Sejarah Pendidikan Islam di Jazirah Arab

BAB III PONDOK PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH

3.1. Sejarah Pendidikan Islam di Jazirah Arab

Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan social budaya manusia di dunia ini. Dapat dikatakan bahwa ajaran Islam terdahulu disampaikan kepada umat manusia melalui rasul-rasul yang tugasnya memang untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Pendidikan Islam tidak lain adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia di bawah bimbingan ajaran Islam. Dan ciri yang membedakan antara pendidikan Islam dan yang bukan Islam adalah pada penggunakan ajaran Islam sebagai pedoman. Telah diketahui bahwa Allah menurunkan ajaran Islam kepada umat manusia tersebut melalui proses yang panjang, melalui serangkaian urutan rasul-rasul. Seorang rasul diutus pada hakikatnya adalah untuk menyempurnakan dan meluruskan kembali ajaran Islam yang telah diselewengkan atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan budaya manusia. Seorang rasul yang diutus kemudian, berfungsi menyempurnakan dan meluruskan ajaran Islam yang dibawa oleh rasul sebelumnya. Dan rangkaian penyempurnaan ajaran Islam tersebut menjadi sempurna dengan diutusnya Muhammad sebagai rasul terakhir, dan ajaran Islam terabadikan dalam kitab suci Al-Qur’an yang di sampaikan oleh Universitas Sumatera Utara Muhammad SAW 38 Terdapat beberapa priode tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam ini, pembagian priode dibawah ini hanyalah sebagai usaha untuk memudahkan urutan pembahasan saja, karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah selalu berkaitan dengan peristiwa lainnya, baik sebelum, yang semasa maupun yang sesudahnya. . Jadi Islam dalam artinya yang sudah sempurna dan lengkap, adalah identik dengan ajaran yang dibawa oleh Muhammad. 3.1.1 Pendidikan Islam Klasik Ada beberapa terminologi yang perlu dijelaskan terlebih dahulu sebelum ke pembahasan yang lebih lanjut. Pertama, sistem pendidikan yaitu suatu pola menyeluruh dari proses pendidikan biasanya dipahami sebagai suatu pola dari proses pendidikan dalam lembaga-lembaga formal, agen-agen, dan organisasi yang memindahkan transfer pengetahuan dan warisan kebudayaan serta sejarah kemanusiaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial, spritual, dan intlektual. Menurut Hasan Langgulung, sistem pendidikan, seperti demikian dalam literatur pendidikan Islam klasik tidak pernah di jumpai. Sebab, sistem pendidikan itu tidak terpisah dari sistem-sistem yang lain, seperti sistem politik, sistem tatalaksana, sistem keuangan, sistem kehakiman, dan lain-lain. Kedua, metode Pendidikan Islam. Metode pendidikan sesungguhnya dapat dikelompokan menjadi dua bentuk: 1 metode perolehan acquisition dan, 2 metode pemindahan atau penyampain. 38 Al-Qur’an, Surah Al-Maidah, ayat 3. Universitas Sumatera Utara Metode perolehan lebih ditekankan sebagai cara yang ditempuh oleh peserta didik ketika mengikuti proses pendidikan, sedangkan metode pemindahan diasosikan sebagai cara pengajaran yang dilakukan oleh guru. Dalam banyak hal, kecendrungan pemikiran pendidikan Islam klasik lebih memprioritaskan kepada guru sebagai subjek pendidikan, bukan kepada murid. Guru menjadi faktor penentu untuk menilai tingkat keberhasilan pendidikan Islam. Ketiga, kurikulum-kurikulum pendidikan Islam klasik dapat dikatakan tidak seperti kurikulum pendidikan modern seperti kurikulum pendidikan nasional di Indonesia saat ini, yang ditentukan oleh pemerintah dengan standar tertentu yang terdiri dari berbagai komponen: tujuan, isi , organisasi, dan strategi. Pengertian dan komponen yang demikian sepertinya sangat sulit ditemukan dalam literatur-literatur kependidikan Islam klasik. Keempat, masa klasik. Untuk menentukan sejak dan hingga kapan masa klasik tersebut masih dapat diperdebatkan. Yaitu apakah dalam kacamata dunia muslim atau penulis barat mengidentikan masa klasik abad ke-7 hingga abad ke-1213 M sebagai zaman kegelapan Dark Age; sementara para penulis Muslim mengidentikannya dengan masa keemasan. 39 39 Marshall G.S. Hudgson membagi Sejarah Islam menjadi tiga priode. Pertama, Priode klasik. Priode ini dimulai sejak lahirnya Islam 670-an M hingga runtuhnya tradisi pemerintahan Absolut 945. Kedua, periode pertengahan abad kesepuluh 945 M hingga Abad kelima belas 1503 M. yakni ketika kemajuan belahan dunia barat seimbang dengan kemajuan dunia Timur dan tumbuhnya peradapan Internasional. Ketiga, priode modrn. Priode ini dimulai sejak Abad ke lima belas, ketika kerajaan Islam terwakili oleh tiga kerajaan besar: Safawi di Persia, Mughal di India, dan Kerajaan Turki otoman di Turki hingga sekarang. Dalam hal ini penulis membatasi masa klasik dalam Universitas Sumatera Utara kacamata penulis Muslim, seperti batasan yang dilakukan oleh Harun Nasution. Ia mengklsifikasikan sejarah Islam pada tiga masa : a Priode Klasik dimulai tahun 650 hingga 1800 M., sejak Baghdad Hancur hingga munculnya ide-ide pembaharuan di Mesir dan c Periode Modrn, mulai tahun 1800 M. hingga sikarang. 40 Dengan demikian, masa klasik dalam pembahasan ini debatasi sejak masa Muhammad hingga Baghdad di hancurkan. 3.1.2 Pendidikan Islam di masa Muhammad 611 – 632 M12 SH-11 H Pendidikan pada masa Muhammad dapat dibedakan menjadi dua priode; yaitu priode Makkah dan Madinah. Pada priode pertama, yakni sejak muhammad diutus sebagai Rasul hingga Hijrah ke Madinah, kurang lebih sejak tahun 611-622 M atau selama 12 tahun, sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi. Bahkan tidak ada yang mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan materi- materi pendidikan, selain Nabi. Nabi melakukan pendidikan secara sembunyi-sembunyi terutama pada keluarganya, di samping dengan berpidato dan ceramah di tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang. Sedangkan materi pengajaran yang diberikan hanya berkisar pada Ayat- ayat Al-Qur’an dan petunjuk-petunjuknya. Baca Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam : Conscience and History in a World Civilization, Chicago : The University of Chicago Press, 1977, Volume 1-3. 40 Lihat babakan sejarah Harun Nasution pada Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, Jakarta: UI- Press, 1985, Cet. Ke-5, hal. 56-91 Universitas Sumatera Utara Sebelum kelahiran Islam, pada masa jahiliyah “institusi” pendidikan Kuttab telah berdiri. 41 Adapun orang yang pertama kali belajar membaca dah menulis di antara penduduk Makkah adalah Sufyan Ibnu Umayyah dan ‘Abu Qais ibn Abd al-Manaf, yang keduanya belajar kepada Bisyu Ibn ’Abd al- Malik. Kepada keduanyalah penduduk Makkah belajar membaca dan menulis. Oleh karena itu, agaknya dapat dipahami ketika nabi menyiarkan Agama Islam sekitar tahun 610 M, di Masyarakat Quraisy baru ada 17 laki-laki yang pandai baca tulis dan 5 wanita. 42 Secara umum, Al-Qur’an dan perkataan-perkataan nabi yang menerangkan kajian keagamaan yang menitik beratkan pada teologi dan ibadah. Selain itu materi Akhlak juga diajarkan agar manusia bertingkah laku dengan Akhlak mulia dan menjauhi kelakuan jahat. Sementara itu materi-materi scientific belum dijadikan sebagai mata pelajaran. Nabi ketika itu hanya memberikan dorongan untuk memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam raya. 41 Menurut Hasan Fahmi, lembaga pendidikan Kuttab ini didirikan oleh orang Arab massa Kekhalifahan Abu Bakar. Baca Asma Hasan Fahmi, “Mabadi al-Tarbiyah al-Islamiyah” diterjemahkan oleh Ibrahim Hussein, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997, cet. Ke-1, hlm. 30. Sementara menurut Ahmad Syalabi, kuttab telah hadir sebelum Islam datang, tetapi ketika itu masih belum terkenal. Lihat Ahmad Syalabi, “Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah” diterjemahkan oleh Muchtar Jahja dan M. Sanusi Latief, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997, Cet. Ke-1, hlm. Ke-33. 42 Ke-17 orang itu adalah: 1 Umar ibn Khatab, 2 Ali ibn Abi Thalib, 3 Usman ibn Affan, 4 Abu Ubaidah ibn Jarrah, 5 Thalhah, 6 Yazid ibn Abu Sufyan, 7 Abu Huzaifah ibn Utbah, 8 Hatib ibn Amr, 9 Abu Salamah Abd al-Asad al-Makhzumi 10Aban ibn Sa’ad ibn al-Ash ibn Umaiyah, 11-12 Khalid ibn sa’d dan saudaranya, 13 Abdullah ibn Sufyan ibn Harb, 16 Mu’awiyah ibn Abu Sufyan dan 17 Juhaim ibn Shalt. Dan kelima wanita itu adalah: 1 Hafsah, isteri nabi, 2 Ummi Kalsum bint Uqbah, 3 Aisyah bint Sa’d, 4 al-Syifa bint Abdullah al-Aadawiyah, 5 Karimah bint al-Miqdad. Sedangkan Siti Aisyah dan Ummi Salamah, isteri nabi, pandai membaca tapi tidak bisa menulis. Baca Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya Agung, 1992 hlm. 19-20. Universitas Sumatera Utara Pada periode Madinah, tahun 622-632 M. usaha pendidikan Nabi yang pertama adalah membangun ‘institusi’ masjid. Melalui pendidikan mesjid ini, nabi memberikan pengajaran dan pendidikan Islam. Pada priode ini secara umum, materi pendidikan berkisar pada empat bidang; pendidikan keagamaan, pendidikan Akhlak, pendidikan Kesehatan Jasmani, dan pengetahuan yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Pada bidang keagamaan terdiri dari keimanan dan ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan zakat. Pendidikan Akhlak lebih menekankan penguatan basis mental yang telah dilakukan pada priode Makkah. Pendidikan kesehatan jasmani lebih detekankan pada penerapan dari nilai-nilai yang dipahami, dari Amaliah Ibadah, seperti makna wudhu, shalat, puasa dan haji. Sedangkan pendidikan yang berkaitan dengan kemasyarakatan meliputi pada bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum. 43 Metode yang dikembangkan oleh nabi dalam bidang keimanan adalah tanya jawah dan didukung dengan bukti-bukti rasional dan ilmiah. Pada materi Ibadah biasanya menggunakan metode peneladanan, yakni nabi memberikan contoh. Sedangkan bidang Akhlak, nabi membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah umat terdahulu, namun demikian materi akhlak juga menitik beratkan pada metode peneladanan. 43 Baca ibid., hlm. 16-19. Hassan langgulung memberikan keterangan bahwa ilmu-ilmu yang berkembang ketika itu adalah ilmu tafsir, qiraat, fiqih, qadla, kehakiman, faraid, dan ilmu hadis. Universitas Sumatera Utara Dan selanjutnya pada Masa Khlulafa al-Rasyidin 632-661 sistem pendidikan Islam dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah kecuali pada masa khalifah umar ibn Khattab yang turut campur dalam menambahkan kurikulum di lembaga kuttab. Para sahabat yang memiliki pengetahuan keagamaan membuka majelis pendidikan masing-masing lembaga pendidikan kuttab mencapai tingakat kemajuan yang berarti ketika masyarakat Muslim telah menaklukan dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Pusat-pusat pendidikan pada masa itu menyebar diberbagai kota, seperti Makkah dan Madinah Hijaz, kota Bashrah dan kufah Irak, kota Damsyik dan palestina Syam, dan kota Fislat Mesir. Di pusat- pusat daerah inilah, Pendidikan Islam berkembang secara cepat.

3.2 Pendidikan Islam di Indonesia