Latar atau Setting Unsur Intrinsik

44 “Nama desa yang sangat indah. Apakah nama-nama itu memiliki sejarah dan arti tertentu, Kek? ” Arya bertanya. “Benar, bocah, nama-nama desa di sini, Dulu diberikan oleh para leluhur yang berhasil merambah Hutan-hutan menjadi perkampungan. Purna Raga artinya Segala hal yang berkaitan dengan tubuh telah selesa i.” “Apa maksud kakek?” “Ya, Purna itu artinya selesai atau sempurna. Sedangkan Raga artinya tubuh atau jasad. Nah, siapa yang ingin memulai perjalanan abadi, semua Hal yang berkaitan dengan tubuhnya harus diselesaikan lebih Dulu.” “Memang kenapa kek?” Mada bertanya. “Tubuh adalah lambang keberadaan lahiriah manusia. Alam lahiriah harus dijaga dan dirawat. ” 35 Kutipan tersebut secara jelas menerangkan mengenai asal-usul sejarah nama desa yang digunakan dalam novel ini. Nama desa Purna Raga yang digunakan dalam novel berkaitan dengan amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang mengenai kewajiban untuk menjaga kesehatan tubuh secara jasmani dan rohani dengan melakukan olahraga dan membiasakan makan dan minum yang baik dan benar. Dengan cara tersebut kita akan memiliki tubuh yang sehat secara jasmani dan rohani. “Purna Indera, artinya urusan-urusan indera kita harus diselesaikan Dan disempurnakan. Kita semua punya panca indera yang lima. Kelima indera itu Adalah untuk pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa Dan peraba. Semua unsur indera itu harus dikerahkan dengan Baik. jika kita mempertajam semua indera itu, Kita akan banyak mengetahui hal-hal yang lebih dalam lagi. ” 36 Penggunaan nama desa Purna Indra pun memiliki sejarah yang berkaitan dengan hubungan latar dengan amanat. Amanat yang hendak disampaikan, yakni berkaitan dengan kewajiban untuk memanfaatkan 35 Abdullah Wong, op cit, h.175. 36 Ibid, h.176. 45 panca indera yang kita miliki dengan baik. Mempertajam indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba menjadikan kita manusia yang lebih mensyukuri atas nikmat yang telah diberikan oleh sang maha pencipta dan mengetahui banyak hal yang lebih dalam lagi mengenai kehidupan. Kemampuan menggunakan panca indera dengan baik menjadikan kita sebagai manusia yang lebih mawas diri dan lebih memiliki rasa empati dan simpati yang tinggi terhadap lingkungan sekeliling kita. Penggunaan nama desa Purna Rasa berkaitan dengan tanggapan indera terhadap rangsangan saraf dan pengecap, yakni berkaitan dengan pahit, manis, panas, dingin, dan lain-lain. Selain itu, juga berkaitan dengan tanggapan hati terhadap sesuatu, seperti sedih, bahagia, takut, dan lain-lain. Amanat yang hendak disampaikan ialah berkaitan dengan kewajiban untuk mampu memiliki daya tanggap yang tinggi terhadap rangsangan saraf dan hati. Kemampuan memiliki daya tanggap yang tinggi terhadap rangsangan saraf dan hati menjadikan kita lebih memahami diri kita sendiri. Penggunaan nama Gunung Suwung berkaitan dengan arti kata Suwung dalam bahasa Jawa, yakni kosong. Arti kata tersebut menggambarkan keadaan yang terjadi sekarang pada Gunung Suwung yang hanya menjadi hamparan tanah lapang. Tempat tinggal penduduk yang dulu berada di bawah Gunung Suwung hangus dan terbakar saat Gunung Suwung meletus. Penggunaan nama Sungai Mawasdiri mengingatkan kita agar senantiasa tidak lupa diri dalam keadaan apapun yang kita hadapi dalam kehidupan, terlebih terhadap segala rintangan yang akan kita temui. Kita harus senantiasa mawas diri agar mampu melewati segala rintangan yang ada. Hal ini tersirat melalui perjuangan Mada dan kawan-kawannya ketika hendak menyebrangi Sungai Mawasdiri yang memiliki arus yang begitu deras. 46

4. Alur

Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. 37 Alur yang digunakan oleh Abdullah Wong dalam novel MADA adalah alur campuran. Hal ini terlihat jelas melalui pengenalan awal mengenai Mada selaku tokoh utama di dalam novel ini yang berusia 22 tahun. “Namanya memang Mada Muda usianya, belum genap dua puluh dua Meski ia tengah berdiri di sini dan saat ini Namun ingatan masa kecilnya belum juga beranjak pergi. ” 38 Berdasarkan kutipan di atas, Mada dijelaskan sebagai seorang laki-laki dewasa berumur 22 tahun. Akan tetapi, alur menjadi mundur. “Dua belas tahun Mada belajar di sekolah dasar Kini Mada di sekolah atas yang bangunannya lebih besar Menuju sekolah tak perlu takut, cemas dan gentar Doa dan semangat menjadi bekal yang selalu membakar Semoga Tuhan mengajari Mada antara yang salah dan yang benar. ” 39 Kutipan di atas menceritakan Mada yang beranjak besar dan menginjak Sekolah Dasar. Selanjutnya, alur menjadi maju dengan penceritaan mengalir ke depan dengan menceritakan kehidupan Mada yang mulai tumbuh besar dan remaja dengan konflik-konflik yang terdapat di dalam cerita. Alur atau peristiwa-peristiwa cerita dalam sebuah novel dimanisfestasikan melalui perbuatan dan tingkah laku tokoh dalam cerita. Bahkan pada umumnya, peristiwa yang ditampilkan dalam cerita berkaitan dengan perbuatan dan tingkah laku para tokoh baik bersifat fisik maupun batin, verbal maupun nonverbal. Alur merupakan cerminan atau perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah 37 Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stantion, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h.26. 38 Abdullah Wong, op cit, h.12-13. 39 Ibid, h.19. 47 kehidupan. 40 Alur novel MADA dibuka dengan tahap Pengenalan Situasi yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh- tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembuka cerita dan pemberian informasi awal mengenai Mada dan kehidupannya. “Ia dipanggil Mada Ahmada Mushtofa nama lengkapnya Mada adalah nama istimewa untuknya Meski bagi yang lain terdengar biasa Karena meskipun sebuah nama diyakini istimewa, Tetap saja ia sebuah nama Ia tak akan pernah menjelaskan hakikat dari yang diberi nama. ” 41 Setelah itu mulai menuju pada adanya konflik. Hal ini hanya sebagian kecil dari keseluruhan konflik yang ditimbulkan. Mada dan kawan-kawannya memutuskan untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma yang terdapat di Taman Bacaan di Desa Jumeneng. “Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana “Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?” Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama. “Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.” 42 Peningkatan konflik terjadi dengan munculnya peristiwa yang tidak terduga. Hakim ditipu oleh sahabat lamanya dan ibu guru Aminah Mukhlas dipecat dari sekolah karena dituduh telah menggelapkan gaji karyawan. Setelah itu, konflik semakin memuncak karena Hakim jatuh miskin karena masalah penipuan yang dialaminya tersebut. Ia kehilangan rumah dan pekerjaannya. Hal ini menjadikan kehidupannya berada dalam kesulitan. Hakim dan keluarganya tinggal di sebuah rumah kontrakan yang hanya berisi satu kamar. Ia bekerja di stasiun kota mengangkat barang bawaan penumpang kereta. Selain itu, ia juga sering kali mengamen di trotoar. Akan tetapi, Mada selalu membantu pekerjaan orang tuanya, baik mengamen bersama Hakim, menjual kue 40 Burhan Nurgiantoro, op cit, h.168-169. 41 Abdullah Wong, op cit, h.11. 42 Ibid, h.106. 48 buatan ibunya, atau membantu ibunya menjaga adiknya, Rindu. Keadaan sulit yang dialami oleh Mada tersebut, membuatnya membantalkan diri untuk ikut berpetualangan mencari Buku Gunadarma karena ia merasa harus membantu orang tuanya untuk bekerja. Tahap peleraian ketika Hakim mendapatkan tawaran pekerjaan dari seorang konsultan dan produser musik ternama, yang merupakan orang tua dari Nia, yaitu Mantra. Setelah bekerja dengan Mantra, kehidupan Hakim dan keluarganya kembali seperti semula. Hakim dan keluarga kembali tinggal di rumahnya dan akhirnya rencana Mada untuk berpetualang mencari Buku Gunadarma pun terlaksana. Akhir cerita, Mada dapat melakukan petualangannya mencari Buku Gunadarma bersama kawan-kawannya dengan melewati berbagai rintangan hingga akhirnya, hanya Mada dan Nia lah yang mampu mendengar kelanjutan cerita Gunadarma.

5. Bahasa

Gaya bahasa ialah pemakaian ragam bahasa dalam mewakili atau melukiskan sesuatu dengan pemilihan dan penyusunan kata dalam kalimat untuk memperoleh efek tertentu. 43 Analisis gaya bahasa meliputi pilihan kata, majas, sarana retorika, bentuk kalimat, dan bentuk paragraf. Dapat dikatakan gaya bahasa merupakan setiap aspek bahasa yang digunakan oleh penulis. Secara keseluruhan, bentuk kalimat dan paragraf yang terdapat di dalam novel MADA adalah liris. Liris semula hanya terdapat dalam puisi, tetapi pada perkembangan lebih jauh meluas ke seluruh genre sastra yang berisi curahan perasaan pribadi terutama lukisan perasaan. h.51. 43 Zainudin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, 49 Hal ini dapat terlihat melalui bunyi akhir di setiap larik yang memperlihatkan kesamaan yang menunjukan bahwa itu merupakan rima yang merupakan ciri ragam puisi. “Bagi Mada begitu terasa segar jiwanya Jika air wudhu telah menyiram wajahnya Apalagi sujud pasrah kepada-Nya Demi pengakuan, kepatuhan, dan cinta. ” 44 Selain itu, pengarang juga menggunakan gaya bahasa asosiasi atau perumpamaan di dalam novel ini. Berikut kutipannya. “Gumpalan awan bergerak memayungi Mada dan Arya”. 45 “Arya selalu semangat seperti singa yang meraung.” 46 “Terik matahari menguras cairan tubuh Membuat badan seperti kuntum bunga layu. ” 47 Berdasarkan kutipan di atas, secara jelas terlihat penggunaan gaya bahasa perumpamaan, karena gumpalan awan yang merupakan benda non-manusia digambarkan memayungi Mada dan Arya. Padahal kata memayungi tersebut menunjukan awan yang pada dasarnya memang berada tepat di atas Mada dan Arya. Selain itu, singa yang meraung bermakna semangat Arya yang begitu menggebu-gebu dan penggambaran panasnya matahari yang begitu terik membuat badan menjadi lemas digambarkan seperti menguras cairan tubuh dan membuat badan seperti kuntum bunga yang layu. Penggunaan gaya bahasa perumpamaan tersebut digunakan agar kalimat tersebut memberikan kesan lebih berjiwa.

6. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara pengarang untuk menceritakan sebuah cerita. sudut pandang yang digunakan dalam novel MADA 44 Abdullah Wong, op cit, h.14. 45 Ibid, h.39. 46 Ibid, h.57. 47 Ibid, h.160.