131
Wilayah hujan pada tahun La-Nina ditandai dengan meningkatnya luasan Wilayah III dan Wilayah IV yang memiliki curah hujan tinggi.
Tujuh stasiun curah hujan yang ditentukan menjadi stasiun pewakil di sentra produksi padi berdasarkan teknik tumpang-tepat antara peta pewilayahan
hujan dan peta sebaran sawah, adalah stasiun Baros yang mewakili Wilayah IIA dan stasiun Kalenpetung yang mewakili Wilayah IIB di Pantura Banten, stasiun
Tambakdahan yang mewakili Wilayah I, stasiun Karawang yang mewakili Wilayah IIA, dan stasiun Kasomalang yang mewakili Wilayah III di Pantura Jawa
Barat, serta stasiun Tarogong yang mewakili Wilayah IIA dan stasiun Bungbulang yang mewakili Wilayah IV di Kabupaten Garut.
5.3. Model Prediksi Curah Hujan dan Prediksi Curah Hujan
Pada wilayah hujan terluas yang memiliki sawah diambil salah satu stasiun pewakil yang akan digunakan untuk prediksi curah hujan. Model disusun
untuk menduga curah hujan tiga bulan ke depan Y=CH
t+3
. Proses coba-coba
trial and error melibatkan berbagai kombinasi peubah masukan X
1
, X
2
, X
3
, X
4
, X
5
dan X
6
. Pada bagian ini dikemukakan penampilan model-model prediksi curah hujan yang dibentuk dari masing-masing peubah masukan sebagai peubah
tunggal, antara lain 1 peubah X
1
, 2 kombinasi peubah X
2
, X
3
dan X
4
, 3 peubah X
5
, 4 peubah X
6
, 5 kombinasi peubah X
1
, X
2
, X
3
dan X
4
dan 6 kombinasi peubah X
1
, X
2
, X
3
, X
4
, X
5
dan X
6
. Membandingkan model menurut peubah masukan yang digunakan,
didapatkan bahwa di semua stasiun pewakil, ketika model menggunakan data masukan kode bulan atau peubah X
1
, model hanya membentuk hasil prediksi yang sifatnya siklik atau berulang secara periodik dengan nilai yang sama untuk
setiap siklusnya. Ketika model menggunakan data masukan peubah X
2
, X
3
dan X
4
, yaitu nilai-nilai curah hujan pada bulan lalu, dua bulan dan tiga bulan
132
sebelumnya, terlihat bahwa model mampu memprediksi nilai-nilai curah hujan dengan fluktuasi acak yang seirama dengan nilai aktualnya. Namun pada
beberapa nilai-nilai ekstrim hasil prediksi terlihat tidak sebesar nilai aktualnya. Ketika model menggunakan data masukan peubah X
5
atau X
6
, yaitu nilai anomali SST tiga bulan sebelumnya atau nilai indeks ossilasi selatan, terlihat bahwa
model hanya menghasilkan nilai prediksi dibatasi oleh nilai minimum dan nilai maksimum tertentu. Sehingga meskipun berfluktuasi mengikuti fluktuasi acak
curah hujan, namun hasil prediksinya terlihat ‘tidak lentur’ karena terbatas pada kisaran tertentu.
Ketika model menggunakan data masukan kombinasi peubah X
1
, X
2
, X
3
dan X
4
, terlihat bahwa model mampu memprediksi nilai-nilai curah hujan dengan fluktuasi acak yang lebih dekat dengan nilai aktualnya. Pada nilai-nilai ekstrim,
hasil prediksi terlihat lebih mendekati nilai aktualnya dibandingkan kombinasi peubah X
2
, X
3
dan X
4
. Ketika model menggunakan masukan semua peubah X
1
, X
2
, X
3
, X
4
, X
5
dan X
6
, terlihat bahwa model memprediksi nilai-nilai curah hujan yang hampir berimpit dengan nilai aktualnya.
Hal tersebut di atas menggambarkan bahwa dengan melibatkan data masukan curah hujan berturut-turut tiga bulan sebelumnya, model yang dibentuk
dengan teknik analisis jaringan syaraf mampu memprediksi nilai-nilai curah hujan yang berfluktuasi seirama dengan nilai-nilai aktualnya, kecuali pada saat terjadi
nilai ekstrim. Dengan memasukan peubah-peubah nilai anomali SST dan nilai indeks ossilasi selatan model mampu memprediksi nilai-nilai yang lebih dekat
dengan nilai-nilai ekstrim tersebut. Pada akhirnya berdasarkan proses coba-coba trial and error didapatkan bahwa model yang mengkombinasikan keenam
peubah masukan menghasilkan nilai prediksi terbaik dengan kisaran nilai prediksi paling lebar, nilai ketepatan paling tinggi dan nilai kesalahan paling kecil.
133
Membandingkan model terbaik dari setiap stasiun pewakil, diperoleh bahwa model yang memiliki kisaran terlebar adalah model untuk Stasiun
Kasomalang Subang dengan lebar nilai prediksi sebesar 0,835 dan Stasiun Baros Serang Banten dengan lebar nilai prediksi sebesar 0,706. Sementara itu,
stasiun-stasiun yang memiliki kisaran prediksi yang paling sempit adalah Stasiun Tambakdahan Subang dengan lebar nilai prediksi sebesar 0,295 dan Stasiun
Karawang dengan lebar nilai prediksi sebesar 0,379. Namun dilihat dari besarnya ketepatan akurasi dan kecilnya galat maka model yang paling memiliki
ketepatan tinggi antara nilai prediksi dengan nilai aktual dan memiliki galat terkecil adalah Stasiun Bungbulang Garut dengan ketepatan 91 dan galat
0,086, Stasiun Baros Serang Banten dengan ketepatan 90 dan galat 0,098, serta Stasiun Karawang dengan ketepatan 90 dan galat 0,101. Sementara itu,
stasiun-stasiun yang memiliki tingkat ketepatan paling rendah dan galat terbesar adalah Stasiun Tarogong Garut dengan ketepatan 82 dan galat 0,179, serta
Stasiun Kalenpetung Serang Banten dengan ketepatan 84 dan galat 0,163. Hasil prediksi curah hujan menggambarkan bahwa curah hujan di
Pantura Banten sepanjang tahun 2008 diprediksi relatif tinggi pada kondisi Normal hingga di Atas Normal. Di Karawang curah hujan tahun 2008 diprediksi
berfluktuasi pada kondisi di Bawah Normal hingga di Atas Normal di musim penghujan, kemudian diprediksi meningkat relatif pada kondisi Normal hingga di
Atas Normal akhir musim kemarau hingga akhir tahun 2008. Di Subang, curah hujan diprediksi berfluktuasi pada kondisi di Bawah Normal, Normal hingga di
Atas Normal pada musim hujan, selanjutnya diprediksi menurun relatif hingga di Bawah Normal pada musim kemarau dan awal musim hujan berikutnya, dan
kemudian curah hujan diprediksi Normal pada Desember 2008. Di Garut, curah hujan diprediksi berada pada kondisi di Atas Normal pada Februari 2008,
kemudian diprediksi di Bawah Normal pada akhir musim hujan hingga awal
134
musim kemarau pada Juni 2008. Pada akhir musim kemarau curah hujan diprediksi berada di Atas Normal pada awal musim hujan, dan kemudian berada
pada kondisi Normal pada pertengahan musim hujan November-Desember 2008.
5.4. Model Produksi Padi dan Prediksi Produksi Padi