Hasil penelitian Ria Resti tahun 2008 di wilayah kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias dengan desain cross sectional didapatkan prevalens rate ISPA pada
balita 79,6.
32
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marhamah tahun 2012 terhadap 127 balita di Desa Bontongan Kabupaten Enrekang , dijumpai mengalami ISPA sebanyak
44,9.
43
5.2 Analisa Bivariat
5.2.1 Hubungan Umur dengan Kejadian ISPA
Gambar 5.2 Diagram Batang Hubungan Umur dengan ISPA pada Anak
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.
65,5 54,8
34,5 45,2
10 20
30 40
50 60
70
≥12 - 36 bulan 36 -
≤ 60 bulan
pr op
or si
Umur dengan ISPA
ISPA Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Gambar 5.2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi ISPA tertinggi pada kelompok umur
≥ 12 - 36 bulan yaitu 65,5 dan terendah pada kelompok umur 36 -
≤ 60 bulan yaitu 54,8 . Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square
α = 0,05 diperoleh nilai p = 0,276 p 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95, hal ini
berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan ISPA pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal
tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 1,196 dengan 95 CL 0,858-1,668, berarti umur anak balita bukan faktor resiko kejadian ISPA.
ISPA dapat ditemukan pada 50 anak berusia di bawah 5 tahun dan 30 anak berusia 5-12 tahun. World Health Organization melaporkan bahwa di Negara
berkembang, Infeksi saluran pernafasan akut termasuk infeksi respiratori bawah pneumonia, bronkiolitis, dan lain-lain adalah penyebab utama dari empat penyebab
terbanyak kematian anak, dengan kasus terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun.
41
Selain umur ISPA juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti status imunisasi anak balita. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan memberikan
gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama pada anak dan bayi yang
belum memperoleh kekebalan alamiah.
19
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Ribka Rerung Layuk 2013 di Lembang Batu Sura` Kota Makassar yang menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara umur dengan ISPA pada balita.
39
5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA
Gambar 5.3 Diagram Batang Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.
Berdasarkan Gambar 5.3. dapat dilihat bahwa proporsi ISPA tertinggi terdapat pada anak balita dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 62,5 dan terendah
terdapat pada anak balita dengan jenis kelamin perempuan yaitu 59,6. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square
α = 0,05 diperoleh nilai p = 0,768 p 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95, hal ini berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan ISPA pada anak balita di
62,5 59,6
37,5 40,2
10 20
30 40
50 60
70
Laki-laki Perempuan
pr op
or si
Jenis Kelamin dengan ISPA
ISPA Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 1,048 dengan 95 CL 0,767-1,343, berarti jenis kelamin
bukan faktor resiko kejadian ISPA. Pada umumnya, tidak ada perbedaan insiden ISPA akibat virus atau bakteri
pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, ada yang mengemukakan bahwa terdapat sedikit perbedaan yaitu insiden lebih tinggi pada anak laki-laki berusia di atas 6
tahun.
41
Hal ini sejalan dengan penelitian Ria Resti tahun 2008 dengan desain cross sectional di Kelurahan Ilir Gunungsitoli Kabupaten Nias menunjukkan tidak ada
hubungan antara jenis kelamin anak balita dengan kejadian ISPA pada anak balita, dengan nilai p=0,089.
32
5.2.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA