Persepsi Bagi Dinas Kesehatan

5.4. Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang digunakan individu untuk mengelola dan menafsirkan pesan indera dari lingkungan dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan dengancara mengorganisir dan menginterpretasi sehingga akan mempengaruhi prilaku individu. Persepsi adalah proses dimana sensasi yang datang dan diterima manusia melalui panca indera system sensorik dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan akhirnya diinterpetasikan atau proses dimana seseorang menyeleksi dan mengorganisasikan dan menginterpretasi stimulus yang diterima panca indera ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh. Persepsi termasuk kedalam ranah sikap dimana belum ada aksi didalamnya dan biasanya sejalan dengan sikap itu sendiri. Dari jawaban para informan terlihat bahwa sebenarnya sikap mereka kurang bahkan tidak setuju dengan jampersal, hal ini karena mereka mempersepsikan bahwa jampersal ini memang tidak ada unsur keuntungan didalamnya bahkan hanya mempersulit mereka saja. Dari respon tertutup ini terlihat mereka hanya pasrah dengan keadaan yang artinya menerima begitu saja program ini tanpa dapat mengeluarkan pendapat. Hal – hal seperti prosedur yang dinilai agak sulit, jumlah dana yang dibayar sedikit menjadi alasan besar mengapa persepsi mereka seperti ini, namun meskipun demikian mereka tetap menjalankan tugasnya oleh karena telah diperintahkan oleh kepala puskesmas. Bila dikaji dari kinerja bidan seharusnya bidan PTT tidak berhak mengatakan bahwa jumlah klaim terlalu sedikit dan tidak sesuai dengan jumlah jasa yang mereka Universitas Sumatera Utara terima. Tugas menolong persalinan dan memberikan pelayanan adalah tugas pokok mereka di tempat tugasnya, mereka telah di bayar oleh pemerintah setiap bulannya untuk melakukan tugas tersebut dengan sistem kontrak selama 3 tiga tahun dan dapat diperpanjang selama 2 kali periode, namun kenyataannya mereka tetap meminta bayaran yang lain dengan alasan banyaknya tugas dan tidak sesuai dengan jumlah gaji yang diterima. Pola berfikir bidan PTT yang seperti ini yang seharusnya dihilangkan dan diperbaiki agar mereka tidak hanya berfikir tentang materi keuangan saja sementara tugas pokok dilupakan. Permasalahan persepsi di atas juga sebenarnya terjadi oleh karena tidak ada perbedaan prosedur pelaksanaan jampersal dari pemerintah tentang jampersal terhadap bidan PTT dan bidan praktek swasta. Para pembuat kebijakan hanya mmembuat kebijakan tanpa memandang tugas pokok para bidan PTT dan BPS. Pihak dinas kesehatan sendiri seharusnya juga lebih peka dalam hal ini, seharusnya mereka dapat memisahkan dan membuat kebijakan berapa yang harus diterima oleh bidan praktek swasta yang langsung membuat MOU dengan dinas kesehatan dan bidan PTT yang kesepakatannya dilakukan oleh kepala puskesmas, sehingga hal – hal tentang perbedaan klaim tidak lagi menjadi kendala dalam melaksanakan jampersal. Persepsi negatif juga ditemukan di Puskesmas Jatinangor Tanggerang, menurut Putro 2012 para bidan mempunyai persepsi negatif terhadap jampersal oleh karena biaya klaimnya hanya Rp. 500.000,- sementara transport tidak ditanggung. Hal ini membuat para bidan keberatan untuk menjadi provider jampersal. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penelitian Tetty 2012 di Kabupaten Wakatobi Lombok Tengah, untuk menghindari persepsi negatif tentang biaya transport, pemerintah daerah membuat kebijakan sendiri dengan memberikan dana untuk tenaga kesehatan dalam mendampingi pasien yang dirujuk dengan sumber dana berasal dari dana jamkesmas. Selain sikap negatif ada juga informan yang menyikapi program ini secara positif. Beberapa informan mengatakan bahwa jampersal ini sangat baik dan setuju dengan program ini tetapi tetap saja sebenarnya ada kekurangan atau hal yang mengganjal di hati mereka, hal tersebut ternyata tidak hanya berasal dari program itu saja melainkan dari pasien yang menyalahgunakan program untuk kepentingan pribadi yang sebenarnya bukanlah tujuan dari jampersal. Kelainan seperti ini memang sering terjadi karena pada hakikatnya setiap kebijakan yang dibuat sering diputuskan secara umum tanpa mempertimbangkan resiko lain atau penyimpangan dari jampersal. Beberapa kalangan masyarakat mengartikan kata gratis berarti bebas dari segala biaya, sehingga tidak perlu takut lagi bila terjadi kehamilan, padahal sebenarnya pada proses kehamilan biaya konsumsi gizi untuk janin juga harus diperhatikan agar kelak bayi dapat tumbuh secara baik dan maksimal, namun kenyataannya mereka tidak lagi memikirkan hal seperti itu karena yang terpenting bagi mereka ketika melakukan pemeriksaan kehamilan, bersalin, nifas dan KB gratis. Hampir sama hal nya dengan informan diatas yang mempersepsikan jampersal secara positif, bidan praktek swasta juga mengungkapkan hal yang sama bahwa meskipun secara finansial ia mengatakan tidak begitu mendapat keuntungan, tapi ternyata ia lebih memperhatikan kondisi para bidan – bidan yang tidak mempunyai Universitas Sumatera Utara izin praktek tetapi melakukan praktek kebidanan yang sebenarnya jelas melanggar hukum. Menurut peneliti informan tersebut lebih memfokuskan kepada administrasi kebidanan atau etika pelayanan kebidanan yang sebenarnya telah diketahui oleh semua bidan. Pada persepsi, menurut Rahmat 2005 persepsi dibagi menjadi 2 yaitu positif dan negatif, apabila objek yang dipersepsikan sesuai dengan pengahayatan dan dapat diterima secara rasional dan emosional maka manusia akan mempersepsikan positif atau cenderung menyukai dan menanggapi sesuai dengan objek yang dipersepsikan. Apabila tidak sesuai dengan penghayatan maka persepsinya negatif atau cenderung menjauhi menolak dan menganggapinya secara berlawanan terhadap objek persepsi tersebut. Hal ini sangat sesuai dengan apa – apa yang telah disampaikan oleh para informan mengenai sikap dan persepsi mereka tentang jampersal. Persepsi negatif para bidan ptt begitu menonjol pada program jampersal dikarenakan adanya ketidaksesuaian antara objek yang dihayati dengan kenyataan informasi tentang jampersal baik dari pengertian secara umum sampai kepada hal pendanaan yang sangat berpengaruh sensitif terhadap kinerja para bidan ptt di lapangan. Banyaknya perbedaan antara informasi yang diterima bidan ptt pada puskesmas juga menjadikan persepsi mereka terpecah dan terkesan membingungkan serta membuat tanda tanya besar bagi mereka, pertanyaan yang muncul seperti mengapa bisa tiap puskesmas berbeda padahal bentuk yang dikerjakan sama, mengapa pihak pengelola dari dinas kesehatan tidak pernah datang berkunjung ke puskesmas sementara puskesmas lain dikunjungi dan banyak lagi pertanyaan pertanyaan yang muncul dalam benak mereka Universitas Sumatera Utara sehingga menimbulkan sikap dan persepsi yang negatif baik terhadap program jampersal itu sendiri maupun kepada para pengelola baik yang berada di dinas kesehatan maupun puskesmas. Rahmat 2005 mengatakan bahwa ada tiga 3 factor yang memengaruhi persepsi yakni pengalaman, semakin seseorang berpengalaman dalam suatu hal semakin baik persepsinya. Faktor kedua adalah motivasi individu terhadap suatu informasi, seseorang yang memiliki motivasi dan harapan yang tinggi terhadap sesuatu cenderung akan memiliki persepsi yang positif terhadap objek tersebut. Faktor ketiga adalah kepribadian, dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi yaitu usaha untuk mengeksternalisasi pengalaman subjektif, secara tidak sadar kepribadian seseorang yang extrovert dan berhati halus cenderung akan memiliki persepsi yang lebih baik terhadap sesuatu. Berdasarkan pendapat Rahmat tersebut dapatlah dilihat bahwa persepsi bidan timbul oleh karena adanya pengalaman kerja sebelum program jampersal ditetapkan dan harus dilaksanakan. Karena tidak adanya motivasi yang baik dan mendukung dari pihak pengelola di dinas kesehatan dan puskesmas maka persepsi bidan PTT pun cenderung negatif dan jenis kepribadian yang introvert cenderung hanya suka memprotes dan melakukan hal negatif. Respon seperti inilah nantinya yang jelas akan terlihat pada pelaksanaan jampersal dilapangan oleh para bidan PTT. Seperti dijelaskan diatas, meskipun sikap dan persepsi para bidan ptt cenderung tidak menyukai dan menyetujui jampersal namun mereka tetap melaksanakan program tersebut. Dalam teori regulasi, manusia berperilaku atas Universitas Sumatera Utara adanya norma dan hukum atau peraturan – peraturan yang berlaku. Perilaku dapat muncul akibat adanya tekanan atau dorongan dari peraturan yang diwajibkan, manusia menjalankan peraturan tersebut tanpa pengaruh dari pengetahuan dan sikap manusia itu sendiri. Hal inilah yang terjadi pada bidan ptt, mereka tetap melaksanakan program karena adanya tekanan atau aturan dari pemerintah atau atasan.

5.5. Pelaksanaan Jampersal