merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap
tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. 7.
Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah
jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita.
dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial, dan dengan meningkatnya kemampuan untuk berfikir rasional, remaja yang
lebih besar memandang diri sendiri, keluarga, teman-teman dan kehidupan pada umumya secara lebih realistik.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotif belasan tahun dan untuk
memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja
mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-
obatan, dan terlibat dalam perbuatan sexs. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.
c. Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Konsep diri Remaja
1. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa mengembangkan konsep diri yang menyenangkan
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah di mengerti
dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.
2. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik
merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan
tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial. 3.
Kepatutan sex Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu
remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidak patutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.
4. Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada
cemoohan. 5.
Hubungan keluarga Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang
anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis,
remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
6. Teman-teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan
tentang konsep teman-teman tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
7. Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas
dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak di dorong untuk
mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai identitas dan individualitas.
8. Cita-cita
Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan
reaksi-reaksi bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih banyak keberhasilan
daripada kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik
103
.
2. Pembahasan Hasil Kajian yang Relevan
Untuk lebih memperkuat teori ini, maka ada beberapa pembahasan hasil kajian peneliti sebelumnya yang ada sangkut pautnya dengan judul ini, yaitu:
a. Rohmayati Yahya dalam skripsi berjudul “Pendidikan Islam dalam
Keluarga sebagai Pembentuk Kepribadian Anak” tahun 2005. Membuktikan bahwa kedudukan orang tua dalam pendidikan anak adalah
penentu atau peletak dasar kepribadian anak. Anak dilahirkan dalam keadaan suci. Dari lingkungan keluargalah salah satunya yang dominan
kepribadian anak berkembang. Dengan memberikan pendidikan Islam dalam lingkungan keluarga, maka anak memperoleh bekal cukup untuk
kehidupan di masa yang akan datang. Adapun pendidikan Islam itu ditekankan pada aspek keimanan, amaliah, ilmiah, akhlak, dan sosial yang
diaplikasikan dalam bentuk keteladanan yang dilakukan oleh orang tua. Dari keteladan itu anak akan memahami bahwa pelaksanaan ajaran agama
harus benar-benar dilaksanakan. Dengan hasil penelitian ini, penulis ingin lebih mengkhususkan penelitian kepada konsep Pendidikan Islam untuk
menumbuhkan kepribadian Islami anak. b.
Ela Nurhalalah dengan judul skripsi “Fungsi perhatian Orang Tua dalam Upaya Pembentukan Kepribadian anak
” tahun 2008. Menyimpulkan, bahwa orang tua merupakan faktor penting dalam pembentukan
103
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan,…h.235.
kepribadian. Hal ini dikarenakan orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak. Oleh karena itu orang tua mempunyai peran yang
sangat penting dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian anak. Sejalan dengan hal itu maka fungsi orang tua dalam pendidikan adalah
menyangkut penanaman pembimbingan pembiasaan nilai-nilai agama, budaya dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi
anak, dengan demikian pembentukan dan perkembangan kepribadian anak dapat berjalan dengan baik dan anak menjadi pribadi yang diharapkan.
Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa peranan atau perhatian orang tua untuk menumbuhkah kepribadian anak tidak terlepas
dari nilai-nilai Islam.
60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Metode ini berupaya untuk memecahkan atau
menjawab permasalahan yang dihadapi dalam situasi sekarang dan tanpa harus dibuktikan. Atau metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau
memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan
mebuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa metode deskriptif
merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis.
1
Tujuan penelitan deskriptif menurut Moh Nazir adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Tujuan umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu
menggambarkan secara sistematika fakta dan karakteristik objeksubjek yang diteliti secara tepat tentang kemampuan berpikir kritis siswa.
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 1992, cet. Ke-VIII, h. 206.