maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan
imunisasi lengkap. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi Campak dan DPT.
24
Hasil penelitian Sadono, dkk di Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 dengan desain cross sectional diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna
antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada bayi dengan nilai p = 0,027 dan Ratio Prevalens 1,8 95 CI: 1,068-3,168. Artinya bayi dengan status imunisasi
tidak lengkap merupakan faktor risiko terjadinya ISPA.
25
c. Faktor Lingkungan Environment
1. Ventilasi
Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana ventilasi dapat memelihara kondisi udara yang sehat bagi manusia.
21
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan
oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah yang berarti kadar
karbon dioksida yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Sirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus
mempunyai ventilasi minimal 10 dari luas lantai.
29
Berdasarkan hasil penelitian Sulistyowati di Kabupaten Trenggalek tahun 2010 didapatkan bahwa proporsi anak balita penderita pneumonia yang memiliki ventilasi
Universitas Sumatera Utara
rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 57,8. Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian pneumonia
dengan ventilasi p = 0,042. Nilai OR 1,9 95 CI: 1,0-3,4, artinya anak balita kemungkinan menderita pneumonia 1,9 kali pada balita yang memiliki ventilasi
rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
30
2. Kepadatan Hunian Ruang Tidur
Berdasarkan KepMenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8 m
2
dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Bangunan yang
sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak kurangnya oksigen didalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya menurun,
kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti ISPA. Kepadatan di dalam kamar terutama kamar balita yang tidak sesuai dengan
standar akan meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pemanasan tersebut.
Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur maka semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan banyaknya
penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti oleh peningkatan karbon dioksida dan dampak peningkatan karbon dioksida dalam ruangan adalah
penurunan kualitas udara dalam ruangan.
31
Hasil penelitian Gulo di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias tahun 2009 menunjukkan proporsi balita yang tinggal di rumah yang kepadatan hunian
Universitas Sumatera Utara
rumahnya tergolong padat menderita ISPA sebesar 88,9. Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara kapadatan hunian rumah
dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p = 0,037. Nilai Ratio Prevalens kejadian ISPA pada balita yang tinggal di rumah yang kepadatan hunian rumahnya
tergolong padat dibanding dengan balita yang tinggal di rumah yang kepadatan hunian rumahnya tergolong tidak padat adalah 1,189. Artinya hunian rumah yang
tergolong padat merupakan faktor risiko terjadinya ISPA.
32
3. Pemakaian Anti Nyamuk
Penggunaan anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menurunkan kualitas udara dalam ruangan sehingga menyebabkan gangguan saluran
pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga
mempermudah timbulnya gangguan pernafasan. Berdasarkan penelitian Muliono Sihite di Perumnas Mandala Kecamatan Percut
Sei Tuan tahun 2004 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan anti nyamuk dengan kejadian ISPA pada balita dengan
nilai p = 0,000.
33
4. Keberadaan Perokok
Paparan asap rokok merupakan penyebab signifikan masalah kesehatan seperti pernafasan akut infeksi ISPA pada anak.
37
Satu batang rokok dibakar maka akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia seperti nikotin, gas carbon monoksida,
nitrogen oksida, hidrogen cianida, amonia, acrolein, acetilen, benzoldehide,
Universitas Sumatera Utara
urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresor peryline dan lainnya.
19
Hasil penelitian Harianja di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2010 dengan desain cross sectional menunjukkan ada hubungan
antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA bagian atas pada anak balita dengan nilai p = 0,001. Hasil Ratio Prevalens kejadian ISPA bagian
atas pada anak balita yang memiliki anggota keluarga perokok dibanding dengan anak balita yang tidak memiliki anggota keluarga perokok adalah 3,211 95 CI:
1,154-8,932. Artinya keberadaan anggota keluarga perokok merupakan faktor risiko terjadinya ISPA bagian atas.
27
Berdasarkan hasil penelitian Mukono di Puskesmas Pati I tahun 2006 dengan desain case control, berdasarkan analisis bivariat hubungan keberadaan anggota
keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita diperoleh nilai p = 0,000 dan OR 4,63 95 CI: 2,04-10,52. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara
keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita. OR 4,63 artinya anak balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang
merokok kemungkinan untuk menderita ISPA 4,65 kali dibandingkan balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang tidak merokok.
29
5. Bahan Bakar Untuk Memasak
Pencemaran udara di dalam rumah banyak terjadi di negara-negara berkembang. Diperkirakan setengah dari rumah tangga di dunia memasak dengan
bahan bakar yang belum diproses seperti kayu, sisa tanaman dan batubara sehingga akan melepaskan emisi sisa pembakaran di dalam ruangan tersebut.
Pembakaran pada
Universitas Sumatera Utara
kegiatan rumah tangga dapat menghasilkan bahan pencemar antara lain asap, debu, grid pasir halus dan gas CO dan NO.
35
Tingkat polusi yang dihasilkan bahan bakar menggunakan kayu jauh lebih tinggi dibandingkan bahan bakar menggunakan gas. Sejumlah penelitian
menunjukkan paparan polusi dalam ruangan meningkatkan risiko kejadian ISPA pada anak-anak.
36
Berdasarkan hasil penelitian Naria, dkk di wilayah kerja Puskesmas Tuntungan tahun 2008 menunjukkan proporsi balita yang tinggal di rumah yang menggunakan
bahan bakar kayu menderita ISPA sebanyak 39 orang 81,25, sedangkan yang tidak menderita ISPA sebanyak 9 orang 19,75. Hasil uji Chi Square diperoleh
bahwa ada hubungan yang bermakna antara bahan bakar dengan kejadian ISPA pada balita dengan nilai p = 0,001. Nilai Ratio Prevalens kejadian ISPA pada balita yang
menggunakan bahan bakar kayu dibanding dengan balita yang menggunakan bahan bakar minyakgas adalah 1,715. Artinya penggunaan bahan bakar kayu merupakan
faktor risiko terjadinya ISPA.
37
2.7. Pencegahan Penyakit ISPA