Pewilayahan Hujan Dan Model Prediksi Hujan Untuk Mendukung Analisis Ketersediaan Dan Kerentanan Pangan Di Sentra Produksi Padi

(1)

PEWILAYAHAN HUJAN DAN MODEL PREDIKSI CURAH

HUJAN UNTUK MENDUKUNG ANALISIS KETERSEDIAAN

DAN KERENTANAN PANGAN DI SENTRA PRODUKSI PADI

ARIS PRAMUDIA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Pewilayahan Hujan dan Model Prediksi Curah Hujan untuk Mendukung Analisis Ketersediaan dan Kerentanan Pangan di Sentra Produksi Padi” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2008.

Aris Pramudia

NRP. G261020021


(3)

ABSTRACT

The research describes about rainfall zoning and rainfall prediction modeling and its use for rice availability and vulnerability analysis. The research used rainfall data periods from center of paddy area at Kabupaten Serang (The North Coast of Banten), Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang (The North Coast of West Java) and Kabupaten Garut. Fuzzy clustering methods, that was applied for rainfall zoning, used data from 151 rainfall stations that represent to El-Nino, La-Nina and Normal means condition during of 1979-2007. Neural network analysis technics was applied for rainfall prediction modeling at seven representative rainfall stations. The rainfall zoning analysis by using the fuzzy clustering technique on the 85-90% of level of equivalence finds out four rainfall zones. By using higher level of equivalence, at around 90-95%, Zone II was divided to the three sub-zones. The result of trial and error process shows that at seven rainfall station the best model was the one which used the combination of six input variables. The accuracy of the models from the seven stations was ranged from 80 % to 91 % with the error of predictions on the range of 4.1-7.2 mm/month. At Baros and Kalenpetung Serang Banten, rainfall 2008 was predicted to be in Normal condition to Above Normal (N-AN) at period of January to May, and then in the middle until the end of the dry season it will be Above Normal (AN) and remain the same until November. At Karawang Station, from early 2008 until the end of rainy season around May, rainfall was predicted to fluctuate from Below Normal to Above Normal condition (BN-AN), and then it increased relatively to be Normal to Above Normal (N-AN) from the end of dry season to the end of 2008. At Subang Station, rainfall 2008 was predicted to be in Below Normal (BN) at the beginning of the year, and then it fluctuated to Normal condition to Above Normal (N-AN) at the end of rainy season. In dry season, rainfall at Subang was predicted to be Below Normal condition (BN) until November, and then it was predicted that it would be in Normal condition (N) in December. At Tarogong and Bungbulang Garut, rainfall 2008 was predicted to be Above Normal in February, and then it was predicted to be Below Normal condition (BN) at the end of rainy season until early dry season in June. At the end of dry season, rainfall was predicted to fluctuate from Normal condition to Above Normal (N-AN), and then it was predicted to increase in Above Normal condition at early rainy season from September to October, and then was predicted to decrease until Normal condition in the middle of rainy season between November and December. In 2008, it was predicted that there will not have a deficit of paddy stock at Kabupaten Serang. However, at Kabupaten Karawang, it was predicted that there will have deficit of paddy stock at around 14.4 tons on period of September-October 2008. The deficit is caused by a low level on paddy production and a high risk on the decreasing of paddy production. At Kabupaten Subang, it was predicted that there will have deficit of paddy stock at around 107.5 tons on periods of January, May-Juli, and September-November 2008. The deficit could be divided to be 11.1 tons on periods of January-April (wet season), 66.6 tons on periods of May-August (dry seasons) and 29.8 tons on periods of September-Desember 2008 (the end of dry season and the early of next wet season).


(4)

RINGKASAN

ARIS PRAMUDIA. Pewilayahan Hujan dan Model Prediksi Curah Hujan untuk Mendukung Analisis Ketersediaan dan Kerentanan Pangan di Sentra Produksi Padi. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO, IRSAL LAS, TANIA JUNE, I WAYAN ASTIKA dan ELEONORA RUNTUNUWU.

Dalam penelitian ini dilakukan analisis pewilayahan hujan dengan metode penggerombolan fuzzy dan penyusunan model prediksi curah hujan dengan teknik analisis jaringan syaraf tiruan. Hasil prediksi model curah hujan tersebut kemudian diterapkan dalam analisis ketersediaan dan kerentanan produksi padi. Sebagai studi kasus, penelitian dilakukan di empat kabupaten yang merupakan sentra produksi padi di Kabupaten Serang (Pantura Banten), Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang (Pantura Jawa Barat), serta Kabupaten Garut sebagai pembanding. Data yang digunakan adalah data curah hujan dari 151 stasiun hujan hasil pengamatan 1979-2007.

Penelitian ini bertujuan untuk:

a) Menganalisis pewilayahan hujan menggunakan metode pengelompok-kan fuzzi di Pantura Banten, Pantura Jawa Barat dan Kabupaten Garut. b) Menyusun model prediksi curah hujan menggunakan teknik analisis

jaringan saraf dan memanfaatkannya untuk prediksi curah hujan.

c) Melakukan analisis prediksi ketersediaan dan kerentanan produksi padi di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Subang (Pantura Jawa Barat), dan Kabupaten Serang (Pantura Banten).

Keluaran dari penelitian ini, adalah:

a) Wilayah-wilayah curah hujan di Pantura Jawa Barat, Pantura Banten, dan Kabupaten Garut.

b) Model hujan dan hasil prediksi curah hujan.

c) Model dan hasil prediksi ketersediaan dan kerentanan produksi padi di Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Serang.

Analisis pewilayahan menggunakan teknik analisis gerombol fuzzy

pada tingkat ekivalensi 85-90% menghasilkan empat kelas curah hujan di Pantura Banten, pantura Jawa Barat dan Kabupaten Garut, yaitu (1) Wilayah I dengan intensitas curah hujan <1.000 mm/tahun, (2) Wilayah II dengan intensitas curah hujan 1.000-3.000 mm/tahun, (3) Wilayah III dengan intensitas curah hujan 3.000-3.500 mm/tahun, dan (4) Wilayah IV dengan intensitas curah hujan >3.500 mm/tahun. Dengan menggunakan tingkat ekivalensi yang lebih tinggi, sekitar 90-95%, Wilayah II dibagi lagi ke dalam tiga sub-wilayah, yaitu (1) Sub-wilayah IIA dengan intensitas curah hujan 1.000-1.750 mm/tahun, (2) Sub-wilayah IIB dengan intensitas curah hujan 1.750-2.250 mm/tahun, dan (3) Sub-wilayah IIC dengan intensitas curah hujan 2.250-3.000 mm/tahun.

Wilayah hujan dominan di sentra produksi padi yang diperoleh melalui teknik tumpang-tepat antara peta pewilayahan hujan dan peta sebaran sawah adalah sebagai berikut: Wilayah hujan dominan di sentra produksi padi di Provinsi Banten adalah Wilayah IIA dengan stasiun pewakil Baros dan Wilayah IIB dengan stasiun pewakil Kalenpetung, wilayah hujan dominan di sentra produksi padi di Pantura Jawa Barat adalah Wilayah I dengan stasiun pewakil Tambakdahan, Wilayah IIA dengan stasiun pewakil Karawang dan Wilayah III dengan stasiun pewakil Kasomalang, serta wilayah hujan dominan di sentra produksi padi di Kabupaten Garut adalah Wilayah IIA dengan stasiun pewakil Tarogong dan Wilayah III dengan stasiun pewakil Bungbulang.

Model prediksi curah hujan disusun menggunakan teknik analisis jaringan syaraf propagasi balik. Keluaran model adalah prakiraan nilai curah


(5)

hujan bulanan untuk tiga bulan ke depan (Y=CHt+3), sedangkan peubah yang

dilibatkan sebagai masukan adalah kode bulan (X1), nilai-nilai curah hujan

pada waktu (t-3) (X2), nilai-nilai curah hujan pada waktu (t-2) (X3), nilai-nilai

curah hujan pada waktu (t-1) (X4), nilai-nilai indeks ossilasi selatan (SOI) pada

waktu t (X5) dan nilai-nilai rata-rata anomali suhu muka laut zone Nino-3,4

pada waktu t (X6). Penyusunan model prediksi dilakukan di tujuh stasiun curah

hujan yang masing-masing mewakili kondisi curah hujan di daerah persawahan. Pembentukan model umumnya menggunakan data periode 1990-2002. Proses coba-coba (trial and error) dalam penyusunan model menunjukkan bahwa model terbaik di semua stasiun adalah yang mengkombinasikan keenam peubah masukan. Kisaran dugaan model berkisar dari 0,295-0,706. Ketepatan model berkisar antara 80-91% dengan tingkat kesalahan prediksi berkisar dari 4,1 hingga 7,2 mm/bulan. Model-model tersebut kemudian divalidasi menggunakan data curah hujan tahun 2003-2007 dan kemudian digunakan untuk memprediksi kondisi curah hujan tahun 2008.

Hasil prediksi curah hujan menggambarkan bahwa curah hujan di Pantura Banten sepanjang tahun 2008 diprediksi relatif tinggi pada kondisi Normal hingga di Atas Normal. Di Karawang curah hujan tahun 2008 diprediksi berfluktuasi pada kondisi di Bawah Normal hingga di Atas Normal di musim penghujan, kemudian diprediksi meningkat relatif pada kondisi Normal hingga di Atas Normal akhir musim kemarau hingga akhir tahun 2008. Di Subang, curah hujan diprediksi berfluktuasi pada kondisi di Bawah Normal, Normal hingga di Atas Normal pada musim hujan, selanjutnya diprediksi menurun relatif hingga di Bawah Normal pada musim kemarau dan awal musim hujan berikutnya, dan kemudian curah hujan diprediksi Normal pada Desember 2008. Di Garut, curah hujan diprediksi berada pada kondisi di Atas Normal pada Februari 2008, kemudian diprediksi di Bawah Normal pada akhir musim hujan hingga awal musim kemarau pada Juni 2008. Pada akhir musim kemarau curah hujan diprediksi berada di Atas Normal pada awal musim hujan, dan kemudian berada pada kondisi Normal pada pertengahan musim hujan November-Desember 2008.

Hasil pengepasan antara data produksi padi dengan data curah hujan menghasilkan model pendugaan produksi padi sebagai fungsi curah hujan selama empat bulan masa pertumbuhan padi mulai dari fase persiapan, fase awal pertumbuhan, fase vegetatif, fase pematangan dan saat panen. Model produksi padi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Serang: Prod = 10.000,0–27,6 CHt-137,4 CHt-1+141,2 CHt-2+427,6 CHt-3

(R2 = 0,449, r = 0,670*, r0,05 = 0,498, N = 27)

Karawang: Prod = 5.000,0–22,1 CHt +50,3 CHt-1 +234,9 CHt-2 +319,2 CHt-3

(R2 = 0,368, r = 0,606*, r0,05 = 0,259, N = 113)

Subang: Prod = 1.000,0 + 113,8 CHt - 82,6 CHt-1 - 9,5 CHt-2 + 233,0 CHt-3

(R2 = 0,259, r = 0,309*, r0,05 = 0,261, N = 112)

Garut: Prod = 1.000,0 +123,9 CHt +47,5 CHt-1 +46,2 CHt-2 +165,9 CHt-3

(R2 = 0,362, r = 0,602*, r0,05 = 0,390, N = 42)

dimana Prod = produksi padi bulanan (ton gabah kering giling per bulan, ton GKG/bulan), CHt = curah hujan pada saat bulan panen (mm/bulan), CHt-1 =

curah hujan pada saat satu bulan sebelum panen atau fase pematangan (mm), CHt-2 = curah hujan pada saat dua bulan sebelum panen atau fase

pertumbuhan vegetatif (mm), CHt-3 = curah hujan pada saat tiga bulan

sebelum panen atau fase awal tanam (mm).

Prediksi potensi produksi padi rata-rata di ketiga kabupaten pada tahun 2008 menggambarkan bahwa prediksi produksi padi bulanan di


(6)

Kabupaten Serang berkisar antara 46-181 ribu ton GKG dengan produksi terendah pada bulan Januari dan tertinggi pada bulan April. Di Kabupaten Karawang prediksi potensi produksi padi bulanan diperkirakan berkisar antara 24-148 ribu ton GKG dengan produksi terendah pada bulan Oktober dan tertinggi pada bulan April. Di Kabupaten Subang prediksi potensi produksi padi bulanan diperkirakan berkisar antara 9-163 ribu ton GKG dengan produksi terendah pada bulan September dan tertinggi pada bulan Juli.

Dengan kondisi prediksi produksi padi tersebut, diperkirakan bahwa apabila hanya untuk kebutuhan konsumsi domestik di tingkat kabupaten, maka di Kabupaten Serang produksi padi akan mencukupi kebutuhan domestik sepanjang tahun. Di Kabupaten Karawang, ketersediaan padi diperkirakan tidak mencukupi kebutuhan domestik kabupaten pada periode September-Oktober. Di Kabupaten Subang, ketersediaan padi diperkirakan tidak memenuhi kebutuhan domestik kabupaten pada bulan Januari dan periode September-November 2008.

Potensi penurunan produksi padi bulanan di Kabupaten Serang diperkirakan dapat terjadi pada periode Maret-Oktober dengan potensi penurunan produksi padi sebesar 4-35%. Di Kabupaten Karawang, potensi penurunan produksi padi bulanan sebesar 9-85% diperkirakan dapat terjadi pada periode April-November 2008. Di Kabupaten Subang, potensi penurunan produksi padi bulanan sebesar 1-100% diperkirakan dapat terjadi pada periode Maret-Juli 2008. Namun dengan perlakuan irigasi yang memadai, maka keterbatasan air menjadi dapat diabaikan dan potensi produksi dapat ditingkatkan.

Pada tahun 2008, di Kabupaten Serang diperkirakan tidak terjadi periode kekurangan beras. Sementara itu, di Kabupaten Karawang diperkirakan akan terjadi kekurangan beras selama periode September-Oktober 2008 sekitar 14,4 ton beras. Kekurangan ini diperkirakan akibat adanya potensi produksi yang rendah serta adanya potensi penurunan produksi selama musim tanam. Di Kabupaten Subang diperkirakan akan terjadi kekurangan beras sekitar 107,5 ton beras selama periode Januari, Mei-Juli dan September-November 2008. Kekurangan terutama diakibatkan oleh adanya potensi penurunan produksi selama musim tanam dan kondisi kekeringan pada awal tanam sedemikian rupa sehingga mengakibatkan luas panen dan produksi pada saat panen menjadi rendah. Kekurangan beras pada catur wulan pertama (Januari-April) diperkirakan sebanyak 11,1 ton beras, pada catur wulan kedua (Mei-Agustus) sebanyak 66,6 ton beras, dan pada catur wulan ketiga (September-Desember) sebanyak 29,8 ton beras.


(7)

SUMMARY

ARIS PRAMUDIA. Rainfall Zoning and Rainfall Prediction Model for Analysis of Rice Availability dan Vulnerability at Center of Paddy Production Area. Under the direction of YONNY KOESMARYONO, IRSAL LAS, TANIA JUNE, I WAYAN ASTIKA and ELEONORA RUNTUNUWU.

The reseach describes about rainfall zoning by using fuzzy clustering methods and rainfall prediction modeling by using neural network analysis. The result of prediction, then, could be applied on analysis of rice availability and vulnerability. The research was applied at center of paddy area at Kabupaten Serang (The North Coast of Banten), Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang (The North Coast of West Java) and Kabupaten Garut. The research used rainfall data from 151 rainfall stations that represent to El-Nino, La-Nina and Normal means condition during of 1979-2007 periods.

The objectives of the resaearch are:

a) To analyze the rainfall zoning use the fuzzy clustering methods at the North Coast of Banten, the North Coast of West Java, and Kabupaten Garut.

b) To formulate the rainfall predictions models and use it for rainfall prediction.

c) To predict the availability and vulnerability of paddy production at Kabupaten Karawang and Kabupaten Subang (The North Coast of West Java), and Kabupaten Serang (The North Coas of Banten).

The outputs of the research are:

a) The rainfall zone at the North Coast of Banten, the North Coast of West Java, and Kabupaten Garut.

b) The rainfall predictions models and the result of rainfall prediction.

c) The model and prediction of the availability and the vulnerability of paddy production at Kabupaten Karawang and Kabupaten Subang (The North Coast of West Java), and Kabupaten Serang (The North Coas of Banten).

The rainfall zoning analysis by using the fuzzy clustering technique on the 85-90% of level of equivalence finds out four rainfall zones at the North Coast of Banten, the North Coast of West Java, and Kabupaten Garut, e.i. (1) Zone I with the <1,000 mm/year of rainfall intensity, (2) Zone II with the 1,000-3,000 mm/year of rainfall intensity, (3) Zone III with the 1,000-3,000-3,500 mm/year of rainfall intensity, and (4) Zone IV with the >3,500 mm/year of rainfall intensity. By using higher level of equivalence, at around 90-95%, Zone II was divided to the three sub-zones, e.i. (1) Sub-zone IIA with the 1,000-1,750 mm/year of rainfall intensity, (2) Sub-zone IIB with the 1,750-2,250 mm/year of rainfall intensity, and (3) Sub-zone IIC with the 2,250-3,000 mm/year of rainfall intensity.

Some stations were fixed as a representative station for its rainfall zone at center of paddy area. The stations are Baros as a representative rainfall stasion for Zone IIA and Kalenpetung as a representative rainfall station for Zone IIB at the North Coast of Banten, Tambakdahan as a representative rainfall station for Zone I, Karawang as a representative rainfall station for Zone IIA, and Kasomalang as a representative rainfall station for Zone III at the North Coast of West Java, Tarogong as a representative rainfall station for Zone IIA and Bungbulang as a representative rainfall station for Zone III at Kabupaten Garut.

The rainfall prediction model to be developed was monthly rainfall prediction model using back propagation neural network analysis. The model


(8)

output is rainfall intensity in the following three months (Y=Xt+3), and the input

models are the combination of some variables, e.i. code of the current month (X1=t), rainfall intensity in the current month (X2=Xt), in the following month

(X3=Xt+1), and in the next two months (X4=Xt+2), the southern oscillation index

in the current month (X5=SOIt) and the means value of the zone NINO-3.4 sea

surface temperature anomaly in the current month (X6=AnoSSTt). The model was formulated at seven rainfall stations using data of the 1990-2002 periods. The learning or training set of model used rainfall data of the 1990-2002 periods. The result of trial and error process shows that at seven rainfall station the best model was the one which used the combination of six input variables. The range of prediction value was 0.295 to 0.706. The accuracy of the models from the seven stations was ranged from 80 % to 91 % with the error of predictions on the range of 4.1-7.2 mm/month. The next step, those models were validated by using rainfall data of 2003-2007, and then, the model were used to predict the rainfall condition in 2008.

Rainfall conditions in 2008 were predicted to be different between one station and the others but they have the same condition as their neighborhood stations or other places at the same regions. In Serang Banten, rainfall at both stations, Baros and Kalenpetung, were predicted to be in Normal condition to Above Normal (N-AN) at period of January to May 2008, and then in the middle until the end of the dry season it will be Above Normal (AN) and remain the same until November 2008. In Karawang, from early 2008 until the end of rainy season around May 2008, rainfall was predicted to fluctuate from Below Normal to Above Normal condition (BN-AN), and then it increased relatively to be Normal to Above Normal (N-AN) from the end of dry season to the end of 2008. In Subang, rainfall was predicted to be in Below Normal (BN) at the beginning 2008, and then it fluctuated to Normal condition to Above Normal (N-AN) at the end of rainy season. In dry season, rainfall at Subang was predicted to be Below Normal condition (BN) until November 2008, and then it was predicted that it would be in Normal condition (N) in December 2008. In Garut, rainfall at both stations, Tarogong and Bungbulang, was predicted to be Above Normal in February 2008, and then it was predicted to be Below Normal condition (BN) at the end of rainy season until early dry season in June 2008. At the end of dry season, rainfall was predicted to fluctuate from Normal condition to Above Normal (N-AN), and then it was predicted to increase in Above Normal condition at early rainy season from September to October 2008, and then was predicted to decrease until Normal condition in the middle of rainy season between November and December 2008.

The ploting of paddy production data and rainfall data has find out the paddy production prediction model as function of four month rainfall data input during growing season since preparation phase, initial phase, vegetatif phase, maturing phase and harvesting time. The paddy production models are:

Serang: Prod = 10.000,0–27,6 CHt-137,4 CHt-1+141,2 CHt-2+427,6 CHt-3

(R2 = 0,449, r = 0,670*, r0,05 = 0,498, N = 27)

Karawang: Prod = 5.000,0–22,1 CHt +50,3 CHt-1 +234,9 CHt-2 +319,2 CHt-3

(R2 = 0,368, r = 0,606*, r0,05 = 0,259, N = 113)

Subang: Prod = 1.000,0 + 113,8 CHt - 82,6 CHt-1 - 9,5 CHt-2 + 233,0 CHt-3

(R2 = 0,259, r = 0,309*, r0,05 = 0,261, N = 112)

Garut: Prod = 1.000,0 +123,9 CHt +47,5 CHt-1 +46,2 CHt-2 +165,9 CHt-3

(R2 = 0,362, r = 0,602*, r0,05 = 0,390, N = 42)

where, Prod = the monthly paddy production (ton GKG/month), CHt = the

rainfall in harvesting month (mm/month), CHt-1 = the rainfall in one month

before harvesting or in maturiting phase (mm), CHt-2 = the rainfall in two month


(9)

before harvesting or in vegetative phase (mm), CHt-3 = the rainfall in three

month before harvesting or in initial phase (mm).

The prediction result of the means of potential paddy production in 2008 shows that the range of monthly paddy production at Kabupaten Serang has been varying between 46-181 thousands tons GKG with the lowest production on January and the highest on April. At Kabupaten Karawang, the range of monthly paddy production has been varying between 24-148 thousands tons GKG with the lowest production on October and the highest on April. At Kabupaten Subang, the range of monthly paddy production has been varying between 9-163 thousands tons GKG with the lowest production on September and the highest on Juli.

According to the prediction result of paddy production, so that, at Kabupaten Serang, the paddy production was predicted that will have an adequate stock to achieve the domestic consumptions on a whole of 2008. At Kabupaten Karawang, however, the paddy production was predicted that will have an inadequate stock to achieve the domestic consumptions on September to October 2008. At Kabupaten Subang, the paddy production was predicted that will have an inadequate stock to achieve the domestic consumptions on January and on periods of September-November 2008.

The monthly paddy production at Kabupaten Serang was predicted that will decrease at around 4-35% on periods of March-October 2008. While, the monthly paddy production at Kabupaten Karawang was predicted that will decrease at around 9-85% on periods of April-November 2008. And, the monthly paddy production at Kabupaten Subang was predicted that will decrease at around 1-100% on periods of March-Juli 2008. However, some applying of water irrigation and crop management is expected to increasing the paddy production.

In 2008, it was predicted that there will not have a deficit of paddy stock at Kabupaten Serang. However, at Kabupaten Karawang, it was predicted that there will have deficit of paddy stock at around 14.4 tons on period of September-October 2008. The deficit is caused by a low level on paddy production and a high risk on the decreasing of paddy production. At Kabupaten Subang, it was predicted that there will have deficit of paddy stock at around 107.5 tons on periods of January, May-Juli, and September-November 2008. The deficit could be divided to be 11.1 tons on periods of January-April (wet season), 66.6 tons on periods of May-August (dry seasons) and 29.8 tons on periods of September-Desember 2008 (the end of dry season and the early of next wet season).


(10)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(11)

PEWILAYAHAN HUJAN DAN MODEL PREDIKSI CURAH

HUJAN UNTUK MENDUKUNG ANALISIS KETERSEDIAAN

DAN KERENTANAN PANGAN DI SENTRA PRODUKSI PADI

ARIS PRAMUDIA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(12)

Penguji Luar Komisi: Ujian Tertutup : Dr. Ir. Kasdi Subagyono, M.Sc.

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat di Lembang

Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Astu Unadi, M.Eng.

Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Imam Santosa, M.S.

Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.


(13)

Judul Disertasi : Pewilayahan Hujan dan Model Prediksi Curah Hujan untuk Mendukung Analisis Ketersediaan dan Kerentanan Pangan di Sentra Produksi Padi Nama Mahasiswa : Aris Pramudia

N R P : G261020021

Disetujui: Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. Ketua

Prof-R. Dr. Ir. Irsal Las, M.S. Anggota

Dr. Ir. Tania June, M.Sc. Anggota

Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si. Anggota

Dr. Dra. Eleonora Runtunuwu, M.S. Anggota

Diketahui: Ketua Program Studi Agroklimatologi,

Dr. Ir. Sobri Effedi, M.Si.

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.Sc.

Tanggal Ujian: 13 Oktober 2008. Tanggal Lulus: 19 November 2008.


(14)

Dipersembahkan untuk Bangsa

dan Negaraku, Indonesia …

Terimakasih atas doa dan restu Ibu,

Ayah dan seluruh keluarga tercinta.

Ayah, semoga tenang di sisi Allah SWT.

Amin ...


(15)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil ‘alamien. Segala puji syukur bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun disertasi penelitian ini dalam rangka menyelesaikan studi program doktor pada Program Studi Agroklimatologi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Banyak data dan informasi yang harus dikompilasi dan diolah, banyak tantangan yang dihadapi, baik akademik maupun non-akademik, sehingga penulis berfikir bahwa sangatlah tidak mudah menyelesaikan tugas belajar ini tanpa dukungan, bantuan, kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, dan Pemimpin Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (sekarang Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian) dan Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), atas perkenannya kepada penulis untuk melanjutkan dan melaksanakan tugas belajar serta kesempatan mendapatkan beasiswa.

2. Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S., atas kesediaannya menjadi ketua komisi pembimbing. Penulis sampaikan terimakasih atas segala bimbingan, nasehat, arahan, bantuan dan kerjasamanya dalam melaksanakan penelitian ini. Juga atas dukungannya sehingga membangkitkan semangat penulis untuk menuntaskan penelitian dan menyelesaikan tugas belajar ini.

3. Prof. Dr. Hidayat Pawitan, yang memberi ide awal topik penelitian ini. 4. Prof-R. Dr. Ir. Irsal las, M.S., Dr. Ir. Tania June, M.Sc., Dr. Ir. I Wayan

Astika, M.Si. dan Dr. Dra. Eleonora Runtunuwu, M.S., atas kesediaannya menjadi anggota komisi pembimbing. Penulis sampaikan terimakasih atas segala bimbingan, nasehat, bantuan, arahan, dan kejasamanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas belajar dan menulis disertasi ini. 5. Prof. Dr. Ahmad Bey, Dr. Rizaldi Boer, dan Dr. Sobri Efendi, selaku Ketua

Program Studi Agroklimatologi, serta Dr. Imam Santosa, selaku Ketua Departemen Geofísika dan Meteorologi, atas bantuan, kerjasama, dorongan semangatnya selama penulis menjadi petugas belajar.

6. Beberapa instansi penyedia data, antara lain Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karawang, PERUM Jasa Tirta II Divisi II Kabupaten Karawang, Kantor BPS Kabupaten Karawang, Dinas Pertanian Kabupaten Subang, PERUM Jasa Tirta II Divisi III Kabupaten Subang, Kantor BPS Kabupaten Subang, Laboratorium Pengamat Hama


(16)

dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura di Jatisari, atas kemudahan akses data dan informasi yang dibutuhkan.

7. Istri dan anak-anak tercinta, atas kesabaran dan restunya, dalam menghadapi masa tugas belajar yang sangat tidak mudah. Ayahanda Baharuddin Boerhan, Ibunda Siti Hapsah, Uni Dini, Teh Lili, dan Adik2 semua atas doa dan dukungan semangatnya.

8. Rekan-rekan pimpinan, peneliti, staf, teknisi di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, atas dukungan, kerjasama yang baik, serta beberapa kemudahan memanfaatkan fasilitas untuk pengolahan data dan penyusunan disertasi.

9. Pak Jun, Bu Indah, Pak Toro, Pak Pono, Pak Aziz, Pak Udin di Departemen GEOMET atas partisipasi dan bantuannya dalam berbagai aktifitas kepengurusan akademik.

10. Teman-teman mahasiswa S1, S2 dan S3 di Lab Agromet dan di Departemen GEOMET, antara lain Taufan Hidayat, Yuni, Arif, Eva, Harry, Dada, Dwi, Ika, Ira, Siska, Rini, Erika, Gia, Ade, Yunus, Anton, dan lain-lain, atas segala partisipasi dan bantuannya sehingga lab dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan akademik bagi kita semua. 11. Semua pihak yang tidak sempat disebut namanya, yang telah turut

membantu dan mendukung penuh selama masa tugas belajar.

Penulis berharap mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan pertanian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pertanian.

Bogor, Oktober 2008.

Aris Pramudia


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 April 1965 sebagai anak ketiga dari sembilan bersaudara dari pasangan Baharuddin Boerhan dan Siti Hapsah. Pendidikan dasar dan menengah penulis tempuh di SD Teladan/Latihan Balikpapan (sekarang SD Negeri 001 Balikpapan), lulus tahun 1977, SMP Negeri I Balikpapan, lulus tahun 1981, SMA Negeri 2 Balikpapan, lulus tahun 1984. Pada tahun 1984 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan, setahun kemudian masuk di Program Studi Agrometeorologi Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan IPA, lulus tahun 1989. Pada tahun 1999, penulis diterima sebagai mahasiswa S2 pada Program Studi Agroklimatologi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan memperoleh beasiswa dari Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (The Participatory Assessment of Agricultural Technology Project, PAATP) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa S3 pada Program Studi Agroklimatologi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan juga memperoleh beasiswa dari Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Penulis diterima bekerja di Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor (sekarang Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian) tahun 1989. Sekarang penulis bekerja sebagai Peneliti Pertama di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Bogor. Bidang penelitian yang menjadi tanggungjawab penulis adalah bidang agroklimatologi dan hidrologi. Penulis menjadi Tenaga Pengajar Luar Biasa MK. Termodinamika Atmosfer dan MK. Dinamika Atmosfer tahun ajaran 1988/1989 dan 1989/1990 di Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian Bogor, salah satu anggota Tim Pengajar MK. Kapita Selekta di Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian Bogor, pernah mengajar MK. Klimatologi Dasar di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan saat ini menjadi salah satu anggota Tim Pengajar MK. Mikrometeorologi di Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor. Penulis juga adalah Anggota dan Pengurus Pusat Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia.

Selama mengikuti program S3, penulis telah menghasilkan beberapa karya tulis, antara lain:

(1) Pramudia A. 2004. Uji homogenitas data curah hujan untuk mengkaji perubahan musim di sentra produksi padi di Jawa. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumber Daya Tanah dan Iklim. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor.


(18)

(2) Pramudia A, Koesmaryono Y and Hidayat T. 2004. Study on the changes of the rainy season and food-crop growing period in Banten Province. Proceeding of The 3rd Seminar on ‘Toward Harmonization Between Development and Environmental Conservation in Biological Production’, JSPS – DGHE Core University Program in Applied Biosiences. Jointly by Bogor Agricultural University, The University of Tokyo, Government of Banten Province, PT. Krakatau Tirta Industri. (3) Pramudia A. 2005. Pemanfaatan data satelit untuk analisis ketebalan

awan dan potensi hujan. Buletin Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Vol.2. no.1 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Bogor. (4) Pramudia A and Sutjahyo SH. 2006. Agro-climatological approaches for

solving the conflict of water use in the Cidanau Watershed Banten. The Paper on The International Workshop on Client-oriented Agro-meteorological Services to Support Agricultural Development, in Jakarta. (5) Pramudia A, Koesmaryono Y dan Las I. 2008. Pemanfaatan prediksi

curah hujan dalam rangka adaptasi pertanaman padi di sentra produksi padi. Makalah Simposium VII Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia.

(6) Pramudia A, Koesmaryono Y, Las I, June T, Astika IW dan Runtunuwu E. 2008. Pewilayahan Hujan dan Model Prediksi Curah Hujan untuk Mendukung Analisis Ketersediaan dan Kerentanan Pangan di Sentra Produksi Padi. Forum Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Vol.31 No.2, April 2008.

(7) Pramudia A, Koesmaryono Y, Las I, June T, Astika IW dan Runtunuwu E. 2008. Penyusunan model prediksi curah hujan di sentra produksi padi di Pulau Jawa Bagian Barat. Jurnal Tanah dan Iklim No.27/2008. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Bogor.

(8) Pramudia A, Koesmaryono Y, Las I, June T, Astika IW dan Runtunuwu E. 2008. Aplikasi teknik penggerombolan fuzzi untuk pewilayahan curah hujan di sentra produksi padi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian IPB (dalam proses).

(9) Koesmaryono Y dan Pramudia A. 2008. Rainfall Prediction Model at Some Rainfall Station at Monsoon Region in Banten and West Java Province. The paper on The International Symposium on Equatorial Monsoon System, September 2008 in Yogyakarta.

Beberapa karya tulis tersebut merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan penulis untuk menyelesaikan program S3.


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN . . . viii

PRAKATA . . . xiii

RIWAYAT HIDUP . . . xv

DAFTAR ISI . . . xvii

DAFTAR TABEL . . . xx

DAFTAR GAMBAR . . . xxiii

DAFTAR LAMPIRAN . . . xxvi

I. PENDAHULUAN . . . 1

1.1. Latar Belakang . . . 1

1.2. Kerangka Pemikiran . . . 5

1.3. Tujuan Penelitian . . . 8

1.4. Keluaran . . . 9

II. PEWILAYAHAN CURAH HUJAN DI SENTRA PRODUKSI PADI DI PANTURA BANTEN, PANTURA JAWA BARAT DAN KABUPATEN GARUT . . . 10

2.1. Pendahuluan . . . 10

2.2. Bahan dan Metode . . . 16

2.2.1. Lokasi Penelitian . . . 16

2.2.2. Bahan Penelitian . . . 16

2.2.3. Penghitungan Curah HujanRata-rata . . . 17

2.2.4. Analisis Pewilayahan Hujan . . . 18

2.3. Hasil dan Pembahasan . . . 20

2.3.1. Kondisi Rata-rata Curah Hujan Menurut Skenario Anomali Iklim El-Nino dan La-Nina, dan tahun Normal . . . . . . 20

2.3.2. Ekivalensi Data Curah Hujan Antar Stasiun . . . 25

2.3.3. Pewilayahan Hujan di Sentra Produksi Padi . . . 29

2.3.4. Stasiun Pewakil pada Wilayah Hujan di Sentra Produksi Padi . . . 47

2.4. Simpulan dan Saran . . . 48

2.4.1. Simpulan . . . . . . 48

2.4.2. Saran-saran . . . 51


(20)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

Halaman III. MODEL PREDIKSI DAN PREDIKSI CURAH HUJAN DI

SENTRA PRODUKSI PADI DI PANTURA BANTEN,

PANTURA JAWA BARAT DAN KABUPATEN GARUT . . . 52

3.1. Pendahuluan . . . 52

3.2. Bahan dan Metode . . . 58

3.2.1. Bahan Penelitian . . . 58

3.2.2. Penyusunan Model Prediksi Curah Hujan . . . 59

3.2.3. Validasi Model Prediksi Curah Hujan . . . 60

3.2.4. Prediksi Curah Hujan . . . 61

3.3. Hasil dan Pembahasan . . . 62

3.3.1. Model Prediksi Curah Hujan . . . 62

3.3.2. Validasi Model Prediksi Curah Hujan . . . 86

3.3.3. Prediksi Curah Hujan Tahun 2008 . . . 89

3.4. Simpulan dan Saran . . . 95

3.4.1. Simpulan . . . . . . 95

3.4.2. Saran-saran . . . 97

IV. ANALISIS DAN PREDIKSI KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PADI DI SENTRA PRODUKSI PADI DI PANTURA BANTEN, PANTURA JAWA BARAT DAN KABUPATEN GARUT . . . 98

4.1. Pendahuluan . . . 98

4.1.1. Ketersediaan dan Kerentanan Pangan, Ketahanan Pangan . . . 98

4.1.2. Indeks Kecukupan Air dan Analisis Potensi Penurunan Produksi Padi . . . 102

4.2. Bahan dan Metode . . . 103

4.2.1. Bahan Penelitian . . . 103

4.2.2. Analisis Hubungan Curah Hujan dengan Produksi Padi dan Prediksi Ketersediaan Padi . . . 104

4.2.3. Analisis Potensi Penurunan Produksi Padi . . . 105

4.2.4. Analisis Prediksi Potensi Kecukupan Beras . . . . . . 108

4.3. Hasil dan Pembahasan . . . 109

4.3.1. Hubungan Curah Hujan dengan Produksi Padi . . . . 109

4.3.2. Prediksi Potensi Ketersediaan Padi . . . 113

4.3.3. Prediksi Potensi Penurunan Produksi Padi . . . 117

4.3.4. Prediksi Potensi Kecukupan Beras . . . 120


(21)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

Halaman

4.4. Simpulan dan Saran . . . 121

4.4.1. Simpulan . . . . . . 121

4.4.2. Saran-saran . . . 124

V. PEMBAHASAN UMUM . . . 126

5.1. Lingkup Studi . . . 126

5.2. Pewilayahan Hujan . . . 127

5.3. Model Prediksi Curah Hujan dan Prediksi Curah Hujan . . . 131

5.4. Model Produksi Padi dan Prediksi Produksi Padi . . . 134

5.5. Informasi Prediksi Kecukupan Beras 2008 . . . 137

VI. KESIMPULAN DAN SARAN . . . 139

6.1. Kesimpulan . . . 139

6.2. Saran-saran . . . 144

DAFTAR PUSTAKA . . . 147

LAMPIRAN-LAMPIRAN . . . 151


(22)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Areal pertanaman padi (ha) yang mengalami kekeringan dan

kebanjiran di Indonesia pada tahun El-Nino dan La-Nina . . . 3 2. Kondisi rata-rata curah hujan musiman dan tahunan di

Kabupaten Serang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Garut menurut skenario anomali iklim El-Nino,

La-Nina dan Normal selama periode 1979-2007 . . . 21

3. Kisaran nilai ekivalensi data curah hujan bulanan antar stasiun di lokasi penelitian pada tahun El-Nino, tahun La-Nina dan tahun

Normal . . . 26 4. Jumlah wilayah hujan yang dapat terbentuk di lokasi studi

berdasarkan beberapa nilai ekivalensi antar stasiun hujan pada

tahun El-Nino, tahun La-Nina dan tahun Normal . . . 28 5. Stasiun-stasiun pewakil di beberapa wilayah hujan di sentra

produksi padi . . . 48 6. Rangkuman pembentukan model prediksi curah hujan pada

beberapa kombinasi peubah masukan di Stasiun Baros Serang

(Wilayah IIA Banten) . . . 63

7. Rangkuman pembentukan model prediksi curah hujan pada beberapa kombinasi peubah masukan di Stasiun Kalenpetung

Serang (Wilayah IIB Banten) . . . 66 8. Rangkuman pembentukan model prediksi curah hujan pada

beberapa kombinasi peubah masukan di Stasiun Tambakdahan

Subang (Wilayah I Pantura Jawa Barat) . . . 69 9. Rangkuman pembentukan model prediksi curah hujan pada

beberapa kombinasi peubah masukan di Stasiun Karawang

(Wilayah IIA Pantura Jawa Barat) . . . 72 10. Rangkuman pembentukan model prediksi curah hujan pada

beberapa kombinasi peubah masukan di Stasiun Kasomalang

Subang (Wilayah III Pantura Jawa Barat) . . . 75


(23)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

Halaman 11. Rangkuman pembentukan model prediksi curah hujan pada

beberapa kombinasi peubah masukan di Stasiun Tarogong

Garut (Wilayah IIA Kabupaten Garut) . . . 78 12. Rangkuman pembentukan model prediksi curah hujan pada

beberapa kombinasi peubah masukan di Stasiun Bungbulang

Garut (Wilayah IV Kabupaten Garut) . . . 81

13. Rangkuman pembentukan model prediksi curah hujan terbaik

dari stasiun-stasiun pewakil di sentra produksi padi . . . 84

14. Tingkat ketepatan dan kisaran kesalahan pendugaan data curah hujan pada proses validasi model di beberapa stasiun pewakil di sentra produksi padi di Pantura Banten, Pantura Jawa Barat dan

Kabupaten Garut . . . 87 15. Prediksi curah hujan tahun 2008 menggunakan model jaringan

syaraf dan perbandingannya terhadap nilai rata-rata Normal di

beberapa stasiun curah hujan di sentra produksi padi . . . 90 16. Klasifikasi Indeks-Ketersediaan padi . . . 105 17. Klasifikasi koefisien penurunan produksi padi . . . 107 18. Nilai-nilai korelasi antara produksi padi dengan curah hujan

empat bulan berturut-turut selama musim tanam di Kabupaten Serang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan

Kabupaten Garut . . . 110

19. Prediksi potensi produksi padi tahun 2008 di Kabupaten Serang Provinsi Banten, serta Kabupaten Karawang dan Kabupaten

Subang Provinsi Jawa Barat . . . 114

20. Jumlah penduduk, prediksi konsumsi padi, prediksi produksi padi pada kondisi optimum, indeks-ketersediaan dan skor ketersediaan padi di Kabupaten Serang, Kabupaten Karawang

dan Kabupaten Subang . . . 114


(24)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

Halaman 21. Prediksi potensi penurunan produksi padi bulanan tahun 2008 di

Kabupaten Serang, Kabupaten Karawang dan Kabupaten

Subang . . . 119 22. Prediksi potensi kecukupan atau kekurangan beras tahun 2008

di Kabupaten Serang, Kabupaten Karawang dan Kabupaten

Subang . . . 121


(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka umum penelitian . . . 7 2. Pewilayahan hujan di Provinsi Banten menurut Las et al.

(2007) . . . 12 3. Pewilayahan hujan di Subang-Karawang menurut Las et al.

(2007) . . . 12 4. Pewilayahan hujan di Kabupaten Garut menurut Las et al.

(2007) . . . 13 5. Gambaran perbedaan konsep dalam penentuan garis batas

antara (a) teknik fuzzy dengan (b) teknik konvensional (crisp)

(Klir dan Bo Yuan, 1995) . . . 13 6. Denah umum lokasi studi . . . 17 7. Hasil pewilayahan hujan tahunan di Pantura Banten pada

tahun Normal . . . 33 8. Hasil pewilayahan hujan tahunan di Pantura Jawa Barat pada

tahun Normal . . . 34 9. Hasil pewilayahan hujan tahunan di Kabupaten Garut pada

tahun Normal . . . 35 10. Hasil pewilayahan hujan tahunan di Pantura Banten pada

tahun El-Nino . . . 39 11. Hasil pewilayahan hujan tahunan di Pantura Jawa Barat pada

tahun El-Nino . . . 40 12. Hasil pewilayahan hujan tahunan di Kabupaten Garut pada

tahun El-Nino . . . 41 13. Hasil pewilayahan hujan tahunan di Pantura Banten pada

tahun La-Nina . . . 44 14. Hasil pewilayahan hujan tahunan di Pantura Jawa Barat pada

tahun La-Nina . . . 45 15. Hasil pewilayahan hujan tahunan di Kabupaten Garut pada

tahun La-Nina . . . 46


(26)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

Halaman 16. Konsep jaringan syaraf manusia dan model jaringan syaraf

tiruan . . . 55 17. Skema neural network . . . 55 18. Struktur umum recurrent network . . . 57 19. Analisis dan pemodelan prediksi curah hujan . . . 61 20. Hasil pembentukan model dengan kombinasi beberapa

peubah X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 di Stasiun Baros Serang

(Wilayah IIA Pantura Banten) . . . 64 21. Hasil pembentukan model dengan kombinasi beberapa

peubah X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 di Stasiun Kalenpetung

Serang (Wilayah IIA Pantura Banten) . . . 67 22. Hasil pembentukan model dengan kombinasi beberapa

peubah X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 di Stasiun Tambakdahan

Subang (Wilayah I Pantura Jawa Barat) . . . 70 23. Hasil pembentukan model dengan kombinasi beberapa

peubah X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 di Stasiun Karawang (Wilayah

IIA Pantura Jawa Barat) . . . 73 24. Hasil pembentukan model dengan kombinasi beberapa

peubah X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 di Stasiun Kasomalang

Subang (Wilayah III Pantura Jawa Barat) . . . 76 25. Hasil pembentukan model dengan kombinasi beberapa

peubah X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 di Stasiun Tarogong (Wilayah

IIA Kabupaten Garut) . . . 79 26. Hasil pembentukan model dengan kombinasi beberapa

peubah X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 di Stasiun Bungbulang

(Wilayah IV Kabupaten Garut) . . . 82 27. Hasil training atau pembentukan model prediksi curah hujan

menggunakan teknik analisis jaringan syaraf propagasi balik terhadap data curah hujan di beberapa stasiun di sentra

produksi padi . . . 85


(27)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

Halaman 28. Proses validasi model prediksi curah hujan menggunakan

teknik analisis jaringan syaraf propagasi balik terhadap data

curah hujan di beberapa stasiun di sentra produksi padi . . . 88 29. Prediksi curah hujan tahun 2008 menggunakan model jaringan

syaraf di beberapa stasiun di sentra produksi padi . . . 91 30. Diagram konsep analisis ketahanan pangan atau kerawanan

pangan (Dewan Ketahanan Pangan RI dan Program Pangan

Dunia PBB, 2003) . . . 100 31. Klasifikasi potensi kekurangan atau kecukupan beras . . . 108 32. Fluktuasi produksi padi sawah dan curah hujan bulanan di

Kabupaten Serang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang

dan Kabupaten Garut . . . 111 33. Plot hubungan antara produksi padi aktual dengan estimasi

produksi menurut model di Kabupaten Serang, Kabupaten

Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Garut . . . 112 34. Gambaran prediksi fluktuasi ketersediaan air tanah dan

potensi produksi padi di Kabupaten Serang 2008; (A) kondisi

tanpa irigasi, (B) kondisi dengan irigasi . . . 117 35. Gambaran prediksi fluktuasi ketersediaan air tanah dan

potensi produksi padi di Kabupaten Karawang 2008; (A)

kondisi tanpa irigasi, (B) kondisi dengan irigasi . . . 118 36. Gambaran prediksi fluktuasi ketersediaan air tanah dan

potensi produksi padi di Kabupaten Subang 2008; (A) kondisi

tanpa irigasi, (B) kondisi dengan irigasi . . . 118 37. Bagan alir pemanfaatan data curah hujan dan informasi

lainnya untuk prediksi curah hujan dan prediksi kecukupan

beras . . . 127


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Contoh format tabulasi data curah hujan bulanan yang

digunakan sebelum analisis gerombol . . . 152 2. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata

curah hujan bulanan pada tahun El-Nino di daerah Banten . . . 153 3. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata

curah hujan bulanan pada tahun La-Nina di daerah Banten . . . 154 4. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata

curah hujan bulanan pada tahun Normal di daerah Banten . . . . 155 5. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata

curah hujan bulanan pada tahun El-Nino di daerah

Karawang-Subang . . . 156 6. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata

curah hujan bulanan pada tahun La-Nina di daerah

Karawang-Subang . . . 157 7. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata

curah hujan bulanan pada tahun Normal di daerah

Karawang-Subang . . . 158 8. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata

curah hujan bulanan pada tahun La-Nina di Kabupaten Garut. . 159 9. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata

curah hujan bulanan pada tahun Normal di Kabupaten Garut . . 159 10. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata

curah hujan bulanan pada tahun El-Nino di Kabupaten Garut . . 159 11. Koefisien wij dan vjk yang dihasilkan melalui proses training

set pembentukan model prediksi curah hujan menggunakan teknik analisis jaringan syaraf propagasi balik di beberapa

stasiun di sentra produksi padi di Jawa . . . 160


(29)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejadian kekeringan akibat El-Nino telah menyebabkan meningkatnya luas pertanaman yang terkena kekeringan 8-10 kali lipat dari luas kekeringan pada kondisi normal. Sebaliknya La-Nina telah menyebabkan meningkatnya luas pertanaman yang terkena banjir sampai 4-5 kali lipat dari kondisi normal. Tabel 1 menyajikan bahwa pada tahun El-Nino 1991, 1994, 1997 dan 2003 luas pertanaman tanaman padi telah mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu ha, 544 ribu ha, 504 ribu ha dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing seluas 192 ribu ha (22%), 161 ribu ha (30%), 88 ribu ha (18%) dan 117 ribu ha (21%). Sedangkan pada tahun La-Nina 1988, 1995 dan 2000 luas daerah yang mengalami banjir dan genangan berturut-turut mencapai 130 ribu ha, 218 ribu ha dan 244 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing seluas 29 ribu ha (22%), 47 ribu ha (22%) dan 59 ribu ha (24%). Menurut Jasis dan Karama (1998) penurunan luas panen karena kekeringan tersebut mengakibatkan penurunan produksi atau kehilangan hasil pada tahun 1991 diprakirakan mencapai 1,455 juta ton GKG atau setara dengan 0,873 juta ton beras, sedangkan pada tahun 1994 dan 1997 menyebabkan kehilangan hasil 640 ton GKG, sedangkan banjir menyebabkan kehilangan hasil sebesar 214 ton GKG per tahun. Data statistik luas panen dan produksi padi tahun 1989-2000 (BPS, 1993, 1998, 2001;

dalam Pramudia, 2002) memberikan gambaran bahwa telah terjadi penurunan luas panen padi 15-65% per musim dan penurunan produksi padi 7-66% per musim di Kabupaten Karawang, Subang dan Indramayu seiring adanya kekeringan akibat anomali iklim.


(30)

2

Data pada Tabel 1 menggambarkan bahwa kekeringan, baik terkait dengan adanya anomali iklim ekstrim atau tidak, dapat memicu terjadinya penurunan luas tanam, produksi dan produktivitas tanaman pangan nasional yang akhirnya akan mengakibatkan kerawanan pangan nasional.

Sejauh ini, berbagai usaha untuk mengantisipasi hal tersebut di atas sudah banyak dikaji dan dilakukan oleh beberapa kalangan, salah satunya membuat model prediksi curah hujan atau melakukan analisis kerawanan pangan. Beberapa peneliti membuat model prediksi curah hujan dengan pendekatan analisis keterkaitan antar waktu, seperti fourier regression, fractal analysis, (Dupe, 1999, Haryanto, 1999, serta Boer, Notodiputro dan Las, 1999), serta pendekatan analisis keterkaitan ruang atau keterkaitan antara parameter, seperti hubungan antara curah hujan dengan anomali suhu muka laut di Nino-3,4 (Puslittanak, 2002), dan lain sebagainya. Model-model yang disusun umumnya menggambarkan adanya ketidakseimbangan antara aspek analisis ruang (spatial analysis) dengan analisis deret waktu (time series analysis). Model-model peramalan deret waktu umumnya dilakukan hanya pada satu stasiun ataupun beberapa stasiun yang analisisnya dilakukan masing-masing di satu stasiun, sehingga keterkaitan ruang antara stasiun cenderung tidak dibahas. Sebaliknya pada model-model prediksi yang menggunakan analisis keterkaitan ruang antar stasiun atau analisis hubungan antar parameter umumnya diterapkan pada satu periode tertentu atau terhadap nilai rata-rata dari satu periode yang dibatasi, sehingga keterkaitan deret waktu menjadi terabaikan. Dengan demikian selalu terbuka kesempatan untuk mengembangkan model peramalan curah hujan terutama model peramalan curah hujan yang mampu menerapkan keterkaitan deret waktu sekaligus dengan keterkaitan ruang antar stasiun atau dengan keterkaitan parameter iklim dan parameter fisik lainnya.


(31)

3

Tabel 1. Areal pertanaman padi (ha) yang mengalami kekeringan dan kebanjiran di Indonesia pada tahun El-Nino dan La-Nina.

Luas kekeringan (ha) Luas banjir (ha) Tahun

Terkena Puso Terkena Puso Keterangan

1988 *) 87.373 15.115 130.375 28.934 La-Nina

1989 36.143 2.116 96.540 13.174 Normal

1990 54.125 9.521 66.901 9.642 Normal

1991 867.997 192.347 38.006 5.707 El-Nino

1992 42.409 7.267 50.360 9.615 Normal

1993 66.992 20.415 78.480 26.844 Normal 1994 544.422 161.144 132.973 32.881 El-Nino 1995 28.580 4.614 218.144 46.957 La-Nina 1996 59.560 12.482 107.385 38.167 Normal 1997 504.021 88.467 58.974 13.787 El-Nino

1998 **) 180.701 32.557 143.344 33.152 La-Nina

1999 104.539 12.631 190.466 42.275 La-Nina

2000 243.594 58.816 243.594 58.816 La-Nina

2001 151.390 12.434 193.414 32.765 Normal

2002 348.512 41.690 219.580 63.459 El-Nino

2003 568.259 117.006 263.086 66.834 El-Nino 2004 166.144 9.310 311.246 84.588 El-Nino

2005 --***) --***) 181.101 68.939 Normal

Sumber : *) Data tahun 1988-1997 dari Jasis dan Karama (1998).

**) Data tahun 1998-2005 dari http://www.deptan.go.id/ditlin-tp/BASISDATA/

DATA_BA/KERING_PADI.html dan http://www.deptan.go.id/ditlin-tp/BASIS-DATA/DATA_BA/INDEX_BANJIR_KERING_PADI.html

***) tidak ada data.

Salah satu tahap yang dilakukan dalam mengawali peramalan curah hujan adalah pewilayahan hujan yang pada umumnya dilakukan melalui analisis gerombol (cluster analysis). Pewilayahan dimaksudkan untuk menggabungkan stasiun-stasiun yang memiliki data curah hujan yang relatif seragam menjadi satu kelompok atau satu wilayah curah hujan. Selanjutnya menentukan salah satu stasiun sebagai pewakil dari kelompok atau wilayah tersebut, sehingga peramalan tidak dilakukan terhadap semua stasiun, tapi hanya pada stasiun pewakil dari suatu wilayah atau kelompok.

Beberapa peneliti dan ilmuwan melakukan pewilayahan menggunakan metode analisis komponen utama (principle component analysis) kemudian


(32)

4

dilanjutkan dengan analisis gerombol. Dalam metode ini analisis gerombol pada umumnya hanya dilakukan terhadap sebagian data yang menjelaskan 75-80% dari keseluruhan keragaman data. Padahal, apabila data 20-25% yang tidak digunakan dalam analisis ternyata memiliki karakteristik yang khas dan dapat mewakili satu atau lebih wilayah tersendiri, maka analisis pewilayahan dengan metode analisis komponen utama menjadi bias dan menghilangkan informasi yang sebetulnya sangat penting. Di samping itu, dengan metode tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan subyektivitas yang tinggi dalam menentukan jumlah kelas atau jumlah wilayah yang terbentuk. Dengan demikian diperlukan alternatif metode lain yang dapat menggambarkan kondisi data yang lebih utuh.

Metode gerombol fuzzy (fuzzy clustering method) merupakan salah satu teknik yang diharapkan dapat mengatasi ‘kelemahan’ yang dilakukan dalam metode analisis komponen utama. Dua hal yang diterapkan dalam metode gerombol fuzzy yang diharapkan dapat menyempurnakan metode analisis komponen utama, yaitu (1) metode gerombol fuzzy menggunakan semua data yang dianalisis, dan (2) Jumlah kelas atau wilayah hujan dapat ditentukan berdasarkan struktur atau karakteristik data yang dianalisis. Metode gerombol fuzzy sudah pernah digunakan oleh banyak peneliti dalam berbagai bidang aplikasi (Kronenfeld, 2003; Panagoulia, Bardossy dan Lourmas, 2006).

Kronenfeld (2003) menerapkan metode klasifikasi fuzzy terhadap data geografi kontinyu untuk mencari nilai keanggotaan fuzzy (q) yang optimum. Melalui teknik klasifikasi k-means fuzzy (fuzzy K-means clustering algorithm) Kronenfeld (2003) menghasilkan nilai keanggotaan fuzzy yang optimum dan memberi hasil klasifikasi yang terbaik. Panagoulia, Bardossy dan Lourmas (2006) menggunakan teknik klasifikasi fuzzy untuk membedakan hasil prediksi


(33)

5

keragaman curah hujan saat ini (1961-2000) dengan hasil prediksi 100 tahun ke depan (2061-2100) terhadap pembangkitan data curah hujan melalui kombinasi model stokastik multivariate (multivariate downscaling stochastic models) dan model sirkulasi atmosfer. Analisis klasifikasi fuzzy dari Panagoulia et al. (2006) memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan kondisi curah hujan antara saat ini dengan periode 100 tahun mendatang.

Dalam penelitian ini dilakukan analisis pewilayahan hujan dengan metode gerombol fuzzy dan penyusunan model prediksi curah hujan dengan teknik analisis jaringan syaraf. Hasil prediksi model curah hujan tersebut kemudian diterapkan dalam analisis ketersediaan dan kerentanan produksi padi.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam analisis kerawanan pangan dan perencanaan ketahanan pangan di tingkat kabupaten ataupun tingkat nasional. Sebagai studi kasus, penelitian dilakukan di empat kabupaten yang merupakan sentra produksi padi di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang, serta Kabupaten Garut sebagai pembanding.

1.2. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilakukan di daerah sentra produksi padi di Jawa Barat dan Banten, mencakup Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Serang. Sebagai pembanding, analisis juga dilakukan di Kabupaten Garut, daerah yang bukan merupakan sentra produksi padi dan diperkirakan memiliki karakterisitik iklim berbeda dengan tiga kabupaten lainnya. Di kabupaten-kabupaten tersebut diperoleh data dari 151 stasiun curah hujan dengan kualitas data yang beragam. Sehingga kemudian


(34)

6

dilakukan seleksi dan pemilihan stasiun yang layak untuk dimanfaatan dalam analisis pewilayahan. Tahapan seleksi tersebut mencakup pemilihan stasiun yang memiliki data kontinyu dengan panjang catatan data tidak kurang dari 10 tahun. Untuk penerapannya, hasil prediksi curah hujan dimanfaatkan dalam analisis ketersediaan dan kerentanan produksi padi terhadap kekeringan dan anomali iklim. Penelitian dibagi dalam tiga tahap kegiatan utama, yaitu (1) analisis pewilayahan hujan, (2) pemodelan curah hujan, dan (3) analisis ketersediaan dan kerentanan produksi padi. Kerangka umum penelitian digambarkan melalui diagram pada Gambar 1.

Penelitian diawali dengan pengumpulan data, serta penyusunan dan pengembangan basis data yang digunakan dalam penelitian. Data dikumpulkan mencakup data curah hujan, data temperatur untuk menduga evapotranspirasi potensial, data anomali suhu permukaan laut di Pasifik Timur dan indeks ossilasi selatan, data produksi padi, data fisika tanah, dan lain-lain. Pada tahap analisis pewilayahan hujan dilakukan pengelompokkan stasiun-stasiun curah hujan dengan pendekatan analisis gerombol menggunakan teknik gerombol fuzzy. Hasil pengelompokkan dipetakan sebagai peta wilayah hujan. Peta wilayah hujan selanjutnya ditumpang-tepatkan (overlaying) dengan peta sebaran sawah, kemudian ditelaah untuk menghasilkan informasi wilayah hujan dominan di sentra persawahan yang luas. Proses tumpang-tepat tersebut membantu dalam menentukan stasiun-stasiun pewakil dari setiap wilayah curah hujan dominan yang beririsan dengan sawah yang luas. Salah satu kriteria stasiun pewakil yang dipilih adalah memiliki data curah hujan lengkap, kontinyu dan memiliki catatan data yang panjang dibandingkan stasiun lain di dalam wilayah yang sama.


(35)

7

Gambar 1. Kerangka umum penelitian.

Pada tahap pemodelan curah hujan dilakukan penyusunan model prediksi curah hujan menggunakan teknik jaringan syaraf. Penyusunan model dilakukan pada stasiun-stasiun pewakil. Peubah yang diduga adalah curah hujan pada tiga bulan ke depan, sedangkan peubah yang dilibatkan sebagai penduga adalah curah hujan periode saat ini, periode bulan depan dan periode dua bulan ke depan, serta peubah yang merupakan indikator


(36)

8

perubahan iklim global, yaitu anomali suhu permukaan laut (sea surface temperature, SST) pada zone Nino-3,4 dan indeks ossilasi selatan (southern oscillation index, SOI). Penyusunan model prediksi curah hujan dilakukan di beberapa stasiun pewakil sentra produksi padi di Kabupaten Serang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Garut. Model yang terbentuk kemudian digunakan untuk memprediksi curah hujan bulanan hingga setahun ke depan, yaitu selama periode tahun 2008.

Pada tahap analisis ketersediaan dan kerentanan produksi padi dilakukan analisis hubungan antara curah hujan dengan produksi padi. Analisis ini menghasilkan model prediksi produksi padi sebagai fungsi curah hujan. Dengan memanfaatkan hasil prediksi curah hujan pada tahap sebelumnya maka kemudian dilakukan analisis potensi produksi hingga setahun ke depan. Dengan dilengkapi data ETP dan sifat fisika tanah setempat, hasil prediksi curah hujan pada tahap sebelumnya juga digunakan dalam analisis indeks kecukupan air untuk melihat potensi produksi padi. Nilai-nilai hasil prediksi tersebut digunakan dalam analisis subsistem ketersediaan padi dan subsistem kerentanan padi pada tahun 2008. Analisis tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran status tingkat kecukupan beras di kabupaten-kabupaten yang dianalisis pada tahun 2008. Status kecukupan atau kekurangan beras tersebut dijadikan dasar dalam pemilihan alternatif kebijakan antisipasi kekurangan beras di masing-masing kabupaten.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a) Menganalisis pewilayahan hujan menggunakan metode gerombol fuzzy. b) Menyusun model prediksi curah hujan menggunakan teknik analisis


(37)

9

c) Melakukan analisis prediksi ketersediaan dan kerentanan produksi padi di Kabupaten Serang (Pantura Banten), Kabupaten Karawang dan Kabupaten Subang (Pantura Jawa Barat).

1.4. Keluaran

Keluaran dari penelitian ini, adalah:

a) Wilayah-wilayah hujan di Pantura Banten, Pantura Jawa Barat (Kabupaten Karawang dan Kabupaten Subang), serta Kabupaten Garut. b) Model prediksi curah hujan dan hasil prediksi curah hujan.

c) Model prediksi ketersediaan dan kerentanan produksi padi di Kabupaten Serang (Pantura Banten), Kabupaten Karawang dan Kabupaten Subang (Pantura Jawa Barat).


(38)

II. PEWILAYAHAN HUJAN DI SENTRA PRODUKSI PADI

DI PANTURA BANTEN, PANTURA JAWA BARAT DAN

KABUPATEN GARUT

2.1. Pendahuluan

Pewilayahan hujan merupakan suatu proses pengelompokkan atau klasifikasi data curah hujan yang berasal dari banyak stasiun menjadi beberapa kelompok yang didasarkan pada kesamaan sifat atau karakter. Sistem klasifikasi curah hujan di Indonesia yang sudah tua adalah pewilayahan hujan dari Borema (1933), klasifikasi tipe hujan dari Schmidt dan Ferguson (1951), serta klasifikasi zona agroklimat dari Oldeman (1975). Klasifikasi-klasifikasi tersebut didasarkan pada jumlah bulan basah dan jumlah bulan kering. Sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) dan Oldeman (1975) digunakan oleh Pramudia, Kartiwa, Susanti dan Amien (1994) serta Estiningtyas, Pramudia dan Runtunuwu (1995) untuk menyusun informasi agroklimat dan karakterisasi curah hujan di berbagai wilayah di Indonesia.

Dengan perkembangan sains pada beberapa dekade terakhir, para ahli mulai menerapkan teknik-teknik analisis statistik atau kalkulus dan pemodelan dalam melakukan pewilayahan hujan. Tim Puslittanak (1994, 1995, 1996) melakukan analisis pewilayahan hujan di berbagai wilayah di Indonesia menggunakan kombinasi analisis komponen utama (principle component analysis, PCA) dan analisis gerombol (cluster analysis) konvensional (crisp) dengan metode k-rataan tanpa hirarki (k-mean non-hierachical methods). Dalam penggunaan teknik PCA tersebut analisis hanya dilakukan terhadap sebagian data yang menjelaskan 75-80% dari keseluruhan keragaman data, sementara sisa 20-25% data lainnya tidak digunakan karena dianggap resesif atau tidak dominan dalam sebaran data atau merupakan


(39)

11

data pencilan (outlier). Hal ini menimbulkan pertanyaan bahwa, untuk tujuan pewilayahan, apabila sisa data 20-25% yang tidak digunakan dalam analisis ternyata memiliki karakteristik yang khas dan dapat mewakili satu atau lebih wilayah tersendiri, maka analisis pewilayahan dengan metode analisis komponen utama menjadi bias dan bahkan dapat menghilangkan informasi yang sebetulnya sangat penting.

Syahbuddin, Apriyana, Pramudia dan Las (1999) serta Suciantini, Apriana, Surmaeni dan Darmijati (2001) melakukan karakterisasi curah hujan, deret hari kering, dan indeks Palmer untuk menetapkan wilayah rawan kekeringan. Penentuan wilayah menggunakan analisis gerombol dengan teknik crisp berdasarkan jarak kedekatan nilai (neighbourhood) curah hujan rata-rata antar stasiun. Las, Unadi, Subagyono, Syahbuddin dan Runtunuwu (2007) menggunakan pewilayahan yang menggambarkan kondisi rata-rata curah hujan tahunan untuk membantu analisis kalender tanam. Hasil pewilayahan hujan tahunan dari Las et al. (2007) pada kondisi normal untuk Provinsi Banten disajikan pada Gambar 2, untuk Wilayah Pantura Jawa Barat pada Gambar 3 dan untuk Kabupaten Garut pada Gambar 4.

Klir dan Bo Yuan (1995) mengemukakan bahwa, teknik penentuan batas kelas atau batas wilayah di dalam metode konvensional (crisp) sangat tegas dan memerlukan pertimbangan yang subyektif untuk menjelaskan hasil klasifikasinya. Selanjutnya Klir dan Bo Yuan (1995) memperkenalkan metode gerombol fuzzy (fuzzy clustering) sebagai alternatif dalam teknik pengelompokkan. Dalam metode gerombol fuzzy, penentuan batas kelas atau batas wilayah mempertimbangkan hubungan kedekatan antar data secara gradual, sehingga umumnya menghasilkan klasifikasi yang lebih mulus dan lebih mudah diinterpretasi. Ilustrasi perbedaan dalam penentuan batas kelas dengan teknik crisp dan teknik fuzzy disajikan pada Gambar 5.


(40)

12

Gambar 2. Pewilayahan hujan di Provinsi Banten menurut Las et al. (2007).

Gambar 3. Pewilayahan hujan di Subang-Karawang menurut Las et al.


(41)

13

Gambar 4. Pewilayahan hujan di Kabupaten Garut menurut Las et al.

(2007).

Gambar 5. Gambaran perbedaan konsep dalam penentuan garis batas antara (a) teknik fuzzy dengan (b) teknik konvensional (crisp) (Klir dan Bo Yuan, 1995).


(42)

14

Kronenfeld (2003) memanfaatkan teknik pengelompokkan fuzzy untuk mengembangkan kerangka pengurangan data melalui analisis klasifikasi terhadap data geografi kontinyu dengan menggunakan beberapa nilai keanggotaan fuzzy (q). Teknik klasifikasi yang dilakukan adalah teknik klasifikasi k-means fuzzy (fuzzy K-means clustering algorithm). Analisis Kronenfeld menghasilkan nilai keanggotaan fuzzy (q) yang memberikan hasil klasifikasi optimum.

Panagoulia, Bardossy dan Lourmas (2006) menggunakan teknik klasifikasi fuzzy untuk membedakan hasil prediksi keragaman curah hujan saat ini (1961-2000) dengan hasil prediksi 100 tahun ke depan (2061-2100). Prediksi dan pembangkitan data curah hujan dilakukan melalui model stokastik multivariat (multivariate downscaling stochastic models) yang dikombinasikan dengan model sirkulasi atmosfer. Hasil prediksi keduanya kemudian dianalisis melalui klasifikasi fuzzy untuk melihat apakah kondisi keduanya berbeda atau tidak. Panagoulia et al. (2006) memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan kondisi curah hujan antara saat ini dengan periode 100 tahun mendatang.

Klir dan Bo Yuan (1995) mengemukakan bahwa terdapat dua teknik klasifikasi dengan metode fuzzy, yaitu berdasarkan nilai C-rata-rata (fuzzy C-means clustering methods) dan berdasarkan relasi ekivalensi fuzzy (fuzzy clustering methods based upon fuzzy equivalence relations). Pada teknik pertama berdasarkan nilai C-rata-rata, jumlah kelas sudah ditetapkan pada awal sebelum analisis dilakukan. Sehingga untuk mendapatkan jumlah kelas yang tepat perlu dilakukan coba-coba (trial and error) melalui beberapa kali analisis. Sebaliknya, pada teknik kedua berdasarkan relasi ekivalensi fuzzy

jumlah kelas dapat ditentukan berdasarkan tingkat ekivalensi antar data dan tergantung pada struktur dan karakteristik data. Pada kedua teknik ini


(43)

15

diperlukan subyektivitas dalam menentukan jumlah kelas, namun penentuan jumlah kelas pada teknik kedua lebih mudah daripada teknik pertama.

Dalam penentuan klasifikasi berdasarkan relasi ekivalensi fuzzy, analisis diselesaikan melalui dua tahap, yaitu diawali dengan menentukan relasi kompatibilitas fuzzy dan kemudian menentukan relasi ekivalensi fuzzy. Relasi kompatibilitas fuzzy, bersifat simetrik dan refleksif, menggambarkan fungsi jarak yang diterapkan pada set data tertentu. Relasi ekivalensi fuzzy

ditetapkan sebagai hampiran transitif dari relasi kompatibilitas fuzzy.

Relasi kompatibilitas fuzzy R terhadap suatu set data X didefinisikan sebagai bentuk fungsi jarak kelas Minowski yang dihitung sebagai berikut:

= − δ − = p 1 j q kj ij k i q 1 ) x x ( 1 ) x , x ( R

(Klir dan Bo Yuan, 1995).

Untuk semua <xi, xk> ∈X, dimana qR+, dan δ adalah tetapan jarak yang memastikan bahwa R(xi, xk) ∈ [0,1]. Lebih jelasnya δ adalah nilai invers dari jarak terbesar dalam X.

Apabila R adalah suatu relasi kompatibilitas fuzzy pada satu set universal X dengan ⎜X ⎜= n. Kemudian hampiran max-min transitif R adalah relasi R(n-1). Penghitungan hampiran transitif RT = R(n-1) dengan menghitung

relasi sekuens: ) 2 ( ) 2 ( 2 ) 2 ( ) 2 ( ) 4 ( ) 2 ( 1 n 1 n n R R R ... ... ... R R R R R R − − = = = o o o

(Klir dan Bo Yuan, 1995).

Suatu relasi fuzzy R(X,X) adalah transitif (atau lebih spesifik, max-min transitif), jika:


(44)

16 )] z , y ( R ), y , x ( R min[ max ) z , x ]( R R [ Y y∈ ≥ o

(Klir dan Bo Yuan, 1995).

Tahap ini bertujuan untuk melakukan pewilayahan hujan di Pantura Banten, Pantura Jawa Barat (Subang-Karawang) dan Kabupaten Garut menggunakan teknik gerombol fuzzy, serta menyajikan hasil pewilayahan tersebut dalam peta wilayah hujan . Peta wilayah hujan kemudian ditumpang-tepatkan dengan peta sebaran sawah untuk menentukan stasiun-stasiun pewakil di masing-masing wilayah hujan dominan yang merupakan sentra produksi padi.

2.2. Bahan dan Metode

2.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil studi kasus di sentra produksi padi di Pantura Banten (Kabupaten Serang dan sekitarnya) dan Pantura Jawa Barat (Kabupaten Karawang dan Kabupaten Subang), serta sebagai pembanding dilakukan juga di wilayah bukan sentra produksi padi, yaitu Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat (Gambar 6).

2.2.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian pada tahapan kegiatan ini, antara lain:

(1) Data harian curah hujan bulanan dari 62 stasiun curah hujan di Pantura Banten, 75 stasiun curah hujan di Pantura Jawa Barat (Karawang dan Subang) dan 14 stasiun curah hujan di Kabupaten Garut hasil pengamatan selama periode 1979-2007 (umumnya lebih dari 10 tahun pengamatan).


(45)

17

(2) Peta-peta pendukung, meliputi peta sebaran stasiun hujan, peta administrasi, peta topografi/kontur dan peta sebaran sawah di wilayah penelitian

Gambar 6. Denah umum lokasi studi.

2.2.3. Penghitungan Curah Hujan Rata-rata

Pada tahap ini dilakukan penghitungan nilai rata-rata curah hujan bulanan dari setiap stasiun yang mewakili rata-rata kondisi tahun Normal, tahun El-Nino dan tahun La-Nina, berdasarkan historis kejadian El-Nino dan La-Nina selama periode 1979-2007 yang merujuk pada kondisi indikator nilai anomali suhu permukaan laut (anomali SST) pada zona Nino-3,4. Berdasarkan data curah hujan bulanan tersebut, kemudian dikaji bagaimana kondisi rata-rata curah hujan musiman pada kondisi normal, dan pada saat terjadi anomali iklim El-Nino dan La-Nina.


(46)

18

Batasan kondisi tahun Normal, tahun La-Nina dan tahun El-Nino mengikuti kriteria yang dikemukakan Tim Puslittanak (1996) dalam Pramudia (2002) dimana satu periode dikatakan Normal apabila indikator anomali suhu permukaan laut pada zone Nino-3,4 berada pada kisaran antara -0,5 dan 0,5 oC, dikatakan El-Nino apabila anomali suhu permukaan laut pada zone

Nino-3,4 lebih kecil dari -0,5 oC, dikatakan La-Nina apabila anomali suhu permukaan laut pada zone Nino-3,4 lebih besar dari 0,5 oC.

2.2.4. Analisis Pewilayahan Hujan

Analisis pewilayahan hujan menggunakan metode pengelompokkan

fuzzy berdasarkan relasi ekivalensi fuzzy (fuzzy clustering methods based upon fuzzy equivalence relations), dimana jumlah kelas tergantung pada struktur dan karakteristik data yang dianalisis.

Tahapan analisis pewilayahan hujan adalah sebagai berikut:

(1) Analisis pewilayahan dilakukan terhadap data curah hujan bulanan baik yang mewakili kondisi rata-rata tahun Normal, tahun El-Nino, maupun tahun La-Nina.

(2) Dibuat matriks jarak Minowski, yang merupakan beda nilai curah hujan antara stasiun ke-i dengan stasiun ke-k pada bulan ke-j.

kj ij j ) ik

(

x

x

X

=

dimana X(ik)j = matriks jarak Minowski pada bulan ke-j antara stasiun

ke-i dengan stasiun ke-k, xij = nilai curah hujan di stasiun ke-i pada

bulan ke-j, dan xkj = nilai curah hujan di stasiun ke-k pada bulan ke-j.

(3) Disusun matrik kompatibilitas fuzzy R yang merupakan fungsi jarak kelas Minowski.

=

δ

=

12 1 j q kj ij k i q1

)

x

x

(

1

)

x

,

x

(

R


(47)

19

dimana R(xi,xk) = matriks kompatibilitas fuzzy, xij = nilai curah hujan di stasiun ke-i pada bulan ke-j, dan xkj = nilai curah hujan di stasiun ke-k pada bulan ke-j, j = indeks untuk bulan bernilai 1 untuk bulan Januari dan bernilai 12 untuk bulan Desember, δ = tetapan jarak yang menjadikan nilai-nilai komponen matriks R akan bernilai antara 0 dan 1 (R(xi,xk) ∈ [0,1]), tetapan jarak merupakan nilai invers dari jarak terbesar dalam X(ik)j, dan q = nilai keanggotaan fuzzy.

(4) Dilakukan proses hampiran max-min transitif (RoR) terhadap matrik kompatibilitas R:

)]

z

,

y

(

R

),

y

,

x

(

R

min[

max

)

z

,

x

](

R

R

[

Y y∈

o

(5) Dilakukan proses penggabungan matriks R dengan matrik RoR sehingga menghasilkan matriks R’ (R’ = R U RoR)

)]

y

,

x

)(

RoR

(

),

y

,

x

(

R

max[

)

y

,

x

)](

RoR

(

R

[

=

(6) Apabila matriks R’ yang dihasilkan belum merupakan matriks transitif maka matriks R’ ditetapkan sebagai matrik R dan dilakjukan iterasi dengan melangkah kembali pada proses langkah (4) dan (5) sedemikian rupa sehingga dihasilkan suatu matriks ekivalensi RT yang

transitif.

(7) Matriks ekivalensi transitif RT yang dihasilkan kemudian

ditransformasikan ke dalam bentuk diagram hubungan antara tingkat ekivalensi antar stasiun hujan dengan wilayah hujan yang terbentuk. (8) Dilakukan interpretasi terhadap hasil analisis di atas untuk

menentukan wilayah-wilayah hujan yang terbentuk serta stasiun-stasiun yang masuk dalam wilayah tersebut. Agar dihasilkan informasi pewilayahan hujan yang lebih informatif maka penyajian dilakukan secara spasial dalam bentuk peta pewilayahan hujan. Penarikan batas


(48)

20

wilayah hujan mempertimbangkan kondisi topografi dan fisiografi lahan.

(9) Peta pewilayahan hujan kemudian ditumpang-tepatkan dengan peta sebaran sawah dan peta sebaran stasiun curah hujan. Pada wilayah-wilayah hujan yang memiliki sebaran sawah yang paling luas kemudian ditentukan stasiun-stasiun pewakilnya. Batasan yang digunakan untuk menentukan stasiun pewakil adalah bahwa stasiun tersebut memiliki data yang paling lengkap dan paling kontinyu.

2.3. Hasil dan Pembahasan

2.3.1. Kondisi Rata-rata Curah Hujan menurut Skenario Anomali Iklim El-Nino dan La-Nina, dan tahun Normal

Pada Tabel 2 disajikan kondisi rata-rata curah hujan musiman dan tahunan di Kabupaten Serang (Pantura Banten), Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang (Pantura Jawa Barat), dan Kabupaten Garut menurut skenario anomali iklim El-Nino, La-Nina dan Normal selama periode 1979-2007. Pada kondisi Normal, Kabupaten Serang memiliki rata-rata curah hujan tahunan 2.071 mm/tahun, Kabupaten Karawang memiliki rata-rata curah hujan tahunan 1.334 mm/tahun, Kabupaten Subang memiliki rata-rata curah hujan tahunan 1.518 mm/tahun, dan Kabupaten Garut memiliki rata-rata curah hujan tahunan 2.525 mm/tahun.

Pada kondisi El-Nino rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten Karawang menurun 16% menjadi 1.118 mm/tahun, sedangkan pada kondisi La-Nina meningkat 3% menjadi 1.369 mm/tahun. Di Kabupaten Subang, pada kondisi El-Nino rata-rata curah hujan tahunan menurun 14% menjadi 1.313 mm/tahun, sedangkan pada kondisi La-Nina rata-rata curah hujan tahunan meningkat sekitar 1% menjadi 1.532 mm/tahun. Di Kabupaten


(49)

21

Serang, pada kondisi El-Nino rata-rata curah hujan tahunan menurun 14% menjadi 1.775 mm/tahun, sedangkan pada kondisi La-Nina rata-rata curah hujan tahunan meningkat sekitar 12% menjadi 2.312 mm/tahun. Di Kabupaten Garut, pada kondisi El-Nino rata-rata curah hujan tahunan menurun 9% menjadi 2.303 mm/tahun, sedangkan pada kondisi La-Nina rata-rata curah hujan tahunan meningkat sekitar 14% menjadi 2.885 mm/tahun.

Tabel 2. Kondisi rata-rata curah hujan musiman dan tahunan di Kabupaten Serang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Garut menurut skenario anomali iklim El-Nino, La-Nina dan Normal selama periode 1979-2007.

Kondisi Rata-rata Curah Hujan Tahunan menurut Skenario Anomali Iklim (mm) Kabupaten/Wilayah

(Jumlah stasiun CH)

Tahun El-Nino Tahun La-Nina Tahun Normal

Serang/Pantura Banten

MH (Jan-Apr) 991 (95%) 1.075 (103%) 1.041 (100%)

MK1 (Mei-Agu) 334 (89%) 460 (121%) 378 (100%)

MK2 (Sep-Des) 450 (69%) 776 (119%) 652 (100%)

Tahunan 1.775 (86%) 2.312 (112%) 2.071 (100%)

Karawang/Pantura Jabar

MH (Jan-Apr) 745 (91%) 772 (95%) 815 (100%)

MK1 (Mei-Agu) 96 (62%) 192 (126%) 153 (100%)

MK2 (Sep-Des) 278 (76%) 405 (111%) 366 (100%)

Tahunan 1.118 (84%) 1.369 (103%) 1.334 (100%)

Subang/Pantura Jabar

MH (Jan-Apr) 814 (93%) 796 (91%) 874 (100%)

MK1 (Mei-Agu) 134 (74%) 205 (114%) 181 (100%)

MK2 (Sep-Des) 365 (79%) 530 (114%) 464 (100%)

Tahunan 1.313 (86%) 1.532 (101%) 1.518 (100%)

Kabupaten Garut

MH (Jan-Apr) 1.528 (121%) 1.152 (91%) 1.265 (100%)

MK1 (Mei-Agu) 2.664 (73%) 625 (171%) 365 (100%)

MK2 (Sep-Des) 508 (57%) 1.108 (124%) 895 (100%)

Tahunan 2.303 (91%) 2.885 (114%) 2.525 (100%)

Catatan: Angka di dalam kurung menunjukkan nisbah terhadap nilai rata-rata curah hujan musiman atau tahunan pada tahun Normal.


(50)

22

Gambaran di atas menunjukkan bahwa pada ketiga skenario anomali iklim, Kabupaten Karawang dan Subang di pantura Jawa Barat merupakan wilayah yang memiliki rata-rata curah hujan tahunan yang paling rendah dibandingkan Kabupaten Serang dan Kabupaten Garut. Kabupaten Garut yang berada di wilayah pegunungan merupakan wilayah yang memiliki curah hujan tahunan yang paling tinggi dibandingkan Pantura Jawa Barat dan Pantura Banten pada ketiga skenario anomali iklim. Hal ini terkait dengan kondisi topografi Kabupaten Karawang dan Subang yang didominasi oleh dataran rendah dengan fisiografi yang datar, sebaliknya Kabupaten Garut merupakan dataran tinggi dengan fisiografi yang bergunung-gunung.

Dilihat dari perubahan jumlah curah hujan tahunan menurut skenario anomali iklim, pada kondisi El-Nino penurunan curah hujan tahunan yang besar sekitar 14-16% di Pantura Jawa Barat dan Pantura Banten mengakibatkan kondisi curah hujan menjadi berada di bawah kisaran rata-rata normal, sedangkan di Kabupaten Garut penurunan curah hujan hanya sekitar 9% dan masih di sekitar rata-rata normal. Sebaliknya, pada kondisi La-Nina, peningkatan curah hujan tahunan yang besar terjadi Pantura Banten dan Kabupaten Garut, yaitu sekitar 12-14%, sedangkan di Pantura Jawa Barat peningkatan curah hujan tahunan hanya terjadi sekitar 1-3%. Namun demikian di semua lokasi perubahan curah hujan masih mengakibatkan curah hujan tahunan berada pada kisaran rata-rata normal. Hal ini menunjukkan bahwa skenario iklim El-Nino lebih berpengaruh pada wilayah Pantura Jawa Barat yang memiliki curah hujan yang rendah dan topografi dan fisiografi yang relatif seragam, sedangkan skenario iklim La-Nina lebih berpengaruh di wilayah Pantura Banten dan Kabupaten Garut yang memiliki curah hujan yang lebih tinggi dengan topografi dan fisiografi lebih beragam.


(51)

23

Dilihat dari perubahan curah hujan musiman pada kondisi El-Nino, di Pantura Banten penurunan curah hujan musiman terbesar terjadi pada MK2 (September-Desember) sebesar 31%, di Pantura Jawa Barat penurunan curah hujan musiman terbesar terjadi pada MK1 (Mei-Agustus) sebesar 26-38%, dan di Kabupaten Garut penurunan curah hujan terbesar terjadi pada MK2 sebesar 43%. Pada kondisi La-Nina, di Pantura Banten peningkatan curah hujan musiman terbesar terjadi pada MK1 sebesar 21%, di Pantura Jawa Barat peningkatan curah hujan musiman terbesar terjadi pada MK1 sebesar 14-26%, dan di Kabupaten Garut peningkatan curah hujan musiman terbesar terjadi pada MK1 sebesar 71%. Respon perubahan terkecil akibat anomali iklim El-Nino dan La-Nina terhadap curah hujan musiman di ketiga lokasi terjadi pada MH (Januari-April) dengan kisaran 3-9%.

Hal ini menggambarkan bahwa terdapat perbedaan saat penurunan curah hujan musiman terbesar akibat anomali iklim di Pantura Jawa Barat dengan Pantura Banten dan Kabupaten Garut. Respon di wilayah Pantura Jawa Barat yang memiliki curah hujan lebih rendah, topografi rendah dan fisiografi relatif datar terjadi lebih cepat dibandingkan dengan Pantura Banten dan Kabupaten Garut yang memiliki topografi dan fisiografi yang lebih beragam. Perubahan curah hujan terhadap kondisi anomali iklim La-Nina terjadi lebih serempak di ketiga lokasi dibandingkan respon terhadap kondisi anomali iklim El-Nino.

Penjelasan di atas juga menggambarkan bahwa dampak skenario anomali iklim El-Nino dan La-Nina lebih terlihat jelas pada saat periode curah hujan rendah (MK1 dan MK2) dibandingkan pada saat periode curah hujan tinggi (MH). Diduga bahwa faktor topografi, fisiografi, bentuk penutupan, serta sebaran ketinggian tempat di atas permukaan laut (meter dpl) mempengaruhi keragaman jumlah curah hujan tersebut. Kabupaten Karawang memiliki


(52)

24

topografi dan fisiografi yang dominan datar, bentuk penutupan lahan dominan adalah sawah beririgasi teknis dan rawa, serta memiliki ketinggian tempat (altitude) dominan berkisar antara 0-100 meter dpl. Sebagian kecil wilayah Kabupaten Karawang di bagian selatan memiliki topografi berbukit, fisiografi bergelombang hingga berbukit, bentuk penutupan lahan umumnya adalah semak belukar, serta memiliki ketinggian tempat berkisar antara 250-750 meter di atas permukaan laut. Toposekuen Kabupaten Karawang secara keseluruhan ke arah utara menghadap Laut Jawa. Kabupaten Subang di bagian utara memiliki topografi dan fisiografi yang dominan datar hingga bergelombang, bentuk penutupan lahan dominan adalah sawah beririgasi teknis dan perkebunan tebu, serta memiliki ketinggian tempat berkisar antara 0-250 meter dpl. Sementara itu, Kabupaten Subang di bagian selatan memiliki topografi dan fisiografi yang bergelombang, berbukit hingga bergunung, bentuk penutupan lahan dominan adalah kebun campuran dan perkebunan, serta memiliki ketinggian tempat berkisar antara 500 meter dpl di sekitar Kota Subang hingga 2.100 meter dpl di puncak Gunung Tangkubanperahu. Toposekuen Kabupaten Subang secara keseluruhan ke arah utara menghadap Laut Jawa.

Kabupaten Serang memiliki topografi dan fisiografi yang lebih dominan, yaitu datar, bergelombang dan bergunung, bentuk penutupan lahan dominan adalah sawah beririgasi teknis, sawah tadah hujan, kebun campuran dan hutan, serta memiliki ketinggian tempat berkisar 0-250 meter dpl di sekitar Kota Serang dan Cilegon, hingga ketinggian 2.200 meter dpl di puncak Gunung Karang. Toposekuen Kabupaten Serang sebagian ke arah utara menghadap Laut Jawa dengan kondisi kelerengan yang relatif landai, dan sebagian lainnya ke arah barat menghadap Selat Sunda dengan kondisi kelerengan yang lebih curam.


(1)

Lampiran 4. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata curah hujan bulanan pada tahun Normal di daerah Banten.


(2)

Lampiran 5. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata curah hujan bulanan pada tahun El-Nino di daerah Karawang-Subang.


(3)

Lampiran 6. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata curah hujan bulanan pada tahun La-Nina di daerah Karawang-Subang.


(4)

Lampiran 7. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata curah hujan bulanan pada tahun Normal di daerah Karawang-Subang.


(5)

Lampiran 8. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata curah hujan bulanan pada tahun El-Nino di Kabupaten Garut.

Lampiran 9. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata curah hujan bulanan pada tahun La-Nina di Kabupaten Garut.

Lampiran 10. Dendogram analisis gerombol fuzzy terhadap data rata-rata curah hujan bulanan pada tahun Normal di Kabupaten Garut.


(6)

Lampiran 11. Koefisien wij dan vjk yang dihasilkan melalui proses training set pembentukan model prediksi curah hujan menggunakan teknik analisis jaringan syaraf propagasi balik di tujuh stasiun pewakil di sentra produksi padi di Jawa.