5.2.9 Hubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan Kejadian ISPA
Gambar 5.10 Diagram Batang Hubungan Kepadatan Hunian Ruang Tidurdengan ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.
Berdasarkan Gambar 5.10 dapat dilihat bahwa proporsi ISPA tertinggi pada hunian ruang tidur yang padat yaitu 82,4, dan yang terendah pada hunian ruang
tidur tidak padat yaitu 38,8. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square
α = 0,05 diperoleh nilai p 0,001 p 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95,hal ini
berarti ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian ruang tidur dengan ISPA pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2014.
82,4
38,8 17,6
61,2
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Padat Tidak Padat
pr op
or si
Kepadatan Hunian Ruang Tidur dengan ISPA
ISPA Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
Diperoleh RP sebesar 2,124 dengan 95 CI 1,461-3,087. Artinya kepadatan hunian ruang tidur merupakan faktor resiko timbulnya penyakit ISPA
Berdasarkan KepMenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8 m
2
dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Bangunan
yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak kurangnya oksigen didalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya
menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti ISPA .
31
Hal ini sejalan dengan penelitian Taisir tahun 2005 yang menunjukkan ada hubungan antara status kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA di Kelurahan
Lhok Bengkuang tahun 2005 p=0,004 .
22
Universitas Sumatera Utara
5.2.10 Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk Bakar dengan Kejadian ISPA
Gambar 5.11 Diagram Batang Hubungan Pemakaian Anti Nyamuk Bakar dengan ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.
Berdasarkan Gambar 5.11 dapat dilihat bahwa proporsi ISPA tertinggi yang memakai anti nyamuk bakar yaitu 96,2, dan yang terendah tidak memakai anti
nyamuk bakar yaitu 48,6. Sedangkan proporsi tidak ISPA tertinggi yang tidak memakai anti nyamuk bakar yaitu 51,4 dan terendah yang memakai anti nyamuk
bakar yaitu 3,8. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square
α = 0,05 diperoleh nilai p 0,001 p 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95, hal ini
berarti ada hubungan yang bermakna antara pemakaian anti nyamuk bakar dengan ISPA pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2014.
96,2
48,6
3,8 51,4
20 40
60 80
100 120
Ya Tidak
pr op
or si
Pemakaian Anti Nyamuk Bakar dengan ISPA
ISPA Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
Diperoleh RP sebesar 2,124 dengan 95 CI 1,461-3,087. Artinya pemakaian anti nyamuk merupakan faktor resiko timbulnya penyakit ISPA . Hal ini
kemungkinan karena sebagian besar dari penduduk di kabupaten Mandailing Natal menggunakan jenis anti nyamuk bakar pada malam hari.
Hal ini sejalan dengan penelitian Vinna Mairuhu tahun 2011 yang menunjukkan ada hubungan antara penggunaan obat nyamuk dengan kejadian ISPA
pada Pulau Barrang Lompo.
40
5.2.11 Hubungan Bahan Bakar Untuk Masak dengan Kejadian ISPA