Hak dan Akses atas Sumberdaya Alam

36 mengembalikan tatanan moral yang diporak-porandakan oleh penetrasi kapitalisme. 2 Popkin 1979 petani Rasional: a Masyarakat tradisional yang ditandai solidaritas moral adalah ilusi. Masyarakat pra-kapitalis tak kurang eksploitatif ketimbang kolonialisme. b Para petani memiliki rasionalistas untuk memberikan tanggapan yang berbeda- beda atas kapitalisme yang menyediakan berbagai kesempatan yang berbeda-beda. Perlawanan petani bukan bersifat restorative, tetapi: a Petani melakukan perlawanan dalam upaya mencari jalan untuk mejinakan kapitalisme, lalu bekerja di dalam kapitalisme yang telah dijinakkan itu. b Dalam upaya ini, para pemimpin gerakan dan elit sosial bertindak sebagai entrepreneur politik. 3 Paige 1975 Kepentingan kelas: a Petani berada pada situasi nyata di dalam suatu proses produksi, misalnya organisasi dan struktur kerja, ekologi produksi dan lainnya. b Inilah yang mendasari kepentingan kelas yang berbeda-beda yang tidak ada kaitannya dengan rasionalitas atau moralitas tindakan mereka. Ciri Ekonomi Moral masih melekat yang menimbulkan: a Pemberontakan agraria dan bentuk-bentuk ekspresi perlawanan petani akan terjadi manakala: i suatu kelas penguasa tanah berkuasa melulu atas dasar penguasaan tanahnya, ii para petani dihambat kemungkinan mobilitas vertikal, iii kondisi kerja dan karakter pedesaan petani memungkinkan pembentukan solidaritas. b Perlawanan petani itu, tergantung pada tipe struktur kelas agraria yang melingkupi, bisa mengambil bentuk rebellion, labour reform movement, dan commodity reform movement. Sedangkan kategori kedua, yang dapat dikategorikan sebagai kelompok teori Gerakan Sosial Pedesaan Baru umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut; 1 Webster 2004: a Aksi kolektif pedesaan tidak lagi dapat disempitkan sekedar sebagai perjuangan-perjuangan petani. b Garis batas spasial dari petani yang pernah ada telah diporak-porandakan oleh migrasi musiman; mobilitas petani generasi muda; diversifikasi dan komodifikasi produksi agraria; munculnya pola-pola konsumsi baru dengan berbagai implikasi budaya, sosial dan ekonomi yang menyertainya; dan tentunya, akses kepada bentuk-bentuk baru transmisi budaya dengan telivisi, radio, dan kadangkala juga, yang lebih mutakhir adalah internet. 2 Petras 1997: Suatu generasi baru pimpinan petani yang terdidik muncul dan berkembang lebih setahun belakangan ini dengan kemampuan 37 organisasi yang handal. Pemahaman yang canggih perihal politik internasional dan nasional serta komitmen untuk menciptakan sejumlah kader yang tangguh secara politik.” 3 Fauzi 2005 ciri-ciri gerakan sosial pedesaan baru: a Basis sosial gerakan adalah campuran antara unsur desa-kota, baik dalam arti fisik maupun dalam berbagai urat nadi, organ dan kegiatan gerakan; b Kepemimpinan diisi oleh orang-orang dengan kemampuan intelektual yang mencengangkan, yang mampu menganalisa kombinasi hubungan yang relatif kompleks dari gejala lokal ke global, mikro ke makro, dan sebaliknya; c Taktik-taktik utamanya sangat beragam dan mengisi banyak arena pertarungan; d Posisi strategisnya umumnya “otonom” dari partai politik dan negara, tetapi memiliki kombinasi hubungan yang khas dengan ragam kekuatan gerakan sosial di sektor lain; e Ideologinya tidak hanya menjawab diskriminasi kelas sosial, tetapi juga untuk menghadapi perkara identitas rasetniskebudayaan, ekologi dan jender; f Daya jelajahnya kosmopolitan, yang utamanya ditandai oleh pembangunan solidaritas dan aksi global. Dilihat dari konteks yang melahirkan dan menghadirkan perlawanan petani dari dua tradisi teori gerakan sosial pedesaan di atas menurut Fauzi 2008 dapat dibedakan menjadi dua kategori, pertama; bagi kelompok peneliti gerakan agraria seperti Peige 1975, Scott 1976, Popkins 1979 mencari konteksnya pada makro struktural yang mendorong pembentukan gerakan petani. Dengan caranya sendiri-sendiri mereka menekankan ekspansi kapitalisme barat yang imperalistik imperialistic western capitalism dan merosotnya hubungan patron- client sebagai promotor pokok gerakan tani. Golongan kedua, merujuk pada Moore 1966 dan dikembangkan lebih jauh oleh Wood 2003, menjelaskan bahwa konteks tersebut mesti dilihat dengan cara membedah lebih dulu bagaimana “proses modernisasi itu sendiri”, derajat dan bentuk yang khas dari komersialisasi dapat mempertinggi atau membuka kemungkinan terjadinya pemberontakan petani melawan kelas-kelas di atasnya. Dengan kata lain perbedaan dua golongan ini terletak pada perbedaan analisis tentang konteks 38 kemasyarakatan itu dan cara bagaimana perubahan kemasyarakatan itu dihadirkan. 47

2.5 Aksi Kolektif

Menurut Tilly 1978 “ragam-ragam tindakan kolektif” didefiniskan sebagai “sarana alternatif” untuk bertindak bersama-sama atas kepentingan bersama”. Ragam-ragam perlawanan kolektif berakar dalam –memang merupakan produk dari– keadaan sejarah dan lingkungan tertentu. Bentuk perlawanan tergantung pada sifat-hakekat dan genaralitas keluhan dan jenis “senjata” sosial, politis atau teknologi secara luas yang dipunyai oleh pembangkang Scott, 1985. Misalnya, banyak tindak kekerasan rakyat timbul sebagai tanggapan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh kelas penguasanegara. Tetapi ekspresi perlawanan diredam oleh kekuatan otoritas yang ditentangnya maupun oleh ragam pengendalian yang digunakan otoritas itu. Seperti pernah dikemukakan Scott 1976, ”resiko pemberontakan sebanding dengan kuasa koersif negara dan kemauan negara menggunakan kuasa demikian”. Dalam The Oxford Dictionary of Sociology, aksi kolektif collective action didefinisikan sebagai: “sebuah tindakan yang dilakukan oleh sekolompok orang tertentu, baik secara langsung atau atas nama pribadi melalui suatu organisasi. Yang masing-masing anggotanya memiliki kesamaan kepentingan untuk berbagi dan mengejar tujuan atau cita-cita bersama. Marshall, 1998. Dalam tindakan bersama mensyaratkan satu prinsip berupa kesadaran bersama untuk saling bekerja sama dalam mencapai satu tujuan tertentu yang telah melalui kesepakatan bersama. Definisi semacam in merupakan pengertian yang diperluas meliputi baik “kelompok utama” primary groups yang para anggotanya telah mengenal satu dengan lainnya, serta “kelompok sekunder” secondary groups yang memiliki ukuran yanglebih besar dan memiliki susunan struktur yang lebih formal. 47 Noer Fauzi “Dari Okupasi tanah Menuju Pembaruan Agraria: Konteks dan Konsekuensi dari Serikat Petani Pasundan SPP di garut Jawa Barat” dalam, S.M.P Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi ed Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa, Gramedia: Jakarta, 2008, hlm. 439. 39 Tindakan kolektif yang memiliki sifat dinamis dan mengalami perubahan seiring konteks lokalnya, biasanya juga mencakup upaya bersama dari masyarakat untuk menyusun aturan-aturan dan struktur pengambilan keputusan menurut kepentingan lokalnya sendiri. Misalnya dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, yang termasuk disusun dan disepakati bersama dalam tindakan kolektif ini adalah soal aturan dan tata tertib tentang bagaimana larangan dan pembolehan mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang, dalam pemanfaatan, penggunaan dan pengeloaan sumberdaya alam, serta perangkat proses untuk memonitor, pemberian sangsi, dan cara-cara penyelesaian sengketa Ostrom 1992. Di dalam kelompok primary groups dan tindakan setiap individu berada sangat dekat dan selalu dalam pengawasan atau observasi orang lain serta mekanisme keadaban di masyarakat seperti solidaritas, resiprositas, dan bentuk- bentuk tekanan sosial yang mendasrkan pada norma-norma umum dan nilai-nilai yang berlaku dan disepakati bersama. Sedangkan di dalam kelompok secondary groups, sebuah keputusan bersama tidak bisa lagi diambil dan diputuskan hanya oleh kesepakatan kelompok, tetapi menuntut sebuah perwakilan yang nantinya merepresentasikan dan bertindak atas nama kelompok. Dengan penjelasan seperti ini, penting untuk dicatat bahwa sebuah aksi kolektif tidak selalu membutuhkan sebuah organisasi, walaupun organisasi dapat membuat sebuah aksi kolektif dapat bekerja lebih efektif atau efisien untuk pelaksanaan beberapa tugas tertentu Meinzen-Dick, Raju, dan Gulati 2000. 40