Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA

Hal ini karena anak balita yang berstatus ASI Ekslusif tersebut pemberian ASI tidak dilanjutkan sampai umur 2 tahun. WHO dan UNICEF memberikan rekomendasi pemberian ASI Eksklusif 6 bulan pertama untuk pemberian makan bayi dan anak kecil yang optimal, disamping pemberian ASI pada bayi umur satu jam pertama dan juga pengenalan makanan pelengkap yang cukup bergizi dan aman bagi bayi setelah usia 6 bulan bersama dengan kelanjutan ASI sampai umur 2 tahun. 45 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ike Suhandayani di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati tahun 2006 dengan menggunakan desain cross sectional menunjukkan tidak ada hubungan asosiasi yang bermakna antara status ASI dengan kejadian ISPA pada anak balita nilai p=0,71. 48

5.2.5 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA

Gambar 5.6 Diagram Batang Hubungan Status Imunisasi dengan ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014 89,7 49,3 103 50,7 20 40 60 80 100 120 Tidak Lengkap Lengkap pr op or si Status Imunisasi dengan ISPA ISPA Tidak ISPA Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Gambar 5.6 dapat dilihat bahwa proporsi ISPA tertinggi pada status imunisasi tidak lengkap yaitu 89,7, dan yang terendah pada imunisasi lengkap yaitu 49,3. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square α = 0,05 diperoleh nilai p 0,001 p 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95,hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan ISPA pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 1,819 dengan 95 CL 1,393-2,374. Artinya status imunisasi merupakan faktor resiko timbulnya penyakit ISPA. Imunisasi berguna untuk memberikan kekebalan untuk melindungi anak dari serangan penyakit menular. Imunisasi yang paling efektif mencegah penyakit ISPA yaitu imunisasi campak dan DPT. Balita yang terserang campak akan mendapatkan kekebalan alami terhadap pneumonia. Kematian karena ISPA sebagian besar berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi misal difteri, pertusis dan campak. Imunisasi lengkap berguna untuk mengurangi mortalitas ISPA , sehingga balita yang mempunyai status imunisasi lengkap jika terkena ISPA maka diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi berat. 46 Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Gulo di Kabupaten Nias tahun 2008 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita, dengan nilai p=0,007. 32 Universitas Sumatera Utara

5.2.6 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA

Gambar 5.7 Diagram Batang Hubungan Pendidikan Ibu dengan ISPA pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014 Berdasarkan Gambar 5.7 dapat dilihat bahwa proporsi ISPA tertinggi pada pendidikan ibu tinggi yaitu 62,1, dan yang terendah pada pendidikan ibu rendah yaitu 58,8. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square α = 0,05 diperoleh nilai p = 0,749 p 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95, hal ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan ISPA pada anak balita di puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014. Diperoleh RP sebesar 0,947 dengan 95 CL 0,675-1,328, berarti pendidikan ibu bukan faktor resiko kejadian ISPA. 62,1 58,8 37,9 41,2 10 20 30 40 50 60 70 Rendah Tinggi pr op or si Pendidikan Ibu dengan ISPA ISPA Tidak ISPA Universitas Sumatera Utara Hal ini sejalan dengan penelitian Nursiani Gultom tahun 2012 di wilayah kerja Puskesmas Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara, tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian ISPA p=0,448. 49

5.2.7 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA

Dokumen yang terkait

Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Bayi Dan Balita Tahun 2000-2004 Untuk Peramalan Pada Tahun 2005-2009 Di Kabupaten Simalungun

0 37 101

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Batita di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur Tahun 2011

0 15 111

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut (ISPaA) Pada Anak Balita Di Kelurahan Mangga Keacamatan Medan Tuntungan Tahun 2010

9 65 141

Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik

0 14 125

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) BAGIAN ATAS PADA BALITA DI DESA NGRUNDUL KECAMATAN KEBONARUM KABUPATEN KLATEN

0 5 10

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLAL

0 2 16

PENDAHULUAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUDONO 1 KABUPATEN BOYOLALI.

0 2 4

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009.

0 3 7

1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MINANGA KOTA MANADO

0 0 10