Diperoleh RP sebesar 2,124 dengan 95 CI 1,461-3,087. Artinya pemakaian anti nyamuk merupakan faktor resiko timbulnya penyakit ISPA . Hal ini
kemungkinan karena sebagian besar dari penduduk di kabupaten Mandailing Natal menggunakan jenis anti nyamuk bakar pada malam hari.
Hal ini sejalan dengan penelitian Vinna Mairuhu tahun 2011 yang menunjukkan ada hubungan antara penggunaan obat nyamuk dengan kejadian ISPA
pada Pulau Barrang Lompo.
40
5.2.11 Hubungan Bahan Bakar Untuk Masak dengan Kejadian ISPA
Gambar 5.12 Diagram Batang Hubungan Bahan Bakar Untuk Masakdengan
ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.
Berdasarkan Gambar 5.12 dapat dilihat bahwa proporsi tidak ISPA tertinggi yang menggunakan gaselpiji yaitu 40 dan terendah menggunakan kayu bakar
minyak tanah yaitu 30. Sedangkan proporsi ISPA tertinggi yang menggunakan
70 60
30 40
10 20
30 40
50 60
70 80
Kayu bakarminyak tanah Gaselpiji
pr op
or si
Bahan Bakar Untuk Masak dengan ISPA
ISPA Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
kayu bakarminyak tanah yaitu 70, dan yang terendah menggunakan gaselpiji yaitu
60.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square α =
0,05 diperoleh nilai p = 0,539 p 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95, hal ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara bahan bakar untuk masak dengan
ISPA pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 1,167 dengan 95 CL 0,752-
1,810, berarti penggunaan bahan bakar memasak bukan merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita.
Hal ini sejalan dengan penelitian Embbriyowati Catiyas tahun 2012 pada anak balita di wilayah Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah.
Berdasarkan uji statistik chi-square didapatkan nilai p = 0,41 p 0,05 berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA
pada balita.
44
5.2.12 Hubungan Keberadaan Perokok dengan Kejadian ISPA
97,1
41,5 2,9
61,2
20 40
60 80
100 120
Ada Tidak Ada
pr op
or si
Keberadaan Perokok dengan ISPA
ISPA Tidak ISPA
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.13 Diagram Batang Hubungan Keberadaan Perokok dengan ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2014.
Berdasarkan Gambar 5.13 dapat dilihat bahwa proporsi ISPA tertinggi yang ada perokok yaitu 97,1, dan yang terendah tidak ada perokok yaitu 41,5.
Sedangkan proporsi tidak ISPA tertinggi yang tidak ada perokok yaitu 58,5 dan terendah yang ada perokok yaitu 2,9.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square α =
0,05 diperoleh nilai p 0,001 p 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95,hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara keberadaan perokok dengan ISPA pada
anak balita di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.
Diperoleh RP sebesar 2,124 dengan 95 CI 1,461-3,087. Artinya keberadaan perokok merupakan factor resiko timbulnya penyakit ISPA pada anak
balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal. Anak yang orang tuanya merokok akan mudah menderita penyakit gangguan
pernapasan. Sebagian besar sering 45,7 merokok di dalam rumah sehingga penghuni rumah terutama balita terpapar asap rokok. Hal ini disebabkan karena
anggota keluarga biasanya merokok dalam rumah pada saat bersantai bersama keluarga, misalnya sambil nonton TV atau setelah selesai makan dengan anggota
keluarga lainnya.
41
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan penelitian Karlinda dan Warni tahun 2012 di Bengkulu, ada hubungan yangt bermakna antara keberadaan anggota keluarga yang merokok
dengan kejadian ISPA pada balita.
42
Universitas Sumatera Utara
72
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN