a Menumbuhkan potensi-potensi indera dan psikologis, seperti
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Tugas orang tua adalah bagaimana cara merangsang pertumbuhan berbagai potensi tersebut
agar anak mampu berkembang secara maksimal. b
Mempersiapkan diri dengan cara membiasakan dan melatih hidup yang baik, seperti dalam berbicara, makan, bergaul dan berprilaku.
Ketiga, pengenalan aspek-aspek doctrinal agama, terutama yang berkaitan dengan keimanan, melalui metode cerita dan uswah
hasanah. Kelima, Fase tamyiz, yaitu fase di mana anak mulai mampu
membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, fase ini dimulai usia sekitar tujuh tahun sampai 12 atau 13 tahun. Upaya-upaya
pengembangan kepribadian adalah sebagai berikut: a
Mengubah persepsi konkret menuju pada persepsi yang abstrak, misalnya persepsi mengenai ide-ide ketuhanan, alam akhirat dan
sebagainya. b
Pengembangan ajaran-ajaran normatif agama melalui institusi sekolah, baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, efektif
maupun psikomotorik. Keenam, fase baligh, yaitu fase di mana usia anak telah sampai
dewasa. Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban tanggung jawab taklif. Upaya-upaya
pengembangan kepribadian pada fase ini adalah: a
Memahami segala titah al-khithab AllahSwt, dengan memperdalam ilmu pengetahuan.
b Menginternalisasikan keimanan dan pengetahuan dalam tingkah
laku nyata, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga, komunitas sosial, alam semesta, maupun pada Tuhan.
c Memiliki kesedian untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diperbuat.
d Membentengi diri dari segala perbuatan maksiat dan mengisi
dengan perbuatan baik. e
Menikah, jika telah memiliki kemampuan, baik kemampuan fisi maupun psikis.
f Membina kelaurga yang sakinah, yaitu keluarga dalam menempuh
bahtera kehidupan selalu dalam keadaan cinta dan kasih saying dengan landasan keimanan dan ketakwaan.
g Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang bermanfaat bagi
diri sendiri, keluarga, sosial dan agama. Ketujuh, fase azm al-umr atau syuyukh, yaitu fase kearifan dan
kebijakan di mana seseorang telah memiliki tingkat kecerdasan dan kecerdasan emosional, moral, spiritual, dan agama secara mendalam. Fase
ini di mulai usia 40 tahun sampai meninggal dunia. Upaya-upaya pengembangan kepribadian pada fase ini adalah:
a Transinternalisasi sifat-sifat rasul yang agung, sebab nabi
Muhammad Saw, diangkat menjadi rasul berusia 40 tahun. Sifat- sifat yang dimaksudkan seperti jujur, dapat dipercaya bila diberi
tanggung jawab, menyampaikan kebenaran, dan memiliki kecerdasan spiritual.
b Meningkatkan kesadaran akan peran sosial dengan niatan amal
shaleh. c
Meningkatkan ketakwaan dan kedekatan kepada Allah Swt, melalui perluasan diri dengan mengamalkan ibadah-ibadah sunnah, seperti
shalat malam, puasa sunnah dan lain sebagainya. d
Mempersiapkan diri sebaik mungkin, sebab usia-usia seperti ini mendekati masa-masa kematian.
Kedelapan, fase menjelang kematian, yaitu fase di mana nyawa akan hilang dari jasad manusia. Hilangnya nyawa menunjukkan pisahnya
ruh dan jasad manusia. Upaya-upaya perkembangan kepribadian pada fase ini adalah:
a Memberikan wasiat kepada keluarga jika tedapat masalah yang
perlu diselesaikan, seperti wasiat tentang pengembalian hutang, mewakafkan sebagian harta dijalan agama.
b Tidak mengingat apapun kecuali berzikir kepada Allah Swt.
c Mendengarkan secara seksama talqin, yang dibaca oleh keluarga
kemudian menirukannya, yaitu mengucapkan la ilaha ila Allah tiada Tuhan selain Allah yang diucapkan untuk mengingatkan
pada orang yang akan meninggal, agar matinya dalam keadaan husn al-khatimah baik akhir hidupnya.
49
Dari uraian-uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa apabila pengembangan kepribadian islam melalui pendekatan konten dan rentang
kehidupan dapat dijalankan dengan baik bagi individu, maka akan terbentuklah kepribadian Islam yang sempurna insan kamil.
5. Faktor-faktor Pembentukan Kepribadian Islam
Dasar kepribadian seseorang terbentuk dari masa kanak-kanak. Proses perkembangan kepribadian yang terjadi pada diri seseorang tidak
hanya berasal dari faktor hereditas, melainkan juga berasal dari lingkungan
tempat anak hidup dan berkembang menjadi manusia dewasa.
Pembentukan kepribadian dimulai dari penanaman sistem nilai pada anak didik. Dengan demikian, pembentukan kepribadian keagamaan
perlu dimulai dari penanaman sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama. Sistem nilai sebagai realitas yang abstak yang dirasakan dalam diri
sebagai pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman hidup. Dalam realitasnya, nilai terlihat dalam pola bertingkah laku, pola pikir dan
sikap-sikap seseorang pribadi atau kelompok.
50
Dengan demikian, pembentukan kepribadian keagamaan pada anak harus dimulai dari pembentukkan nilai yang bersumber dari nilai-nilai
ajaran agama dalam diri anak.
49
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,…h.396-408.
50
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, cet. Ke-VIII, h. 184.
Studi tentang faktor-faktor yang menentukan kepribadian menurut Dra. Netty Hartati dkk, faktor pembentukkan kepribadaian ada tiga aliran,
yaitu: aliran Empirisme, Nativisme, dan Konvengasi. 1
Aliran Empirisme;
aliran ini
disebut juga
aliran Environmentalisme, yaitu suatu aliran yang menitik beratkan
pandangannya pada peranan lingkungan sebagai penyebab timbulnya satu tingkah laku. Lingkungan yang mempengaruhi
kepribadian terdiri atas lima aspek, yaitu geografis, histories, sosiologis, cultural, dan fsikologis.
2 Aliran nativisme; suatu aliran yang menitikberatkan pandangannya
pada peranan sifat bawaan, keturunan sebagai penentu tingkah laku seseorang. Aliran nativisme memandang hereditas sebagai penentu
kepribadian. Hereditas adalah totolitas sifat-sifat karakteristik yang dibawa atau dipindahkan dari orang tua kepada anak keturunannya.
3 Aliran convergensi; aliran yang menggabungkan dua aliran diatas.
Konvergensi adalah intraksi antara factor hereditas dan factor lingkungan dalam proses pembentukan tingkah laku. Menurut
aliran ini, hereditas tidak akan berkembang secara wajar apabila tidak diberi rangsangan dari faktor lingkungan, dan sebaliknya.
51
Lebih lanjut D. Marimba menjelaskan proses-proses pembentukan kepribadian terdiri atas tiga taraf, yaitu:
1 Pembiasaan; pembiasaan-pembiasaan ini bertujuan membentuk
aspek kejasmanian dan kepribadian. Caranya dengan mengontrol dan mempergunakan tenaga-tenaga kejasmanian dan kejiwaan.
Misalnya, dengan jalan mengontol gerakan-gerakan anak-anak dalam gerakan shalat, dengan membiasakan ucapan do’a dalam
shalat. 2
Pembentukan pengertian, sikap, dan minat; pada taraf kedua ini diberikan pengetahuna dan pengertian. Daram taraf ini perlu
ditanamkan dasar-dasar kesusilaan yang rapat hubungannya dengan
51
Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi,…h. 171-178.
kepercayaan, meliputi, mencintai Allah, Rasul, Ikhlas, takut akan Allah, menepati janji, menjahui dengki, dan sebagainya.
3 Pembentukan kerohanian yang luhur; pembentukan ini
menanamkan kepercayaan yang terdiri atas: a
Iman akan Allah b
Iman akan Malaikat-malaikatNya. c
Iman akan Kitab-kitabNya. d
Iman akan Rasul-rasulNya. e
Iman akan Qadha dan Qadhar. f
Iman akan hari akhir.
52
Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur, bukanlah hal yang sekali jadi, melainkan sesuatu yang berkembang. Oleh
karena itu, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses. Akhir dari perkembangan itu apabila berjalan dengan baik. Maka, akan menghasilkan
suatu kepribadian yang matang dan harmonis. Orang yang memiliki kepribadian yang matang dengan demikian
orang tersebut akan memiliki kemampuan berpikir yang sangat berkembang, kreatif, mengamati dunia dan diri secara objektif, keamanan
emosional dan akan memiliki suatu identitas diri yang kuat. Maka, jelaslah pembentukan kepribadian anak sangat diutamakan dalam keluarga dan
agama.
C. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga terhadap Pembentukan Kepribadian Remaja
1. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga a.
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pada hakikatnya pengertian pendidikan agama Islam adalah identik dengan pendidikan pada umumnya yakni sebagai usaha untuk membina,
mengarahkan atau mengembangkan pribadi manusia dari aspek rohani dan jasmani yang berlangsung secara bertahap. Dalam hal ini, para ahli
52
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,…h. 76-80.
pendidikan mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pendidikan,
diantaranya yaitu:
Drs. Amir Daien Indrakusuma, mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan teratur serta sistematis yang dilakukan
oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabi’at sesuai dengan cita-cita pendidikan.
53
Soegarda Porbakawatja, mengatakan pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya
meningkatkan si anak ke dewasaan yang selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.
54
S.A Branata dkk, mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara tidak langsung,
untuk membantu
anak dalam
perkembangannya mencapai
kedewasaannya.
55
Dari berbagai pendapat dari para pakar pendidikan diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang sadar dan
teratur serta sistematis baik secara langsung maupun tidak langsung yang dilakukan oleh orang dewasa ataupun orang yang diserahi tanggung jawab
untuk membimbing, membina dan menciptakan kedewasaan pada anak didik.
Sedangkan pengertian pendidikan agama Islam dalam kaitannya dengan pendidikan secara umum adalah sebagaimana dikemukakan oleh
para ahli ilmu pendidikan Islam, yaitu: Dalam buku filsafat pendidikan Islam, Ahmad D Marimaba
mengemukakan:
53
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1973, h..27.
54
Soegarda Porbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976, h.214.
55
Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan 1, Padang: Angkasa Raya, 1987 , h. 8.
Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rokhani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran Islam.
56
Muhammad Fadhil Al-Jamali mengemukakan pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik
yang menyangkut derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan dasar atau fitrah dan kemampuan ajarnya.
57
Abdurrahman an-nahlawy,
juga mengemukakan
bahwa: pendidikan Islam adalah pengaturan pribadi dan masyarakat yang
karenanya dapatlah memeluk Islam secara logis dan secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.
58
Syifudin An-Shory menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang materi didiknya adalah Islam aqidah, syari ah dan
akhlak.
59
Abdul Rahman mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha berupa bimbingan, asuhan terhadap anak didik supaya kelak setelah
selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pedoman kehidupan way of
life.
60
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Pendidikan Islam adalah suatu usaha secara sistematis dan berencana untuk memberikan bimbingan dan arahan baik jasmani
maupun rohani agar berkepribadian sesuai dengan ajaran Islam secara menyeluruh.
56
Ahmad D Marimaba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung; Alma’arif,
1989, cet. Ke- VIII, h.19.
57
Umam kholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Duta Aksara, 1998, cet. Ke- 1, h.5.
58
Umam kholil, Ikhtisar Ilmu Pendidikan Islam, ....h. 6.
59
Syaifudin Anshori, Wawasan Islam Pokok Pemikiran Tentang Islam dan Umatnya, Jakarta, 1986, h.186
60
Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, Solo: Ramadhani, 1993, h.10.