Menurut Azwar 2009: 188-189, tidak ada batasan mutlak yang menunjukkan angka koefisien terendah yang harus dicapai agar pengukuran dapat disebut
reliabel. Kepakatan informal menghendaki bahwa koefisien reliabilitas haruslah setinggi mungkin, biasanya suatu koefisien reliabilitas di sekitar 0,9 dapat
dianggap memuaskan. Dalam membandingkan koefisien reliabilitas, interpretasi tidak dapat lepas dari besarnya varians skor
2 x
S
. Kemudian dihitung suatu statistik yang disebut eror standar dalam pengukuran:
1
xx x
e
r s
s
Keterangan: S
x
= Deviasi standar skor tes R
= Koefisien reliabilitas tes Untuk mengestimasi skor yang sesungguhnya dalam tes, digunakan interval
kepercayaan skor murni:
Keterangan: X = Skor yang diperoleh pada tes
Z
c
= Nilai kritis deviasi standar normal pada taraf kepercayaan yang dikehendaki S
e
= Eror standar dalam pengukuran pada kelompok di mana subjek berada Dengan taraf kepercayaan 95 taraf signifikasi sebesar 0,05. Berdasarkan hasil
perhitungan, diperoleh interpretasi koefisien reliabilitas yang dapat dilihat pada table 3.2.
Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Reliabilitas
Skor T
Interval Kepercayaan
Tinggi 78
67,9 T 88,1 Rendah
32 21,9 T 42,1
e c
e c
s z
X T
s z
X
Rata-Rata 56,10
46,0 T 66,2 Luas sempitnya interval pada Tabel 3.2, memberikan gambaran tentang sejauh
mana kecermatan hasil pengukuran tes dalam menjalankan fungsi ukurnya.
3. Tingkat Kesukaran
Sudijono 2008: 372 mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut.
= Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal J
T
: jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh I
T
: jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal. Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria
indeks kesukaran menurut Sudijono 2008: 372 sebagai berikut :
Tabel 3.3. Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
0.00 0.15
Sangat Sukar 0.16
0.30 Sukar
0.31 0.70
Sedang 0.71
0.85 Mudah
0.86 1.00
Sangat Mudah
Setelah menghitung tingkat kesukaran soal diperoleh hasil bahwa soal nomor 1 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,57 sehingga termasuk dalam kategori sedang.
Soal nomor 2 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,65 sehingga termasuk dalam kategori sedang. Soal nomor 3a memiliki nilai tingkat kesukaran 0,80 sehingga
termasuk dalam mudah. Soal nomor 3b memiliki nilai tingkat kesukaran 0,79 sehingga termasuk dalam kategori mudah. Soal nomor 3c memiliki nilai tingkat
kesukaran 0,73 sehingga termasuk dalam kategori mudah. Soal nomor 3d memiliki nilai tingkat kesukaran 0,48 sehingga termasuk dalam kategori sedang.
Soal nomor 3e memiliki nilai tingkat kesukaran 0,43 sehingga termasuk dalam kategori sedang. Soal nomor 4 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,34 sehingga
termasuk dalam kategori sedang. Soal nomor 5 memiliki nilai tingkat kesukaran 0,31 sehingga termasuk dalam kategori sedang Lampiran C.2. Dari 9 item soal
tersebut, terdapat 6 item soal termasuk kategori sedang dan 3 item soal termasuk kategori mudah, yaitu soal nomor 3a, 3b, dan 3c, sehingga soal dengan kategori
mudah tidak digunakan.
4. Daya Pembeda
Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui apakah suatu butir soal dapat membedakan siswa yang berkemampuam tinggi dan siswa yang berkemampuan
rendah. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah.
Kemudian diambil 27 siswa yang memperoleh nilai tertinggi disebut kelompok atas dan 27 siswa yang memperoleh nilai terendah disebut kelompok bawah.
Daryanto 2010: 186 mengungkapkan, menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus :
Keterangan : D
: indeks daya pembeda satu butri soal tertentu J
A
: jumlah skor ideal kelompok atas. J
B
: jumlah skor ideal kelompok bawah B
A
: jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah B
B
: jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
B B
A A
J B
J B
D