1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan demokrasi di tanah air memasuki era baru yang ditandai dengan kebangkitan para media strategis, image makers, dan
konsultan politik di belakang tim sukses kampanye para calon presiden. Indonesia telah memasuki era
“president for sale” dimana kemenangan kandidat dalam pemilu akan sangat ditentukan oleh kepiawaian konsultan
politik dan biro iklan dalam menjual isu, image, dan janji-janji politisi yang menjadi kliennya.
1
Iklan politik merupakan penghubung dari sebuah partai politik. Iklan politik sanggup menghubungkan partai politik dengan masyarakat, khususnya
calon pemilih. Selain merupakan kegiatan pemasaran, periklanan juga merupakan kegiatan komunikasi. Dari segi komunikasi, rekayasa unsur pesan
sangat tergantung dari siapa khalayak sasaran yang dituju dan melalui media apa iklan politik tersebut sebaiknya disosialisasikan.
2
Dalam catatan sejarah politik, kampanye politik di televisi, baik berupa iklan politik maupun bentuk lainnya di Indonesia tergolong baru, untuk
pertama kalinya iklan politik hadir pada tahun 2004. Jika kita perhatikan dari awal pemilihan presiden secara langsung yang dimulai dari periode 2004,
iklan calon bukanlah sesuatu hal yang aneh. Iklan sang calon tersebut merupakan pemandangan biasa menjelang pemilu atau pilpres.
1
Akhmad Danial, Iklam Politik TV, Yogyakarta: LKis, 2009, h.4-5
2
Sumbo Tinarbuko, Iklan Politik dalam Realitas Media, Yogyakarta: Jalasutra, 2009, h. 2.
Iklan politik tidak ubahnya seperti komoditas komersial yang berorientasi pada sentimen pasar, dalam politik maupun dalam komoditas
yang lain targetnya adalah pasar, pasar yang menjadi tujuan iklan politik tentu saja pemilih dan pemilih adalah pembeli bagi komoditas komersial. Susunan
tersebut yang memungkinkan memiliki kesamaan dalam kerja marketing politik maupun marketing nonpolitik. Iklan politik tidak hanya berorientasi
pada popularitas semata, menjadi populer adalah hal yang pasti terjadi dalam iklan politik, namun modal populer bukanlah satu-satunya yang dicari dalam
pendulangan tingkat keterpilihan. Dampak langsung pemasangan iklan politik di televisi terhadap
seorang kandidat tidak selalu bersifat linier kearah positif. Tetapi, mungkin pula bisa kontraproduktif menjadi negatif, tergantung pada jenis, konten, dan
frekuensi intensitas iklan yang ditayangkan. Untuk itulah para marketer dituntut peka terhadap isu sensitif khalayak. Iklan politik yang memiliki nilai
humanity disinyalir menjadi pemikat dominan. Sejalan perkembangan perpolitikan Indonesia, ketika memasuki
kampanye pemilihan presiden selalu ada yang namanya persaingan yang dikemas dalam kampanye. Seperti yang sudah diketahui bersama, semua
pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta pemilu 2009 yaitu Susilo Bambang
Yudhoyono –Boediono, Megawati Soekarno Putri–Prabowo
Subianto, dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto menggunakan jasa iklan televisi, baik televisi dalam skala nasional maupun lokal.
Menjelang Pemilu 2014, sejumlah iklan dan pemberitaan seputar partai politik mulai memanas. Tokoh partai pemilik televisi tertentu tidak