21 ilmu sosial dan ilmu alam, tetapi lebih mendukung penghargaan terhadap
pengetahuan lokal. Sementara aliran ketiga developmentalis mempunyai anggapan bahwa kerusakan sumberdaya alam ditimbulkan oleh kemiskinan,
sehingga penanganan dan kebijakanya lebih berwatak ‘pembangunanisme’. Mereka beranggapan bahwa kaum eko-populis terlalu romantis dan memperalat
masyarakat lokal, sedang kaum konservasionis dianggap tidak memperhatikan persoalan kemiskinan masyarakat di sekitar hutan konservasi
23
. Bentuk-bentuk teror, pembatasan akses melalui regulasi, peningkatan
kontrol oleh Polhut yang dipersenjatai dengan senjata api, dan pemaksaan dan preasure lain dalam usaha untuk ‘mengkosongkan’ wilayah TNUK baik dengan
merelokasi warga sekitar hutan maupun mendesak dan mempersempit gerak kehidupan pemukim di sekitar TNUK semakin hari semakin intensif dilakukan
merupakan bukti bagaimana pandangan konservanisonis masih dominan di anut pengelola TNUK. Pada titik inilah tarik ulur ketegangan antara ruang ekonomi
dan ruang ekologi dalam mekanisme saling meniadakan zero sum game satu sama lain terjadi. Program yang menekankan peningkatan ekonomi akan merusak
fungsi ekologis dan sosial dari SDA, sebaliknya, program yang mengutamakan perlindungan SDA secara berlebihan dan abai atas fungsi ekologis dan sosialnya
berakibat pada terkurangnya manfaat ekonomi.
24
Atas nama komuditas ekonomi dengan payung ‘konservasi’ berwatak pembangunanime, kesejahteraan warga pemukiman di kawasan TNUK diabaikan,
bahkan jika perlu ‘dianggap tidak ada’. Nampaknya nalar developmentalisme juga masih menjadi cara pandang dominan dalam mempersepsi kawasan konservasi
dan masyarakat di sekitar Taman Nasional. Hal ini sekaligus menunjukkan bagaimana minimnya pengembangan corak pandang eko-populis dalam
pengelolaan lahan konservasi. Padahal sudut pandang inilah yang memberi peluang besar bagi penghormatan yang utuh atas ekosistem hutan beserta mahluk
hidup yang ada di sekitarnya. Dalam kerangka pemetaan paradigma pengelolaan sumberdaya alam semacam inilah yang akan dipakai untuk melihat kontestasi
kepentingan dan aktor yang bertarung dalam konteks penataan dan penggunaan kawasan konservasi TNUK hendak ditelisik lebih jauh dalam penelitian ini.
23
Kartodiharjo dan Jhamtani, Politik Op.Cit.
24
Kartodiharjo dan Jhamtani, Politik....,Ibid., hlm 46-47.
22
2.2 Politik Tata Ruang dan Sumberdaya Alam
Secara normatif sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 R.I 1992 tentang penataan ruang disebutkan bahwa ruang adalah
wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Sedangkan tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak.
Selanjutnya penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Secara umum, perencanaan ruang adalah
suatu penyusunan rencana tata ruang untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, manusia, dan kualitas pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang tersebut
dilakukan melalui proses-proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarlan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta
mengikat semua pihak. Dalam perkembangannya, beragam konsep-konsep tentang ruang
mengarah kepada corak pendekatan ekonomi dan juga konsep ruang sosial yang merupakan perubahan pandang terhadap ruang dan kemudian banyak dijadikan
dasar konsep pengembangan wilayah. Konsep ruang untuk pengembangan wilayah lebih mengarah kepada ruang sebagai komponen untuk kebutuhan
pembangunan, misalnya pemusatan konsep keterkaitan kegiatan ekonomi dan organisasi keruangan dalam satu system menurut simpul dan jaringan. Konsep
tentang ruang yang diartikan secara absolut yang memandang ruang seperti adanya atau menurut objek yang ada didalamnya. Ruang tidak berubah
eksistensinya walaupun sesuatu diletakkan di dalanya sehingga ruang tetap adalah secara absolut. Konsep ruang lainnya adalah dalam kaitannya antara benda dan
energi dalam dimensi waktu. Konsep relatif inilah yang kemudian dikembangkan kedalam konsep ruang praktis.
25
. Ruang adalah wadah yang meliputi ruangan daratan, ruang lautan dan
ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk lain yang
25
Lihat, Iswara Gautama, Tata Ruang dan Ekosistem,
http:fahutanunhas.blogspot.com200811tata-ruang-dan-ekosistem.html diunduh tanggal 27
maret 2011
23 hidup dan melakukan kegiatan dan melakukan serta memelihara kelangsungan
hidupnya. Masalah ruang banyak dibicarakan dalam kaitannya dengan pembangunan menurut Ikbal yang dikutip oleh Sugandhy 1992 penekanan pada
ruang ini terjadi karena wilayah lebih diartikan sebagai space dari pada region. Perhatian pada ruang sebagai unsur penting alam pembangunan semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya perhatian pada konsep pembangungan berkelanjutan sustainable development. Salah satu pendekatan yang berperan
besar dalam penggunaan sumberdaya alam adalah tata ruang, yang pada dasarnya merupakan suatu alokasi sumberdaya alam ruang bagi berbagai keperluan
pembangunan agar memberi manfaat yang optimal bagi suatu wilayah Coutrier, 1992.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, pasal 14 2, yang dimaksud dengan pola pemanfaatan
ruangan adalah bentuk hubungan antar berbagai aspek sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sosial budaya, ekonomi, teknologi,
pertahanan, keamanan, fungsi lindung, budidaya, dan estetika lingkungan, dimensi ruang dan waktu yang dalam kesatuan secara utuh menyeluruh serta berkualitas
membentuk tata ruang. Menurut Sugandhy 1995, ruang merupakan suatu wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis yang dipergunakan sebagai wadah bagi
setiap usaha pemenuhan kehidupan manusia baik pemanfaatannya secara horizontal maupun vertikal.
Dalam perpektif yang lebih kritis, politik ruang atas kawasan sumberdaya alam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perkembangan kapitalisme. Menurut
Sangaji 2011 hubungan politik ruang dengan kapitalisme bisa dirujukkan pada pemikiran Marx. Dalam pemikiran Marx, hubungan ruang dengan kapitalisme di
dalam karya-karyanya di bawah logika sifat ekspansi sistem ini. Dalam sebuah kasus di Grundrisse, dikatakan bahwa ketika kapital berusaha menyingkirkan
semua hambatan spasial di seluruh permukaan planet agar supaya pasarnya melimpah ruah, maka dalam waktu yang sama kapital berusaha untuk
melenyapkan ruang dengan waktu to annihilate space by time, yaitu dengan mengurangi jumlah waktu yang diperlukan untuk pergerakan atau sirkulasi
24 [modal, tenaga kerja, barang dan jasa] dari satu tempat ke tempat lain
26
. Apa yang Marx tekankan, pelenyapan hambatan spasial spatial barrier merupakan kunci
dari akumulasi kapital. Adalah Henri Lefebvre yang mengembangkan lebih jauh diskusi soal ruang dan kapitalisme, melalui teorinya tentang produksi ruang
production of space. Buat Lefebvre, sebagaimana dikutip Sangaji 2011 produksi dan
reproduksi ruang ekonomi secara terus-menerus dalam skala global, merupakan kunci dari keberhasilan kapitalisme untuk memperpanjang nafasnya. Salah satu
tema utama Lefebvre tentang produksi ruang adalah ruang sosial social space, yakni manusia mengorganisir ruang dalam hubungan antar sesama. Baginya,
ruang merupakan hasil dari hubungan social.
27
dan diskusi tentang ruang sosial, bagi Lafebvre, harus didudukkan ke dalam konteks corak produksi, konsep
penting dalam materialisme sejarah historical materialism guna mengerti gerak perubahan masyarakat.
28
Menurut Sangaji 2011 di dalam masyarakat dengan corak produksi kapitalis, produksi ruang berorientasi kepada kepentingan kapital; komoditi harus
bisa diproduksi dan disirkulasi secara mudah. Menurutnya, setiap masyarakat — atau setiap corak-produksi — menghasilkan ruang untuk kebutuhannya sendiri.
Dengan kata lain, perbedaan corak produksi menciptakan ruang berlainan. Produksi ruang di bawah feodalisme berbeda dengan produksi ruang masyarakat
kapitalis. Lefebvre menunjuk masyarakat abad pertengahan yang bercirikan corak produksi feudal menghasilkan bentuk material ruang seperti manor, monastery,
dan katedral. Sebaliknya, dalam masyarakat kapitalis, wujud ruang bisa dilihat dari jejaring perbankan, pusat-pusat kegiatan bisnis dan kegiatan produktif. Jadi,
perubahan dari satu corak produksi ke corak produksi lainnya akan diikuti dengan perubahan representasi material semacam itu.
Dengan demikian, sebagai sistem global, menurut Lefebvre, kapitalisme membentuk ruang abstrak abstract space.
29
Maksudnya, ruangnya dunia bisnis,
26
Karl Marx 1973 Grundrisse , New York , London : Penguin Books.
27
Lihat Henri Lefebvre 1991 The Production of Space, Oxford : Blackwell Publishing.
28
Marx, Op.Cit
29
Lihat Henri Lefebvre 2009 Space, State, World, Minneapolis, London : University of Minnesota Press . Diskusinya tentang space merupakan sumbangan besar Lefebvre bagi critical
human geography, dengan merevolusionerkan disiplin ilmu ini, dengan menganggap space sebagai
25 baik berskala nasional mapun internasional dan ruang tentang kekuasaan uang dan
politik negara [kapitalis]. Lanjutnya, ruang abstrak bersandar pada gurita perbankan raksasa, perbisnisan, dan pusat-pusat produksi kapitalis yang utama.
Juga intervensi spasial seperti jaringan jalan, lapangan terbang, dan jaringan informasi, guna melipat-gandakan produksi dan sirkulasi kapital secara cepat.
Ruang abstrak merupakan basis dari akumulasi kapital. Lantas, Lefebvre mendaftar kontradiksi-kontradiksi di dalam ruang kapitalis. Kontradiksi paling
utama adalah penghancuran ruang oleh rejim hak milik private property atas semua bentuk rejim kepemilikan lainnya; komunal, feudal dan sebagainya. Juga,
menciptakan hirarki di dalam masyarakat berbasis eksploitasi kelas. Bentuk lainnya adalah kontradiksi berbasis pusat dan pinggiran
30
. Dengan dasar dan pandangan di atas, maka, dalam kontestasi politik
penataan dan penguasaan ruang, maka penting menekankan bahwa tindakan negara dalam alokasi hutan untuk HPH, penetapan kawasan konservasi taman
nasional penetapan kawasan perkebunan dan areal pertambangan yang melahirkan monopoli alat produksi adalah pelajaran konkrit dari produksi ruang
kapitalis, seperti diteorikan Lefebvre. Namun, disayangkan menurut Sangaji 2011 bahwa diskusi soal produksi ruang ini sangat reduksionis, dan terisolasi
dari debat corak produksi kapitalis. Kondisi material ruang yang ditandai distribusi alat produksi dalam kasus ini tanah yang menumpuk di tangan
segelintir kelas kapitalis hilang dari percakapan. Pembahasannya dipangkas menjadi teknokratis, misalnya, semata
berwujud Rencana Tata Ruang RTR Ambil contoh paling konkrit, peta. Sebagai
alat produksi means of production, sebagaimana dipahami dalam tradisi Marxist. Menurutnya, ruang sebagai alat produksi merupakan jaringan pertukaran dan arus pergerakan bahan baku dan
energi. Dalam pengertian ini, sebagai alat produksi, tidak bisa dipisahkan dari kekuatan produksi force of production, tehnik, dan pengetahuan; tidak boleh dilepaskan dari pembagian kerja sosial
social labour secara internasional, dari alam, dan dari negara dan soal-soal superstruktur lainnya.
30
Mengikuti pemikiran Lefebvre ini, menurut Sangaji 2011 maka alternatif terhadap ruang kapitalis adalah ruang sosialis socialist space. Ruang sosialis bersandar pada sosialisasi alat-alat
produksi, bukan di bawah penguasaan kelas kapitalis. Dan karena kegiatan produksi dalam masyarakat sosialis, seperti diteorikan Marx, adalah produksi untuk kebutuhan sosial social
needs, maka bagi Lefebvre, aspek-aspek mendasar kebutuhan sosial seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi, merupakan isu pokok yang harus dijawab dalam ruang
sosialis. Tergolong dalam kebutuhan sosial ini juga pengorganisiran ulang ruang perkotaan untuk kebutuhan semua, bukan untuk segelintir. Dan jalan untuk membangun alternatif ruang sosialis
adalah politik politic of socialist space.