Analisis Alur dalam Novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik
56
Arya takut kalau... ”
60
Selain itu, hal yang menjadi sebab lain tokoh Arya diceritakan di dalam novel ini karena Arya adalah salah satu dari kawan Mada yang
berhasil sampai di tujuan terakhir dalam petualangan mencari Buku Gunadarma meski ia tidak mendengar kelanjutan cerita Gunadarma hingga
selesai karena peristiwa tergigit ular. Setelah itu, dikisahkan perisitiwa mengenai kehamilan Sophia yang
terdapat pada sekuen 11. Berikut kutipannya. “Rumah Mada nyaman karena sentuhan lembut ibunya
Seperti ayah yang selalu menjaganya Seperti ibu yang sedang hamil mengandung adik Mada...
”
61
Dilihat secara keseluruhan peritiwa yang terdapat di dalam novel, peristiwa kehamilan Sophia merupakan peristiwa yang tidak tersusun
secara kronologis karena setelah diceritakan bahwa Sophia hamil, peristiwa justru melompat dengan mendeskripsikan rumah Mada yang
menghadirkan tokoh Rudi pada sekuen ke 12 dan 13. Bahkan peristiwa yang menceritakan mengenai Sophia melahirkan terdapat pada sekuen ke
64. “Jangan lupa, cat rumahnya berwarna biru
Seperti air laut dengan langit ketika sedang menyatu Tentu ayah Mada yang mengecat rumahnya
Dibantu Om Rudi, paman yang selalu memujinya. ”
62
Berdasarkan kutipan tersebut, disebutkan sosok bernama Rudi pada tahap perkenalan di dalam novel bukanlah hal yang kebetulan dan sepele.
Akan tetapi, merupakan peristiwa yang memiliki sebab-akibat. Hal ini dikarenakan Rudi merupakan tokoh yang menyebabkan kehidupan Hakim
dan keluarganya jatuh miskin. “Datang sebuah mobil mewah
Keluar seorang lelaki dengan wajah yang sangat cerah Pakaian indah, rambut klimis seperti basah,
60
Abdullah Wong, op cit, h.58.
61
Ibid, h.16.
62
Ibid, h.16.
57
Sepatu dan kemeja yang mustahil berharga murah Dialah Rudi, sahabat Hakim yang sudah lama berpisah.
Kutipan tersebut merupakan peristiwa yang terdapat pada sekuen 38. Apa yang dibicarakan Rudi dan Hakim pada saat itu tidak dijelaskan,
hingga akhirnya pada sekuen ke 49, datanglah dua orang lelaki berbaju tentara yang membawa berita mengenai Rudi yang ternyata adalah seorang
penipu. “Maaf, apakah benar Saudara yang bernama Hakim?”
“Benar, nama saya Hakim.” “Maaf, Tuan Hakim. Kami datang dengan membawa berita.”
“Berita apakah saudara-saudara?” “Apakah benar Saudara kenal dengan orang yang bernama
Rudi? ”
“Ya, benar. Ada apa dengan Rudi?” “Apakah benar Saudara Rudi pernah datang kemari?”
“Benar. Waktu itu dia menawarkan bisnis investasi.”
63
Berdasarkan kutipan tersebut menjelaskan bahwa pertemuan Hakim dan Rudi pada saat Rudi mengunjungi rumah Hakim adalah untuk
menawarkan bisnis investasi yang menyebabkan Hakim percaya untuk menggadaikan surat rumahnya kepada Rudi yang menjanjikan bahwa
Hakim akan mendapatkan keuntungan lebih dan rumah baru dengan segera. Peristiwa penipuan yang dialami oleh Hakim membuatnya jatuh
miskin dan hidup dalam kesulitan. Hakim mengontrak di sebuah rumah kecil milik Pak Wisnu dan bekerja di stasiun kota untuk mengangkat
barang bawaan penumpang kereta. Peristiwa ini merupakan peristiwa munculnya konflik di dalam novel. peristiwa ini terlihat pada sekuen 52
dan 53. “Kini rumah Mada digadaikan kepada ayahnya Krisna
Lalu mereka mengontrak di sebuah rumah kecil dan sederhana Rumah kecil milik keluarga Pak Wisnu, ayahnya Krisna
Di sana hanya ada satu kamar saja...
” Hakim rela menjual gitar kesayangannya itu.
“Ini aku bawakan oleh-oleh untuk anak-anak kita. Ayah sudah dapatkan pekerjaan di stasiun kota.
63
Abdullah Wong, op cit, h.107.
58
Di sana ayah bisa mengangkat barang bawaan penumpang kereta. ”
64
Secara keseluruhan peristiwa yang telah dipaparkan di atas merupakan peristiwa yang tidak tersusun secara kronologis, karena pada
tahap perkenalan, disebutkan nama Rudi yang kemudian di pertengahan cerita baru diceritakan bahwa Rudi datang berkunjung ke rumah Hakim
tanpa dijelaskan maksud dan tujuannya. Akan tetapi, setelah peristiwa Sophia melahirkan baru diceritakan bahwa tujuan Rudi datang
mengunjungi Hakim pada saat itu adalah untuk menawarkan bisnis investasi dan ternyata Rudi adalah seorang penipu.
Setelah itu, peristiwa berlanjut dengan menceritakan kedekatan Mada dengan Hakim. Peristiwa ini dapat dilihat pada sekuen ke 14.
“Mada begitu dekat dengan Hakim, ayahnya Seringkali Hakim mengajak bermain dan bercanda Membuat Mada
senantiasa rindu untuk selalu bersama. ”
65
Berdasarkan kutipan tersebut, dijelaskan mengenai kedekatan Mada dengan Hakim ketika kehidupan mereka masih hidup dalam keadaan yang
berkecukupan. Sedangkan kedekatan mereka saat berada dalam kemiskinan berikut kutipannya.
“Suatu ketika Mada tengah duduk di trotoar bersama ayahnya Mereka berdua mengaso setelah sejak pagi mengamen di bis
Kota Karena hari itu libur, mereka manfaatkan untuk bekerja
Dalam duduk sambil menyaksikan bisingnya kota Mada duduk di samping ayahnya...
Tiba-tiba ayah Mada mengelus pundak Mada... Mada menahan nafas, tak terasa ia meneteskan air mata.
Mada makin dewasa, Maka Mada makin mengerti apa maksud perkataan ayahnya.
Kini Hakim mendekap tubuh Mada Mereka berpelukan di trotoar jalan raya...
”
66
64
Abdullah Wong, op cit, h.117-118.
65
Ibid, h.17.
66
Ibid, h.126.
59
Kemudian, ketika kehidupan Mada kembali seperti semula, peristiwa yang menceritakan mengenai kedekatan Mada dengan Hakim pun masih
diceritakan. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 80. “Mada, ayah minta maaf kepadamu.
Mungkin akhir-akhir ini, ayah kurang memperhatikanmu, Ayah selama ini benar-benar diselimuti kesibukan baru,
Ayah sendiri khawatir, Bila Mada punya prasangka kepadaku,
Aku sebagai ayahmu, tentu saja selalu memikirkanmu, Ayah berjanji, ayah akan selalu punya waktu untukmu,
Kita akan kembali bermain, berdiskusi, juga berbagi cerita- Cerita baru.
”
67
Berdasarkan penjabaran di atas mengenai kedekatan Mada dengan Hakim, peristiwa terjadi secara logis dan bersifat kuat. Peristiwa tersebut
bertujuan untuk menjelaskan penokohan yang dimiliki oleh Mada dan Hakim. Mada yang digambarkan memiliki sikap tegas, berjiwa pemimpin,
dan dewasa, ternyata ia juga merupakan sosok yang manja dan membutuhkan perhatian dari kedua orang tuanya. Sedangkan, melalui
kutipan tersebut, menggambarkan penokohan Hakim yang merupakan sosok ayah yang perhatian dan pengertian. Ia merupakan sosok ayah yang
tidak hanya bijaksana dan mampu menjadi teladan yang baik pada anaknya, akan tetapi Hakim juga merupakan seorang ayah yang memiliki
kedekatan secara emosional dengan anaknya. Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang tersusun secara
kronologis karena kedekatan Mada dengan Hakim diceritakan ketika kehidupan Mada masih dalam kecukupan, mengalami kesulitan dan jatuh
miskin, hingga kehidupannya kembali seperti semula. Setelah menceritakan mengenai peristiwa kedekatan Mada dengan
Hakim, cerita berlanjut mengenai peristiwa yang menjelaskan bahwa Mada mulai beranjak besar dan sudah duduk di bangku sekolah. Hal ini
dibuktikan melalui kutipan di bawah ini. “Mada menyiapkan buku-buku sekolahnya
67
Abdullah Wong, op cit, h.157.
60
Ia simpan di dalam tas baru yang dibelikan ayahnya... ”
68
Kutipan tersebut terdapat pada sekuen 17. Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Mada mulai beranjak besar dan baru
akan duduk di bangku sekolah. Akan tetapi, pada sekuen 19, Mada diceritakan sudah 12 tahun belajar di sekolah dasar. Berikut kutipannya.
“Dua belas tahun Mada belajar di sekolah dasar Kini Mada di sekolah atas yang bangunannya lebih besar
Menuju sekolah tak perlu takut, cemas dan gentar Doa dan semangat menjadi bekal yang selalu membakar
Semoga Tuhan mengajari Mada antara yang salah dan yang benar.
”
69
Berdasarkan kutipan tersebut, peristiwa yang terdapat pada sekuen 19 menjelaskan bahwa Mada sudah 12 tahun belajar di sekolah dasar.
Kemudian, melalui kutipan di bawah ini, Mada dijelaskan baru pertama kali masuk sekolah.
“Di hari pertama Mada mendapatkan cerita seru tentang Gunadarma
Meski cerita belum usai Tapi Mada mendapatkan banyak makna
Ya, kita harus menjadi murid setia Murid yang mau berguru kepada siapa saja
Kepada apa saja di alam semesta.
”
70
Kemudian, pada sekuen 29 dijelaskan bahwa Mada sedang duduk di bangku SMA.
“Masa sekolah memang masa istimewa Apalagi masa-masa SMA
Di sekolah Mada punya banyak kesempatan untuk bertanya Bertanya banyak hal yang belum ia pahami sebelumnya
Hingga cakrawala ilmu terbuka dengan segala makna.
”
71
Penjabaran di atas yang menjelaskan mengenai masa sekolah Mada dengan peristiwa yang langsung menjelaskan bahwa Mada sudah 12 tahun
belajar di sekolah dasar dan sudah duduk di bangku SMA merupakan
68
Abdullah Wong, op cit, h.18.
69
Ibid, h.19.
70
Ibid, h.29.
71
Ibid, h.51.
61
peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena Mada mendengarkan Kisah Gunadarma di bangku SMA yang menarik rasa keingintahuannya. Rasa
keingintahuannya yang besar membuatnya menjadi sosok yang berani untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma bersama kawan-
kawannya. Melalui petualangan tersebut, Mada mendapatkan pengalaman dan pelajaran yang berharga untuk menjalani kehidupan kedepannya.
Petualangan yang melewati berbagai macam rintangan yang menjadikan Mada sosok yang kuat, berani, tangguh, tidak pantang menyerah, dan
ambisius dalam meraih apa yang ia inginkan. Akan tetapi, secara keseluruhan cerita, peristiwa masa sekolah Mada, tidak terjadi secara
kronologis karena peristiwa langsung melompat dengan menjelaskan bahwa Mada sudah 12 tahun duduk di bangku sekolah dan sudah berada
tingkat SMA. Selain menjelaskan mengenai masa sekolah Mada, disebutkan juga
mengenai sosok Aminah Mukhlas. Aminah Mukhlas merupakan sosok yang penting di dalam novel karena Aminah Mukhlas merupakan guru
yang menceritakan Kisah Gunadarma kepada murid-murid di dalam kelas dan menyelesaikan Kisah Gunadarma hingga selesai di akhir cerita dalam
novel. Peristiwa mengenai Aminah Mukhlas dapat dilihat pada sekuen 22 dan 23. Ia merupakan sosok yang berpengaruh terhadap cerita karena ia
adalah orang yang pertama kali menceritakan mengenai Setelah diceritakan mengenai masa sekolah Mada, peristiwa
berlanjut dengan menceritakan sosok Hakim. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 25. Berikut kutipannya.
“Mada pun teringat ayahnya yang juga seorang pekerja Ayahnya menulis lagu memainkan musik penuh irama
Kalau ayahnya sudah memainkan gitar, betapa indahnya Sophia kadang senyum dan melirik padanya pertanda bangga
Hakim juga sering mengajak Mada Menulis lagu dan bermain gitar bersama
Ayah memulai lalu Mada mengikuti Ayah mengajari lalu Mada mencoba.
”
72
72
Abdullah Wong, op cit, h.31.
62
Kemudian, diceritakan juga mengenai sosok Sophia yang pintar memasak. Peristiwa menggambarkan ketika Mada dan keluarganya makan
bersama menikmati masakan Sophia yang nikmat dan lezat. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 26.
Hmm, betapa nikmat aroma masakan ibu, dari jauh sudah Terasa betapa lezat masakan itu...
Ibu Mada memang ahli memasak, dan Mada tak pernah Bosan untuk selalu memujinya.
”
73
Peristiwa yang menjelaskan mengenai sosok Hakim yang bekerja menulis lagu dan memainkan alat musik, serta Sophia yang pintar
memasak merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kemampuan Hakim dalam menulis lagu dan memainkan alat musik menjadi lahan
pekerjaan baginya untuk mencari uang ketika ia jatuh miskin. Hakim mengamen di bis kota, warung tenda, dan toko-toko membawakan lagu-
lagu ciptaannya dengan suara merdunya. “Ayah Mada terus mengamen di satu bis kota
Kadang pula mengamen di warung-warung tenda Sesekali ia mengamen di depan toko-toko di kota
...Hakim menyanyikan lagu tentang jiwa merdeka dengan Merdunya.
”
74
Selain itu, kemampuan Hakim tersebut juga yang membuat kehidupannya kembali seperti semula. Hakim menjadi seorang komposer
lagu di ibukota melalui pekerjaan yang ditawarkan Mantra yang merupakan seorang produser ternama di ibukota.
“Oh, betapa bahagia hati Mada Sekarang ia bisa kembali pulang ke rumah sebelumnya
Setelah Hakim bekerja bersama Pak Mantra Kehidupan mereka kembali seperti semula
”.
75
Selain itu, peristiwa mengenai sosok Sophia yang pintar memasak juga menjadi lahan pekerjaan bagi dirinya dan keluarga ketika jatuh
73
Abdullah Wong, op cit, h.32-34.
74
Ibid, h.134.
75
Ibid, h.154.
63
miskin. Sophia membuat kue yang kemudian dijual oleh Mada dan kawan- kawannya.
“Setiap hari Mada menjalani hidup ganda Pagi Mada sekolah, sore hari ia menjual kue milik ibunya.
”
76
Selain itu, kelezatan masakan Sophia juga dibuktikan melalui sekuen 40. Berikut kutipannya.
“Arya, ayo lagi. Itu ikan guraminya dihabiskan, ya.” “Ya, Bu. Masakan ibu sangat nikmat
Pantas saja, Mada sering ce rita.”
“...Ya, Mada sering cerita, kalau masakan Ibu sangat istimewa.” “Coba, Nak Arya tanyakan kepada Mada apa resepnya.”
Arya melirik Mada. Sambil memandang wajar Arya, Mada menjawab,
“Resepnya hanya cinta”
77
Berdasarkan kutipan tersebut, digambarkan bahwa masakan Sophia istimewa, nikmat, dan lezat karena ia memasak dengan cinta. Ia
melakukan pekerjaannya dengan penuh cinta. Peristiwa ini memiliki hubungan yang logis dan bersifat kuat dengan Kisah Tukang Kayu yang
diceritakan oleh Sophia kepada Mada yang terdapat pada sequen 27. Kisah Tukang Kayu ini mempunyai kesamaan dengan keahlian Sophia dalam
memasak yang intinya memberikan pesan bahwa dalam melakukan pekerjaan apapun, kita harus mengerjakannya dengan penuh cinta tanpa
mengharapkan pujian atau imbalan apapun. Kisah ini bertujuan untuk menggambarkan penokohan Sophia yang menjelaskan bahwa masakan
Sophia selalu lezat dan nikmat karena ia memasak dengan penuh cinta untuk orang yang ia cinta tanpa mengharapkan pujian.
Selanjutnya, beralih pada peristiwa mengenai kegemaran Mada bermain sepakbola yang terdapat pada sekuen 18.
Meski tubuhnya mungil namun Mada rajin olahraga Bersama aya, Mada sering diajak lari pagi di taman kota
Tapi dari semua jenis olahraga, sepakbola menjadi olahraga Yang ia suka.
”
78
76
Abdullah Wong, op cit, h.125.
77
Ibid, h.79.
64
Kemudian, pada sekuen 67 dijelaskan mengenai pertandingan sepak bola antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa.
“Kali ini sekolah Mada akan melawan sekolah dari luar kota Ini adalah pertandingan persahabatan
Yang selama ini tertunda Mada dipercaya sebagai penyerang seperti biasa
Para guru dan para siswa tengah menanti pertandingan Inilah pertandingan sepak bola
Antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa.
”
79
Berdasarkan kutipan tersebut, kegemaran Mada dalam olahraga sepakbola menjadikannya penyerang dan kapten tim sepakbola
sekolahnya. Peristiwa mengenai kegemaran Mada dalam olahraga sepakbola
merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kegemaran Mada bermain sepakbola, menjadikan Mada seorang pemain sepakbola yang
handal. Maka, Mada dijadikan sebagai penyerang dan kapten kesebelasan sekolahnya.
Selain itu, peristiwa yang menjelaskan Mada menjadi seorang penyerang dan kapten tim bertujuan untuk menggambarkan penokohan
Mada. Diusianya yang sudah dewasa dan duduk di bangku SMA, Mada dijadikan seorang kapten kesebelasan sepakbola sekolahnya. Hal ini
tentunya menunjukkan bahwa Mada adalah sosok yang dewasa diantara kawan-kawannya dan juga memiliki jiwa pemimpin. Selain itu, Mada juga
digambarkan sebagai sosok yang dapat bekerjasama. Peristiwa ini terlihat pada sekuen ke 69. Berikut kutipannya.
“Lihat, Mada sedang menggiring bola Mada terus berlari membawa bola ke depan lawannya
Tiga lawan maju menghadang, tapi Mada bisa melewatinya Kini Mada dan gawang lawan sangat dekat di hadapan Mada
Sementara kiper lawan sudah bersiap dengan tendangan Mada ternyata tidak menendang langsung,
Tapi dioperkan kepada Arya Arya tak menyia-nyiakan operan dari Mada
79
Abdullah Wong, op cit, h.133.
65
Arya menjemput bola dan langsung menendangnya Yeah, tendangan Arya menerobos masuk dengan kerasnya
“...Hei, Mada Bukanlah kamu tadi bisa menendang langsung, Mada?
” “Ah, Arya ini tim, bukan permainanku. Kita harus kerja
Sama ”
80
Setelah peristiwa tersebut, diceritakan mengenai peristiwa penjual obat di taman bunga yang dilihat Mada dan Arya ketika pulang sekolah.
Peristiwa ini terdapat pada sekuen 28. “Lihat, Mada Ada kerumunan orang di taman bunga.”
“Wah iya, ada apa, ya?” “Bagaimana kalau kita lihat saja ke sana?”
Mada dan Arya menyebrang jalan, Lalu mendatangi kerumunan orang yang begitu banyaknya.
”
81
Akibat melihat peristiwa tersebut, Mada pulang terlambat. Mada berbohong kepada Hakim dan Sophia bahwa ia pulang terlambat karena
latihan sepakbola bersama kawan-kawannya. Berikut kutipannya. “Ayah tidak marah. Ayah hanya bertanya, kenapa kamu baru
Pulang sekolah? ”
“Ayah, tadi Mada bersama kawan-kawan ada latihan sepakbola Di se
kolah.” “Apakah Mada tidak mau jadi anak yang berani?”
“Bu, Mada memang anak yang pemberani.” “Mada, anak berani selalu jujur dan pantang bohong,
Apalagi berbohong pada orang tua se ndiri.”
“Tapi benar Bu, Mada ada tambahan pelajaran seni.” “Tadi Mada bilang ikut latihan sepak bola, sekarang ada
Tambahan pelajaran seni .”
“Anu, Yah. Itu, Bu. Mada Cuma lihat orang main atraksi.”
82
Peristiwa penjual obat di taman bunga ini merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis. Peristiwa ini terjadi ketika Mada dan Arya
pulang sekolah. Di tengah perjalanan pulang, ia melewati taman bunga yang terdapat kerumunan orang di taman bunga tersebut. Akhirnya mereka
melihat kerumunan tersebut yang ternyata adalah penjual obat yang sedang
80
Abdullah Wong, op cit, h.134.
81
Ibid, h.39.
82
Ibid, h.42.
66
melakukan atraksi. Setelah melihat peristiwa tersebut, mereka melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing.
Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena sebab menonton atraksi penjual obat di taman bunga, akibatnya
Mada pulang sekolah terlambat. Selain itu, peristiwa ini memiliki sebab- akibat dengan pesan yang akan disampaikan kepada pembaca. Peristiwa
ini menyampaikan pesan untuk tidak berbohong kepada orang tua. Peristiwa ini juga menggambarkan penokohan Mada yang selalu jujur,
karena melalui peristiwa tersebut ia berjanji tidak akan berbohong lagi. Dengan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Mada mendapatkan
pelajaran yang berharga melalui peristiwa tersebut. Ia berjanji tidak kan berbohong lagi. Maka, sosok Mada diusianya yang ke 22 tahun, Mada
merupakan sosok yang jujur. Selain itu, melalui peristiwa ini juga menggambarkan penokohan
Hakim dan Sophia yang merupakan sosok orang tua yang penuh dengan pengertian dan bijaksana. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan di bawah
ini. “Mada, kamu sudah cerita jujur dan benar
Ibu dan ayah bangga karena Mada memang anak pintar Anak pintar tak pernah gentar untuk berkata benar
.” Mada memeluk, mencium dan menyelami
Sophia dan Hakim tersenyum dan mengerti Mada benar-benar sangat menyesali
Mada kini berjanji tak akan berbohong lagi. ”
83
Berdasarkan kutipan tersebut, terlihat bahwa Hakim dan Sophia merupakan sosok orang tua yang pengertian dan bijaksana. Mereka tidak
memarahi Mada ketika Mada berbuat salah dan berbohong, akan tetapi mereka justru menasehati Mada dan memuji kejujuran Mada. hal ini
membuktikan bahwa Hakim dan Sophia merupakan sosok orang tua yang mendidik anaknya dengan pengertian dan bijaksana. Jika anak melakukan
83
Abdullah Wong, op cit, h.43.
67
kesalahan, mereka akan menasehati dan membimbing anak tersebut menuju hal yang benar.
Setelah peristiwa penjual obat di taman bunga, peristiwa beralih pada peristiwa yang menceritakan mengenai Mada dan kawan-kawannya
yang membaca buku berj udul “Siapa Aku” yang ia temukan dengan Diwan
di perpustakaan ketika mendapatkan tugas bersama ketika sedang berpencar mencari sebuah buku. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 31 dan
32. “Mereka bersama ke perpustakaan untuk mencari buku-buku
Mereka berpencar demi menemukan sebuah buku ...Tak begitu lama Mada berhasil mendapatkan satu buku
Meskipun tipis, namun buku itu memancing rasa ingin tahun Buku itu berjudul: Siapa Aku?
...Mereka sepakat untuk membaca buku itu di rumah Mada Usai sekolah, usai makan di rumah.
Mereka akan datang ke rumah Mada.
”
84
Peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis. Peristiwa diawalinya dengan Mada bersama Diwan
mendapatkan tugas bersama satu kelompok bersama Ihsan dan Arya yang mencari buku-buku di perpustakaan. Mada menemukan sebuah buku yang
berjudul “Siapa Aku”. Akhirnya, Mada dan kawan-kawannya berencana
untuk membaca buku tersebut seusai pulang sekolah di rumah Mada. “Namun mereka tak kunjung tiba
Mada maklum, hujan masih mengguyur dengan indahnya Setelah hujan mulai reda
Satu persatu sahabat-sahabat Mada datang juga.
”
85
Selain itu, peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Peristiwa tersebut bertujuan untuk menggambarkan
sikap Mada yang memiliki rasa ingin tahu yang besar akan sesuatu hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengajak kawan-kawannya membaca buku
tersebut di rumahnya. Setelah peristiwa tersebut pada sekuen 33 Hakim
84
Abdullah Wong, op cit, h.51.
85
Ibid, h.52.
68
menceritakan mengenai Kisah Burung Parkit yang bertujuan untuk menyampaikan pesan mengenai kebebasan dan kebersamaan. Kisah ini
memiliki persamaan dengan keadaan Mada dan kawan-kawannya. Buku yang dibaca Mada dan kawan-kawannya merupakan sebuah buku yang
menceritakan mengenai kebebasan dalam menentukan akan menjadi apa dan seperti apa kita nantinya. Selain itu, pesan mengenai kebersamaan
dalam Kisah Burung Parkit menjelaskan mengenai kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai meski dalam keadaan yang berkekurangan. Hal
ini juga sesuai dengan keadaan Mada dan kawan-kawannya yang selalu bersama dalam keadaan susah maupun senang. Kawan-kawan Mada selalu
ada untuk membantu Mada ketika Mada berada dalam kesusahan. Kemudian, diceritakan mengenai peristiwa kesedihan Arya karena
orang tuanya bertengkar. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 34. “Ayah dan ibuku...”
Suara Arya terhenti, sementara mereka masih menunggu “Ayah dan ibuku, tadi bertengkar di rumahku...
Arya takut kalau mereka akan meninggalkanku Arya takut kalau mereka tak lagi bersatu
Arya takut kalau...
”
86
Aminah Mukhlas menenangkan Arya yang sedang berada dalam kesedihan. Kemudian Aminah Mukhlas melanjutkan Kisah Gunadarma
yang pada dasarnya memiliki persamaan dengan kehidupan Arya yang sedih karena berpisah dengan ayahnya. Cerita ini juga disampaikan oleh
Aminah Mukhlas untuk memberikan Arya semangat dan menenangkan hati Arya yang sedang bersedih.
“Kisah Gunadarma tak jauh dengan pengalaman Arya Gunadarma yatim karena ditinggal ayah ibunya
Sementara Arya, hanya berpisah dengan ayahnya... ”
87
Peristiwa terjadi secara kronologis. Peristiwa terjadi di dalam kelas ketika jam pelajaran akan dimulai. Arya terlihat murung. Kemudian, Arya
86
Abdullah Wong, op cit, h.58.
87
Ibid, h.59.
69
menceritakan mengenai kesedihannya hingga Aminah Mukhlas yang kembali melanjutkan Kisah Gunadarma yang terdapat pada sekuen 35.
“Tapi, ibu guru kembali memecah suasana “Anak-anakku, masih mau mendengar cerita Gunadarma?”
Serentak mereka mengangguk, begitu pula dengan Arya. ”
88
Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kesedihan yang dialami Arya karena orang tuanya bertengkar pada
akhirnya menjadikan sosok Arya yang kuat. Selain itu, Aminah Mukhlas yang melanjutkan Kisah Gunadarma bertujuan untuk mencairkan suasana
dan memberikan semangat kepada Arya karena kisah ini memiliki kesamaan dengan kehidupan yang sedang Arya alami.
“Sebenarnya, Kisah Gunadarma tak jauh dengan pengalaman Arya
Gunadarma yatim karena ditinggal ayah ibunya Sementara Arya, hanya berpisah dengan ayahnya.
”
89
Setelah itu, ketika dalam perjalanan pulang sekolah, Mada dan kawan-kawannya bercerita mengenai sosok Mbah Sobri yang memiliki
seekor anjing bernama Bleki, hingga akhirnya Mada menceritakan mengenai Kisah Sangkuriang kepada kawan-kawannya. Peristiwa ini
terdapat pada sekuen ke 36 dan 37. “Mereka berjalan sambil sesekali berlari
Apalagi kalau sudah melewati rumah Mbah Sobri Wah, kami harus cepat-cepat berlari
Ya, karena biasanya ada seekor anjing yang berjaga di depan Rumah Mbah S
obri.”
90
Peristiwa Mbah Sobri yang memiliki seekor anjing bernama bleki dengan peristiwa Mada yang menceritakan Kisah Sangkuriang merupakan
peristiwa yang terjadi secara kronologis karena peristiwa tersebut terjadi ketika Mada dan kawan-kawannya sedang dalam perjalanan pulang
sekolah. Kemudian, mereka melewati rumah Mbah Sobri yang memiliki
88
Abdullah Wong, op cit, h.61-62.
89
Ibid, h.59.
90
Ibid, h.70.
70
anjing yang bernama Bleki hingga akhirnya Mada menceritakan Kisah Sangkuriang. Selain itu, peristiwa ini merupakan peristiwa yang logis dan
bersifat kuat karena Mbah Sobri yang memiliki anjing yang bernama Bleki memiliki kesamaan dengan Kisah Sangkuriang yang memiliki seorang
ayah yang merupakan seekor anjing bernama Tumang. “Kalau melihat Bleki, aku jadi ingat cerita Sangkuriang...”
91
Kemudian, pada sekuen 38 peristiwa kembali kepada Arya. Arya malas untuk pulang ke rumah karena masalah pertengkaran yang terjadi di
antara kedua orang tuanya. “...Entah kenapa Arya kini terdiam dan menatap Mada
“Ada apa, Arya?” “Apakah aku boleh main ke rumahmu, Mada?”
“Tentu saja boleh, Arya.” “Aku malas untuk pulang ke rumahku, Mada....”
92
Arya main ke rumah Mada. Di teras rumah, Hakim sedang bermain gitar dan menulis lagu. Kemudian, datanglah Rudi, sahabat Hakim yang
sudah lama berpisah. “Sementara, Hakim,
Masih bermain gitar dan menulis lagu penuh gairah Belum lama Mada dan Arya masuk ke dalam rumah
Datang sebuah mobil mewah Keluar seorang lelaki dengan wajah yang sangat cerah
Pakaian indah, rambut klimis seperti basah, Sepatu dan kemeja yang mustahil berharga murah
Dialah Rudi, sahabat Hakim yang sudah lama berpisah.
”
93
Di rumah Mada, Arya menceritakan kesedihannya kepada Sophia yang terdapat pada sekuen 41.
“...Ibu, sebenarnya Arya sedang sedih Dia mau cerita tapi malu.
..” “Begini, Bu. Ayah dan ibuku bertengkar.
Arya benar-benar ta kut....”
“...Tapi, Bu. Ayahku telah pergi. Arya dan ibuku dilarang ikut.” Sophia menarik dan mengeluarkan nafas dengan lembut.
”
94
91
Abdullah Wong, op cit, h.73.
92
Ibid, h.77.
93
Ibid, h.78.
71
Kemudian, Rudi pun pamit. Hakim menghampiri Mada, Arya, dan Sophia yang duduk di ruang tamu membahas Kisah Gunadarma.
Kemudian, Mada dan Arya pun menceritakan Kisah Gunadarma kepada Hakim. Pada sekuen 43 dijelaskan bahwa ibu Arya datang ke rumah Mada
untuk menjemput Arya pulang. “Tak lama ibu Arya datang ke rumah Mada
Tak lain adalah untuk menjemput Arya... “Walah, Arya. Ternyata kamu betah di sini?”
“Ya, Bu. Arya masih asyik bermain di sini...” “Ayo Arya, kita pulang...”
95
Di tengah perjalanan pulang terjadi perdebatan antara Arya dan ibunya.
“Arya, maafkan ibumu Karena ayah dan ibumu sudah tak lagi bersatu
Sesungguhnya ini semua bukan rencana yang kami mau Tapi bagaimana lagi, kita semua harus setuj
u.” “Setuju? Kenapa kita harus setuju
Pada sesuatu yang kita tidak mau? ”
“Anakku, Seringkali kita tidak punya kesempatan untuk memilih setuju
Karena terkadang apa yang kita mau Menjadi jalan terbaik untuk memenangkan apa yang kita
Mau
“Jalan terbaik untuk siapa, bu?” “Tentu saja untuk semua, dan termasuk dirimu.”
“Apakah ayah juga setuju?” “Iya, ini adalah keputusan kami, demi masa depanmu.”
“Masa depan seperti apa, seorang anak yang hidup tanpa Seorang ayah?
” “Kami tetap memiliki ayah, anakku. Hanya saja ayah tak
Selalu disamping mu.”
Baiklah, apapun yang ibu mau, Arya akan ikut set uju.”
“Oh, Anakku. Aku bersyukur mempunyai anak sepertimu.”
96
Secara keseluruhan, peristiwa yang telah dijabarkan di atas merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Peristiwa yang
menjelaskan mengenai kedatangan Rudi ke rumah hakim berakibat pada
94
Abdullah Wong, op cit, h.80.
95
Ibid, h.83.
96
Ibid, h.84.
72
jatuh miskinnya Hakim yang terdapat pada sekuen 50 dan peristiwa yang terjadi pada Arya bertujuan untuk menceritakan kisah kehidupan Arya
yang setelah perpisahan orang tuanya, Arya belajar menjadi sosok yang lebih kuat, mandiri, dan menerima kenyataan.
Peristiwa di atas juga merupakan peristiwa pararel yang terikat pada latar tempat dan waktu yang sama, yaitu latar tempat di rumah Hakim
dengan peristiwa yang terjadi dalam waktu yang bersamaan. Rudi datang mengunjungi Hakim dan Arya yang mampir ke rumah Hakim setelah
pulang sekolah untuk bermain dengan Mada. Pada sekuen 44, Mada mendapatkan teman baru di kelasnya yang
bernama Aghnia Cahaya. “Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru,
Dia akan menjadi salah satu temanmu. Nanti kalian mengenalkan diri satu persatu,
Setelah temanmu ini mengenalkan diri pada
mu....” “Namaku Aghnia Cahaya,
Kalian boleh memanggilku Nia. ”
97
Setelah semua murid berkenalan dengan Aghnia Cahaya atau yang biasa dipanggil Nia, Aminah Mukhlas mengajak murid-murid untuk
belajar di luar kelas tentang matahari. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 45.
“Anak-anakku, hari ini kita belajar di luar kelas Kita akan melihat alam dan pemandangan bebas
Jangan lupa keluar dengan tertib dari kelas
“...Anak-anakku, hari ini kita akan belajar tentang matahari, Apakah di antara kalian ada yang tahu tentang matahari?
”
98
Kemudian, setelah jam pelajaran berakhir, Mada dan kawan- kawannya istirahat. Awalnya Mada bertanya kepada Nia dari mana ia
berasal. Nia menjawab, bahwa ia berasal dari sebuah kota yang dekat dengan matahari. Mada terkejut karena ternyata Nia mengetahui mengenai
Kisah Dewa Matahari. Sedangkan, Arya belum pernah mendengarnya.
97
Abdullah Wong, op cit, h.87-88.
98
Ibid, h.88.
73
Akhirnya Nia pun menceritakan Kisah Dewa Matahari kepada Arya pada sekuen 46.
“Sebenarnya kalian ini Mau atau tidak menceritakan Dewa Matahari kepadaku?
” Nia memandang wajah Mada, saling berpandangan seolah
Saling memberi tanda “Biar kamu saja yang cerita, Nia,” kata Mada.
“Ah, kamu saja, Mada,” jawab Nia Mada dan Nia saling terdiam memandang wajah Arya.
“Ayolah, kalian keberatan kalau bercerita?” “Baiklah biar aku saja yang bercerita,” kata Nia.
99
Peristiwa yang dipaparkan di atas merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis. Peristiwa terjadi ketika jam pelajaran berlangsung di
sekolah. Mada mendapatkan teman baru yang bernama Nia, kemudian Mada dan kawan-kawannya belajar tentang Matahari bersama Aminah
Mukhlas, dan Nia yang menceritakan Kisah Dewa Matahari kepada Arya ketika jam istirahat tiba.
Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Sosok Nia merupakan sosok yang penting di dalam novel ini. Nia
adalah tokoh yang berpengaruh pada petualangan mencari Buku Gunadarma dan ia juga merupakan tokoh yang berperan untuk membantu
kehidupan Mada kembali seperti semula. Dalam petualangan mencari Buku Gunadarma, Nia merupakan salah satu tokoh yang mengetahui
mengenai Kisah Gunadarma. Nia juga menceritakan kelanjutan Kisah Gunadarma ketika Aminah Mukhlas sudah diberhentikan dari sekolah, dan
Nia adalah tokoh yang mendengar kelanjutan Kisah Gunadarma hingga selesai. Selain itu, Nia merupakan orang yang berperan dalam membantu
kehidupan Mada kembali seperti semula. Melalui rencana Nia dan ayahnya Mantra, kehidupan Mada kembali seperti semula.
Pelajaran tentang Matahari dengan Kisah Dewa Matahari yang diceritakan Nia merupakan peristiwa yang berkaitan, karena Nia
99
Abdullah Wong, op cit, h.94.
74
menceritakan kisah tersebut setelah pelajaran yang disampaikan oleh Aminah Mukhlas tentang Matahari kepada murid-murid.
Kemudian berlanjut pada peristiwa Sophia melahirkan yang terdapat pada sekuen 47.
“Malam ini adalah malam yang mendebarkan Mada bersama ayah sedang duduk berduaan
Sementara ibu sedang di dalam ruang untuk Diperiksa dokter,
“Mungkin malam ini ibu melahirkan. “Mada bangunlah ibumu sudah melahirkan.
Semua selamat, dan adikmu perempuan ”
100
Berdasarkan kutipan di atas, Sophia melahirkan seorang anak perempuan yang kemudian diberi nama Rindu Rembulan. Berikut
kutipannya. “Ayah, bagaimana kalau nama adikku, Rembulan?”
“Bagaimana, Ibu? Apa ibu setuju nama Rembulan?” “Apa ibu boleh menambahkan?”
“Oh, tentu ibu. Ibu boleh saja menambahkan.” “Ibu selalu rindu pada rembulan, maka ibu usul ada Rindu
Di na ma itu.”
“Baik, bagaimana kalau namanya Rindu Rembulan?” ...Akhirnya mereka sepakat, nama adik Mada adalah Rindu
Rembula n.”
101
Setelah peristiwa Sophia melahirkan, kawan-kawan Mada datang mengunjungi Mada ke rumah sakit untuk melihat adik Mada. Peristiwa ini
terdapat pada sekuen 48. “Jam sembilan lewat lima puluh
Terdengar dari jauh suara gemuruh Mada seperti mengenal, siapa yang biasa membuat gaduh
Ternyata mereka adalah kawan-kawan Mada Oh, bahagianya Mada,
Mereka mau menjenguk ibu dan adiknya.
”
102
Setelah menengok adik Mada, Mada dan kawan-kawannya mengobrol di teras. Kemudian, mereka membahas mengenai Kisah
100
Abdullah Wong , op cit, h.102.
101
Ibid, h.103.
102
Ibid, h.104.
75
Gunadarma yang belum mereka dengar hingga selesai. Akhirnya, mereka sepakat untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma.
“Kini giliran Angelica yang mengajukan rencana “Bagaimana kalau kita ramai-ramai mencarinya?”
Semua menatap wajah Angelica dengan penuh tanda tanya Tapi entah kenapa, seakan kami punya jawaban yang sama.
“Ya, setuju. Kita semua harus mencarinya, bersama.”
103
Berdasarkan penjabaran di atas, menjelaskan bahwa peristiwa Sophia melahirkan yang memunculkan tokoh Rindu Rembulan dan
peristiwa kawan-kawan Mada yang datang mengunjungi Mada dan akhirnya mereka sepakat untuk melakukan petualangan mencari Buku
Gunadarma merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kedua peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang terikat dengan
ruang dan waktu yang sama, yaitu pada waktu mengunjungi Sophia yang melahirkan dan dengan latar di rumah sakit. Selain itu, kesamaan suasana
yang terjadi di antara kedua peristiwa tersebut yaitu berkaitan dengan rasa gembira. Kegembiraan hadirnya anggota baru dalam keluarga Mada, yaitu
Rindu Rembulan dan kegembiraan Mada dan kawannya yang berencana untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma.
Setelah itu, muncullah konflik yaitu kasus penipuan yang dialami Hakim yang dilakukan oleh temannya sendiri, yaitu Rudi.
“...Hah? Berarti saya ditipu? Padahal aku sudah menggadaikan surat-surat rumahku.
Kata Rudi aku akan untung, dan segera mendapatkan rumah Baru.
Oh, aku tak menyangka. Padahal Rudi adalah kawan baikku.
”
104
Berdasarkan kutipan tersebut, peristiwa di atas menjelaskan kasus penipuan yang dialami Hakim yang dilakukan oleh Rudi. Hakim telah
menggadaikan surat-surat rumahnya kepada Rudi untuk bisnis investasi dengan harapan akan mendapatkan untung lebih dan Hakim akan
103
Abdullah Wong, op cit, h.106.
104
Ibid, h.108.
76
mendapatkan rumah baru. Akan tetapi, Rudi yang sudah ia anggap sebagai saudara tega menipunya.
Secara keseluruhan, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang tidak terjadi secara kronologis karena peristiwa Rudi yang datang
mengunjungi Hakim dijelaskan pada sekuen 39 dan peristiwa yang menjelaskan datangnya dua orang lelaki berbaju tentara membawa kabar
berita mengenai Rudi yang ternyata adalah seorang penipu terdapat pada sekuen 50. Akan tetapi, peristiwa yang terjadi di atas merupakan peristiwa
yang logis dan bersifat kuat, karena Hakim menggadaikan surat-surat rumahnya untuk bisnis investasi yang ternyata hanya penipuan yang
mengakibatkan kehidupan Hakim jatuh miskin dan rencana Mada untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma pun tidak terlaksana
karena ia harus membantu orang tuanya bekerja. Pada sekuen 51 terdapat peristiwa Aminah Mukhlas yang
diberhentikan karena difinah telah menggelapkan gaji guru dan karyawan di sekolah. Hal tersebut, memberikan kesedihan kepada murid-murid di
kelas karena mereka begitu menyayangi Aminah Mukhlas. Selain itu, Kisah Gunadarma yang diceritakan oleh Aminah Mukhlas pun belum
selesai diceritakan. “Memang apa yang terjadi, Bu?
Kenapa sampai ibu diberhentikan? ” tanya Diwan “Ibu
difitnah menggelapkan gaji guru dan karyawan Padahal sungguh, ibu sama sekali tidak melakukan...
”
105
Kemudian, pada sekuen 52, Aminah Mukhlas menceritakan Kisah Cincin Perak yang merupakan pengalaman pribadinya.
“Ibu ceritakan kepada kami apa yang sangat ibu sayangi dan Ibu banggaka
n.” Ibu guru tersenyum, sambil memegang cincin perak di jari
Manisnya, ia berkata, “Ini yang akan ibu ceritakan.”
“...Mereka memeluk, bahkan mencium cincin perak yang punya Cerita mendebarkan.
105
Abdullah Wong, op cit, h.111.
77
Selamat jalan ibuku; Selamat jalan sahabatku;
Selamat jalan orangtuaku ,”
Demikan perpisahan mereka Dengan pemilik cincin perak itu.
”
106
Peristiwa diberhentikannya Aminah Mukhlas dengan Kisah Cincin Perak yang diceritakan olehnya kepada murid-muridnya merupakan
peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Hal ini dikarenakan peristiwa diberhentikannya Aminah Mukhlas disebabkan karena ia telah difitnah
menggelapkan gaji guru dan karyawan di sekolah yang mengakibatkan ia diberhentikan. Selain itu, peristiwa diberhentikannya Aminah Mukhlas
dari sekolah menjadi alasan kuat bagi Mada dan kawan-kawannya untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma, karena Aminah
Mukhlas belum menyelesaikan kisah tersebut, sehingga Mada dan kawan- kawannya merasa penasaran ingin mengetahui akhir cerita Gunadarma.
Setelah itu, perstiwa Aminah Mukhlas yang menceritakan tentang Kisah Cincin adalah sebagai kenang-kenangan terakhir dan perpisahan dengan
murid-muridnya. Kisah Cincin Perak merupakan pengalaman pribadi Aminah Mukhlas yang berisi pesan yang disampaikan oleh orang tuanya
yang kemudian disampaikan kembali kepada murid-muridnya sebagai pesan untuk menghadapi kehidupan kedepannya.
Konflik memuncak ketika kehidupan Hakim jatuh miskin. Hakim dan keluarganya mengontrak di sebuah rumah kecil dan sederhana. Sebuah
kontrakan milik ayah Krisna, Pak Wisnu. Keadaan keluarga Mada berada dalam kesulitan dan kemiskinan, hingga akhirnya Hakim bekerja di stasiun
kota untuk mengangkat barang bawaan penumpang kereta. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 53 dan 54.
“Kini rumah Mada digadaikan kepada ayah Krisna Lalu mereka mengotrak di sebuah rumah kecil dan sederhana
Rumah kecil milik keluarga Pak Wisnu, ayah Krisna Di sana hanya ada satu kamar saja,
“...Ayah sudah dapatkan pekerjaan di stasiun kota.
106
Abdullah Wong, op cit, h.112-115.
78
Di sana ayah bisa mengangkat barang bawaan penumpang Kereta
.”
107
Peristiwa di atas yang menjelaskan kehidupan Hakim yang jatuh miskin hingga ia mengontrak di rumah kontrakan milik ayah Krisna
merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis, karena peristiwa sebelumnya menjelaskan mengenai kasus penipuan yang dialami oleh
Hakim yang terjadi pada sekuen 50. Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena peristiwa tersebut merupakan
akibat yang timbul karena Hakim telah menggadaikan surat-surat rumahnya kepada Rudi hingga akhirnya ia harus mengontrak di sebuah
rumah kecil dan sederhana. Hakim pun harus bekerja untuk mengangkat barang bawaan penumpang kereta di stasiun kota untuk mencari uang dan
menafkahi makan keluarganya. Kemudian, berlanjut dengan menceritakan Krisna dan Anton yang
terdapat pada sekuen 55 dan 56. “Padahal dulu, Krisna adalah teman yang baik senantiasa
Dia tak pernah menghina apalagi menyakiti Mada Itu dulu ketika ayah Krisna masih miskin
Dan sering meminjam uang pada ayah Mada Tapi kini Krisna kaya raya, di rumahnya semua ada
Krisna sekelas dengan Anton yang juga badung Mereka saling menggoda,
Membuat Mada dan teman-temannya sering tersinggung Hanya Diwan yang kadang berani
Meladeni mereka bertarung Tapi dilerai Nia dan Arya,
Membuat Diwan dan Mada urung.
”
108
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Krisna yang dulu dan sekarang adalah Krisna yang berbeda. Dulu, Krisna adalah teman yang baik. Akan
tetapi, sekarang ia adalah orang yang sombong. Ia selalu menghina dan mengganggu Mada dan kawan-kawannya. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan berikut ini.
107
Abdullah Wong, op cit, h.117-118.
108
Ibid, h.119.
79
“Seperti ketika mereka sedang olahraga, Krisna dan Anton menyembunyikan tas yang ada di meja
Mereka pura-pura tidak melakukannya Padahal Affwah adalah saksinya,
Karena ia jelas-jelas melihatnya Tapi mereka tak pernah mengakui perbuatannya
Tentu saja Mada marah dan ingin sekali menghajarnya Andai saja Ibu Aminah masih ada,
Pasti sudah diadukan padanya Kini guru yang menggantikan kami adalah Bapak Kuntala
Ia sering membela Krisna Hanya karena dia anak orang kaya
Ah, rasanya hidup semakin tak adil saja.
”
109
Peristiwa yang menceritakan mengenai Krisna dan Anton serta contoh kenakalan yang dilakukan oleh mereka merupakan peristiwa yang
terjadi secara kronologis karena sebelumnya pada sekuen 6 dan 7 dijelaskan bahwa Krisna dan Anton adalah sahabat baik Mada ketika
kehidupan mereka masih miskin. Akan tetapi, pada sekuen 55 dan 56 mereka sudah menjadi orang kaya hingga mereka menjadi orang yang
sombong dan nakal. Berdasarkan pemaparan di atas, peristiwa yang menceritakan Krisna
dan Anton juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Peristiwa yang menceritakan sosok Krisna dan Anton adalah peristiwa
yang memiliki sebab-akibat karena pada tahap perkenalan dijelaskan mengenai sosok Krisna dan Anton yang merupakan teman baik Mada.
Akan tetapi, pada sekuen 55 dan 56 tersebut, Krisna dijelaskan merupakan orang yang sombong karena ia sudah menjadi orang kaya. Ia juga nakal
sama hal dengan Anton. Selain itu, sebab lain adanya peristiwa yang menceritakan sosok Krisna adalah karena Hakim menggadaikan rumahnya
kepada ayah Krisna. Hakim dan keluarganya juga mengontrak di rumah milik ayah Krisna. Ayah Krisna yang dulu sering meminjam uang kepada
Hakim ketika ia masih miskin, sekarang sudah menjadi orang kaya. Melalui peristiwa yang menceritakan Krisna dan Anton juga bertujuan
109
Abdullah Wong , op cit, h.119-120.
80
untuk menyampaikan pesan untuk tidak menjadi orang yang sombong meskipun memiliki kekayaan yang berlimpah, karena kekayaan tersebut
hanya sebuah titipan. Selain itu, berdasarkan kutipan di atas disebutkan mengenai guru
pengganti di sekolah Mada yang bernama Bapak Kuntala. Meski sosok Bapak Kuntala hanya disebutkan secara singkat, akan tetapi melalui
kutipan di atas dapat menggambarkan seperti apa sosok Bapak Kuntala. Seorang guru yang hanya membela anak-anak orang kaya. Seorang guru
yang tidak adil dan tidak sepenuhnya menyayangi murid-muridnya seperti Aminah Mukhlas.
Peristiwa yang menjelaskan mengenai guru pengganti Aminah Mukhlas merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis karena
peristiwa yang menyebutkan sosok Bapak Kuntala terjadi setelah peristiwa pemberhentian yang dialami oleh Aminah Mukhlas. Peristiwa tersebut
juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Kasus pemberhentian Aminah Mukhlas dengan guru pengganti Bapak Kuntala
seakan-akan memiliki keterkaitan bahwa Bapak Kuntala adalah orang yang telah memfitnah Aminah Mukhlas hingga akhirnya ia diberhentikan
dari sekolah. Kemudian, pada sekuen 59 dijelaskan bahwa Mada tidak dapat ikut
melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma. Hal tersebut, dikarenakan keadaan keluarga Mada yang sedang dalam kesulitan dan
kemiskinan. Mada harus membantu ayah dan ibunya untuk bekerja. “Kawan-kawan, maafkan aku.” Mada kembali bicara
“Kalian tetap teruskan pencarian buku Gunadarma Tapi aku sama sekali tidak bisa ikut bersama
Aku harus membantu ayahku bekerja Apalagi adikku masih kecil, aku harus membantu ibuku
Menjaganya.
”
110
Peristiwa di atas merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis dan memiliki sebab-akibat. Setelah, kasus penipuan yang dialami oleh
110
Abdullah Wong, op cit, h.121.
81
ayahnya, Mada jatuh miskin dan harus mengontrak di sebuah rumah kontrakan. Hal tersebut tentunya mengharuskan ia untuk membantu kedua
orang tuanya mencari uang. Mada harus membantu orang tuanya untuk bekerja dan menjaga adiknya.
Keadaan Mada yang jatuh miskin dan memutuskan untuk tidak ikut dalam petulangan mencari Buku Gunadarma pun berakibat pada pada
sekuen 60 yang menjelaskan mengenai kawan-kawan Mada berencana untuk membantu Mada yang sedang dalam kesusahan.
“Mada. deritamu derita kami juga. Bahagiamu, bahagia kami Juga
.” “Benar, Mada. kami semau ada di belakangmu
Kami semua akan me mbantumu,”
Entah siapa yang memberi perintah, tiba-tiba semua berseru. ”
111
Rencana kawan-kawan Mada untuk membantu Mada yang sedang dalam kesusahan adalah peristiwa yang terjadi secara kronologis karena
rencana tersebut muncul setelah peristiwa penipuan yang dialami oleh ayah Mada hingga akhirnya Mada memutuskan untuk tidak ikut dalam
petualangan mencari Buku Gunadarma. Peristiwa ini juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena kawan-kawan Mada adalah
sahabat yang setia. Mereka selalu bersama dalam suka maupun duka. Kawan-kawan Mada membantu Mada yang sedang dalam kesusahan.
Mereka berencana untuk membantu Mada karena mereka ingin Mada ikut dalam petualangan untuk mencari Buku Gunadarma.
Kemudian, pada sekuen 61 Nia menceritakan Kisah Sebuah Pulau yang memiliki kesamaan dengan kehidupan Mada yang mengalami
kesulitan dan kemiskinan, akan tetapi ia memiliki kawan-kawan setia yang selalu ada dalam keadaan suka menolongnya dalam keadaan duka.
Peristiwa Nia yang menceritakan Kisah Sebuah Pulau pun merupakan peristiwa logis dan bersifat kuat karena kisah ini
mengambarkan kerelaan hati kawan-kawan Mada yang berencana untuk
111
Abdullah Wong, op cit, h.121.
82
menolong Mada. selain itu, kisah ini diceritakan oleh Nia kepada Mada sebagai pesan bahwa Mada memiliki sahabat setia yang selalu ada untuk
membantu dan menolongnya. Pada sekuen 62 dan 63 dijelaskan bahwa Mada sudah setahun lebih
hidup dalam kesulitan dan kemiskinan. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini.
“...Tanpa terasa, Sudah setahun lebih Mada dan keluarga menjalani hidup
Yang berbeda Meski dalam keadaan yang sangat sederhana
Mereka tetap senyum bahagia Mereka tetap bahagia.
”
112
Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa peristiwa terjadi secara kronologis karena peristiwa sebelumnya menceritakan
mengenai kasus penipuan yang dialami oleh ayah Mada, Mada tinggal di sebuah kontrakan, Hakim bekerja mengangkut barang bawaan penumpang
di stasiun kereta, dan sering kali Hakim dan Mada mengamen, dan kehidupan Mada yang berada dalam kesulitan dan kemiskinan sudah
berlangsung selama satu tahun lebih. Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat
kuat karena Hakim hanya bekerja mengangkut barang bawaan penumpang di stasiun kereta dan mengamen yang penghasilannya tidak besar,
sehingga uang yang didapatkan pun hanya cukup untuk makan sehari-hari. Bukan pekerjaan yang menghasilkan uang yang besar dan bisa menebus
kembali rumahnya, hingga akhirnya satu tahun pun tidak terasa mereka lewati dalam keadaan yang kesulitan dan kemiskinan.
Peristiwa berlanjut dengan menceritakan rencana kawan-kawan Mada untuk membantu Mada yang sedang berada dalam kesulitan dan
kemiskinan yang terdapat pada sekuen 64 dan 65. “Ayah Nia bernama Mantra
Dia adalah seorang konsultan yang selalu gigih bekerja
112
Abdullah Wong, op cit, h.124.
83
Dia juga seorang produser yang cukup ternama “...Setahuku, ayah Mada bisa menulis lagu. Ya, ayah Mada bisa
Menciptakan lagu, ”
Jawab Diwan begitu semangatnya. “Nah, maksudku begini. Kita bersama bicara kepada ayahku,
Kita bilang saja kalau ayah Mada pandai menulis lagu, ”
“Lalu?” “...Kita bilang supaya ayahku mau membantu
Membantu ayah Mada yang bisa menulis lagu itu. “Membantu bagaimana?” kini Affwah bertanya.
“Ya tentu saja, membantu supaya ayahku mau menjadi Produser ayahnya Mada
”
113
Berdasarkan kutipan di atas, peristiwa yang menggambarkan mengenai rencana Nia untuk membantu Mada merupakan peristiwa yang
logis dan bersifat kuat. Hal ini dikarenakan, kemampuan Hakim yang bisa menulis lagu merupakan sebab Nia berencana untuk membujuk ayahnya
yang seorang produser untuk mau memproduseri lagu-lagu yang diciptakan oleh Hakim. Rencana kawan-kawan Mada tersebut tentunya
dengan harapan agar keadaan Mada kembali seperti semula sehingga Mada pun bisa ikut dalam petualangan mencari Buku Gunadarrma.
Setelah rencana Nia untuk membantu Mada, pada sekuen 66 peristiwa beralih pada sosok Rindu, adik Mada.
“Rindu berhenti mewarnai Sejenak sambil menatap wajah Maja
“Itu namanya, Raja Sepatu, Kakak Mada”
114
Kemudian, pada sekuen 67 Mada menceritakan mengenai Kisah Sepatu kepada Rindu.
Peristiwa Mada yang menemani Rindu mewarnai menjelaskan bahwa Rindu sudah dapat berbicara dan bisa mewarnai. Berdasarkan
kutipan di atas, secara keseluruhan peristiwa yang menjelaskan bahwa Rindu sudah bisa berbicara dan mewarnai merupakan bukti bahwa
113
Abdullah Wong, op cit, h.129-130.
114
Ibid, h.132.
84
peristiwa tersebut tidak tersusun secara kronologis karena setelah peristiwa Sophia melahirkan tidak dijelaskan mengenai perkembangan Rindu.
Akan tetapi, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena sebelumnya pada sekuen 62 dan 63 dijelaskan bahwa
satu tahun lebih Mada menjalani hidup dalam kemiskinan hal inipun tentunya menjelaskan bahwa Rindu sudah beranjak besar hingga pada
sekuen 66 dijelaskan bahwa Rindu sudah dapat bicara dan mewarnai. Peristiwa Mada yang menceritakan Kisah Sepatu pun merupakan peristiwa
yang logis karena pada saat itu Rindu yang sedang mewarnai sepatu. Setelah itu, terdapat peristiwa pertandingan sepakbola antara
Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa dengan kapten kesebelasan Sekolah Bening yang dipegang oleh Mada.
“Kali ini sekolah Mada akan melawan sekolah dari luar kota Ini adalah pertandingan persahabatan
Yang selama ini tertunda Mada dipercaya sebagai penyerang seperti biasa
Para guru dan para siswa tengah menanti pertandingan Inilah pertandingan sepak bola
Antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa.
”
115
Akan tetapi, pada sekuen 69 menjelaskan peristiwa Hakim yang sedang mengamen bis kota dengan lantang dan gembira.
“Sementara di luar sana, di sebuah jalan raya kota Ayah Mada sedang mengamen di bis kota
Dia menyanyi penuh lantang dan gembira. ”
116
Kemudian, pada sekuen 70 kembali menjelaskan pada pertandingan sepakbola Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa.
“Lihat, Mada sedang menggiring bola Mada terus berlari membawa bola ke depan lawannya
Tiga lawan maju menghadang, tapi Mada bisa melewatinya Kini Mada gawang lawan sangat dekat di hadapan Mada
Sementara kiper lawan sudah bersiap dengan tendangan Mada ternyata Mada tidak menendang langsung,
Tapi dioperkan kepada Arya
115
Abdullah Wong, op cit, h.133.
116
Ibid, h.133.
85
Arya tidak menyia-nyiakan operan dari Mada Arya segera menjemput bola dan langsung menendangnya
Yeah, tendangan Arya menerobos masuk dengan kerasnya “Goool”
117
Kemudian, peristiwa kembali pada Hakim yang sedang menyanyi di sebuah warung tenda. Menyanyi sebuah lagu tentang jiwa merdeka dengan
merdunya. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 71. “Sementara
Ayah Mada sedang menyanyi di sebuah warung tenda Hakim menyanyi lagu tentang jiwa merdeka dengan
Merdunya.
”
118
Pertandingan sepakbola pun usai. Tim Sekolah Dasar Bening tampil sebagai juara karena kerjasama Mada yang mengoper bola kepada Arya
dan akhirnya Arya mencetak gol untuk Sekolah Bening. Setelah itu, terdapat peristiwa Arya dan ibunya pada sekuen 72.
“Ketika semua sedang bersorak gembira Dari jauh Arya melihat ibunya
Arya berlari menuju ibunya yang berdiri di tepi lapangan bola Arya berlari dan segera memeluk ibunya
Mereka berpelukan dan tak terasa saling meneteskan airmata Mungkin terbayang, andai saja ayah Arya ada di sisi mereka.
”
119
Kemudian, Mada dan kawan-kawannya merayakan kemenangan mereka melawan Sekolah Perkasa. Pesta kemenangan tersebut digelar di
halaman rumah Diwan yang rindang. Kemudian pada sekuen 73, Nia menceritakan kelanjutan mengenai Kisah Gunadarma.
“...Setelah Nia datang, Entah mengapa semua merasa gembira
Ternyata mereka tengah menantikan Nia bercerita
“Nah, ini dia sang pencerita kita,” teriak Arya “Wah, ternyata Nia datang juga,” demikian tutur Mada
“Bagaimana, serius mau mendengar lanjutan Gunadarma?” “Tentu Nia. Sejak ibu guru pergi, kami tak tahu nasib
Gunadarma. ”
“Baiklah, saya akan bercerita,
117
Abdullah Wong, op cit, h.134.
118
Ibid, h.134.
119
Ibid, h.135.
86
Memang sudah sampai di mana Kalian dengan cerita Gunadarma?
” “Anu, kalau tidak salah,
Cerita sampai ketika Gunadarma di hutan Gunadarma. ”
120
Berdasarkan penjabaran di atas menjelaskan peristiwa pertandingan sepakbola Sekolah Bening dan Sekolah Perkasa merupakan peristiwa yang
terjadi secara kronologis karena pertandingan tersebut merupakan pertandingan persahabatan antara Sekolah Bening dan Sekolah Perkasa.
Selain itu, peristiwa yang menjelaskan Mada menjadi seorang penyerang dan kapten kesebelasan bertujuan untuk menggambarkan
penokohan Mada. Diusianya yang sudah dewasa dan duduk di bangku SMA, Mada dijadikan seorang kapten kesebelasan sekolahnya. Hal ini
tentunya menunjukkan bahwa sosok Mada diusianya 22 tahun adalah sosok yang dewasa diantara kawan-kawannya dan juga memiliki jiwa
pemimpin. Selain itu, Mada juga digambarkan sebagai sosok yang dapat bekerjasama.
Peristiwa pertandingan sepakbola antara Sekolah Bening melawan Sekolah Perkasa hingga akhirnya Sekolah Bening memenangkan
pertandingan setelah gol yang dicetak oleh Arya melalui operan yang diberikan oleh Mada dengan petistiwa Hakim yang mengamen di bis kota
dengan warung tenda dengan membawakan lagu tentang jiwa medeka merupakan peristiwa yang terjadi secara logis dan bersifat kuat karena
peristiwa tersebut merupakan peristiwa pararel yang terikat pada latar suasana yang sama, yaitu menunjukkan suasana merdeka dan kemenangan.
Pada sekuen 74 peristiwa berlanjut dengan menceritakan sosok ayah Nia, Mantra yang datang mengunjungi rumah Mada untuk bertemu Hakim.
“Sebuah mobil berhenti dan parkir di depan rumah Kemudian keluar seorang lelaki yang sangat ramah
Dia tersenyum kepada Mada, juga pada Rindu adiknya Lalu dia melangkah menuju ayah dan ibu Mada
“Maaf, benarkah ini tempat tinggal Pak Hakim?” “Benar, Pak. Saya sendiri Hakim.”
120
Abdullah Wong, op cit, h.126.
87
“Maaf, Pak Hakim. Perkenalkan, nama saya Mantra.”
121
Sementara Hakim dan Mantra asyik mengobrol, Mada dan Sophia menemani Rindu yang sedang bermain boneka. Kemudian, Sophia
menceritakan Kisah Boneka kepada Rindu. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 76.
“Wah, Ibu. Mamanya Anton seperti malaikat saja.” “Ya, Rindu. Kamu pun bisa menjadi malaikat juga...”
122
Setelah peristiwa di atas, dijelaskan kembali mengenai peristiwa Hakim dan Mantra yang masih berbincang di teras rumah. Akhirnya,
setelah Mantra pamit pulang, Hakim masuk ke dalam rumah dengan wajah senang.
“...Ternyata, Pak Mantra adalah seorang produser musik di ibu kota,
Tadi Ayah Mada mendapat tawaran kerja Kebetulan, Pak Mantra sedang mencari komposer dengan
Segera Dan baru saja, Ayah Mada diminta segera bekerja
...” ...Rindu tiba-tiba berkata singkat,
“Ayah, apakah tamu tadi seorang malaikat?”
123
Peristiwa yang dijabarkan di atas mengenai kedatangan Mantra ke rumah Hakim untuk menawarkan sebuah pekerjaan dengan peristiwa
Sophia yang menemani Rindu bermain boneka merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis. Peristiwa ini merupakan peristiwa pararel yang
terikat pada latar tempat dan waktu yang sama, yaitu rumah Hakim. Selain itu, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang terjadi secara
logis dan bersifat kuat. Kedatangan Mantra merupakan hasil dari rencana Nia dan kawan-kawannya yang bicara kepada Mantra untuk mau
memproduseri lagu-lagu yang diciptakan oleh Hakim. Kedatangan Mantra yang menawarkan pekerjaan kepada Hakim hingga akhirnya ia bekerja
121
Abdullah Wong, op cit, h.147-148.
122
Ibid, h.151.
123
Ibid, h.152.
88
sebagai komposer lagu bersama Mantra berakibat pada kehidupan Mada yang kembali seperti semula.
Kemudian, peristiwa Sophia yang menemani Rindu bermain boneka hingga akhirnya ia menceritakan Kisah Boneka juga merupakan peristiwa
yang logis dan bersifat kuat. Kisah Boneka tersebut diceritakan oleh Sophia karena pada pada saat yang bersamaan Rindu sedang bermain
boneka. Selain itu, Kisah Boneka memiliki keterkaitan dengan ibu Anton, karena Kisah Boneka tersebut merupakan pengalaman pribadi yang
dialami oleh ibu Anton. Melalui cerita ini, ibu Anton digambarkan seperti seorang ibu yang baik, penyayang, suka memberi, dan tidak sombong. Hal
ini tentunya berbanding terbalik dengan sikap Anton yang sombong. Melalui cerita itu, dapat disimpulkan bahwa orangtua Anton adalah orang
yang baik. Akan tetapi, Anton menjadi anak yang sombong karena orangtuanya kaya dan ia merasa memiliki segalanya. Secara tidak
langsung, melalui kisah tersebut juga bertujuan untuk menjelaskan sosok Anton.
Pada sekuen 77 menjelaskan peristiwa Hakim yang membawa kabar baik untuk keluarganya mengenai kedatangan Mantra.
“Ternyata, Pak Mantra adalah seorang produser musik di ibu kota,
Tadi, ayah Mada mendapat tawaran kerja Kebetulan, Pak Mantra sedang mencari komposer dengann
Segera Dan baru saja, ayah Mada diminta segera bekerja
Ayah harus segera membuat lagu lagu dan irama ...Rindu tiba-tiba berkata singkat,
“Ayah, apakah tamu tadi seorang malaikat?”
124
Berdasarkan kutipan di atas, peristiwa terjadi secara kronologis karena Hakim membawa kabar baik tersebut setelah Mantra pamit pulang
dari rumahnya. Kata-kata yang diucapkan Rindu yang berkaitan dengan pertanyaan mengenai apakah Mantra adalah seorang malaikat
berhubungan dengan Kisah Boneka yang diceritakan Sophia kepada Rindu
124
Abdullah Wong, op cit, h.152.
89
yang merupakan pengalaman pribadi ibu Anton yang telah menolong seorang anak kecil yang Rindu anggap bahwa ibu Anton adalah seorang
malaikat karena membantu orang lain, sama halnya dengan Mantra yang membantu Hakim.
Setelah peristiwa kedatangan Mantra ke rumah Hakim, pada sekuen 78 menjelaskan kehidupan Hakim dan keluarganya kembali seperti
semula. Mada kembali menempati rumahnya dan Hakim mendapatkan pekerjaan sebagai komposer lagu.
“Oh betapa bahagia hati Mada Sekarang bisa kembali pulang ke rumah sebelumnya
Setelah Hakim bekerja bersama Pak Mantra Kehidupan mereka kembali seperti semula
Mada bersama semua keluarga memang sangat bahagia.
”
125
Kehidupan Hakim dan keluarganya memang kembali seperti semula. Akan tetapi, Mada merasa sedih karena sekarang, Hakim sibuk bekerja.
“Lihatlah Hakim yang kini sibuk bekerja. Sejak Hakim terlibat kerjasama dengan Pak Mantra,
Semua terasa berbeda setidaknya itu yang dirasakan Mada Hakim kini jarang pulang dan tinggal bersama keluarga
Mada Dan Rindu jarang sekali berjumpa dengan ayahnya
Tentu saja sang ibu hanya bisa menghibur anak-anaknya ...Kesibukan Hakim seakan harus dibayar dengan keluarga
Kini Hakim tak sempat lagi mengurusi keluarga Meski hanya untuk menanyakan bagaimana kabar sekolah
Mada Mada merasa sepi, dan tidak mendapat perhatian ayahnya.
”
126
Kesedihan Mada terus berlangsung hingga ia berangkat sekolah. Mada bersedih karena merasa ditinggalkan ayahnya.
“Sampai di gerbang sekolah, Mada berpapasan dengan Nia Ketika itu, baru saja turun dari mobil dengan riang
Gembira Sementara Mada berjalan kaki
Sambil menundukkan wajahnya ...Nia merasakan ada sesuatu yang lain pada diri Mada
125
Abdullah Wong, op cit, h.154.
126
Ibid, h.154-155.
90
Padahal biasanya Mada sangat gembira Meskipun dalam kondisi menderita, Mada tetap gembira
Tapi kali ini sangat berbeda. ”
127
Di sekolah, kawan-kawan Mada membahas kembali mengenai rencana mereka untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma.
Peristiwa ini terdapat pada sekuen 80. “Nia, liburan sekolah sudah hampir tiba.
Kapan kita memulai rencana kita? ” Diwan memulai berbicara
“Rencana yang mana, ya?” “Kamu lupa, Nia? Rencana mencari Buku Gunadarma”
“Oh iya, tentu saja. Aku selalu ingat rencana kita, Diwan. Bukan begitu, Mada?
” Mada hanya mengangguk, seakan tak punya selera.
128
Perbincangan Mada dan kawan-kawannya di sekolah mengenai kelanjutan rencana mereka untuk melakukan petualangan mencari Buku
Gunadarma berlanjut pada sekuen 81. Mada meminta izin kepada Sophia dan Hakim untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma.
Kemudian, Hakim meminta maaf kepada Mada mengenai kesibukannya selama ini.
“Mada meminta izin dan restu kepada Sophia, ibunya Ketika ayahnya pulang, Mada juga meminta restunya
... ”Mada, ayah minta maaf kepadamu.
Mungkin akhir-akhir ini, ayah kurang memperhatikanmu, Ayah selama ini benar-benar diselimuti kesibukan baru,
Ayah sendiri khawatir, Bila Mada punya prasangka kepadaku,
Aku sebagai ayahmu, tentu saja selalu memikirkanmu, Ayah berjanji, ayah akan selalu punya waktu untukmu,
Kita akan kembali bermain, berdiskusi, juga berbagi cerita Cerita baru
Apakah Mada mau memaafkan aku?
”
129
Pada sekuen 83, kawan-kawan Mada meminta izin kepada orang tuanya masing-masing untuk melakukan petualangan mencari Buku
Gunadarma.
127
Abdullah Wong, op cit, h.155-156.
128
Ibid, h.156.
129
Ibid, h.157.
91
“Sementara di rumah kawan-kawan Mada, Masing-masing dari mereka sedang berpamitan kepada orang
Tua mereka Semua meminta restu kepada orangtua.
”
130
Berdasarkan kutipan di atas, rangkaian peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang terjadi secara kronologis. Selain itu, peristiwa
tersebut merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena setelah Hakim bekerja dengan Pak Mantra, Hakim kembali ke rumahnya karena ia
bisa menebus surat-surat rumahnya yang ia gadaikan kepada Pak Krisna, akan tetapi pekerjaannya sebagai komposer lagu di ibukota membuatnya
menjadi sibuk. Hakim jarang pulang ke rumah dan tidak lagi memperhatikan Mada. Akan tetapi, kesedihan Mada yang merasa Hakim
tidak memperhatikannya lagi tidak berlangsung lama karena Hakim meminta maaf kepada Mada hingga akhirnya semua masalah selesai
setelah dibicarakan dengan baik-baik dan dengan saling pengertian. Selain itu, peristiwa di sekolah yang membahas mengenai rencana
untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma pun merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena rencana tersebut kembali
dibahas setelah keadaan kehidupan Mada kembali seperti semula. Mada tidak lagi hidup dalam kemiskinan dan harus bekerja membantu kedua
orang tuanya. Akhirnya, mereka memutuskan untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma dan meminta izin kepada orang tua
mereka masing-masing. Mereka melanjutkan kembali rencana untuk melakukan petualangan mencari Buku Gunadarma karena rasa penasaran
yang besar akan akhir cerita Gunadarma. Pada sekuen 84, petualangan Mada dan kawan-kawannya mencari
Buku Gunadarma pun dimulai. “...Dan tiba-tiba, sudah sampai di saat liburan
Hari yang lama dinantikan Liburan kali ini pastilah lebih istimewa dari biasa
Karena Mada dan teman-teman akan bertualang mencari
130
Abdullah Wong, op cit, h.158.
92
Buku Gunadarma Pada Sabtu pagi pukul sembilan,
Sesuai dengan kesepakatan yang dibulatkan Telah datang ke rumah Mada dan teman-teman satu perjuangan.
”
131
Setelah rencana Mada dan kawan-kawannya untuk berpetualang mencari Buku Gunadarma tertunda karena peristiwa Mada yang
mengalami kesulitan, akhirnya petualangan tersebut pun terlaksana. Petualangan dimulai dengan berkumpul di rumah Mada. Sebelum
berangkat, Mada dan kawan-kawannya menyusun rencana dengan Mada yang bertugas sebagai pemimpin rapat. Peristiwa ini dapat dilihat pada
sekuen 85. “Mada selaku pemimpin rapat menerangkan
Saat melakukan aktifitas di luar ruangan, Tubuh kita bekerja tidak seperti biasa
Terik matahari menguras cairan tubuh, ...Di situlah vitamin C banyak membantu
Karena ia mengandung antioksidan tinggi, Yang dapat menangkal radikal bebabs dan meningkatkan
Kesegaran.
”
132
Pada sekuen 86 perjalanan pun dimulai. Mereka bersama-sama menuju barat kota untuk mencari angkutan umum, yakni sebuah minibus
elf berwarna dasar merah dengan garis kuning tebal melintang. Setelah menemukan minumus tersebut, mereka langsung naik. Setelah menunggu
lama, mobil yang mereka naiki untuk sampai di Desa Purna Indra pun mulai berjalan. Setelah melewati pesawahan, kebun tebu, bukit dan
pegunungan, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. “Setelah melintasi bukit dan pegunungan,
Angkutan kota menghentikan perjalanan “Anak-anak, kalian sudah sampai di tujuan.”
Mereka semua turun dan membayar ongkos angkutan. “Kalian terus berjalan, nanti di sana ada pertigaan.
Kalau sudah di pertigaan kalian akan menemukan rumah Yang nyaman.
Bertanyalah kalian di sana. Itu saja. Dan hati-hati di jalan.
”
133
131
Abdullah Wong, op cit, h.159.
132
Ibid, h.160.
93
Setelah berjalan dengan mengikuti petunjuk supir minibus, akhirnya mereka menemukan sebuah rumah mungil di sebrang jalan. Sebuah rumah
yang terbuat dari kayu dengan tulisan besar “Klinik Kesehatan Alami”
pada sebuah papan di atas pintunya. “Tiba-tiba seorang kakek tua menyambut mereka di depan pintu
...Kulitnya keriput, Di wajahnya melintang garis-garis dari lipatan kulitnya yang
Layu Rambut dan jenggotnya sudah memutih,
Tidak ada yang masih hitam betapapun satu ...Tapi si kakek tampak terlihat kuat dan bugar.
”
134
Ternyata, kakek tua tersebut membuka Klinik Kesehatan Alami. Kemudian, pada sekuen 89, kakek tua tersebut memberitahu mengenai
khasiat obat-obatan yang ada di kliniknya. Obat-obatan tersebut dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
“Setelah memasuki rumah itu Aroma rempah-rempah segera menusuk hidung mereka
Banyak toples berukuran sedang berjajar di atas meja Terbuat dari kaca bersih tidak berdebu
Di dalam toples itu berisi umbi-umbian, Akar-akaran, dan dedaunan
Mengingat tulisan yang terpampang tadi di depan Pastilah semuanya digunakan untuk pengobatan.
”
135
Kemudian, Mada bertanya kepada kakek tua tersebut mengenai Desa Purna Indra.
“Kakek, kami sedang mencari desa Purna Indra, tahukah Di mana?
” Mada bertanya. “Oh, itu mudah sekali. Ikuti saja jalan raya di depan itu.
Sekitar lima kilometer dari sini. Ayo ikuti kake k.”
“Maksudnya, kakek mau mengantar kami?” “Iya, ayolah.”
“...Kita naik apa ke sana kek? Giliran Diwan bertanya “Berjalan kaki.”
“Apa? Berjalan kaki?” “Iya. Kakek akan mengantar kalian ke Pak Cakra. Ia
133
Abdullah Wong, op cit, h.169-170.
134
Ibid, h. 172.
135
Ibid, h.172-173.
94
Penduduk asli Desa Purna Indra. Tempatnya bekerja tidak Jauh dari sini, cukup lima menit berjalan ka
ki.” “...Nanti kakek akan menyuruh Pak Cakra memberikan kalian
Tumpanga n.”
“Memang pak Cakra punya mobil?” Ihsan bertanya. “Bukan. Pak Cakra punya rakit bambu.”
“...Kalian harus menyebrangi sungai Mawasdiri yang lebar.”
136
Kemudian, Diwan bertanya mengenai nama Desa Purna Indra. “Kek, kalau boleh tahu, kenapa namanya Desa Purna Indra?”
“Oh ini bukan Purna Indra, tapi Desa Purna Raga. Ketika kalian melewati perkebunan tebu,
Itu adalah perbatasan Desa Purna Raga. Purna Raga membentang dan berbatasan dengan sungai
Mawasdiri. Nah, kalau kalian telah menyebrangi sungai Mawasdiri,
Itulah Desa Purna Indra.
”
137
Setelah Diwan, kini giliran Arya yang bertanya mengenai sejarah dan arti tertentu dari nama-nama desa tersebut. Kakek tua pun
menceritakan mengenai sejarah dan arti dari nama-nama desa tersebut. “...Purna Raga artinya tubuh atau jasad.
Nah, siapa pun yang ingin memulai perjalanan abadi, semua Hal yang berkaitan dengan tubuhnya harus diselesaikan lebih
Dulu.” “...Tubuh adalah lambang keberadaan lahiriah manusia.
Alam lahiriah harus dijaga dan dirawat. Caranya dengan menjaga kesehatan tubuh.
Kita bisa melakukannya dengan olahraga, Dan kebiasaan makan dan minum yang baik dan benar.
138
Kemudian Ihsan bertanya mengenai sejarah dan arti nama Desa Purna Indra.
“...Purna Indra, artinya urusan indera kita harus diselesaikan Dan disempurnakan.
Kita semua punya panca indera yang lima. Kelima indera itu Adalah untuk pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa,
Dan peraba. Semua unsur indera itu harus dikerahkan dengan Baik. jika kita pertajam semua indera itu,
136
Abdullah Wong, op cit, h.174-175.
137
Ibid, h.175.
138
Ibid, h.175.
95
Kita akan banyak mengetahui hal-hal yang lebih dalam lagi. ”
139
Rangkaian peristiwa di atas, mulai dari keberangkatan Mada dan kawan-kawannya menuju Desa Purna Indra adalah peristiwa yang terjadi
secara kronologis. Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Sesampainya di Desa Purna Indra mereka berjalan dan
menemukan sebuah rumah yang ternyata merupakan sebuah klinik kesehatan alami milik seorang kakek tua. Kemudian, kakek tua tersebut
memberitahukan mengenai khasiat obat-obatan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit karena di tempat tersebut merupakan klinik
kesehatan alami. Kemudian, sang kakek menanyakan maksud kedatangan Mada dan kawan-kawannya yang ingin pergi ke Desa Purna Indra.
Akhirnya, kakek tersebut menceritakan mengenai sejarah nama Desa Purna Indra dan Purna Raga. Peristiwa yang menceritakan mengenai
khasiat obat-obatan berkaitan dengan kakek tua pemilik Klinik Kesehatan Alami yang mereka temui dan memberikan Mada bingkisan kecil berisi
obat anti racun yang berasal dari tumbuhan dan kemudian peristiwa yang menceritakan mengenai sejarah dan arti nama Desa Purna Indra dan Purna
Raga berkaitan dengan tempat tujuan dan tempat mereka singgah sekarang.
Kakek tua tersebut mengantarkan Mada dan kawan-kawannya menuju rumah Pak Cakra seorang pengrajin kaca penduduk asli Desa
Purna Indra. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 90. “Itulah dia Pak Cakra,
Pengrajin kaca dari desa Purna Indra Tempat di mana buku Gunadarma berada
“...Kalian tunggulah di sini sebentar. Pak Cakra akan mengantar kalian.
Sekarang kakek akan pulang dulu. ”
“Terimakasih banyak ya, Kek.” Mereka serempak berseru.
140
139
Abdullah Wong, op cit, h.176.
140
Ibid, h.181.
96
Setelah bertemu dengan Pak Cakra, Mada dan kawan-kawannya berpisah dengan kakek tua yang memberikan sebuah bingkisan kecil
kepada Mada. Bingkisan tersebut berisi obat anti racun yang sewaktu- waktu bisa digunakan oleh Mada.
Setelah itu, Pak Cakra mengajak Mada dan kawan-kawannya untuk bersiap-siap. Akan tetapi, pada sekuen 91 dijelaskan bahwa Ihsan dan
Diwan tidak dapat melanjutkan petualangan mencari Buku Gunadarma. Hal ini dikarenakan Ihsan sakit dan Diwan harus mengantarkannya
kembali pulang ke rumah. “Ihsan kenapa?” Mada bertanya kepada Diwan.
“Entahlah Mada. tiba-tiba ia merasa mual.” “Kamu masuk angin?” Nia bertanya
“Entahlah. Tapi setelah memakan panganan tadi tiba-tiba Perutku terasa ane
h.” “Panganan?” Affwah bertanya
“Iya, tuh. Ihsan sejak berangkat di mobil, tidak berhenti Makan.
Semua bekal yang ia bawa ludes ia makan. ”
141
Berdasarkan kutipan tersebut dijelaskan bahwa Ihsan mual dan sakit karena ia terlalu banyak makan hingga semua bekal yang ia bawa habis.
Peristiwa tersebut merupakan peristiwa logis yang bersifat kuat karena terlalu banyak makan, Ihsan menjadi mual dan sakit perut sehingga ia
tidak bisa melanjutkan perjalanan mencari Buku Gunadarma. Begitu juga dengan Diwan karena harus menemani Ihsan pulang ke rumah. Kawan-
kawan Mada merupakan kawan yang setia. Sikap Diwan yang memutuskan untuk menemani Ihsan pulang ke rumah dan tidak
melanjutkan perjalanan mencari Buku Gunadarma adalah karena sikap setia kawan yang ia milliki. Diwan mengorbankan kepentingan pribadinya
demi membantu sahabatnya. Akan tetapi, melalui kutipan di atas peristiwa menjelaskan mengenai
Ihsan yang tidak berhenti makan selama di perjalanan merupakan peristiwa yang tidak masuk akal, karena sebelumnya ketika dalam
141
Abdullah Wong, op cit, h.185-186.
97
perjalanan menuju Desa Purna Indra tidak dijelaskan bahwa Ihsan makan selama di perjalanan.
Kemudian, tanpa Ihsan dan Diwan, Pak Cakra diikuti Mada, Arya, Nia, Angelica, dan Affwah melanjutkan perjalanan melintasi hutan bambu
yang rimbun menuju sungai Mawasdiri. Akan tetapi, rakit Pak Cakra hilang terbawa arus sungai. Peristiwa ini dapat dilihat pada sekuen 92.
“Oh, sepertinya rakitku terbawa arus.” “Ada apa, Pak Cakra?” tanya Angelica dengan serius
“Rakit, Nak. Rakitku terbawa arus.” Kami semua mendekati Pak Cakra
“Sepertinya di puncak gunung sedang turun hujan.” “Bagaimana Pak Cakra tahu, kalau di lereng gunung sedang
Turun hujan? ”
“Ya, lihat saja sungai itu. Arusnya sangat deras, Bahkan rakit yang aku ikat di pohon Akasia itu pun terseret
Arus. ”
142
Pak Cakra menanyakan keseriusan Mada dan kawan-kawannya untuk menyebrangi sungai Mawasdiri. Mada, Arya, dan Nia menjawab
siap dengan kompak, kecuali Affwah dan Angelica. Mereka merasa takut untuk menyebrangi sungai Mawasdiri. Akhirnya, pada sekuen 93, Pak
Cakra memutuskan untuk membuat rakit bambu baru sambil menunggu arus hujan kembali normal.
“Mereka kembali tak mampu bicara Sementara Pak Cakra mendekati mereka berlima
“Jika ada yang takut, bagaimana kalau kita menunggu sampai Arus sungai kembali menjadi normal. Selama menunggu, saya
Akan membuat rakit bambu yang baru. ”
143
Pak Cakra dibantu Mada dan Arya membuat rakit. Sedangkan, Nia, Affwah, dan Angelica membantu Bu Cakra menyiapkan makan siang.
“Aku harap, kalian perempuan Membantu ibu di rumahku
Sebentar lagi ibu pasti pulang, dia akan memasak untukku Bantulah ibu di rumah, biarkan Arya dan Mada membantu
Menebang pohon bambu.
”
144
142
Abdullah Wong, op cit, h.189.
143
Ibid, h.190.
98
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa peristiwa terjadi secara logis dan bersifat kuat. Mada dan kawan-kawannya melanjutkan
perjalanan dipimpin oleh Pak Cakra. Akan tetapi, rakit milik Pak Cakra hanyut terbawa derasnya arus sungai yang terjadi karena hujan lebat
hingga akhirnya mereka harus membuat rakit baru terlebih dahulu. Hal ini berakibat pada sekuen 95 yang menjelaskan bahwa Mada dan kawan-
kawannya menginap di rumah Pak Cakra. “Matahari yang sedari tadi terik, kini seperti memudar
Mendung mulai datang, bahkan petir-petir kecil mulai Terdengar
“...Anak-anak, hujan sebentar lagi turun. Apakah kalian masih mau meneruskan membuat rakit?
” Tentu, Pak Cakra
.” Baiklah, mari kita lanjutkan.
”
145
Berdasarnya kutipan di atas, dapat disimpulkan cuaca pada saat itu sedang buruk. Langit mendung, petir, dan seperti akan turun hujan menjadi
penyebab yang mengakibatkan Mada dan kawan-kawannya menginap di rumah Pak Cakra, karena terlalu membahayakan bila cuaca buruk mereka
harus menyebrangi sungai Mawasdiri. Pada malam hari, Mada dan kawan- kawannya menyusun rencana mengenai perjalanan yang akan mereka
lanjutkan besok. “Di ruang tengah,
Di antara serpihan dan tumpukan kaca-kaca yang pecah Mereka sedang menyusun rencana esok, agar terarah.
”
146
Pagi pun tiba. Mada dan kawan-kawannya berkemas untuk melanjutkan perjalanan. Pak Cakra datang membawa berita bahwa arus
sungai mawasdiri masih sangat deras. Mada, Arya dan Nia siap untuk menyebrangi sungai mawasdiri, tetapi Affwah dan Angelica tampak ragu,
sedih dan takut. Akhirnya, mereka menyebrangi sungai mawasdiri tanpa Affwah dan Angelica.
144
Abdullah Wong, op cit, h.191.
145
Ibid, h.195.
146
Ibid, h.195.
99
“...Biarlah Affwah dan Angelica menunggu di rumah ini. Menemani istri saya, sambil menunggu kedatangan kalian
Dari Desa Purna Rasa. Bagaimana? ”
Semua mengangguk setuju. ...Mada, Nia, dan Arya
Pak Cakra dengan segala perlengkapannya Berjalan menuju sungai Mawasdiri yang terkenal berbahaya
Sementara Affwah dan Angelica Melepas kepergian tiga sahabatnya
Mereka tetap tinggal, bersama ibu Cakra Hati-hati, kalian semua.
” Dalam hati Affwah berdoa.”
147
Peristiwa tidak ikutnya Affwah dan Angelica adalah peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Mereka merasa takut disebabkan karena arus
sungai Mawasdiri yang masih deras. Akhirnya, mereka tidak melanjutkan petualangan untuk mencari Buku Gunadarma.
Pak Cakra, Mada, Arya dan Nia menyebrangi sungai Mawasdiri hingga sampailah mereka di Desa Purna Indra. Kemudian, mereka
bertanya pada penduduk setempat mengenai keberadaan taman bacaan di desa tersebut. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 97.
“Maaf, Pak kami mengganggu.” Mada bertanya kepada seorang yang sedang membelah kayu
Lelaki itu menghentikan pekerjaannya, lalu menatap wajah Mada
“Ya, apa yang bisa saya bantu?” Dengan suara yang sangat gagah lelaki itu menyapa Mada
“kami dari kota. Kami kemari sedang mencari taman bacaa
n.” “Taman bacaan?” ia heran
“Ya, Pak. Taman bacaan, tempat menyimpan buku-buku,” Tambah Arya
“Betul, Pak. Taman bacaan atau perpustakaan,” tambah Nia.
148
Setelah mengingat-ingat mengenai Taman Bacaan yang dimaksud Mada, Arya, dan Nia. Akhirnya, bapak tersebut mengatakan bahwa Taman
Bacaan yang mereka maksud sudah tidak ada setelah kejadian meletusnya Gunung Suwung.
147
Abdullah Wong, op cit, h.198.
148
Ibid, h.201.
100
Oh, taman bacaan? ” rupanya lelaki itu baru mengingatnya
“Kalau taman bacaan yang kalian inginkan, sayang sekali Anak-anak, semua sudah tidak ada
.” “Tidak ada? Maksud Bapak bagaimana?
” “Kalian lihat gunung itu? Lihat, di lereng gunung itu terlihat
Jelas tumpukan batu-batu yang kini telah berlumut itu. Batu-batu yang mirip candi itu adalah perpustakaan yang kalian
Maksud itu.
“Lalu apa yang terjadi dengan taman bacaan itu, Pak?” “Kalau tidak salah, seratus tahun yang lalu Gunung Suwung
Pernah meletus. Semua yang ada di bawah hancur, terbakar Dan hangus. Tapi tak lama, tempat ini kembali hidup, bahkan
Semakin subur dan mak
mur.”
149
Akhirnya, mereka melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi pohon-pohon dan semak-semak. Tanpa diduga, Arya digigit
ular. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 98. “Ketika itu,
Mereka tak menyadari sebuah bahaya datang “Auw Aduuh, sakiit” Arya berteriak mengerang
Arya lalu terjungkal dan berguling di tanah lapang Seekor ular melintas lalu secepat kilat menghilang
“Arya, kamu kenapa?” Tanya Nia panik “Arya digigit ular” Jawab Arya sambil memekik”
150
Peristiwa Mada, Arya, dan Nia yang bertanya pada penduduk Desa Purna Indra mengenai taman bacaan di desa tersebut yang ternyata sudah
hancur dan hangus merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Mereka mendapatkan jawaban bahwa ternyata taman bacaan yang mereka
maksud telah hancur dan hangus. Maka, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju taman bacaan yang mereka cari yang
terletak di sebuah tanah lapang. Mereka kecewa tetapi memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan melihat taman bacaan tersebut meski tidak
dapat menemukan Buku Gunadarma hingga akhirnya diperjalanan Arya digigit ular.
149
Abdullah Wong, op cit, h.201-202.
150
Ibid, h.203.
101
Peristiwa Arya yang digigit ular juga merupakan peristiwa yang logis karena jalan yang dilalui mereka jalan setapak yang dipenuhi oleh
pohon rimbun dan semak-semak. Di mana tempat tersebut merupakan tempat tinggal ular.
Mada dan Nia panik. Mada menggendong Arya dan Nia menopang dari belakang sambil membawakan tas Arya. Mereka berlari menuju
sebuah rumah gubuk yang mereka lihat di atas tanah lapang. Pada sekuen 99, mereka bertemu seorang nenek pemilik rumah gubuk tersebut.
“Tanpa pikir panjang lagi Mada merebahkan Arya di teras Rumah
“Maaf, Nek. Bolehkah kami merebahkan kawan saya ini? Dia Terluka para
h.” “Oh, silakan. Ada apa dengan kawanmu? Kenapa kakinya
Berdarah? ”
“Dia digigit ular, Nek,” jawab Nia yang semakin gelisah.”
151
Nia ingat mengenai obat penawar racun yang diberikan oleh kakek tua dari Desa Purna Raga. Setelah membubuhkan obat penawar racun
tersebut di atas luka Arya dan meminumkannya kepada Arya, Arya jatuh pingsan tidak sadarkan diri.
“Mada Bukankah kamu diberi obat penawar racun oleh Kakek dari Desa Purna Raga itu?
” “Oh, iya, Nia. Aku ingat. Ya, aku segera mengambilnya.”
Mada mengeluarkan bungkusan kecil dari dalam tasnya Ia membubuhkan obat itu di atas luka Arya
Lalu ia meminumkannya pada Arya
“Arya, minumlah. Ini penawar racun dari Purna Raga.” Setelah Arya meminum itu, ia jatuh pingsan dan menutup
Mata. ”
152
Peristiwa Mada dan Nia yang membawa Arya ke sebuah rumah yang pemiliknya adalah seorang nenek tua merupakan peristiwa yang logis
karena rumah tersebut adalah satu-satunya rumah yang terletak di atas tanah lapang yang dilihat oleh Mada dan Nia. Hal ini dibuktikan melalui
kutipan di bawah ini.
151
Abdullah Wong, op cit, h.204.
152
Ibid, h.204.
102
“Mada, ini harus bagaimana?” “Tenang, Nia. Kita harus mencari penawarnya.”
“Nia, ayo kita angkat ke atas sana. Aku lihat ada rumah Gubuk di atas sana
.”
153
Setelah itu, Peristiwa Mada yang memberikan obat anti racun kepada Arya juga merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat, karena obat
anti racun tersebut merupakan obat pemberian dari kakek tua yang mereka temui di Desa Purna Raga. Peristiwa kakek tua yang memberikan
bingkisan obat anti racun kepada Mada terjadi pada sekuen 90 dan peristiwa Arya yang digigit ular terjadi pada sekuen 98.
Mada dan Nia mengangkat Arya ke dalam kamar untuk beristirahat. Setelah itu, Mada dan Nia beristirahat di teras. Dari kejauhan, mereka
melihat seorang perempuan yang tidak asing bagi mereka. Ternyata perempuan itu adalah Aminah Mukhlas.
“Lho, Mada, Nia, kenapa kalian ada di sini?” Keduanya seperti disambar petir,
Tapi kami tak perduli Keduanya segera berdiri dan berlari
Lalu keduanya memeluk erat perempuan yang sangat mereka Kenali.
Meski tubuh mereka lemas, Tapi mereka tak lagi cemas,
Bahkan hati mereka terasa lega dan puas Inilah Ibu Aminah Mukhlas.
154
Mada dan Nia pun menceritakan mengenai petualangan yang sudah mereka lewati untuk mencari Buku Gunadarma.
Mada pun bercerita tentang perjalanan bersama kawan- kawannya
“...Mada dan Nia mulai bercerita tentang Ihsan dan Diwan Juga Affwah, Angelica, dan juga Arya.
”
155
Kemudian, Aminah Mukhlas menanyakan mengenai tujuan Mada dan kawan-kawan datang ke Desa Purna Indra.
153
Abdullah Wong, op ci,, h.204.
154
Ibid, h.207.
155
Ibid, h.208.
103
“Ada gerangan apakah kalian sampai datang kemari, Mada?” “Bu, kami ingin sekali menemukan Buku Gunadarma.”
“Oooh, luar biasa. Karena sebuah buku, kalian melakukan petualangan yang
Luar biasa. ”
156
Aminah Mukhlas mengatakan bahwa Buku Gunadarma yang selama ini mereka cari tidak pernah ada. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 101.
Berikut kutipannya. “Anak-anakku, kalaupun taman bacaan itu masih ada,
Kalian tetap saja tidak akan menemukan Buku Gunadarma. ”
“Bukankah di taman bacaan Gunung Suwung ini ada Buku Gunadarma?
” “Kata siapa? Buku Gunadarma itu tidak pernah ada.”
“Tidak ada? Mada dan Nia menjawab serentak semakin tak Percaya.
”
157
Akhirnya, Aminah Mukhlas melanjutkan Kisah Gunadarma hingga selesai dan hanya Mada dan Nia lah yang mendengarkan kelanjutan Kisah
Gunadarma. Pertemuan Mada dan Nia dengan Aminah Mukhlas adalah
pertemuan yang tidak terduga. Akan tetapi, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat. Mada dan Nia bertemu Aminah
Mukhlas, mereka menceritakan petualangan yang telah mereka lewati, Aminah menanyakan tujuan mereka datang ke Desa Purna Indra, hingga
mereka mengetahui bahwa Buku Gunadarma tidak pernah ada. Selain itu, peristiwa yang menjelaskan bahwa Buku Gunadarma
tidak pernah ada hingga akhirnya Aminah Mukhlas menceritakan Kisah Gunadarma hingga selesai merupakan peristiwa yang logis. Aminah
Mukhlas merupakan orang yang pertama kali menceritakan Kisah Gunadarma dan di akhir cerita, dia yang melanjutkan Kisah Gunadarma
hingga selesai dan hanya Mada dan Nia lah yang mendengar kelanjutan Kisah Gunadarma.
156
Abdullah Wong, op cit, h.208.
157
Ibid, h.209.
104
Peristiwa yang menjelaskan bahwa hanya Mada dan Nia yang mendengar kelanjutan Kisah Gunadarma hingga selesai juga merupakan
peristiwa yang logis karena Mada adalah tokoh utama di dalam ini yang dari awal memiliki ambisi dan semangat untuk melakukan petualangan
mencari Buku Gunadarma tanpa pernah merasa takut. Ia juga sosok yang dewasa dan memiliki jiwa pemimpin di antara kawan-kawannya. Terlebih,
sosok Mada dan Gunadarma memiliki persamaan dalam segi penokohan. Kemudian, Nia yang juga mendengar Kisah Gunadarma merupakan tokoh
yang lebih dulu tahu mengenai Kisah Gunadarma dibandingkan Mada dan yang lainnya. Ia juga merupakan tokoh yang sempat melanjutkan untuk
menceritakan Kisah Gunadarma kepada Mada dan kawan-kawannya. Dua hari berlalu. Mada, Arya, dan Nia hendak pamit pulang kepada
Aminah Mukhlas. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 103. “Dua hari tak terasa, Arya pun kin telah terjaga Mereka
meminta pamit kepada Ibu Aminah Mukhlas “...Jika kalian
ada waktu, datanglah kemari, Ibu akan selalu Menanti. ”
158
Peristiwa perjalanan Mada, Arya dan Nia pulang merupakan peristiwa yang logis dan bersifat kuat karena Arya baru saja sadar dan
bangun dari pingsannya. Setelah itu, Di perjalanan pulang, Mada mengenang perkataan yang disampaikan oleh Pak Cakra. Berikut
kutipannya. “Mada masih ingat perkataan Pak Cakra malam itu,
“Kalau engkau benci pada seseorang Bagaimana engkau bisa bersikap adil pada orang Atau
bahkan bila engkau terlalu cinta pada sesuatu Bagaimana engkau bisa melihat bijak pada sesuatu.
”
159
Kemudian, setelah Mada mengenang perkataan-perkataan yang disampaikan Pak Cakra. Terdapat Kisah Rembulan pada sekuen 105.
158
Abdullah Wong, op cit, h.218.
159
Ibid, h.219.
105
Peristiwa di atas merupakan peristiwa yang logis karena di perjalanan Mada mengingat perkataan Pak Cakra yang berkaitan dengan
pengalaman dan perjalanan dalam kehidupan, serta tentang adab mendengarkan. Mada mengingat semua perkataan Pak Cakra setelah
perjalanan yang ia lalui dalam petualangan mencari Buku Gunadarma. Selain itu, Kisah Gunadarma yang terdapat pada sekuen 105 juga memiliki
pesan mengenai adab mendengarkan. Setelah petualangan mencari Buku Gunadarma, Mada tampak
murung dan gelisah. Ia teringat Kisah Gunadarma. Ia bertanya-tanya mengapa orang baik selalu hidup dengan sengsara. Sama halnya dengan
Gunadarma yang menjalani hidupnya dengan penuh kesengsaraan. Akhirnya, Mada bertanya kepada Hakim mengenai orang-orang baik yang
hidupnya menderita. Hakim menjawab dengan menceritakan Kisah Nabi Musa kepada Mada yang terdapat pada sekuen 107.
Kemudian, pada sekuen 108 Mada teringat cerita yang dikisahkan pamannya mengenai Kisah Seorang Kakek Rajin Beribadah. Kemudian,
Hakim kembali menceritakan sebuah kisah mengenai Seorang Kakek Buta Sakti. Peristiwa ini terdapat pada sekuen 109.
Kemudian, Mada teringat mengenai Kisah Seorang Pendosa yang dituturkan oleh Pak Cakra.
“Mada teringat cerita yang dituturkan Pak Cakra Sewaktu berpetualang mencari Buku Gunadarma
.”
160
Rangkaian peristiwa di atas merupakan peristiwa yang logis karena kisah-kisah yang diceritakan oleh Hakim, Pak Cakra, dan paman Mada
merupakan kisah yang memiliki memiliki persamaan cerita dengan Kisah Gunadarma, yakni mengenai kisah orang-orang baik yang hidupnya
menderita. Akan tetapi, peristiwa yang menjelaskan mengenai Kisah Nabi Musa
yang dituturkan oleh Pak Cakra menjadi tidak masuk akal karena pada
160
Abdullah Wong, op cit, h.233.
106
sebelumnya selama perjalanan petualangan mencari Buku Gunadarma berlangsung tidak pernah diceritakan bahwa Pak Cakra pernah bercerita
mengenai Kisah Seorang Pendosa. Peristiwa terakhir di dalam novel dijelaskan pada sekuen 111
mengenai surat yang diberikan oleh Nia kepada Mada. “Mada masih berdiri di gapura
Menunggu ayah menjemput dirinya Ketika mobil Nia hendak melintas melewati gapura
Dari jendela kaca, Nia berseru pada Mada
“Hei, Mada tahukah kamu perancang Borobudur, candi Megah yang menjadi keajaiban dunia?
” Mada tak sempat Menjawab pertanyaan Nia.
Ketika mobil yang membawa Nia telah lenyap di depan mata Mada secara perlahan membuka tulisan tangan Nia
Mada, di dalam hati mulai membaca. ”
161
Berdasarkan kutipan di atas, peristiwa penutup di dalam novel ini merupakan peristiwa yang logis karena surat yang diberikan Nia kepada
Mada berisi semua perkataan yang pernah disampaikan oleh Mada yang di tulis dengan tangan Nia. Nia menulis semua perkataan Mada karena ia
merasa sudah mendapatkan berbagai pelajaran dan pengalaman yang berharga melalui sosok Mada dan melalui perjalanan dalam petualangan
mencari Buku Gunadarma. Berdasarkan analisis alur yang telah dipaparkan, disimpulkan bahwa
alur yang terdapat dalam novel MADA, Sebuah Nama yang Terbalik karya Abdullah Wong adalah maju-mundur. Secara keseluruhan, alur yang
terdapat di dalam novel MADA tidak tersusun secara kronologis, tetapi secara kesuluruhan peristiwa terjadi secara logis dan bersifat kuat.
Tahapan-tahapan peristiwa alur dapat dilihat berdasarkan tahap pengenalan, tahap munculnya konflik, tahap peningkatan konflik
klimaks, tahap peleraian, dan akhir cerita dengan 6 episode dan 111 peristiwa di dalam novel dengan plot utama petualangan Mada dan kawan-
kawannya mencari Buku Gunadarma dan subplot tentang kisah kehidupan
161
Abdullah Wong, op cit, h.235.
107
Mada dan kawan-kawannya. Selain itu, terdapat 13 sisipan cerita di dalam novel ini yang berfungsi untuk memperlambat alur yang terdapat di dalam
novel dan menyampaikan pesan untuk pembaca.