18
Batasan kondisi tahun Normal, tahun La-Nina dan tahun El-Nino mengikuti kriteria yang dikemukakan Tim Puslittanak 1996
dalam Pramudia 2002 dimana satu periode dikatakan Normal apabila indikator anomali suhu
permukaan laut pada zone Nino-3,4 berada pada kisaran antara -0,5 dan 0,5
o
C, dikatakan El-Nino apabila anomali suhu permukaan laut pada zone Nino- 3,4 lebih kecil dari -0,5
o
C, dikatakan La-Nina apabila anomali suhu permukaan laut pada zone Nino-3,4 lebih besar dari 0,5
o
C.
2.2.4. Analisis Pewilayahan Hujan
Analisis pewilayahan hujan menggunakan metode pengelompokkan fuzzy berdasarkan relasi ekivalensi fuzzy fuzzy clustering methods based
upon fuzzy equivalence relations, dimana jumlah kelas tergantung pada struktur dan karakteristik data yang dianalisis.
Tahapan analisis pewilayahan hujan adalah sebagai berikut: 1
Analisis pewilayahan dilakukan terhadap data curah hujan bulanan baik yang mewakili kondisi rata-rata tahun Normal, tahun El-Nino,
maupun tahun La-Nina. 2
Dibuat matriks jarak Minowski, yang merupakan beda nilai curah hujan antara stasiun ke-i dengan stasiun ke-k pada bulan ke-j.
kj ij
j ik
x x
X −
=
dimana X
ikj
= matriks jarak Minowski pada bulan ke-j antara stasiun ke-i dengan stasiun ke-k,
x
ij
= nilai curah hujan di stasiun ke-i pada bulan ke-j, dan
x
kj
= nilai curah hujan di stasiun ke-k pada bulan ke-j. 3
Disusun matrik kompatibilitas fuzzy R yang merupakan fungsi jarak
kelas Minowski.
∑
=
− δ
− =
12 1
j q
kj ij
k i
q 1
x x
1 x
, x
R
19
dimana Rx
i
,x
k
= matriks kompatibilitas fuzzy, x
ij
= nilai curah hujan di stasiun ke-i pada bulan ke-j, dan
x
kj
= nilai curah hujan di stasiun ke-k pada bulan ke-j, j = indeks untuk bulan bernilai 1 untuk bulan Januari
dan bernilai 12 untuk bulan Desember, δ = tetapan jarak yang
menjadikan nilai-nilai komponen matriks R akan bernilai antara 0 dan 1
Rx
i
,x
k
∈ [0,1], tetapan jarak merupakan nilai invers dari jarak terbesar dalam
X
ikj
, dan q = nilai keanggotaan fuzzy.
4 Dilakukan proses hampiran max-min transitif
RoR terhadap matrik
kompatibilitas R:
] z
, y
R ,
y ,
x R
min[ max
z ,
x ]
R R
[
Y y
∈
≥ o
5 Dilakukan proses penggabungan matriks
R dengan matrik RoR
sehingga menghasilkan matriks R’ R’ = R U RoR
] y
, x
RoR ,
y ,
x R
max[ y
, x
] RoR
R [
= ∪
6 Apabila matriks
R’ yang dihasilkan belum merupakan matriks transitif
maka matriks R’ ditetapkan sebagai matrik R dan dilakjukan iterasi
dengan melangkah kembali pada proses langkah 4 dan 5 sedemikian rupa sehingga dihasilkan suatu matriks ekivalensi
R
T
yang transitif.
7 Matriks ekivalensi transitif R
T
yang dihasilkan kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk diagram hubungan antara tingkat
ekivalensi antar stasiun hujan dengan wilayah hujan yang terbentuk. 8
Dilakukan interpretasi terhadap hasil analisis di atas untuk menentukan wilayah-wilayah hujan yang terbentuk serta stasiun-
stasiun yang masuk dalam wilayah tersebut. Agar dihasilkan informasi pewilayahan hujan yang lebih informatif maka penyajian dilakukan
secara spasial dalam bentuk peta pewilayahan hujan. Penarikan batas
20
wilayah hujan mempertimbangkan kondisi topografi dan fisiografi lahan.
9 Peta pewilayahan hujan kemudian ditumpang-tepatkan dengan peta
sebaran sawah dan peta sebaran stasiun curah hujan. Pada wilayah- wilayah hujan yang memiliki sebaran sawah yang paling luas
kemudian ditentukan stasiun-stasiun pewakilnya. Batasan yang digunakan untuk menentukan stasiun pewakil adalah bahwa stasiun
tersebut memiliki data yang paling lengkap dan paling kontinyu.
2.3. Hasil dan Pembahasan