam peningkatan pengetahuan para bidan ptt tentang jampersal, sumber informasi dalam penelitian dimaksud adalah orang – orang atau sarana yang memberikan informasi kepada para bidan PTT tentang Jampersal. Dalam penelitian ini yang dimaksudkan kedalam pemberi informasi adalah para pengelola jampersal baik dari dinas kesehatan atau puskesmas, internet dan teman sejawat. Dari jawaban para informan jelaslah bahwa sebenarnya jampersal tidak disosialisasikan secara benar oleh para fasilitator baik dari dinas kesehatan maupun puskesmas sendiri. Hal lain juga ditemukan bahwa disini tidak ada bidan yang ingin mencari keterangan lebih dalam tentang jampersal lewat media lain seperti buku saku atau pun browsing melalui internet, mereka hanya terkesan patuh dan hanya mengikuti begitu saja program ini. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan kurangnya kesadaran atau kemampuan teknologi bidan PTT dalam mencari Universitas Sumatera Utara informasi, karena dari proses wawancara hanya beberapa dari mereka yang dapat menggunakan komputer atau internet. Alasan lain adalah adanya kepasrahan diri atau rasa malas karena meskipun dicari tahu mereka tetap tidak dapat mengeluarkan pendapat kepada kepala puskesmas sebab hal tersebut telah diwajibkan untuk mereka. Seorang informan mengatakan tidak mau lagi menanyakan tentang apa dan bagaimana program apalagi tentang pendanaan karena memiliki pengalaman yang tidak baik dengan kepala puskesmas. Menurutnya setelah ia mengeluarkan pendapatnya dan bertanya, kepala puskesmas kemudian berubah menjadi tidak ramah dan acuh serta mengatakan ia terlalu banyak bertanya dan tidak loyal terhadap atasannya, mungkin inilah salah satu alasan mengapa ada bidan PTT yang tidak mau mencari tahu tentang jampersal secara lebih mendalam.

5.3. Sikap

Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang – tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dan sebagainya. Campbell 1950 mendefenisikan sikap sebagai suatu sindrom atau gejala dalam merespons stimulus atau objek sehingga sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Sikap merupakan suatu reaksi seseorang terhadap suatu stimulus. Sikap bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Dalam penelitian didapati bahwa beberapa bidan PTT tidak begitu menyukai atau kurang berminat pada program jampersal. Beberapa informan memang benar – Universitas Sumatera Utara benar tidak menyukai atau menyetujui program jampersal dengan alasan ribet dan jumlah uang yang sedikit, namun karena mereka merasa memiliki keterbatasan sebagai bidan PTT maka segala perintah dari kepala puskesmas harus diikuti dan dilaksanakan tanpa memperdulikan suka atau tidak sukanya bidan PTT tersebut. Namun selain sikap yang tidak setuju, ada juga bidan PTT yang menyukai program jampersal. Dalam hal ini sikap sangat ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman bidan PTT, sikap tidak suka muncul oleh karena banyaknya perbedaaan yang diperkirakan sifatnya lebih banyak merugikan dari pada keuntungannya baik dari segi prosedur maupun jumlah uang yang diterima. Seperti yang telah diungkapkan diatas bahwa sikap merupakan respon dari sebuah stimulus yang melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala jiwa yang lain dan persepsi melibatkan kognisi yang dapat bersifat positif dan negatif tergantung pada penerimaan individu. Jadi dalam hal ini para bidan PTT mengekspresikan sikap mereka dengan emosi atau menggunakan bahasa – bahasa yang sesuai dengan pikiran dan pengalaman mereka. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Salsabila 2012 bahwa di Puskesmas Kota Bandung para bidan mempunyai sikap negatif terhadap jampersal. Hal ini terjadi karena para bidan merasa terlalu banyak prosedur yang harus diikuti sementara jumlah jasa yang diterima lebih sedikit dari biasanya sebelum mereka menjadi provider jampersal. Pada penelitian ini, jika dikaitkan dengan pendapat Allport 1954 yang mengatakan bahwa suatu sikap akan terbentuk bila telah adanya suatu konsep Universitas Sumatera Utara terhadap objek, evaluasi terhadap objek dan kecenderungan untuk bertindak yang kesemuanya itu ditentukan oleh pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosional seseorang. Jadi dalam hal ini tampaknya para bidan PTT benar - benar tidak menyukai jampersal dengan alasan mereka masing masing. Dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Berdasarkan intensitasnya sikap dibagi atas 4 empat tingkatan yaitu :Menerima receiving yang diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan objek, Menanggapi respondingdiartikan sebagai memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.Menghargai valuing diartikan sebagai pemberian nilai yang positif terhadap objek atau stimulus dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau memengaruhi dan menganjurkan orang lain merespons dan Bertanggung jawab responsible yakni sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab atas apa yang diyakini subjek. Seseorang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinan dan berani megambil resiko atas pilihan sikapnya tersebut. Berdasarkan intensitasnya maka dapat disimpulkan bahwa para bidan ini masuk dalam tingkatan menanggapi dalam kategori sikap yakni hanya mampu menerima subjek sebagai stimulus dan menganggapinya dengan memberikan jawaban terhadap objek yang dihadapi. Universitas Sumatera Utara

5.4. Persepsi