Pewilayahan Hujan PEMBAHASAN UMUM

127 Gambar 37. Bagan alir pemanfaatan data curah hujan dan informasi lainnya untuk prediksi curah hujan dan prediksi kecukupan beras. Sebagai studi kasus, analisis dan pengolahan data dilakukan di sentra produksi padi di Banten dan Jawa Barat. Cakupan wilayah penelitian adalah Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Serang. Sebagai pembanding, analisis juga dilakukan di Kabupaten Garut, daerah yang bukan merupakan sentra produksi padi dan diperkirakan memiliki karakterisitik iklim berbeda dengan tiga kabupaten lainnya.

5.2. Pewilayahan Hujan

Pewilayahan hujan dilakukan menggunakan teknik penggerombolan fuzzy fuzzy clustering technique. Pemilihan metode ini didasarkan pengalaman bahwa selama ini sebagian peneliti dan ilmuwan mengawali pewilayahan 128 menggunakan analisis komponen utama principle component analysis. Dimana dalam analisis komponen utama ini pada umumnya hanya dilakukan terhadap sebagian data yang menjelaskan 75-80 dari keseluruhan keragaman data. Padahal, apabila data 20-25 yang tidak digunakan dalam analisis ternyata memiliki karakteristik yang khas dan dapat mewakili satu atau lebih wilayah tersendiri, maka analisis pewilayahan dengan metode analisis komponen utama menjadi bias dan menghilangkan informasi yang sebetulnya sangat penting. Di samping itu, dengan metode tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan subyektivitas yang tinggi dalam menentukan jumlah kelas atau jumlah wilayah yang terbentuk. Metode penggerombolan fuzzy fuzzy clustering methods merupakan salah satu teknik yang diharapkan dapat mengatasi ‘kelemahan’ yang dilakukan dalam metode analisis komponen utama. Dua hal yang diterapkan dalam metode fuzzy clustering yang diharapkan dapat menyempurnakan metode analisis komponen utama, yaitu 1 metode fuzzy clustering menggunakan semua data yang dianalisis, dan 2 Jumlah kelas atau wilayah hujan dapat ditentukan berdasarkan struktur atau karakteristik data yang dianalisis. Penghitungan nilai rata-rata curah hujan pada tiga skenario kondisi iklim global, yaitu kondisi El-Nino, La-Nina dan Normal menggambarkan bahwa terdapat perbedaan jumlah curah pada ketiga skenario anomali iklim di Kabupaten Serang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang dan Kabupaten Garut. Dengan demikian pewilayahan dilakukan pada tiga skenario ikl;im global tersebut untuk melihat sejauh mana terdapat perubahan atau pergeseran kondisi curah hujan secara spasial akibat adanya anomali iklim global. Dengan mempertimbangkan kelayakan jumlah dan bentuk wilayah hujan terhadap kondisi topografi, fisiografi dan bentuk penggunaan lahan di lokasi studi, maka jumlah wilayah hujan di masing-masing wilayah atau kabupaten 129 dapat dibentuk pada tingkat ekivalensi yang berbeda. Beberapa wilayah memiliki kisaran nilai curah hujan yang lebar, sehingga dengan mempertimbangkan nilai ekivalensi yang lebih tinggi kisaran tersebut dapat dibagi lagi menjadi sub- wilayah curah hujan. Analisis gerombol dan interpretasinya terhadap data curah hujan di Pantura Banten, pantura Jawa Barat dan Kabupaten Garut menghasilkan empat wilayah hujan, yaitu 1 Wilayah I merupakan wilayah memiliki curah hujan rendah dengan intensitas 1.000 mmtahun, 2 Wilayah II merupakan wilayah memiliki curah hujan sedang dengan intensitas 1.000-3.000 mmtahun, 3 Wilayah III merupakan wilayah memiliki curah hujan tinggi dengan intensitas 3.000-3.500 mmtahun, dan 4 Wilayah IV merupakan wilayah memiliki curah hujan sangat tinggi dengan intensitas 3.500 mmtahun. Wilayah II yang memiliki kisaran yang sangat lebar dibagi lagi ke dalam tiga sub-wilayah, yaitu 1 Sub-wilayah IIA dengan intensitas curah hujan 1.000- 1.750 mmtahun, 2 Sub-wilayah IIB dengan intensitas curah hujan 1.750-2.250 mmtahun, dan 3 Sub-wilayah IIC dengan intensitas curah hujan 2.250-3.000 mmtahun. Penentuan nilai-nilai batas wilayah atau kelas curah hujan berdasarkan hasil analisis gerombol yang dilakukan dengan teknik fuzzy. Klasifikasi terhadap nilai-nilai curah hujan tahunan tersebut telah mengkoreksi hasil pewilayahan hujan yang dilakukan Las et al. 2007. Pada tahun Normal, curah hujan tahunan di Pantura Banten tersebar menjadi tiga wilayah hujan, Wilayah II hingga Wilayah IV, termasuk sub-wilayah IIA, sub-wilayah IIB dan sub-wilayah IIC. Wilayah II merupakan wilayah hujan yang paling luas menyebar di Propinsi Banten. Di Pantura Jawa Barat curah hujan tahunan tersebar menjadi tiga wilayah hujan, Wilayah I, Wilayah II dan Wilayah IV, termasuk sub-wilayah IIA, sub-wilayah IIB dan sub-wilayah IIC. Wilayah curah hujan yang paling luas sebarannya adalah Wilayah IIA dan Wilayah IIB. Di Kabupaten Garut curah hujan tahunan tersebar menjadi dua 130 wilayah hujan, yaitu Wilayah II dan Wilayah IV, termasuk sub-wilayah IIA, sub- wilayah IIB dan sub-wilayah IIC. Wilayah hujan yang paling luas menyebar di Kabupaten Garut adalah Wilayah IV dan Wilayah IIB. Pada tahun El-Nino, curah hujan tahunan di Pantura Banten tersebar menjadi empat wilayah hujan, Wilayah I hingga Wilayah IV, termasuk sub- wilayah IIA, sub-wilayah IIB dan sub-wilayah IIC. Pada kondisi tahun El-nino, terjadi peningkatan luasan Wilayah I dan Wilayah IIA sedemikian rupa sehingga Wilayah IIA merupakan wilayah terluas menyebar di Pantura Banten. Di Pantura Jawa Barat, curah hujan tahunan tersebar menjadi empat wilayah hujan, Wilayah I sampai Wilayah IV, termasuk sub-wilayah IIA, sub-wilayah IIB dan sub-wilayah IIC. Wilayah hujan yang paling luas sebarannya adalah Wilayah I dan Wilayah IIA. Di Kabupaten Garut, curah hujan tahunan tersebar menjadi tiga wilayah hujan, yaitu Wilayah II, Wilayah III dan Wilayah IV, termasuk sub-wilayah IIA, sub-wilayah IIB dan sub-wilayah IIC. Wilayah curah hujan yang paling luas sebarannya adalah Wilayah IIA dan Wilayah IIC. Pada tahun La-Nina, curah hujan tahunan di Pantura Banten tersebar menjadi empat wilayah hujan, Wilayah I hingga Wilayah IV, termasuk sub- wilayah IIA, sub-wilayah IIB dan sub-wilayah IIC. Pada kondisi tahun La-Nina, terjadi peningkatan luasan Wilayah IIB dan Wilayah IIC, serta Wilayah III sedemikian rupa sehingga Wilayah IIB dan Wilayah IIC merupakan wilayah terluas menyebar di Pantura Banten. Di Pantura Jawa Barat, curah hujan tahunan tersebar menjadi empat wilayah hujan, Wilayah I sampai Wilayah IV, termasuk sub-wilayah IIA, sub-wilayah IIB dan sub-wilayah IIC. Wilayah hujan yang paling luas sebarannya adalah Wilayah IIA. Di Kabupaten Garut, curah hujan tahunan tersebar menjadi tiga wilayah hujan, yaitu Wilayah II, Wilayah III dan Wilayah IV, termasuk sub-wilayah IIA, sub-wilayah IIB dan sub-wilayah IIC. 131 Wilayah hujan pada tahun La-Nina ditandai dengan meningkatnya luasan Wilayah III dan Wilayah IV yang memiliki curah hujan tinggi. Tujuh stasiun curah hujan yang ditentukan menjadi stasiun pewakil di sentra produksi padi berdasarkan teknik tumpang-tepat antara peta pewilayahan hujan dan peta sebaran sawah, adalah stasiun Baros yang mewakili Wilayah IIA dan stasiun Kalenpetung yang mewakili Wilayah IIB di Pantura Banten, stasiun Tambakdahan yang mewakili Wilayah I, stasiun Karawang yang mewakili Wilayah IIA, dan stasiun Kasomalang yang mewakili Wilayah III di Pantura Jawa Barat, serta stasiun Tarogong yang mewakili Wilayah IIA dan stasiun Bungbulang yang mewakili Wilayah IV di Kabupaten Garut.

5.3. Model Prediksi Curah Hujan dan Prediksi Curah Hujan