Teori Semiotika Charles Sanders Pierce

20 “menelusuri waktu”. Jadi, studi diakronis deskripsi tentang perkembangan sejarah melalui waktu. Syntagmatic dan Associative. satu lagi struktur bahasa yang dibahas dalam konsepsi dasar Saussure tentang sistem pembedaan di antara tanda- tanda adalah mengenai Syntagmatic dan Associative atau antara sintagmatik dan paradigmatik. Hubungan-hubungan ini terdapat pada kata-kata sebagai rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep. Dalam konsep Roland Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif. 2 Semiotik secara umum adalah studi tanda. Charles Sanders Pierce 1839 – 1914, dikenal sebagai bapak semiotik Amerika, mengembangkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sesuatu yang ditafsirkan atau digunakan sebagai tanda di dalam usaha untuk menggolongkan banyak jenis tanda yang berbeda yang digunakan masyarakat. 3 Teori Pierce memiliki makna yang terkandung terhadap sifat objeknya. Teori Pierce dapat menguraikan makna yang terdapat dalam tanda suatu objek, baik itu dari ikon, indeks, simbol. Pierce telah menciptakan teori umum untuk tanda-tanda. Pierce menghendaki agar teorinya yang bersifat umum ini dapat diterapkan pada 2 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: Rosdakarya, 2003, h. 43-63. 3 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: Rosdakarya, 2003, h. 110 21 segala macam tanda. Semiotika Pierce terasa lebih jelas dan efektif dalam karya umberto eco italia. Dalam dua karyanya tahun 1972 dan 1976, konsep- konsep Pierce digunakan untuk penelitian di berbagai bidang, seperti arsitektur, musik, teater, iklan, kebudayaan dan lain-lain. Menurut Pierce makna tanda yang sebenarnya adalah mengemukakan sesuatu. Pierce menyebutkan representamen. Apa yang dikemukakan oleh tanda, apa yang diacunya, yang ditunjuknya, disebut objek. Jadi suatu tanda mengacu pada suatu acuan, dan representasi dapat terlaksana berkat bantuan suatu kode. Kode adalah suatu sistem peraturan. Misalnya tanda lalu lintas hanya dimengerti oleh orang yang mengenal sistem rambu lalu lintas. Ini berarti bahwa setelah tanda dihubungkan dengan acuan, lalu tanda berkembang suatu tanda baru yang disebut interpretant. Pierce melihat tanda dalam model triadic: tiga titik pada sebuah segitiga Gambar: Model Segitiga Makna Charles Sanders Pierce Sign Interpretant Object Sumber: Alex Sobur, Analis Teks Media, 2001, h. 115. Tanda representamen mengacu kepada sesuatu di luar dirinya: objek. lantas dimengerti oleh seseorang, dan ini menimbulkan efek dalam jiwa pemakainya: interpretan. Representamen, objek, dan interpretan saling berhubungan satu sama lain dan masing-masingnya hanya dapat dimengerti dalam term hubungannya dengan yang lain. Proses ini oleh Pierce disebut dengan semiosi. Menurutnya, 22 proses ini tak berhingga, sebab represantamen pada tanda tingkat pertama akan menjadi interpretan pada tingkat kedua, begitu seterusnya kata Pierce, “… series of successive interpretans ad infinitum”. Oleh karena itu, proses semiosis bagi Pie rce hanya dapat ”di interupsi”, tetapi tak akan pernah bisa di akhiri. 4 Dalam hubungan dengan objeknya Charles Sanders Pierce 1839- 1914 yang membagi tanda atas icon ikon, indeks indeks, dan symbol simbol. Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan, indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, dan simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan pertandanya. 5 Charles Sanders Pierce membagi tanda dan cara kerjanya ke dalam tiga kategori sebagaimana tampak pada Tabel 1. Tabel 1: Jenis Tanda dan Cara Kerjanya Jenis Tanda Ditandai dengan Contoh Proses Kerja Ikon - Persamaan kesamaan - Kemiripan Gambar, foto, patung - Dilihat Indeks - Hubungan sebab- akibat - Keterkaitan - Asap api - Gejala penyakit - Diperkirakan Simbol - Konvensi atau - Kesepakatan Sosial - Kata-kata, isyarat - Dipelajari 4 Terjemahan Winfried Noth, Handbook of Semiotics, 1990, h. 43. 5 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: Rosdakarya, 2003, h. 41-42. 23

B. Teori Representasi Media Chris Barker

Studi budaya cultural studies terpusat pada pertanyaan tentang representasi, yaitu bagaimana dunia ini dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh kita. Unsur utama studi budaya dapat dipahami sebagai praktik pemaknaan representasi yang menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada beragam konteks. Representasi melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program televisi. 6 Istilah representasi itu sendiri menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam produk media. Pertama, apakah seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Kata „semestinya‟ ini mengacu pada apakah seseorang atau kelompok itu diberitakan apa adanya atau diburukkan penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Kedua, bagaimanakah representasi itu ditampilkan, hal tersebut bisa diketahui melalui penggunaan kata, kalimat, aksentuasi. 7 Persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tersebut ditampilkan? Ketika ada kecelakaan, peristiwa pemboman di depan Kedutaan besar, bagaimana peristiwa ini ditampilkan? Menurut John Fiske, saat menampilkan objek, peristiwa, gagasaan, kelompok, atau seseorang paling tidak ada tiga proses yang dihadapi oleh wartawan. 8 Pada level 6 Chris Barker, Cultural Studies Terj. Nurhadi, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004, h 9. 7 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKis, 2001, h. 113. 8 John Fiske, Television Culture, London and New York: Routledge, 1987, h. 5-6. 24 pertama, adalah peristiwa yang ditandakan encode sebagai realitas. Bagaimana peristiwa itu dikonstruksi sebagai realitas oleh wartawan atau media. Dalam bahasa gambar terutama televisi ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan, dan ekspresi. Di sini, realitas selalu siap ditandakan, ketika kita menganggap dan mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagai sebuah realitas. Misalnya, pengeboman kita anggap sebagai realitas ditandakan dengan adanya suara bom, transkrip wawancara dengan orang yang mengetahuinya atau saksi mata, pernyataan pers atau dari pihak kepolisian mengenai terjadinya peristiwa tersebut. Pada level kedua, ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Di sini, kita menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat teknis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik, dan sebagainya. Dalam bahasa gambar atau televisi, alat itu berupa kamera, pencahayaan, editing, atau musik. Pemakaian kata-kata, kalimat, atau proposisi tertentu, misalnya, membawa makna tertentu ketika diterima oleh khalayak. Peristiwa pengeboman Kedutaan besar Filiphina tersebut dapat ditandakan kembali dengan kata-kata, kalimat, atau proposisi tertentu. Pada level ketiga, bagaimana peristiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat patriarki, materialisme, kapitalisme, dan sebagainya. Menurut Fiske, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut. Misalnya, ada peristiwa pemerkosaan, bagaimana peristiwa

Dokumen yang terkait

Tinjauan Makna Dan Bahasa Visual Pada Iklan Papan Reklame Kampanye Politik (Analisis Semiotika Iklan Papan Reklame Kampanye Politik Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013)

2 75 185

UNSUR AIDA PADA IKLAN POLITIK AUDIO VISUAL CALON PRESIDEN 2014 (Analisis Isi pada Iklan Iklan Kampanye Politik Jokowi_JK Versi bersatu padu pilih No 2, Iklan Kampanye Politik Jokowi_JK Versi Kawan bukan Lawan dan Iklan Kampanye Politik Jokowi_JK Versi Ram

0 8 29

REPRESENTASI SEORANG IBU DALAM IKLAN POLITIK (Analisis Semiotik pada Iklan PDIP versi ‘Nasehat Ibu’)

2 38 17

MASKULINITAS PEMIMPIN DALAM IKLAN POLITIK (Analisis Semiotika Prabowo dan Hatta Rajasa dalam Maskulinitas Pemimpin Dalam Iklan Politik Analisis Semiotika Prabowo dan Hatta Rajasa dalam Iklan Kampanye Presiden Tahun 2013 dan 2014.

0 3 15

Fenomena Iklan Kampanye Politik.

0 1 1

EFEKTIFITAS IKLAN POLITIK DI TELEVISI (Studi Deskriptif Kuantitatif Efektifitas Iklan Politik Aburizal Bakrie Versi Motivasi Anak Indonesia PadaPemilihPemula di Surabaya).

0 0 10

EFEKTIFITAS IKLAN POLITIK DI TELEVISI (Studi Deskriptif Kuantitatif Efektifitas Iklan Politik Aburizal Bakrie Versi Motivasi Anak Indonesia Pada Pemilih Pemula Di Surabaya).

4 10 123

RETORIKA IKLAN KAMPANYE POLITIK PEMILIHA

0 0 26

Image Iklan Kampanye Politik di Televisi

0 0 217

Tinjauan Makna Dan Bahasa Visual Pada Iklan Papan Reklame Kampanye Politik (Analisis Semiotika Iklan Papan Reklame Kampanye Politik Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara 2013)

0 0 14